"Blue Forest"
.
.
.
.
.
Chapter Nine :
-The Demon Kindness-
.
.
.
.
.
Main Character :
-Aoi Kanzaki-
X
-Inosuke Hashibira-
.
.
.
.
.
Other Character :
-The Demon Doctor : Tamayo-
-Traveling Partner : Yushiro-
X
-Tanjirou Kamado-
.
.
.
.
.
Kimetsu no Yaiba - Fanfiction
.
.
.
.
.
Warning (!)
OOC : Inosuke Being A Bucin Boy
.
.
.
.
.
This is My Fourth Fanfiction I Published
I Hope You Like It
Don't Forget To Review After Read
Regards, Aletha.
Tampak ruangan rawat Butterfly Mansion sangat sunyi dan gelap gulita.
Jendela tertutup rapat dan membuat tidak adanya cahaya ataupun angin yang masuk kedalam.
Aoi tertidur lelap diatas kasurnya. Setelah kejadian tadi ia kehilangan kesadarannya hingga akhirnya tertidur sampai saat ini.
Shinobu mengatakan bahwa Aoi mengalami demam tinggi, tubuh gadis itu begitu panas. Membuat handuk hangat terlipat itu berada di dahinya untuk meredakan suhu tubuhnya.
Tangan putih Aoi yang hangat tenggelam dalam genggaman tangan seseorang yang terasa kasar dibandingkan tangannya yang halus.
Inosuke tertidur dengan posisi terduduk di samping kasur Aoi. Awalnya ia berusaha agar tidak tertidur dan tetap bisa menjaga Aoi. Namun sayang rasa lelah Inosuke melebihi usahanya.
Kepala Inosuke jatuh diatas kasur Aoi, tepat disebelah tangan gadis itu yang ia genggam.
Hari sudah mulai menjelang pagi, namun keduanya juga sama-sama belum menunjukkan tanda-tanda bangun dari tidurnya. Mungkin mereka lelah bukan?
"Yamate..."
Gerakan kecil dari jari Aoi membuat Inosuke langsung terbangun seketika.
"Aoi?"
Matanya yang sipit mulai terbuka lebar, Inosuke menatap khawatir Aoi yang sepertinya mengalami mimpi buruk.
Inosuke mendekat pada Aoi dan mengambil handuk lipat yang berada di dahi kekasihnya, kemudian mengembalikannya ke baskom berisi air hangat disebelahnya.
Inosuke menyentuh leher Aoi dan langsung merasakan hawa hangat yang seketika menyerang punggung tangannya.
"Jangan membunuh ku..."
"Aku minta maaf..."
"Kumohon..."
Inosuke mengenggam tangan Aoi erat, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran luar biasa.
"Aoi, Aoi bangunlah. Kau sedang mengalami mimpi buruk, kumohon bangunlah."
Inosuke menggoyangkan tubuh Aoi pelan, Aoi masih tidak terbangun juga.
"Aoi, Aoi bangunlah!"
Mata biru itu langsung terbuka dan menampilkan iris tipis yang menatap lurus kearah atas.
Inosuke menggenggam erat tangan Aoi dengan kedua tangannya.
"Kau baik-baik saja?" Inosuke bertanya dengan nada paniknya.
Aoi menoleh padanya dan lelehan air mata itu tanpa sadar langsung mengalir.
"Inosuke..."
Grep.
Inosuke meraih tubuh kecil Aoi dan memeluknya erat.
"Katakan pada ku bahwa kau baik-baik saja."
"..."
Aoi enggan membuka mulutnya dan membiarkan Inosuke memeluk tubuhnya.
"Aku tidak tahu... hanya saja dia ingin mem-"
Sret.
"Cukup. Jangan lanjutkan."
Inosuke mengelus lembut surai hitam Aoi membuat gadis itu merasa lebih tenang dan aman dari sebelumnya.
Aoi tidak menangis, ia hanya diam dengan tubuh bergetar. Tidak membalas pelukan Inosuke.
"Aku ketakutan..."
"Tidak apa-apa aku akan selalu berada disisi mu. Jangan ingat mimpi mu lagi, kumohon."
Inosuke semakin mengeratkan pelukannya dan mencium puncak kepala Aoi berkali-kali.
Perlahan tangan Aoi mulai naik dan menggenggam piyama Inosuke.
"Maaf jika aku menyusahkan mu."
Merasa lebih tenang, Aoi pelan-pelan mulai menenggelamkan wajahnya dalam ceruk dada Inosuke. Tak lupa tangan kecilnya menggenggam piyama lelaki itu.
Inosuke menggeleng cepat.
"Jangan berpikir seperti itu, kau masih kelelahan? Ayo berisitirahat kembali, aku khawatir kesehatan mu akan semakin menurun."
"Eum."
Aoi mengangguk lalu pelan-pelan melepaskan pelukan Inosuke. Keduanya saling bertatapan.
Inosuke menyibak poni Aoi yang berantakan.
"Aku akan menemani mu, ayo tidurlah."
Inosuke menarik tubuh Aoi hingga kembali terbaring diatas ranjang.
Ia bersiap turun, namun Aoi menahan tangannya.
"Kau bilang akan menemani ku?"
Pertanyaan dengan nada kecil Aoi membuat Inosuke gemas bukan main. Ia tersenyum kecil lalu ikut membaringkan diri disamping Aoi.
Kini keduanya berhadap-hadapan.
"Aku harap Shinobi-San tidak masuk kedalam kamar untuk memeriksa mu."
"Shinobu-San. Berhentilah mengganti nama seseorang Inosuke."
Aoi mengkoreksi sambil memainkan jari-jemari Inosuke yang berada dalam genggamannya.
Tidak dapat di pungkiri, Inosuke ingin memakan Aoi saat ini juga. Astaga kenapa gadisnya yang galak bisa semenggemaskan ini sekarang?
Inosuke bahkan tidak pernah membayangkan bahwa Aoi juga bisa bersikap seperti ini. Karena selama ini yang ia tahu, Aoi adalah gadis garang yang bahkan untuk tersenyum saja cukup sulit.
"Itu tidak penting, tidur lah sekarang. Aku bisa memperbaiki kebiasaan ku, ya walaupun itu butuh waktu yang lama."
"Aku senang mendengarnya jika kau mau memperbaiki kebiasaan buruk mu."
"Ya itu bagus, sekarang tidur lah."
Inosuke bersiap menarik Aoi dalam dekapannya, namun gadis itu terlebih dahulu berbicara kembali membuat gerakannya terhenti.
"Tapi... Inosuke, mimpi buruk tadi tidak akan menjadi kenyataan kan?"
Inosuke terdiam dan netranya menangkap Aoi yang tampak melamun karena kecemasannya.
"Hentikan, aku sudah mengatakan untuk berhenti memikirkan hal itu bukan?"
Inosuke berucap sambil menarik dagu Aoi agar gadisnya ini menatapnya.
Namun gadis itu langsung menepis tangannya, Aoi membuang wajahnya.
"Apa salah jika aku merasa cemas? Jika keadaan berbalik dan kau mengalami hal serupa tentu kecemasan juga pasti menyelimuti dirimu."
Inosuke mematung mendengar penuturan Aoi yang didominasi nada datar dan berbeda jauh dari sebelumnya.
"Aoi, bukan maksudku-"
Inosuke meraih tangan Aoi namun gadis itu menepisnya pelan.
"Berhentilah menyepelekan sesuatu Inosuke. Aku tidak suka kebiasaan buruk mu."
Aoi membalik tubuhnya dan kemudian meringkuk dalam posisi berbaring.
Saat itu juga Inosuke kembali panik bukan main.
Astaga kebodohannya sendiri kenapa selalu menyepelekan sesuatu.
Harusnya Inosuke sadar bahwa Aoi lebih butuh sebuah kalimat penenang, bukan kalimat menyepelekan seperti itu.
Inosuke akui, dirinya langsung paham kesalahannya. Dan dia memang salah.
"Aoi, Aoi kumohon maaf kan aku. Aku tidak tahu jika ucapan ku membuat mu tidak nyaman."
Inosuke meraih bahu Aoi, namun gadis itu langsung menghentak nya pelan.
Inosuke tidak menyerah dan mendekatkan tubuhnya pada Aoi, ia meraih tubuh gadis itu dan memeluknya dari belakang.
"Maafkan aku..." Lirihnya penuh rasa bersalah.
Aoi menutup matanya erat dan membuat lelehan air mata itu tanpa sadar mengalir.
Aoi menyalahkan dirinya, seharusnya ia tidak bersikap sekasar itu pada Inosuke.
Tapi egonya mengalahkan semuanya, Aoi tetap dalam pendiriannya dan ia saat ini marah dengan Inosuke.
"Aoi kumohon..."
Inosuke meraih tangan Aoi dan menggenggamnya dari belakang, ia mengelus tangan halus gadisnya.
Aoi berusaha tidak mempedulikan hal itu dan memilih untuk mulai kembali beristirahat, kepalanya mendadak pening kembali karena menangis.
"Baiklah, mungkin kau sudah sudah tidur. Beristirahatlah, aku akan tidur di samping mu. Tidak ada yang bisa mengganggu mu, kau harus percaya bahwa aku mulai sekarang tidak akan pernah meninggalkan mu sendirian lagi."
"Kau harus percaya pada Inosuke-Sama bahwa mimpi buruk mu tadi tidak akan menjadi kenyataan. Karena dirimu memiliki aku, seseorang yang akan selalu melindungi mu."
Inosuke menaruh dagunya di bahu Aoi, dan menenggelamkan wajahnya di leher gadis bermarga Kanzaki ini.
"Aku berjanji bahwa akan selalu melindungi mu sekarang, kau prioritas ku."
"Bahkan jika tubuhku kehilangan nyawa, itu tidak masalah asalkan dirimu tetap terlindungi."
"Aku menyayangimu, Aoi Hashibira."
Inosuke menutup matanya dan bersiap menuju alam mimpi dengan posisinya yang memeluk Aoi sekaligus menggenggam tangan gadis itu.
Aoi membuka matanya, ia merasakan nafas hangat Inosuke yang menerpa kulit lehernya.
Ia mendengar semua itu dan semakin merasa bersalah sudah bersikap marah pada Inosuke.
Laki-laki ini bahkan mengatakan bahwa nyawa nya tidak sebanding dengan Aoi.
Inosuke merasa gagal jika dirinya terluka.
Aoi meneteskan air matanya dan menangis dalam diam.
"Maafkan aku... Inosuke, aku hanya bisa menyusahkan mu saja..."
Aoi melirik tangannya kemudian memeluk genggaman Inosuke.
Ia harus meminta maaf ketika bangun nanti.
Aoi tidak mau membuat Inosuke merasa bersalah terlalu lama.
Yang sekarang ia butuhkan adalah istirahat. Aoi tidak ingin kesehatannya menurun lagi.
Ia pun mengelus tangan Inosuke dan mulai memejamkan matanya. Bersiap menyusul Inosuke yang sudah tenggelam dalam alam mimpi nya.
Semoga kondisinya bisa lebih baik setelah ini, Aoi berharap besar untuk hal ini.
-Blue Forest-
Mata biru itu terbuka dan perlahan mengerjap ketika merasa silau karena sorotan cahaya mentari dari jendela yang menerpa nya.
Aoi membalikkan tubuhnya dan merasakan kekosongan di bagian kasur sebelahnya. Benar, Inosuke tidak ada.
"Huh, Inosuke?"
Aoi mengumpulkan kesadarannya perlahan dan menatap ke ranjang di sampingnya.
Benar, Inosuke juga tidak berada disana.
Mendadak jantung Aoi berdegup kencang, ketakutan akan hal buruk yang terjadi dini hari kembali menghantuinya.
"Inosuke."
Dengan terburu-buru dan tanpa pikir panjang Aoi langsung bangun dari posisinya dan bersiap turun dari kasur. Ia lupa total keadaan kakinya yang bahkan belum menunjukkan kemajuan kecil.
"Inosuke, dimana?!"
Air mata Aoi menetes, tangannya yang menjadi penompang di meja tanpa sadar tergelincir.
Aoi melebarkan matanya ketika tubuhnya oleng.
Cklek.
"Apakah dirimu sudah—AOI!"
Grep.
Kanao Tsuyuri menghela nafasnya penuh kelegaan setelah berhasil menahan tubuh Aoi terlebih dahulu, jika ia terlambat sedikit saja mungkin Aoi sudah mencium dinginnya keramik kayu ruangan rawat ini.
Kecepatan gerakan seorang Kanao Tsuyuri memang tidak main-main.
"Kanao...? Maaf kan aku."
Aoi menoleh dan menatap Kanao dengan wajah kecewanya.
Kanao menggeleng lalu membantu Aoi duduk dengan normal kembali di atas ranjangnya.
Ia mengambil tempat duduk di samping sahabatnya ini.
"Ada hal yang menganggu mu?" Tanyanya lembut.
Aoi mengusap wajahnya pelan. Ia menggeleng kemudian.
"Tidak apa-apa."
"Kau tahu kita sudah saling mengenal bukan? Apa yang kau sembunyikan?"
Aoi menghela nafasnya, kali ini ia tidak bisa mengelak. Akhirnya ia menatap iris ungu Kanao.
"Inosuke... Kemana dirinya?"
Kali ini berganti Kanao yang diam tidak bisa menjawab pertanyaan Aoi.
-Blue Forest-
" Souka... Aku ikut sedih mendengarnya. Bagaimana keadaan Aoi sekarang?"
Tamayo datang dengan empat gelas Ocha hangat, kemudian ia duduk dengan sopan dan menaruh nampan minuman itu di tengah lantai beralas karpet
"Ocha!?"
Inosuke yang terlihat senang karena minuman yang Tamayo bawakan adalah Ocha kesukaannya, tanpa aba-aba langsung bersiap menyambar satu cangkir yang berada di tengah dan membuat tiga gelas lainnya spontan Tanjirou tahan agar tidak tumpah.
Tamayo tersenyum hangat melihat itu, ia pernah mendengar cerita Inosuke dari Ubayashiki Kagaya. Bahwa lelaki bertopeng babi di hadapannya ini adalah pemburu iblis berbakat, namun sifatnya yang kurang memiliki kesopanan pada orang lain karena ia di besarkan oleh babi hutan dan tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua.
Tamayo cukup iba mendengar latar belakang Inosuke, laki-laki yang terlihat begitu menyeramkan saat marah ini bahkan tidak pernah mengenal rupa wanita yang melahirkannya.
Tapi Tamayo cukup senang ketika mendengar bahwa Tanjirou menjadikan Inosuke sahabatnya. Ia percaya bahwa sulung Kamado ini bisa mengubah Inosuke menjadi lebih baik, walaupun membutuhkan cukup banyak waktu.
" Nee... Keadaan Aoi-San tidak bisa dibilang cukup baik. Shinobu-San bilang bahwa Aoi mengalami kelumpuhan sementara pada kakinya. Aoi juga mudah kelelahan akhir-akhir ini."
Tanjirou menjelaskan setelah Inosuke mendapatkan Ocha nya.
Agak membingungkan memang, padahal Inosuke yang merupakan kekasih Aoi. Harusnya laki-laki itu yang menjelaskan keadaan gadisnya, bagaimanapun juga pasti Inosuke lebih memahami keadaan Aoi. Tentu saja, dia berada di sebelah gadis itu tanpa lewat satu detik pun kan?
Huft memang dasar Inosuke.
"Lezat sekali! Aku ingin-"
"Hentikan."
Atmosfir sontak berubah ketika Yushiro menahan tangan Inosuke yang hendak menuang isi teko Ocha lagi kedalam gelasnya.
"Tidak kah kau tau bahwa kelakuan mu tidak menunjukkan sopan santun di hadapan wanita?"
Tanjirou menahan nafasnya saat angin berhembus keluar dari bagian hidung topeng babi Inosuke. Aura menyeramkan lelaki Hashibira ini mendominasi.
"Yushiro, hentikan kebiasaan mu. Dia menyukai Ocha buatan ku, apa itu salah?"
Tamayo meraih tangan Yushiro membuat iblis yang perasaannya sedikit sensitif itu menoleh padanya. Yushiro menghela nafasnya kemudian melepas tangan Inosuke.
"Baiklah."
"Menarik diri huh? Ku kira kau adalah pria dewasa. Ternyata juga lemah dengan suara wanita."
Ketiga pasang mata berwarna berbeda itu melebar bersamaan setelah perkataan enteng yang keluar dengan santainya dari bibir Inosuke.
"BRENGSEK!"
Mata Tanjirou melebar melihat Yushiro yang dalam sekejap sudah bersiap mencekik Inosuke.
"Yushiro." Sekali lagi teguran itu keluar.
Tamayo menatap Yushiro dengan sorot tenangnya yang sukses membuat asistennya itu seketika gugup.
"Tamayo-Sama, Aku-"
"Aku tidak akan memaafkan mu jika kau menyakiti Inosuke lagi. Bersikap dewasa Yushiro."
Yushiro menghela nafasnya panjang kemudian mendengus.
"Selalu saja begitu." Desisnya kesal lalu membuang muka dan perlahan kembali duduk dengan tenang.
Tamayo hanya tersenyum kecil, kini ganti menatap Inosuke.
" Gomen ne Inosuke. Yushiro memang kadang sedikit sensitif."
Inosuke meliriknya sekilas lalu membuang wajahnya dengan perasaan jengkel.
"Aku tidak suka orang seperti nya."
"Kau kira aku menyukai sikap mu juga huh?"
" Yushiro-San gomen-gomen, Inosuke kadang memang seperti itu."
Tanjirou tersenyum kaku sambil memegang bahu Inosuke, berusaha menengahi perdebatan mereka yang kembali memanas.
Astaga kesalahan yang begitu salah ia membawa Inosuke. Seharusnya Tanjirou bisa mengelak saat Inosuke bilang ingin menemui Tamayo untuk meminta resep obat untuk Aoi, sesuai saran yang Shinobu sampaikan kepadanya di Pagi tadi.
Bukan mengelak sebenarnya. Tapi Tanjirou harusnya bisa pergi sendiri dan mengatakan keadaan Aoi pada Tamayo, di pikir juga ia setiap hari bertemu Aoi dan melihat perkembangan gadis itu bukan? Walaupun tidak seperti Inosuke yang tidak pernah lepas sedetik pun dari gadisnya itu.
Ya serba salah.
Kalau Tanjirou pergi sendiri, yang ia cemaskan adalah penyampaian informasi yang salah mengenai keadaan Aoi.
Tapi kalau Tanjirou mengajak Inosuke agar lelaki itu bisa menjelaskan keadaan Aoi sebenarnya, ya ini lah yang terjadi.
Yushiro bertemu dengan Inosuke bagaikan minyak dengan air. Benar-benar tidak bisa di tempatkan di satu ruangan yang sama.
" Daijoubu Tanjirou. Jangan menyalahkan diri mu."
Tamayo menyunggingkan senyum hangatnya. Membuat Tanjirou hanya bisa mengangguk kaku lalu kembali duduk dengan manis.
Tamayo melirik Inosuke kemudian.
"Inosuke, Tanjirou bilang kau adalah seseorang yang berada di sisi Aoi selama masa pemulihan nya."
"Kau tahu itu."
Tamayo mengangguk.
"Shinobu Kochou kemarin mengirimkan ku surat. Keadaan yang Aoi alami merupakan pengaruh darah iblis dari Douma yang masuk kedalam tubuhnya karena penyerangan itu."
Penjelasan yang disampaikan dengan nada lembut itu membuat Inosuke pelan-pelan mulai menatap Tamayo dan masuk dalam pembicaraan Iblis Wanita Cantik ini.
"Aoi juga mengalami pengalaman traumatis karena kejadian itu. Hal ini adalah penyebab utama kenapa perkembangan kesehatan nya cukup melambat."
"Racun darah Douma di dalam tubuhnya memang sudah menghilang. Tapi efeknya belum."
"Kemungkinan efeknya bukan hanya kelumpuhan sementara, tapi sewaktu-waktu Aoi mungkin saja bisa merasakan sakit luar biasa pada dadanya dan pernafasannya yang mungkin saja terganggu."
Deg. Deg. Deg.
Tanjirou disebelah Inosuke menegang ditempat ketika mendengar itu.
Sementara Inosuke meremas tangannya tertahan, hatinya hancur sehancur-hancurnya.
Bagaimana... Ini?
"Aku sudah berapa kali menemukan kasus yang sama dengan korban yang berbeda, mereka yang tubuhnya teracuni darah dari Iblis Bulan Atas mengalami hal yang sama seperti Aoi. Tapi lebih buruk."
"Keadaan Aoi yang lebih baik saat ini mungkin karena penanganan Shinobu yang lebih tanggap dan cepat untuk mengangkat racunnya."
"Tapi bagaimanapun kau harus tetap waspada Inosuke, kedua keadaan buruk itu mungkin bisa terjadi pada Aoi walaupun tubuhnya telah bersih dari racun."
"Tidak ada yang bisa dilakukan selain selalu mengawasi keadaannya, dan aku sendiri hanya bisa memberikan mu yang terbaik."
Tamayo tersenyum kecil di akhir penjelasannya, wanita iblis itu lalu mengambil sesuatu dari kotak kayu di sebelahnya.
Sebuah botol kaca berukuran jari telunjuk yang berisi cairan berwarna biru cerah, seperti air laut.
"Aku dan Shinobu sadar keadaan seperti ini semakin memakan korban tiap waktunya. Jadi kami berdua telah memutuskan membuat resep obat untuk mencegah efek terburuk dari racun Iblis Bulan Atas terhadap korban-korban yang berjatuhan karena hal ini, sama hal nya seperti Aoi."
Tamayo menjulur kan tangannya lalu menarik tangan Inosuke. Laki-laki Hashibira itu menatap botol obat yang Tamayo berikan.
" Kore, kita sudah melakukan banyak percobaan dan berhasil. Ambilah, efek dari obat ini cukup besar karena bisa mencegah keadaan buruk yang belum Aoi alami. Kau tahu mencegah lebih baik dari pada mengobati bukan?"
Inosuke menatap pemberian Tamayo dengan intens. Perlahan kemudian mendongak.
"Terbuat dari sari bunga Lavender Gunung Natagumo. Aku harap ini bisa membantu mu, dan Aoi. Nee, Inosuke?"
Inosuke mengenggam botol kaca itu lalu pelan-pelan mengangguk dengan arah wajah menatap lurus kearah Tamayo.
"A-Arigato..."
Pertama kalinya sejak Inosuke lahir di Bumi, kata 'Terima Kasih' itu lolos dari bibir nya.
Inosuke tidak tahu mengapa ia mengatakan hal ini, namun perasaannya membuat kata itu mengalir keluar tanpa sadar.
Tidak bisa di pungkiri perasaan Inosuke menghangat.
Ia bahagia, senang, dan terkejut karena Iblis Wanita Cantik ini benar-benar rupa kebaikan yang sebenarnya.
"Douitashimashite, Inosuke."
Saat itu pula Inosuke telah menandai Tamayo, Iblis Wanita yang telah memiliki hutang kebaikan tak terhingga dengannya dan juga Aoi.
Tidak sia-sia kedatangannya sepagi ini bersama Tanjirou.
Kochou Shinobu, ah pemburu iblis berbakat itu juga. Inosuke memiliki hutang terima kasih juga dengannya yang telah menyarankan untuk menemui Tamayo.
Juga... Gadis Kochou itu telah membantu Tamayo meracik obat ini bukan?
Inosuke akan berterima kasih pada Shinobu nanti.
Sekarang waktunya ia kembali ke Markas Besar Pemburu Iblis.
Inosuke memiliki utang kesalahan besar, lagi-lagi meninggalkan gadisnya sendirian tanpa mengatakan apapun sebelum pamit.
Ah memang Hashibira bodoh yang tidak pernah menepati janjinya.
Haruskah Inosuke menebus kesalahannya?
*
TBC
Hi?
Anyone else remember this?
Huft~
This is almost one, two, three—ah four month!
Maaf banget atas very-very slow update -nya diri ku hiks.
Chapter ini mulai kutulis sejak akhir Februari. Masalah utamanya adalah gaya tulis ku berubah total gara-gara waktu nulis chapter ke delapan itu aku sambil nulis cerita dengan genre dan penulisan yang berbanding terbalik dengan gaya penulisan Blue Forest.
Butuh waktu lama buat aku selesaiin ini, karena gak cuma berjuang balikin gaya penulisan. Tapi aku juga agak kesulitan karena karakter Inosuke sempat OOC banget banget banget. Di awal aku memang udah tulis OOC karena dia bucin, tapi kesulitannya kemarin itu terlalu bucin sampai rada cheesy gitu hiks.
Akhirnya setelah sekian lama, chapter ini mulai lancar lagi di tulis waktu April. Hingga lanjut selesai di tanggal 24 Mei.
Awalnya aku niat langsung gas publish, tapi banyak banget yang perlu aku revisi. Entah gaya penulisan, rombak dikit karakter Inosuke, terus juga bolak-balik ganti dan hapus draft yang gagal jadi, and~ banyak lagi.
Untungnya selesai.
Ucapkan selamat untuk ku besok karena selama seminggu kemarin aku merevisi ini sambil UAS, dan besok hari terakhir ku ulangan.
Sebagai hadiah, jadi aku publish ini hari ini sebelum hari terakhir ulangan ku besok. Itung-itung permintaan maaf buat kalian semua.
Sebenarnya aku cukup khawatir kalo chapter ini agak gagal jadi dalam artian lain kurang nge-feel dari pada chapter sebelum-sebelumnya. Mungkin agak gajelas, tapi aku harap semoga masih sama bagus nya kayak delapan chapter yang sebelumnya ya huhuhu.
Kalau kalian ada yang pengen di sampaikan tentang chapter kali ini, boleh banget kasih di kolom review. Aku bakalan pakai itu buat masukan untuk chapter yang bakalan aku tulis kedepannya.
Mungkin agak sedikit lama, tapi semoga engga terlalu lama
Tunggu aja ya~
Penutup chapter kali ini aku mau bilang terima kasih sebanyak-banyaknya untuk semua yang masih tungguin cerita ini.
Entah reader lama atau baru, aku bahagia karena masih ada yang hype dan suka cerita yang aku buat.
Aku harap kalian semua selalu dukung semua karya ku :D
Terima kasih sekali lagi~
And also, Jaga kesehatan ya!
Arigato~
