"Blue Forest"
.
.
.
.
.
Chapter Ten :
-Quality Time-
.
.
.
.
.
Main Character :
-Aoi Kanzaki-
X
-Inosuke Hashibira-
.
.
.
.
.
Other Character :
-Kanao Tsuyuri-
.
.
.
.
.
Kimetsu no Yaiba - Fanfiction
.
.
.
.
.
Warning (!)
OOC : Inosuke Being A Bucin Boy
.
.
.
.
.
This is My Fourth Fanfiction I Published
I Hope You Like It
Don't Forget To Review After Read
Regards, Aletha.
"Kau tampak lebih cantik dengan rambut yang tidak diikat."
Kanao mengungkap kan ketika ia menyisir rambut Aoi yang begitu halus dan juga lembut.
"Apa maksud mu...? Bahkan aku selalu merasa gerah walaupun telah mengikat rambut ku. Apalagi jika diurai."
Kanao tertawa kecil kemudian lanjut menyisir surai legam sahabatnya ini.
Setelah bercerita dengan Kanao tadi, Aoi menangis karena ingin marah pada Inosuke yang tidak menepati janjinya.
Kanao pun sama bingungnya karena tidak tahu Inosuke pergi kemana, yang dia lihat saat baru bangun tidur tadi adalah laki-laki Hashibira itu tengah berbincang dengan Tanjirou di tengah halaman.
Kemudian tanpa ada salam pamit atau apapun, keduanya tidak terlihat lagi... Astaga itu berarti Tanjirou juga ikut pergi karena Kanao tidak melihat keberadaan sulung Kamado itu lagi setelah pagi tadi.
Akhirnya Kanao hanya bisa menenangkan sahabatnya ini, dan mengatakan Inosuke mungkin memiliki suatu hal yang harus ia urus. Karena terburu-buru mungkin itu menyebabkan nya lupa berpamitan dengan Aoi.
Mencoba untuk membuat pikiran Aoi mendingin. Kanao pun menyarankan agar Aoi membersihkan badannya atau dalam artian mandi di pagi ini.
Aoi setuju dan ia pun meminta Kanao untuk membantunya menuju kamar mandi.
Dan disinilah keduanya sekarang. Teras Butterfly Mansion.
Aoi telah berganti baju dengan baju tidur biru miliknya yang baru diambil dari lemari.
Kanao yang disebelahnya pun kini tengah membantu nya menyisir rambut. Lucu sekali keduanya.
"Hashira dan pemburu iblis lainnya, apakah mereka sedang dalam misi? Suatu keanehan di waktu pagi menuju siang ini mereka sama sekali tidak terlihat." Tanya Aoi pada Kanao.
"Aku tidak tahu juga, tapi sepertinya tidak ada jadwal misi pada mereka semua hari ini. Setahu ku di hari libur seperti ini, mereka memanfaatkannya untuk berlatih di kaki gunung atau berjalan-jalan sembari mengawasi pinggir kota."
Kanao menjelaskan bersamaan dengan berakhirnya kegiatannya menyisir rambut Aoi.
Kanao berpindah tempat duduk kemudian menangkup pipi Aoi agar menghadapnya.
Aoi tampak cantik dan manis dengan kedua poninya yang kearah depan, dan rambutnya yang sepanjang bahu terurai.
"Kawaii ne~"
Kanao tersenyum manis namun Aoi meniup poninya.
"Hentikan, kau harus tahu bahwa aku benar-benar merasa gerah dengan keadaan seperti ini."
"Kau yakin? Bahkan dirimu terlihat lebih cantik dan manis Aoi."
"Wajahku garang tidak memiliki kecocokan sama sekali dengan kata manis yang kau bilang."
Kanao tertawa kecil mendengar penuturan elakan Aoi.
"Setidaknya biarkan penampilan dirimu menjadi berbeda sekali waktu."
"Tidak-tidak, kembalikan ikat rambut ku Kanao."
"Bukannya kau meninggalkan benda itu di atas meja ruangan rawat mu?"
Eh-?
Aoi tersadar. Bodohnya ia lupa bahwa dirinya meninggalkan ikat rambut kupu-kupu itu di atas meja samping ranjang nya.
"Apa kau akan mengambilkan nya untuk ku?" Tanya Aoi lebih terdengar meminta pertolongan kecil.
Kanao tersenyum manis kemudian berdiri.
Aoi ikut tersenyum lebar ketika melihat sahabatnya yang sepertinya berniat membantunya.
" Iie, sebagai Tangan Kanan Butterfly Mansion aku perlu mengecek beberapa hal di dapur. Kau tahu jam makan siang sudah hampir tiba bukan?"
Aoi diam beberapa saat, Kanao tersenyum manis hingga matanya menyipit.
"Aku akan memanggil mu ketika semuanya sudah siap. Duduklah sembari mendinginkan pikiran mu. Dan jangan kesal, wajah mu sangat manis kau tahu? Sampai nanti, Aoi."
Kanao berlalu meninggalkan Aoi dengan langkah anggunnya.
Membuat Aoi menahan nafasnya tidak percaya.
Kanao Tsuyuri, dimana sahabatnya yang lugu dan pendiam ini mempelajari sifat jahil dan nakal?
Bahkan Aoi sejak dulu mengenal Kanao sebagai pribadi yang tertutup dan cukup sulit untuk berinteraksi, walaupun dengan orang terdekat seperti dirinya.
Sungguh sulit dipercaya.
Memilih pasrah dengan keadaannya, Aoi kembali menatap lurus dan memperhatikan halaman Butterfly Mansion yang penuh dengan bunga-bunga dan rerumputan.
Ia jadi teringat Inosuke sering berlarian mengejar Zenitsu di halaman Butterfly Mansion ini, di tengah latihannya.
Biasanya ditengah kejar-kejaran keduanya, Aoi akan memukul kepala laki-laki Hashibira itu karena telah membuat keributan di Butterfly Mansion.
Berbicara tentang lelaki itu, Aoi kembali sadar Inosuke belum kembali juga. Padahal hari sudah menjelang siang.
"Dimana si bodoh itu?"
Aoi jadi resah, ia mengayunkan kakinya yang tergantung diatas teras.
Memang belum ada perkembangan yang berarti dari kondisinya saat ini. Aoi tidak bisa merasakan sakit di kakinya jika memang tidak di gunakan untuk berkegiatan.
Namun akan terasa sangat sakit jika dipaksa untuk mencoba berjalan.
Aoi hanya bisa pasrah dengan keadaan nya saat ini.
Ia hanya berharap bisa segera sembuh dan berkegiatan seperti sebelumnya.
Bosan juga jika dirinya hanya bisa duduk diam tanpa melakukan apapun.
Aoi menatap kakinya kemudian tersenyum kecil.
"Daijoubu, aku akan tetap yakin bahwa aku bisa sembuh. Hanya perlu waktu bukan?"
Aoi kembali menatap lurus kedepan dan menghirup udara sejuk yang tercipta karena banyak-banyak pepohonan dan bunga-bunga di Butterfly Mansion.
Tanpa sadar tiba-tiba wangi sebuah bunga tercium di hidung gadis Kanzaki itu.
Aoi mengernyitkan dahinya karena bunga-bunga di halaman terletak sedikit jauh dari teras Butterfly Mansion.
Bagaimana bisa tercium harumnya hingga kedalam hidungnya?
Aoi menoleh ke kiri dan hanya menemukan tiang-tiang penyangga atap.
Ketika dirinya menoleh ke kanan. Tiga tangkai bunga Lily tampak didepan matanya. Bukan dalam genggaman seseorang ataupun lainnya. Namun tangkai bunga itu masuk kedalam sebuah hidung sebuah topeng babi dan tertahan disana.
Mata Aoi melebar melihat itu semua.
"ASTAGA INOSUKE-!"
Aoi terkejut bukan main sampai tak sadar ia bergeser posisi hingga bersiap jatuh dari teras.
Hup.
Inosuke buru-buru menahan pinggang kecil gadisnya dan membantu Aoi duduk di posisi sebelumnya.
Aoi menghela nafasnya begitu panjang, ia merasakan kepalanya langsung kembali pening. Astaga Inosuke.
Buagh!
"Ittai!"
Inosuke berteriak tiba-tiba karena Aoi memukulnya. Memang hanya mengenai topeng babinya, namun terasa sangat sakit seperti mengenai wajahnya langsung.
Inosuke jadi tidak heran mengapa Zenitsu begitu ketakutan dengan Aoi setelah waktu itu pernah menerima pukulannya.
"Pikirkan kondisi ku sebelum kau berani mengejutkan ku bodoh. Kau pikir diri ku tidak kaget dengan sikap romantis gagal mu itu!?"
"Aku kira kau tidak-"
"Tidak apanya hah!?"
Inosuke memilih menutup mulutnya ketika wajah Aoi menatapnya nyalang.
Akhirnya ia membuka topengnya itu dan mengambil bunga Lily yang sebelumnya masuk kedalam hidung topengnya.
"Padahal aku mengira dirimu akan menyukai bunga yang aku ambil."
Inosuke mengenggam bunga Lily nya sambil mencicit pelan.
Kejadian luar biasa, dimana Inosuke Hashibira yang selalu bertingkah laku barbar dan penuh beringas. Kini takluk dengan amarah kekasihnya.
Bahkan laki-laki itu mencicit. Kalian tahu itu, mencicit!
Aoi memejamkan matanya kemudian menatap Inosuke yang merasa begitu bersalah padanya.
"Gomen ne."
Aoi berucap pelan. Inosuke mengangkat kepalanya, alisnya mengernyit.
"Apa maksud mu?"
"Aku minta maaf Inosuke, maaf telah marah pada mu."
Mata biru Inosuke langsung melebar.
"Ah tidak! Aku yang bersalah disini karena telah membuat mu marah."
Inosuke menggeleng-gelengkan kepalanya karena tidak setuju dengan permintaan maaf Aoi.
"Aku yang bersalah disini... Aku membuat mu hampir terjatuh, membuat mu terkejut, dan juga marah. Seharusnya aku yang meminta maaf. Gomen, Gomen ne Aoi?"
Inosuke mendekat kan bunga yang ia bawa pada Aoi. Berharap gadis itu menerima permintaan maafnya dengan bunga yang ia berikan.
Tanpa diduga Aoi mengambil bunga Lily pemberian Inosuke.
"Aku memaafkan mu. Jangan mengulangi nya lagi, aku tidak suka."
Aoi berucap lalu perlahan tersenyum kecil ketika bunga Lily dari Inosuke sudah berada di tangannya.
"Aku berjanji tidak mengulanginya lagi." Ungkap Inosuke yakin.
"Laki-laki pintar."
Inosuke menampilkan senyum lebarnya dan langsung mencium bibir Aoi kilat.
"Aku menyayangimu."
Pipi Aoi memerah sempurna, namun wajah cueknya masih mendominasi.
Aoi tidak membalas ucapan Inosuke. Melainkan hanya menatap bunga Lily yang ia pegang, sembari menahan senyum manis yang akan tercipta karena pengakuan romantis Inosuke.
"Kau tidak menyayangi ku juga?"
"Huh?"
Aoi langsung mendongak dan mendapati Inosuke yang menatapnya penuh tanda tanya. Wajah lelaki itu terlihat polos dihadapannya.
"Kau tidak membalas ku, itu berarti diri mu tidak menyayangi ku juga?"
Ah, baka.
Sadarkan lah Aoi bahwa Inosuke selalu berpikiran di luar akal sehat nya. Bagaimana bisa ia mengambil pendapat secepat itu bahwa Aoi tidak menyayangi nya juga hanya karena tidak membalas pengakuan nya.
"Menurut mu?"
Otak Aoi mengusulkan untuk menjahili Inosuke terlebih dahulu. Ia ingin menikmati wajah panik dan sedih Inosuke dihadapannya saat ini.
Jarang-jarang bukan lelaki itu menampilkan wajah paniknya seperti ini?
"Aku...tidak tahu...?"
Bodoh.
Aoi mencubit pipi Inosuke gemas membuat lelaki itu menatapnya langsung.
"Kadang aku berpikir kenapa aku mau menerima pernyataan cinta mu, walaupun tau kau sebodoh ini."
Senyuman Inosuke menurun.
Oh... Begitu kah?
"Souka..."
Aoi kemudian menggeleng dengan senyuman yang masih mengukir bibir tipisnya.
" Demo, Inosuke selalu berusaha melindungi ku dan tidak pernah meninggalkan ku. Walaupun keadaan ku seperti ini. Aku tahu kau tidak cukup pintar merangkai kata-kata romantis, namun apa yang kau berikan kepada ku sudah menjawab semuanya."
Aoi mendekati wajahnya pada Inosuke yang masih diam karena mencerna perkataan nya.
"Aku... Menyayangi Mu... Juga... Inosuke!"
Tanpa aba-aba Aoi langsung mencium bibir Inosuke dan menekan kepala belakang lelaki itu agar membalas ciumannya.
Inosuke sendiri tak bergerak cukup lama karena pergerakan agresif tiba-tiba Aoi.
Siapa yang mengajari gadis galaknya ini menjadil 'Nakal' ?
Aoi masih melumat bibir Inosuke lembut tanpa jeda.
Inosuke kemudian tersenyum kecil.
Tidak peduli siapa yang membuat gadisnya senakal ini. Inosuke langsung menarik pinggang Aoi dan membalas ciuman gadisnya sensual.
Bukan ciuman panas atau lainnya.
Namun yang Inosuke berikan pada Aoi adalah ciuman balasan pernyataan cinta Aoi.
Hampir satu menit hal itu berlangsung. Inosuke akhirnya melepaskan bibirnya dari Aoi.
Aoi tampak sedikit berantakan dengan bulir keringat yang membasahi pelipisnya.
Keduanya sama-sama terengah-engah. Aoi tersipu malu dengan pipinya yang memanas luar biasa.
Sedangkan Inosuke menatap wajah Aoi dengan canggung. Membuat gadis Kanzaki itu malu dan kembali akan membuang muka nya.
Namun Inosuke terlebih dahulu menarik wajah Aoi agar mendekat padanya.
Ia bersiap menempelkan bibirnya kembali pada bibir cherry Aoi.
Kryung~
Aoi spontan mengenggam pergelangan tangan Inosuke.
Wajahnya menunduk dalam. Menutupi semburat merah tomatnya yang kini menyelimuti seluruh wajahnya.
Sial, kenapa harus sekarang?
Inosuke terkekeh pelan melihat tingkah laku gadisnya yang sedang malu saat ini. Betapa menggemaskan nya Aoi.
"Jadi kau belum makan sejak bangun tidur?"
"..."
Inosuke menahan senyumnya kemudian mengubah posisinya. Dan dalam sekejap Aoi sudah dalam gendongannya.
Mata Aoi membulat karena gerakan Inosuke yang tiba-tiba.
"Inosuke-"
"Apa? Kau ingin protes? Setelah mengabaikan semua hal yang selalu aku ingatkan pada mu?"
Suara Inosuke mendatar membuat Aoi terdiam seketika.
Ia meremas tangannya yang mengalung dileher Inosuke.
Aoi menghela nafasnya.
"Maaf..."
Inosuke tidak membalas lirihan Aoi. Pikirannya mendadak panas, Aoi semudah itu mengembalikan keadaan.
Selalu saja membuat nya khawatir. Apa Aoi tidak mengerti juga?
Tanpa aba-aba Inosuke langsung membawa Aoi dengan langkah cepat nya. Menuju dapur Butterfly Mansion.
-Blue Forest-
"Haish dimana Konoa itu menyimpan makanannya huh!?"
Inosuke mondar-mandir berjalan kesana kemari untuk mencari masakan buatan Kanao yang telah matang.
Namun nihil, ia tidak bisa menemukannya.
Aoi yang duduk di kursi meja makan sendirian hanya menghela nafasnya malas.
"Kanao, Inosuke. Aku sudah bilang bukan? Jangan mengganti nama seseorang sembarangan."
Inosuke tidak membalas dan tetap membuka satu persatu rak kayu didepannya.
Aoi sendiri tidak tahu dimana sahabatnya itu menaruh makanan yang telah siap makan atau dalam artian lain adalah telah matang.
Biasanya jika dirinya yang bertugas memasak, Aoi menaruh semua makanan di atas meja makan yang tertutupi tudung saji. Namun kali ini meja makan kosong.
Agak aneh padahal Kanao bilang sudah memasak hari ini. Kenapa tidak ada satupun makanan? Tidak mungkin telah habis bukan?
Dimana gadis itu menyimpannya?
"Aku tidak menemukan nya..."
Inosuke pasrah kemudian melompat turun dari atas meja memasak, karena sebelumnya ia naik untuk mencari di rak yang tergantung sedikit tinggi diatas dinding.
"Tunggulah kalau begitu."
Aoi membalas sambil menyenderkan tubuhnya di kursi.
Inosuke menoleh cepat kemudian berjalan menuju hadapan Aoi dan memegang kedua bahu gadis itu. Ia merunduk kehadapan gadis itu.
Mengukung gadis Kanzaki ini dibawahnya.
Mata hijaunya menatap Aoi penuh kekhawatiran.
"Bagaimana bisa aku harus menunggu jika dirimu saja sudah terlihat lemas begini? Aku tidak mau kau sakit lagi, Aoi."
Aoi menghela nafasnya malas.
"Aku tidak akan mati hanya karena belum sarapan."
Tatapan Inosuke menjadi sayu. Nada bicaranya menurun.
"Aku khawatir, kau tidak mengerti itu?"
Aoi langsung diam. Rasa bersalahnya langsung muncul.
Ia baru sadar, dirinya selalu menyepelekan kesehatan nya...
Cklek.
" TEME-WA DIMANA KAU MENARUH MAKANANNYA HAH!?"
Inosuke menoleh dengan nyalang dan spontan melompati meja ketika pintu dapur terbuka.
Ia mendarat dan menemukan Kanao yang menatapnya aneh.
"KAU-!!"
Inosuke menarik kerah baju Kanao membuat bola mata Aoi melebar. Gadis itu spontan menggebrak meja dengan penuh tekanan.
"INOSUKE HENTIKAN!!"
Inosuke langsung melepaskan genggaman nya dari kerah baju Kanao.
"Dimana kau menaruh makanan yang telah kau masak? Kekasih ku kelaparan kau tahu?"
Kanao mengerjap pelan kemudian melirik Aoi yang wajahnya telah memerah luar biasa karena kata 'Kekasih' yang meluncur lancar dari bibir Inosuke.
Gadis Tsuyuri itu diam beberapa saat sampai akhirnya menghela nafas singkat.
"Setidaknya ucapkanlah kalimat yang lebih sopan ketika bertanya, kau tahu tidak semua orang bisa menerima sikap kasar mu itu."
Kanao melewati Inosuke kemudian berjalan memasuki dapur.
Inosuke mengeluarkan nafasnya kasar.
"Huh! Tidak peduli!"
"Inosuke!"
Aoi menatap tajam Inosuke, lelaki Hashibira itu langsung menggembungkan pipinya sebal.
Sungguh menggemaskan, sekali lagi sikap asli Inosuke hanya bisa ditaklukkan oleh Aoi.
Bagaimana bisa sifatnya yang sebarbar tadi kemudian berbanding 180 derajat menjadi kekanak-kanakan hanya karena omelan kecil Aoi?
Lucu sekali bukan?
Inosuke berjalan menuju meja makan, bersamaan dengan Kanao yang menaruh semangkuk Sup Miso dihadapan Aoi.
" Arigato nee Kanao, maaf merepotkan mu."
Aoi tersenyum kecil pada Kanao. Gadis Tsuyuri itu menggeleng sambil menyipitkan matanya karena tersenyum.
" Daijoubu, jangan menyalahkan diri mu. Makanlah yang banyak. Masakan ku masih berada di rak meja bagian kanan bawah, jika kau ingin menambah."
Aoi hanya mengangguk lalu mengambil sendok yang juga Kanao berikan padanya.
Kanao kemudian menoleh dan menemukan Inosuke.
"Apa? Kau juga lapar?" Tanya nya sambil bersilang tangan.
Kanao masih agak kesal karena sikap kasar Inosuke tadi.
Ya siapa juga yang tidak kesal, sudah bersikap sopan membuka pintu pelan terlebih dulu namun langsung disambut sikap kasar Inosuke yang menarik kerah bajunya tiba-tiba.
Bahkan Kanao tidak mengetahui apa permasalahan lelaki itu sebelumnya.
" Iie, aku sudah makan tadi."
Inosuke membalas tak kalah datar.
Kanao mengangguk-angguk kan kepalanya, " Souka, itu terdengar bagus. Masakan hari ini jadi tidak akan cepat habis." Ucapnya sambil melewati Inosuke.
"BRENGSEK APA MAKSUD-"
Inosuke mematung ketika ia bersiap kembali mengamuk, namun uluran sebuah apel segar tersodor didepan wajahnya.
Kanao dengan wajah datarnya melempar apel itu kemudian spontan di tangkap oleh Inosuke.
"Ambilah, aku baru memetiknya tadi. Tanjirou-San bilang kau menyukai buah-buahan bukan?"
"Bagaimana kau tahu!?"
"Bodoh."
Kanao menoleh pada Aoi yang masih belum menyentuh makanannya karena menyimak perdebatan nya dengan Inosuke.
"Aku pergi dulu, kau sangat tidak peka bahwa Aoi belum menyentuh makanannya karena menyimak perdebatan kita. Baka, Inoshishi."
Mata Inosuke melebar lagi, ia bersiap menarik kerah baju Kanao lagi. Namun gadis Tsuyuri itu terlebih dahulu berjalan berbalik menuju pintu dan keluar dapur.
"Nikmati waktu kalian berdua."
Itu kata-kata terakhir yang keluar dari bibir tipisnya, bersamaan pintu dapur yang ditutup sebelum kepergiannya.
Inosuke berdecak, kemudian menarik kursi dan duduk di meja bagian samping.
"Ah! Ittai!"
Aoi mencubit lengan Inosuke keras membuat kekasihnya itu menoleh seketika padanya.
"Berkali-kali aku sudah bilang jangan menganggu sahabat ku! Kenapa tidak mengerti juga!?"
"Tapi dia yang-"
Mata Aoi menyalang, ia menatap tajam Inosuke yang seketika menutup mulutnya. Lelaki itu melipat tangannya kemudian mengangguk pelan.
"Baiklah aku salah. Aku akan meminta maaf pada Kanao nanti."
Persetan dengan kepribadiannya yang egois dan sangat sulit meminta maaf, Inosuke akhirnya memilih mengakui kesalahannya dan mengalah. Ia tidak ingin kembali bertengkar dengan Aoi, mengingat perasaan gadisnya sering naik turun tergantung situasi.
Aoi menatap Inosuke lama, Inosuke yang ditatap lama seperti itu mengernyitkan dahinya agak sedikit kebingungan.
"A—Apa? Bukannya aku sudah bilang akan meminta maaf?"
Aoi menggeleng kemudian tersenyum kecil.
" Iie. Aku hanya senang karena kau sedikit berubah menjadi seseorang yang lebih baik, karena selama ini aku tidak pernah melihat mu meminta maaf. Terkecuali dengan diri ku."
Skakmat.
Inosuke mengusap lehernya kaku kemudian tersenyum terpaksa.
"Tapi bagaimanapun juga aku butuh waktu untuk menjadi seseorang yang lebih baik, bukan...begitu?"
Aoi mengangguk sambil membuka sumpitnya lalu mengambil sendok.
"Ya itu benar, aku akan lebih menghargai sifat baik mu kalau kau bisa memulai itu semua dari hal kecil, seperti meminta maaf."
Inosuke mengangguk sambil mengulas senyum manis.
" Souka, aku akan berjuang!"
Niat awalnya yang mengatakan akan meminta maaf hanya untuk mengalah di perdebatannya dengan Aoi, kini menjadi janji bagi Inosuke.
Ia akan berusaha menjadi seseorang yang lebih baik.
Yah walaupun itu di dasari dengan keinginannya agar lebih di sayang oleh kekasihnya ini.
Budak cinta, cih.
Aoi tersenyum kecil sambil mengangguk-angguk, tangannya menyendok kan kuah Sup Miso dari mangkuk di hadapannya.
"Inosuke, aku makan terlebih dahulu."
Inosuke mengangguk, tangannya berubah menjadi menompang dagu.
"Itu bagus! Makanlah yang banyak!"
Balasan baik Inosuke membuat perasaan Aoi lebih cerah. Ia menyuapkan suapan Sup Miso pertamanya dengan hati senang.
Aoi makan dengan lahap, tangan kiri nya memegang sendok untuk menyendok kuah dan tangan kirinya memegang kedua sumpit untuk menyumpit daging ataupun Miso.
Porsi yang Kanao berikan pada Aoi lumayan besar. Sepertinya gadis itu paham bagaimana keadaan sahabatnya yang lapar dan memberikan makanan dalam porsi besar.
Inosuke memandangi wajah Aoi tanpa berkedip, tangannya menopang dagu. Pupil hijau Inosuke tidak sedikitpun absen dari wajah cantik Aoi yang tampak menikmati makanannya.
Sampai Inosuke menyadari sesuatu.
Inosuke baru sadar bahwa surai hitam Aoi kini di gerai, setelah melihat anak rambut gadis itu yang keluar dari balik telinga dan hampir jatuh ke kuah Sup Miso ini.
Aoi menyugar anak rambutnya kembali ke balik telinga. Ia mendongak dan menatap Inosuke yang sejak tadi memperhatikan nya.
"Inosuke, kau mau mencicipi?"
Aoi mengangkat sumpit dan sendoknya sambil menatap Inosuke.
Inosuke menggeleng pelan, namun pandangannya tak lepas dari surai hitam gadisnya.
"Aku hanya ingin bertanya?"
Aoi yang bersiap menyendok kuah Sup Miso nya kembali langsung menghentikan gerakannya.
"Bertanya apa?"
Pupil Inosuke bergerak, dan bertemu dengan iris biru Aoi.
"Kau—menggerai rambut mu...?"
Aoi hampir tersedak mendengar pertanyaan Inosuke. Ia mengusap lehernya pelan kemudian menormalkan posisi duduknya.
Dengan sedikit kaku ia menatap Inosuke canggung. Tampak elusan tangannya yang kini merambat ke belakang leher. Menunjukkan gerak-gerik canggung.
"Jadi kau menyadarinya?"
"Aku memperhatikan mu, bagaimana bisa aku tidak sadar."
Jawaban Inosuke semakin membuat Aoi canggung, wajahnya memerah padam.
Astaga, sungguh sejujurnya Aoi malu dengan keadaannya yang menggerai rambut. Apalagi dihadapan Inosuke.
Bukannya tanpa alasan, Aoi merasa dirinya terlihat buruk jika surai hitam nya di urai seperti ini. Ia tidak terbiasa.
"Ah souka?" Tanya nya sedikit canggung.
Inosuke mengangguk untuk menanggapi pertanyaan Aoi, "Kau terlihat lebih lucu."
"Aku tidak lucu!"
Urat kemerahan berbentuk siku-siku terbentuk di sisi dahinya, Aoi membantah perkataan Inosuke.
"Tapi aku jujur."
Sebenarnya Inosuke agak bingung kenapa tanggapan Aoi segalak ini. Dimana-mana yang ia ketahui itu ketika orang di puji tentang penampilannya, ya dia akan senang ataupun tersipu malu. Apalagi jika seseorang itu berjenis kelamin perempuan.
Tapi—ya seharusnya Inosuke paham. Gadisnya kadang sedikit berbeda dari kebanyakan wanita lainnya.
"Aku tahu itu."
Nada bicara Aoi berubah. Inosuke langsung menatapnya berani dari yang sebelumnya agak takut karena dirinya marah.
"Hanya saja aku tidak terbiasa menggerai rambut ku. Apalagi dihadapan orang lain." Aoi melanjutkan kalimatnya sambil kembali menyantap Sup Miso hangatnya.
Jadi begitu alasannya~ Padahal Inosuke lebih suka dengan Aoi yang membiarkan surai hitam nya terurai.
"Padahal kau lebih cantik dengan rambut diurai seperti ini." Ungkap Inosuke sambil menompang dagu.
Ia memperhatikan Aoi dengan pandangannya yang penuh rasa cinta. Kesempatannya melihat wajah gadisnya yang berkali-kali lebih manis karena tidak mengikat rambutnya saat ini tentu tidak boleh Inosuke lewatkan.
Aoi yang di tatap penuh perhatian oleh laki-laki bermarga Hashibira dihadapannya saat ini lagi-lagi merasakan pipinya memerah dan memanas. Tapi Aoi dengan cepat mengendalikan diri nya dan berusaha fokus pada makanannya.
Ketika Aoi mencoba menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga agar tidak jatuh ke kuah Sup Miso nya, hal itu malah gagal karena tangannya yang bergetar karena gugup. Rambut Aoi tidak terselip kebelakang telinganya, melainkan malah jatuh dan akan mengenai kuah Sup Miso dihadapannya.
Mata Aoi melebar melihat hal itu, "Ah eito—"
Gerakan Inosuke lebih cepat, laki-laki itu terlebih dahulu menahan anak rambut Aoi kemudian dengan lembut membawanya ke balik telinga Aoi.
Aoi diam, ia tidak tahu harus bereaksi apa. Perlakuan manis Inosuke membuat ribuan kupu-kupu terasa mengelilinginya.
"Kau merasa kesulitan?"
"Eoh?"
Aoi tersadar, ia menoleh dan mendapati Inosuke yang menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Apa sulit beraktifitas dengan rambut tergerai?"
Karena memang itu alasan utama Aoi tidak suka menggerai rambutnya. Akhirnya dagu runcing itu mengangguk, menjawab pertanyaan Inosuke.
" Souka, aku sekarang bisa mengerti diri mu."
Kini gantian Aoi yang diselimuti tanda tanya.
"Apa maksud mu?"
Inosuke tersenyum kecil sambil menggeleng, "Tidak, aku hanya sudah mengetahui alasan lain mu kenapa lebih suka mengikat rambut mu."
Ah begitu maksudnya. Aoi tersenyum kemudian tertawa kecil, "Memang itu alasan utama ku."
Inosuke ikut tertawa, kemudian ia teringat sesuatu. Ia merogoh saku celananya dan tersenyum begitu sadar benda itu tidak hilang.
"Aoi, kau tahu aku membeli apa saat pergi dari markas pagi tadi?"
Aoi menaikkan alisnya bingung lalu menggeleng.
"Kau tidak bilang membeli sesuatu...? Jadi bagaimana aku bisa tahu apa yang kau beli?"
"Ah benar juga hahaha~"
Hening sesaat, sampai akhirnya tawa Inosuke dan Aoi lepas. Suasana langsung mencair kembali dari yang awalnya di penuhi oleh kecanggungan, Inosuke memang pandai membalikkan suasana dalam sekejap.
"Baiklah-baiklah hahaha~ Jadi apa yang kau beli, Inosuke?" Tawa itu akhirnya mereda karena rasa penasaran Aoi akan pertanyaan awal Inosuke tadi.
"Aku membeli sesuatu, Aoi! Kurasa kau akan menyukainya—ah maksud ku, kau pasti sangat menyukainya!"
Inosuke antusias, membuat Aoi juga semakin penasaran.
Laki-laki berambut berwarna hitam dengan ujung surai biru itu tersenyum penuh kegembiraan, ia merogoh kantong celananya kemudian mengangkat tangannya setelah mendapatkan barang yang ia ingin tunjukkan kepada Aoi saat ini.
"Kore!"
Senyuman Inosuke semakin lebar ketika Aoi menatap kagum benda yang ia keluarkan.
"Jepit rambut? Kupu-kupu!"
Aoi dengan cepat mengambil jepit rambut kupu-kupu yang Inosuke tunjukkan padanya saat ini. Ia menatap benda lucu itu dengan pandangan kagum.
"Kawaii desu nee~" Ungkapnya dengan perasaan bahagia.
Sangat terlihat kalau Aoi menyukai jepit rambut yang Inosuke beli ini.
"Untuk ku?" Tanya Aoi sambil menatap Inosuke memastikan, pupil nya berbinar seperti anak kucing membuat Inosuke tidak bisa menahan senyumannya.
Tangannya yang lebar terulur untuk menepuk puncak kepala Aoi. "Tentu saja, jepit rambut yang lucu ini ku belikan khusus untuk kekasih manis ku ini."
Manisnya Inosuke ini.
Aoi merasakan gejolak sayangnya pada laki-laki Hashibira dihadapannya semakin melonjak.
"Inosuke~ Terima kasih!!"
Aoi melebarkan tangannya, dan langsung disambut pelukan hangat oleh Inosuke. Dirinya menenggelamkan wajahnya pada leher Inosuke, tidak bisa dipungkiri bahwa Aoi sangat senang!
Inosuke pun sama, ia memeluk Aoi erat dan menghirup wangi tubuh gadisnya yang seperti Lavender.
Otaknya tiba-tiba mengusul kan sesuatu, Inosuke langsung tersenyum kecil karena rencana nakal yang tiba-tiba muncul di dalam kepalanya.
Ia membuka mulutnya sedikit kemudian—
"Ah— Ittai! Inosuke! Apa yang kau lakukan!?"
—mengigit leher Aoi pelan.
Aoi mendorong kepala Inosuke agar menjauh paksa darinya. Ia memegang lehernya dan menyadari sesuatu.
Kilatan berapi-api itu langsung muncul di pupil matanya.
"Kau mengigit leher ku!?"
Dengan cengirannya Inosuke mengangguk tanpa dosa. Matanya menyipit karena senyum manisnya.
"Hehe~"
BUAGH!
"ASTAGA MAAF!"
Kali ini Inosuke benar-benar terjungkal. Ia jatuh kebelakang bersama kursinya karena Aoi yang meninju dahinya.
"Nakal! Aku masih bisa menerima kalau kau mencium— ah maksud ku bukan itu! Tapi aku tidak terima kalau kau melakukan hal seperti tadi, Inosuke!!"
Aoi mengomel-omel penuh emosi kepada Inosuke yang kini tengah mengelus dahinya sambil berdiri dan mengembalikan posisi kursi untuk dirinya duduk lagi.
"Mencium? Ah aku mengerti, jadi kau lebih bisa menerima ciuman dari ku dari pada hal seperti tadi ya? Tidak apa-apa, aku lebih senang mendengarnya."
"Inosuke!!"
Aoi bersiap memukul Inosuke lagi, namun gerakan Inosuke lebih cepat untuk menahan tangannya.
Kedua tangan Aoi dikunci oleh Inosuke, lelaki itu tersenyum tipis lalu dengan cepat mendekat dan menempel kan bibirnya dengan Aoi.
Aoi menggeleng-geleng namun Inosuke malah mengelus kepala belakangnya dengan lembut, membuat Aoi merasa nyaman lalu mengalah pada Inosuke.
Inosuke menyunggingkan senyum penuh kemenangannya, ia memperdalam ciumannya pada Aoi. Tangan satunya tidak berhenti mengelus lembut surai hitam gadisnya, karena Inosuke tahu itu yang membuat gadisnya nyaman.
Bisa kalian ketahui, Aoi masuk kedalam permainan Inosuke.
Inosuke memiringkan kepalanya kemudian tidak terduga ia menggigit hidung mancung Aoi dengan pelan, menggoda gadisnya.
Dalam permainannya, Inosuke tertawa kecil menyadari Aoi sedikit terkejut karena yang ia lakukan.
Kenakalan Inosuke semakin menjadi-jadi, kali ini ia mendekatkan bibirnya pada pipi tembam Aoi.
Mata Aoi melebar ketika Inosuke juga menatapnya lekat, wajah keduanya benar-benar menempel.
"Inosuke..."
"Aku suka pipi mu."
Inosuke langsung menggigit pipi Aoi gemas. Untuk kedua kalinya Aoi terkejut karena hal itu. Teriakan kesakitan langsung lolos dari bibir merah mudanya.
"Ah—Sakit!"
Aoi menggeleng-gelengkan kepalanya agar Inosuke menjauh darinya. Namun Inosuke malah semakin menggodanya.
Laki-laki itu pun mencium seluruh titik wajah Aoi dengan gemas, ketika sampai di kening gadisnya Inosuke langsung menangkup kedua pipi Aoi dengan tangannya lalu mencium lembut dahi lebarnya gadisnya.
Semua itu sukses membuat Aoi langsung menyender lemas di kursinya, ia merasakan perutnya dikelilingi kupu-kupu.
Inosuke pun menjauhkan tubuhnya.
"Wajah mu manis sekali~"
"Jangan menggoda ku!"
Tawa Inosuke langsung lepas begitu Aoi kembali menunjukkan sisi galaknya yang begitu Inosuke rindukan.
Bagaimanapun juga, menggoda Aoi tidak akan bergeser dari peringkat pertama hobi favorit Inosuke. Kalian harus tau itu!
Aoi mengusap kedua pipinya dengan wajah menahan kesal, huft kenapa kelakuan kekasihnya ini selalu saja seperti laki-laki yang kelebihan hormon? Astaga.
"Rambut mu jadi berantakan hahaha, kemarikan lah benda itu."
Inosuke mengulurkan tangannya meminta sesuatu pada Aoi. Gadis itu mengerutkan keningnya kebingungan sekaligus curiga.
"Kemarikan...Apa?"
Melihat gelagat Aoi yang agak sedikit ketakutan membuat Inosuke tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum geli.
"Jepit rambut kupu-kupu tadi, berikan pada ku." Pinta Inosuke dengan tatapannya yang tersorot lembut pada Aoi.
"Kau mau mengambilnya lagi?"
Aoi langsung menyembunyikan jepit rambut kupu-kupu yang ada dalam genggaman tangan kirinya itu. Tidak mau memberikannya kembali pada Inosuke.
"Heum." Inosuke mengangguk.
"Tidak mau—"
Lagi-lagi kalimat Aoi terpotong begitu Inosuke sudah meraih tangannya dan mengambil jepit rambut kupu-kupu itu dari genggaman dirinya.
Inosuke membuka jepit rambut itu kemudian merapikan rambut Aoi dengan lembut, dan memasangkan jepit rambut itu di bagian kiri surai Aoi.
"Sudah!"
Inosuke memundurkan tubuhnya, ia tersenyum lebar melihat Aoi yang kini berkali-kali lipat lebih manis dan cantik dengan rambut nya yang dihiasi jepit dari hadiahnya itu.
Aoi perlahan menyentuh jepit rambut kupu-kupu yang baru saja Inosuke pasangkan di rambutnya, kemudian matanya melirik dan membalas tatapan Inosuke.
"Bagaimana penampilan ku?"
"Tentu saja cocok! Aku yang membelinya!"
Inosuke menunjuk dirinya dengan senyuman bangga. Aoi tertawa kecil melihat tingkah kekasihnya itu.
Ia mengusap jepit rambut kupu-kupu itu lalu melirik Inosuke, dan matanya pun menyipit karena senyuman yang terbentuk.
"Aku senang jika memang cocok, terima kasih banyak Inosuke."
Inosuke mengangguk-angguk beberapa kali, deretan giginya terbentuk. Inosuke tersenyum manis. Membuat Aoi tidak tahan untuk mengelus surai hitam yang sedikit didominasi dengan warna biru itu.
"Rambut mu semakin panjang, apa kau tidak berniat memotongnya?"
"Tidak? Kurasa begitu, lebih nyaman seperti ini. Tunggu—kau keberatan?"
Aoi menggeleng sambil tersenyum.
"Tidak sama sekali, aku mendukung pilihan mu. Lagi pula kau terlihat lebih manis seperti ini." Balasnya dengan santai.
Inosuke hampir merona, namun gagal karena ia menyadari Aoi tanpa sadar telah menggodanya.
"Ternyata dirimu belajar cukup banyak cara menggoda orang lain, terutama kekasih mu ini."
Gemas. Inosuke mencubit pipi tembam Aoi dengan sedikit keras, ciri khas dirinya yang kasar dan penuh energi.
"Hentikan! Kenapa kau suka sekali menyakiti pipi ku? Lagi pula aku tidak menggoda mu!"
Aoi menghempaskan tangan Inosuke lalu bersilang tangan dengan alis mengerut kesal.
"Aku tidak menyakiti mu!" Balas Inosuke tidak terima atas tuduhan Aoi.
Sebagai kekasih, Inosuke mana mungkin tega menyakiti gadisnya? Harusnya Aoi memikirkan itu.
"Ck. Menggigit pipi ku kemudian juga mencubitnya cukup keras, itu tidak bisa dibilang menyakiti?"
Inosuke terkekeh lalu kembali mencondongkan tubuhnya untuk mencium kedua pipi tembam Aoi sebagai bentuk permintaan maaf dari kelakuannya barusan.
"Karena pipi mu menggemaskan sekali, seperti kue yang aku lihat di pasar ketika pergi bersama Tanjirou tadi pagi. Kau tahu kue apa itu? Bentuknya bulat dan kenyal, kemudian warnanya juga putih."
"Mochi."
"Kurasa itu namanya. Tapi, apa kau pernah membelinya?"
Aoi mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu. Dalam sekejap, otaknya memutar memori dimana setiap pagi biasanya dirinya dan Kanao pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur Butterfly Mansion.
"Aku dan Kanao sering pergi ke Pasar untuk membeli bahan makanan. Sebelum pulang dari sana biasanya kami membeli kue Mochi itu." Cerita Aoi sambil mengingat kejadian yang menjadi aktifitas rutinnya bersama Kanao setiap pagi hari itu.
Inosuke menompang dagunya. Tanpa melepas pandangannya dari Aoi.
"Aku penasaran rasanya kau tahu? Bentuknya terlihat menarik, lain kali aku ingin membelinya."
"Karena aku menyukai kue itu, jadi kalau Inosuke membelinya kau harus membelikan ku juga." Pinta Aoi dengan senyuman manisnya, merayu Inosuke.
"Aku bukan tipe seseorang yang suka berbagi. Kau tahu itu, Aoi."
Inosuke menangkap rayuan itu, namun bukan dirinya kalau tidak bersikap nakal untuk menanggapinya.
Aoi memajukan bibirnya. "Menyebalkan." Gumamnya pelan.
Tertawa kecil, Inosuke kemudian mengangguk-angguk kecil.
"Aku akan membelikannya ketika pergi ke Pasar lagi nanti di lain waktu, untuk mu dan aku. Aku berjanji."
Aoi tersenyum senang, ia lalu menautkan jari kelingkingnya dengan jari Inosuke.
"Aku pegang janji mu, Inosuke."
Seolah tersihir, Inosuke ikut tersenyum melihat senyuman manis itu. Ia membalas tautan jari Aoi.
"Terima kasih telah percaya pada ku." Ungkap Inosuke serius dan penuh ketulusan.
"Kau kekasih ku, dan semua yang telah kau lakukan pada ku telah menunjukkan bahwa kau benar-benar menyayangi ku. Jadi...kenapa aku harus meragukan mu Inosuke?" Aoi langsung menatap Inosuke intens.
"Tidak butuh alasan untuk hal itu. Sekarang aku yakin kau telah percaya pada ku."
Inosuke turun dari kursinya dan menarik Aoi dalam pelukannya.
Dekapan erat yang begitu terasa hangat.
Inosuke mengelus surai hitam Aoi dan punggung gadis itu. Ia membiarkan wajahnya berada di ceruk leher gadis itu.
"Aku tidak akan membiarkan Aoi terluka lagi. Aoi sekarang dalam perlindungan ku. Aku akan menjaga senyuman Aoi yang manis. Dan tidak ada yang boleh menganggu Aoi, kalau Aoi menangis maka Inosuke-Sama ini yang akan merasa gagal menjaga mu."
"Sebenarnya aku cukup heran kenapa diri mu bisa mengucapkan nama ku dengan lancar dan benar, berbanding terbalik ketika diri mu memanggil nama orang lain."
Suasana romantis itu langsung hancur seketika. Inosuke menghela nafasnya jengkel.
"Aoi, berhentilah mempermainkan suasana!" Rengek Inosuke sambil menggeram kesal.
Aoi dengan candaannya itu langsung tertawa kecil. Ia kemudian memeluk Inosuke kembali.
"Aku tidak tahu harus berkata apa untuk membalas ungkapan mu... maafkan sifat ku barusan."
"Bukan kesalahan besar... Kau cukup mengungkapkan perasaan mu saja pada ku, dan kalimat terima kasih. Aku tidak menuntut banyak."
Aoi tersenyum kecil dalam dekapan Inosuke.
"Terima kasih, dan aku sangat menyayangimu Inosuke."
"Aku lebih menyayangi mu, Aoi Hashibira."
"Tidak, aku yang lebih menyayangi mu Inosuke."
"Aku sangat menyayangimu, sangat!"
"Tapi aku yang lebih—"
"Baiklah aku mengalah. Aoi menyayangi ku lebih banyak."
Aoi tidak membalas lagi dan hanya tersenyum penuh kebahagiaan dalam dekapan Inosuke padanya.
"Walaupun begitu, tapi aku yakin cinta Inosuke lebih banyak dari ku."
"Kurasa untuk yang satu ini aku tidak mau mengalah dari mu."
Inosuke tersenyum penuh kemenangan kemudian memejamkan matanya dan menjatuhkan kecupan pada puncak kepala Aoi. Menyalurkan semua rasa cintanya pada gadis cantik dalam dekapan nya ini.
"Terima kasih kembali, Aoi."
*
TBC
I don't know my readers still waiting Blue Forest to update
But i'm happy after all, today i published the ten chapter of this story
Sekalian untuk memeriahkan peluncuran pertama episode satu dari Red District Arc yang udah rilis~
Lama banget ya
Aku terakhir update waktu kejelasan S2 belum keluar, sekarang update lagi waktu episode satu S2 bahkan udah tayang
Hahaha~
Banyak hal yang terjadi, sebenarnya chapter kesepuluh ini udah siap sejak chapter kesembilan di upload
TAPI~ Aku SEMPAT kehilangan minat untuk lanjutin Blue Forest (。•́︿•̀。)
Yah
Itu berjalan hampir enam bulan
Sampe tiba-tiba pas lagi main hp kemarin, gak sengaja lihat momen InoAoi di S2 HAHAHA
Dimana Aoi bilang dia bakalan beliin Inosuke makanan terus sama reaksinya Inosuke waktu Api dibawa paksa sana Tengen itu :D
YAA~ Begitu lah
Jiwa InoAoi ku bangkit yeah :)
Hingga akhirnya aku keinget Blue Forest yang udah berdebu .-.
Aku baca chapter yang udah aku tulis dan belum aku publish ini, chapter kesepuluh
Ternyata hanya perlu di revisi dikit dan uwu-uwu-nya juga mantap sekali
Yodah deh, tanpa pikir panjang lagi aku akhirnya revisi chapter kesepuluh pagi ini
DAANNN~ Kasih kejutan buat kalian!
Semoga suka ya hehe~
Chapter selanjutnya mungkin aku gabisa kasih tau kapan bakalan di publish, tapi semoga bisa secepat-cepatnya
Ending Blue Forest di tunda dulu dari rencana ku yang cuma sepuluh chapter
Aku bakalan tentuin sambil tulis chapter kesebelas
Jadi mohon di tunggu yaa semuanya~
Terima kasih sudah membaca!
Stay safe you all~
