A First Love Crap

By ewfzy

.

.

.

CHANBAEK STORY

Genre : Romance, Drama?

.

.

.

Di sepanjang perjalanan pulang Jackson tak henti-hentinya mengoceh. Menceritakan dengan semangat apa saja yang telah ia lalui seharian ini bersama Hyung cantiknya dan juga Willis. Bocah itu terlihat menggebu-gebu menerangkan pada Chanyeol bagaimana ia bersenang-senang dengan kedua orang itu.

Chanyeol tak menanggapi melainkan terfokus pada jalanan dan kemudi ditangannya. Dengus nafas bergemuruh, kepalanya bertambah pusing. Wajah lelah dan kusut itu cukup jelas mendeskripsikan bagaimana keadaan pria itu sekarang.

"Berhentilah mengoceh tentang hyung cantikmu itu Park Jackson" Chanyeol yang mulai jengah akhirnya bersuara.

Jackson menghentikan bicaranya, mengernyit dahi menatap sang ayah dengan pandangan bingung.

"Kenapa?" kepalanya sedikit ia miringkan. Baru kali ini pria yang ia panggil Daddy itu menyuruh untuk berhenti bercerita. Sedikit aneh, apalagi ini menyangkut hyung cantiknya yang tak lain adalah idol kesukaan sang ayah.

"Bukankah Daddy sangat suka mendengarku bercerita? Apalagi tentang hyung cantik!"

Chanyeol meliriknya sekilas, kemudian menghela nafas "Daddy lelah dan begitu khawatir seharian ini mencarimu." bukan sebuah alasan, tapi cukup untuk membuat si kecil berhenti bertanya.

"Sorry Dad, Aku tidak bermaksud membuatmu khawatir" kepala berambut brunette itu tertunduk, seakan memberi sinyal jika sang pemilik tengah merasa bersalah.

Mobil hitamnya perlahan terhenti dengan Chanyeol yang menoleh penuh mematut Jackson disamping. "It's okay. Sebenarnya Daddy juga bersalah" ujar si pria tinggi sembari mengusap rambut putranya. Jackson spontan mengangkat wajah, saling bertukar pandang dengan manik bulat yang serupa miliknya.

"But Dad, seharusnya kau tidak memarahi hyung cantik seperti tadi.. He didn't do anything wrong" cicit Jackson menyuarakan isi hatinya.

Dalam hati Chanyeol sebenarnya juga merasa bingung kenapa ia melampiaskan marahnya kepada Baekhyun. Bukankah seharusnya ia bersyukur karena putranya tidak benar-benar hilang? Chanyeol harusnya berterimakasih, tapi ia terlalu enggan, ada suatu perasaan yang sulit dijelaskan terus menahannya.

"Hm-mhm aku akan meminta maaf padanya nanti" Jawab Chanyeol mengalihkan perhatian pada jalanan, menginjak kembali pedal gas begitu lampu didepan sana berubah warna.

...

Dentuman musik memenuhi ruangan dengan berbagai lampu kelap-kelip menghiasi. Bermacam-macam minuman beralkohol pun tersedia disini. Sebuah bar ditengah kota menjadi tempat diadakannya pesta perayaan sekaligus perpisahan itu. Bukan bar yang besar tapi tidak terlalu kecil juga. Khusus disewa untuk semalaman ini.

Terlihat dua artis berbeda kewarganegaraan tengah berbincang disofa ujung dengan Baekhyun yang ditemani manajernya.

"Sepertinya kau dekat dengan Komposer Park"

Yang ditanya reflek mengangkat wajah, sedikit terkejut dengan topik yang pria berdarah campuran itu ambil.

"T-tidak juga"

Willis menukikkan alis memandang skeptis raut Baekhyun yang terlihat menyembunyikan sesuatu. "Komposer Park bukanlah orang yang tidak tahu sopan santun dan seenaknya berteriak pada orang lain. Aku yakin kalian cukup dekat melihat bagaimana dia meneriakimu tadi"

Junmyeon nampak terkejut mendengar penuturan Willis. Ia tak tahu menahu tentang apa yang telah terjadi pada artisnya.

"Komposer Park meneriaki mu? Apa yang terjadi?! Kau membuat masalah?!" dengan segera membombardir Baekhyun dengan berbagai macam pertanyaan. Khawatir jika pria manis itu terlibat masalah di negri orang.

Baekhyun menghembuskan nafas berat, mengambil kembali gelas berisi minumannya kemudian ia minum dalam sekali tenggak. "Hanya salah paham, bukan masalah besar" ujar Baekhyun menjawab pertanyaan sang manajer.

"Jadi, benar dugaanku? Kalian dekat?"

Willis yang tak juga mendapat jawaban kembali bertanya, penasaran dengan hubungan macam apa yang Baekhyun miliki dengan sang komposer.

Kini mata sabit itu teralihkan pada Willis, nampak menimbang sesuatu sebelum akhirnya menjawab "Kami adalah teman lama"

Bukan hanya Willis tapi Junmyeon juga terlihat terkejut. Cukup jelas melihat bagaimana matanya nampak melebar beberapa kali lipat dari ukuran biasanya.

"Kau berteman dengan komposer Park?" tanya Junmyeon masih tak percaya. "Astaga, aku bahkan sudah hampir 5 tahun menjadi manajermu, tapi kenapa kau tak pernah memberitahuku apa-apa?" pria itu mendengus kesal. "Sebenarnya kau ini menganggapku apa? Terkadang kau berlaku layaknya adik kandung tapi terkadang kau begitu tertutup seperti aku ini hanyalah orang asing. Kutebak kau masih menyimpan banyak rahasia lain benar?"

Junmyeon berucap panjang lebar pada Baekhyun, mengabaikan Willis dengan raut kebingungannya. Jelas pria itu bingung karena Junmyeon mengomel dengan bahasa Korea. Yang tentu hanya bisa dimengerti oleh Baekhyun.

"Itu bukan sesuatu yang harus kuberitahukan padamu hyung! Bukan hal penting" balas Baekhyun memberikan senyum manis diakhir kalimat. Dan Junmyeon tak berkomentar apapun selain memberi Rolling eyes tanda bahwa ia sudah bosan dengan kalimat sama yang diucapkan Baekhyun.

Kaki panjang itu menapak lantai masuk dan seketika pemandangan yang tidak asing menyapa. Lampu tamaram lengkap dengan lautan manusia yang menguarkan aroma khas minuman keras menyeruak masuk dalam indranya. Seingat Chanyeol bar ini telah disewa khusus untuk para staff dan crew, tapi kenapa masih ada begitu banyak orang?

"Mr. Park!"

Kepalanya tertoleh mencari sumber suara. Menyesal begitu menemukan Willis yang memanggilnya, duduk bertiga dengan salah satu orang yang paling ingin ia hindari saat ini.

Chanyeol ingin pergi ketempat lain, kemanapun asal jauh dari Baekhyun. Tapi matanya terlanjur bertukar pandang dengan si mata elang, dan pria itu terus melambai padanya. Membuatnya jadi tak enak jika tak datang menghampiri. Memutuskan berjalan mengikuti arahan si penyanyi. Duduk canggung turut bergabung dengan tiga orang disana.

Tiga orang itu menyambutnya baik, yah begitulah menurut Chanyeol. Menit berlalu hingga suasana canggung perlahan terkikis. Beruntung tak ada satupun yang membicarakan kejadian beberapa waktu lalu di lobi. Baik Willis maupun Baekhyun seakan sengaja bungkam dan tak membahasnya. Chanyeol merasa lega, meski tetap ada rasa tak enak hinggap dibenaknya.

"Aku ke toilet sebentar"

Willis dan Junmyeon mengangguk membiarkan Chanyeol pergi ke toilet, sedangkan mereka kembali melanjutkan perbincangan.

Pria bertelinga peri itu masuk ke dalam toilet, mematut dirinya dicermin. Penampilannya begitu berantakan, ia bahkan tak sempat membenahi diri, langsung meluncur ke bar begitu mengantar Jackson. Tidak ada alasan khusus, Chanyeol hanya ingin segera datang agar ia bisa pamit lebih cepat.

Pria itu mencuci tangannya lalu beralih membasuh wajah. Ia berniat untuk mengeringkan tangan sebelum mendengar suara pintu yang terbuka, menandakan kehadiran orang lain disana.

Chanyeol segera membuang muka begitu tahu jika Baekhyun adalah orangnya. Cepat-cepat mengambil tisu dan segera pergi dari sana.

"Tunggu"

Belum sampai tangannya meraih knop pintu pria dibelakang menarik salah satu lengannya.

Chanyeol menoleh melihat kearah tangan Baekhyun pada lengannya lalu bergantian menatap wajah cantik itu penasaran. Bertanya-tanya akan apa yang hendak dilakukan sang mantan kekasih.

Seakan mengerti arti tatapan itu Baekhyun cepat-cepat melepaskan genggamannya. "Ada yang ingin kubicarakan"

Chanyeol memutuskan untuk membalikkan tubuh penuh, saling berhadapan dengan yang lebih mungil. Menatap lamat manik sipit yang selalu menjadi kesukaannya. Sedang yang ditatap perlahan malah menunduk.

"Maafkan aku" lirih Baekhyun pelan, tapi masih cukup didengar Chanyeol. Jari lentiknya ia mainkan resah, ada rasa ingin menggenggam milik yang lebih tinggi atau mungkin menyentuh tubuhnya yang begitu Baekhyun rindukan.

Sementara Chanyeol tak merespon, ada kernyitan dalam menghiasi keningnya. Menyisakan ruang hening yang membuat Baekhyun tiba-tiba merasa tercekik.

"Maaf untuk yang mana?" menit berlalu akhirnya si tinggi mengeluarkan suaranya.

Baekhyun mengerjap beberapa kali sebelum kembali bersuara.

"M-maaf untuk semuanya, atas seluruh kesalahanku padamu dan putra kita"

Chanyeol tersenyum tipis, ingin menertawakan bagaimana pria itu mengucap maaf dan merasa lucu dengan kata terakhir yang dilontarkan "Putra kita?" pria itu terkekeh sejenak "Sepertinya kau salah, dia hanya putraku Byun Baekhyun. Bukankah kau sendiri yang mengatakannya?"

Kalimat itu berhasil membuat Baekhyun semakin sesak. Seakan ada puluhan tali yang tengah melilit dadanya, cuplikan kejadian 5 tahun silam berangsur-asur memenuhi kepala.

"C-Chanyeol.. Maaf" kepala itu tertunduk semakin dalam, hanya berani menatap lantai dimana kaki Chanyeol berpijak. "Tak bisakah kau memberiku kesempatan memperbaiki semuanya?"

"Apa yang ingin kau perbaiki? Tak ingatkah kau sangat ingin membunuhnya dan tak mau mengakui bayi kecil itu? Dan Sekarang setelah ia tumbuh dengan baik kau datang dan ingin memperbaiki semuanya?" pria itu membuang nafas panjang, menunjukkan ekspresi prihatin yang dibuat-buat "Anak yang malang"

Baekhyun mengepalkan tangannya erat, menahan amarah pada dirinya sendiri. Kenapa ia bisa menjadi begitu brengsek? Bahkan ia masih punya muka untuk menemui Chanyeol seperti ini.

Kepala itu ia angkat, memberanikan diri memandang untuk menyelami manik hitam yang jadi lawan bicaranya.

"Apa kesalahanku sebesar itu, hingga tak mungkin bisa kuperbaiki?" Baekhyun tersenyum getir "Sepertinya aku memang tidak pantas dimaafkan" Baekhyun kembali menunduk coba menyembunyikan air matanya yang terus berjatuhan. Satu isakan lolos dengan punggung ringkih yang bergetar.

Chanyeol memejamkan mata erat, menekan dalam-dalam hasratnya berusaha sekuat tenaga untuk tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

Tidak, ia tak bisa. Ia tak boleh melakukannya.

Sesuatu dalam dirinya masih bersikeras untuk menolak kehadiran Baekhyun. Ia masih begitu marah tiap kali mengingat apa yang telah dilakukan pria itu pada putranya.

Chanyeol tidak masalah jika Baekhyun hanya mendorongnya pergi, tapi Jackson? Ia masih tak habis pikir bagaimana Baekhyun bisa setega itu pada darah dagingnya sendiri.

Suasana berubah hening, menyisakan suara isakan yang lebih mungil memenuhi toilet bar yang sepi. Baekhyun tak lagi bersuara, dan Chanyeol sudah hampir pada batasnya. Pria itu melangkah cepat hendak meninggalkan Baekhyun, tak ingin lepas kendali dan menjadi lemah hanya karena isakan si manis yang semakin terdengar pilu.

"Aku begitu menyesal untukmu dan Jackson."

Langkah kaki si pria jangkung terhenti.

"Tapi aku masih ingin menjadi egois—"

Chanyeol dengan cepat berbalik, mematri Baekhyun yang mulai mengangkat wajah sembabnya. Menanti kalimat selanjutnya yang akan si mungil itu ujarkan.

"Mungkin ini akan menjadi kesempatan terakhirku— untuk itu aku ingin menghabiskan waktu bersama denganmu dan Jackson besok. Setelahnya aku takkan muncul lagi, aku berjanji tak akan kembali dan mengusik kalian"

Mata sehitam jelaga itu berkilat-kilat, tak habis pikir bagaimana Baekhyun masih begitu seenaknya. Bahkan Chanyeol tak mengerti kalimat itu adalah permintaan atau perintah.

Dari dulu Baekhyun terbiasa selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan Chanyeol adalah sosok yang selalu lemah yang akan menuruti apa kemauannya.

Ya, Chanyeol akui ia memang seperti itu dulu. Tapi sekarang? Tidak lagi, dia bukanlah orang yang sama.

"Kenapa aku harus? Kisah kita sudah berakhir Baekhyun, sekarang kita hanya dua orang asing yang dipertemukan dalam sebuah kebetulan"

..

Baekhyun kembali dari kamar mandi beberapa menit setelahnya.

"Kenapa lama sekali?" Tanya Willis menyambut penasaran.

"Perutku tiba-tiba sakit" bohong Baekhyun menemukan sebuah alasan.

Mata sabit itu ia larikan kesana kemari, mencoba menemukan keberadaan si sosok jangkung yang tak ia dapati ditempat mereka duduk sebelumnya.

"Mr. Park pamit pulang lebih dulu" seakan mengerti apa yang sedang Baekhyun cari Willis menyahut.

Si pria manis segera menoleh pada Willis, menampilkan raut kecewa yang coba ia samarkan dengan sebuah senyum "Ah.. Begitu rupanya"

Baekhyun menahan air mata yang berdesakan ingin keluar. Ia tak boleh menangis dihadapan orang lain, Baekhyun tak ingin mereka semua penasaran dan pada akhirnya mengetahui apa yang telah ia sembunyikan selama ini.

Kembali mendudukan diri di tempat semula. Mengambil gelas kosong dan segera menuangkan cairan berisi minuman keras disana. Pikirannya kacau dan hatinya terasa semakin hampa. Rencana membuat kenangan manis bersama orang tersayangnya sudah pasti tinggal angan.

"Ada masalah?" tanya Junmyeon merasa ada yang tak beres dengan Baekhyun. Penampilan pria cantik itu terlihat berantakan sekembalinya dari toilet.

Baekhyun hanya menggeleng, kembali meneguk segelas minuman beralkohol dimeja. Berubah jadi pendiam dan mendedikasikan fokusnya pada berbotol-botol minuman berbau menyengat itu.

Sudah lewat tengah malam.

Dan Baekhyun masih disana.

Terus menegak entah gelas yang keberapa. Tak henti menggumamkan kata maaf serta memanggil-manggil nama Chanyeol juga Jackson.

Dua orang yang setia bersamanya merasa bingung terutama Junmyeon, ia kewalahan mengendalikan penyanyi sekaligus pria yang telah ia anggap sebagai adiknya.

Tubuh sempoyongan itu hendak jatuh dari kursi kalau saja Junmyeon tak menahannya.

Baekhyun mengerang, menyingkirkan tangan sang manajer dari pundaknya mendorong pria itu sejauh mungkin tak ingin diganggu.

"Cukup Baek"

Suara bass seseorang mengalihkan atensi ketiga pria disana.

Junmyeon yang hendak meraih kembali Baekhyun segera mundur teratur memberikan ruang untuk orang itu.

Si mungil berambut brunette perlahan mendongak, menemukan bayangan pria yang terus memenuhi otaknya tengah berdiri menjulang. Menatap bulat kepingan hitamnya dengan pandangan yang sudah tidak fokus.

Baekhyun menggelengkan kepala beberapa kali, mencoba mengenyahkan pening dan meraih kesadarannya. Setelah itu tersenyum miris dan kembali meneguk si gelas berisi cairan memabukkan.

Pria itu tanpa merasa berdosa terus mengisi gelasnya yang kosong, mengabaikan bayang sosok yang menjadi objek atas tindakannya.

Chanyeol mulai habis kesabaran.

Tak tahan lagi, dengan kasar merebut gelas berisi minuman beralkohol itu dari tangan Baekhyun. "Berhentilah minum jika kau tak ingin Jackson melihatmu hangover besok."

Baekhyun yang hendak menyalak karena gelas yang diambil paksa sontak terdiam.

Si manis itu mengerjap mencoba mencerna kalimat Chanyeol

"Maksudmu?" Tanyanya linglung.

Belum sempat Chanyeol menjawab pertanyaan, Baekhyun kembali bersuara. "Kau mengizinkanku menghabiskan waktu bersama Jackson?" mata sabit itu berbinar-binar terlihat begitu bahagia.

Tapi tak lama hingga kembali meredup dan menggeleng cepat "Sial! Sepertinya aku mulai gila dan berhalusinasi" menggeleng sekali lagi sambil beberapa kali memukul kepalanya keras. "Sadarlah Byun Baekhyun!"

Chanyeol menghembuskan nafas kasar, tahu benar bagaimana tabiat Baekhyun saat mabuk. Tanpa banyak bicara lagi pria tinggi itu memilih untuk menggendong yang lebih mungil.

Baekhyun meronta minta diturunkan, memukul dada bidang itu dengan kepalan tangan. Chanyeol tak bergeming, pukulan yang dilayangkan jelas tak berefek padanya. Baekhyun begitu mungil apalagi ketika mabuk begini tenaganya tak ada apa-apanya.

"Dimana mobil kalian?"

Junmyeon yang sedari tadi mengekor dengan sigap menunjuk kearah mobilnya terpakir. Berjalan mendahului untuk segera mengambil alih kemudi.

Baekhyun berakhir jatuh tertidur dalam gendongan si lelaki jangkung dengan kepala yang terkulai lemah di pundak Chanyeol.

Begitu sampai di basemen Hotel Junmyeon segera turun dan membukakan pintu belakang. Membiarkan Chanyeol membawa tubuh lelap Baekhyun menuju kamar sedang ia kembali mengekor dibelakang.

Belum sampai pintu lift itu tertutup, Ponsel sang manajer lebih dulu berdering nyaring. Tak menunggu lama hingga wajah tampan itu berubah panik. Cepat-cepat menjauhkan ponsel dan menoleh pada Chanyeol.

"Ada sesuatu mendesak yang harus ku bereskan, tolong antar Baekhyun ke kamarnya." Junmyeon menyodorkan sebuah kartu akses pada si tinggi.

"Kau bisa langsung pergi setelahnya, aku sudah menyuruh seseorang membawa mobilmu kemari"

Chanyeol mengangguk segera menekan tombol lift menuju lantai dimana Baekhyun menginap begitu Junmyeon pergi dari sana.

Ruangan itu dalam keadaan gelap dan Chanyeol dengan baik hati menyalakan lampu kemudian membawa Baekhyun menuju ranjang.

Ia buka sepatu, kaos kaki, dan juga jaket kulitnya yang terlihat tak nyaman. Termenung sejenak mengamati bagaimana kacaunya pria yang tertidur itu.

Tak ingin berlama-lama Chanyeol segera melangkahkan kaki, berbalik menuju pintu sebelum ia merasa sesuatu menahannya.

Seketika pria itu menoleh, mendekatkan tubuhnya sambil berusaha melepas cengkraman si manis pada ujung jaketnya.

Baekhyun menggumam lirih yang terdengar lebih seperti rengekan di telinga Chanyeol. Ia mengelus kepala Baekhyun dengan lembut, beberapa kali mencoba menenangkan. Sampai pada mata sipit itu yang terbuka dan menatap tepat ke dalam mata Chanyeol membuat pria itu terkejut bukan main.

Chanyeol reflek menarik tangan cepat, bangkit dari posisi berlututnya dan buru-buru pergi dari sana.

Tapi lentik itu masih begitu segan melepas genggaman membuat langkah si jangkung kembali terhenti.

"Kau akan pergi lagi?" tanya Baekhyun dengan suara parau dan mata sayu yang nyaris tertutup. "Jangan pergi.. kumohon" Suara parau itu bergetar samar "Maafkan aku hm?" ujarnya lagi dengan air mata yang mengalir tanpa bisa ditahan.

Chanyeol abai, tanpa ragu melepas tangan Baekhyun dari jaketnya. Berjalan dengan langkah lebar-lebar ingin segera meraih daun pintu dan keluar dari ruangan.

"Apa tidak ada kesempatan lagi untukku?"

Chanyeol terkesiap, tubuhnya menegang. Belum genap langkahnya sampai pada pintu sepasang tangan ramping memeluk pinggangnya dari belakang.

"Apa cintamu padaku sudah tak bersisa lagi?" pelukannya semakin mengerat, wajah sembabnya ia benamkan pada punggung si tinggi. "Aku berjanji akan memperbaiki semuanya.. aku minta maaf Chanyeol" Baekhyun menolak saat pelukannya hendak dilepaskan "Kumohon beri aku kesempatan terakhir"

...

..

.

TBC

See you next chap