A First Love Crap
By ewfzy
.
.
.
CHANBAEK STORY
Genre : Romance, Drama?
.
.
.
Bacanya pelan-pelan aja soalnya pendek
.
Sekian menit berlalu Baekhyun masih duduk terpaku dalam mobil yang terpakir di basement gedung agensinya. Dia telah kembali ke Korea sejak dua hari lalu. Mau tak mau ia harus meninggalkan New York karena direktur agensinya terus mendesaknya pulang.
"Ayo kita turun, Direktur sudah menunggu!" ajak Junmyeon ketika Baekhyun tak kunjung mengambil pergerakkan juga.
Si Mungil itu tak menjawab alih-alih menghela napasnya panjang. Tangannya tergerak melepas seatbelt yang terpasang di tubuhnya sebelum akhirnya turun dari mobil.
Junmyeon menatap miris, Baekhyun nampak tak lebih dari seorang mayat hidup. Pria mungil itu terlihat bak raga tanpa nyawa, karena separuh jiwanya masih tertinggal bersama putranya dan mantan kekasihnya.
Dua cangkir teh yang masih memiliki kepul asap di atasnya tersaji apik di atas meja. Beberapa menit telah berlalu dalam keheningan, dan Baekhyun rasa ia akan meninggalkan tempat jika dalam lima menit kedepan orang di hadapannya tak kunjung membuka suara juga.
Satu menit, rupanya Baekhyun tak punya cukup kesabaran untuk menunggu. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku Sajangnim? Aku tak punya banyak waktu."
Suara kekehan lantas menyambut kalimat Baekhyun. "Tak suka basa-basi, kau masih Byun Baekhyun yang sama."
Alis Baekhyun berkerut sebagai reaksi akan ketidaksukaannya kepada sang atasan yang terlalu berbelit-belit.
"Baiklah-baiklah." pria berusia 50-an itu akhirnya menghentikan tawa "Aku hanya merindukan artis kesayanganku. Jadi apa saja yang kau lakukan di New York satu bulan ini? Agaknya kau betah tinggal di sana dan begitu enggan kembali."
"Karena New York membuatku nyaman, aku banyak bertemu orang baru di sana. Dan yang terpenting mereka semua memperlakukanku dengan sangat baik." Baekhyun tak bodoh untuk menjawab pertanyaan dengan direkturnya dengan jujur. Ia tahu benar seberapa licik pria itu.
Direktur Lee menganggukkan kepalanya seolah ikut memahami apa yang tengah Baekhyun rasakan. Pria dengan beberapa uban di rambutnya itu lantas mengambil cangkir teh di meja untuk ia sesap isinya.
"Begitukah? Bukan karena kau bertemu dengan mantan kekasih dan putramu lagi?" ujarnya santai sembari meletakkan cangkirnya kembali di atas meja.
Kepala Baekhyun reflek terangkat, mata mereka berdua saling bertukar pandang. Ia bisa merasakan adanya sebuah peringatan akan pertanyaan yang dilontarkan untuknya.
Reaksi yang Baekhyun tunjukkan tentu tak luput dari pandangan direktur agensi besar Korea itu. "Tidak perlu terkejut begitu Baekhyun-"
"Jangan sentuh mereka!" potong Baekhyun sebelum atasannya sempat melanjutkan kalimat.
"Reaksi mu jauh berbeda sekarang. Kenapa?"
"Jangan berani melibatkan mereka kedalam urusan kita sajangnim!"
Pria itu berdecih ketika mendapati sikap Baekhyun yang terlalu defensif terhadapnya "Ada apa ini? Apa mereka penting untukmu sekarang?" Direktur Lee tersenyum remeh, jelas tengah mengolok Baekhyun dalam otaknya. "Tenang saja, aku takkan menyentuh mereka ... Asal kau tetap menjadi Byun Baekhyun sang Permata Korea." ujarnya dengan senyum miring di akhir.
Baekhyun jelas tahu apa maksudnya, pernyataan itu tak lebih dari sebuah ancaman agar ia terus menjadi anjing yang penurut.
..
.
Meski telah terbiasa dengan jadwalnya yang penuh tapi Baekhyun tetap tidak menyangka direktur gilanya itu benar-benar memberikan agenda yang luar biasa padat.
Persiapan mini album akan dimulai minggu depan, dan Baekhyun bahkan tak dimintai pendapat sama sekali tentang albumnya. Semua dikerjakan tanpa melibatkan dirinya.
Jadwal ketat yang selama ini ia jalani sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan agenda hariannya sekarang. Jadwal pemotretan dan acara-acara televisi seakan tak ada habisnya.
Pukul satu dini hari, Baekhyun baru memiliki waktu untuk istirahat setelah seharian hilir mudik menyelesaikan agenda bersama manajernya.
"Apa si Tua Bangka itu berniat membuatku mati muda?" gerutu Baekhyun kesal -meski tak kan ada yang akan mendengarnya.
Rasa lega luar biasa ia rasakan ketika menghempaskan tubuh di sofa empuk apartemennya. Pria itu memejamkan mata sejenak menikmati sensasi nyaman bagaimana punggungnya diistirahatkan.
" Ahh... Nyaman sekali."
Baekhyun hampir menyerah dengan rasa kantuk namun ia segera bangkit ketika ingat jika seharian ini tak sempat mengecek ponselnya.
Seperti biasa pria itu selalu berdebar tiap kali membuka layar handphone miliknya. Selalu berharap akan ada keajaiban Chanyeol membalas pesannya.
Namun, pundak sempit yang sebelumnya nampak tegang itu langsung melemas ketika tak mendapati pesan apapun dari Chanyeol. Sudah genap seminggu ia meninggalkan New York dan Chanyeol sama sekali tak pernah membalas pesan-pesan yang ia kirimkan.
Kecewa? Tentu saja. Tapi setidaknya Chanyeol tidak memblokir nomor telponnya. Dan, Baekhyun bersyukur akan hal itu.
...
Makan malam di kediaman Chanyeol nampak sepi malam ini. Selain hanya ada dua kursi yang terisi, juga tak ada obrolan apapun yang terlontar dari dua manusia yang duduk saling berhadapan itu.
Chanyeol bisa merasakan ada yang tidak biasa pada tingkah putranya. Pasalnya Jackson sudah tak pernah lagi mempertanyakan perihal Baekhyun padanya. Bahkan bocah itu seolah-olah lupa tentang Baekhyun dan menjadi sedikit pendiam.
"Jack." panggil Chanyeol mengalihkan putranya yang sibuk mengaduk-aduk makanan dalam piring tanpa ada niatan memakannya.
"Iya Dad?"
"Kau baik?" Tanya Chanyeol merasa khawatir.
"Tentu, aku baik-baik saja. Kenapa?" sahut Jackson dengan senyum yang ia paksakan di akhir.
"Kau terlihat kurang bersemangat akhir-akhir ini. Terjadi sesuatu? Atau kau masih merasa sakit?"
Jackson tersenyum lebar "Aku baik, tenang saja. Tidak terjadi apapun dan aku sehat, hanya aku mengantuk sekarang. Jadi, bolehkah aku tidur lebih dulu?"
Chanyeol tak bodoh untuk tak melihat ada sesuatu yang tengah putranya sembunyikan darinya. Namun ia tak memiliki pilihan lain selain mengangguk mengiyakan permintaan Jackson. Chanyeol tak ingin memaksa, Ia hanya akan menunggu sampai Jackson mau berbagi masalah yang ia miliki.
Ruang makan semakin sepi meninggalkan Chanyeol duduk seorang diri. Semua telah kembali seperti semula, Baekhyun telah kembali ke Korea. Bukankah harusnya Chanyeol bisa bernapas lega sekarang? Kini ia bisa melanjutkan hidup seperti sebelumnya. Tapi kenapa ia kembali dirundung rasa hampa dan gelisah?
Dan entah mengapa keluarga harmonis yang selama ini ia mimpikan semakin terasa palsu.
...
Malam ini hujan datang mendera kediaman Chanyeol yang sepi. Jarum panjang pada jam dinding menunjukkan angka 7, sedang yang pendek berada diantara angka sebelas dan dua belas. Lampu kamar telah dipadamkan namun bukan berarti sang pemilik ruangan telah tidur.
Seorang bocah laki-laki itu tengah menangis sambil memeluk erat guling miliknya. Tubuhnya yang kecil ia kubur di dalam selimut tebalnya. Segala jenis isakan mati-matian ia tahan, ia tak ingin jika ayahnya sampai mendengar.
Jackson merasa sedih sekaligus kesal, ia benci pada otaknya yang tak bisa berhenti memikirkan nama seseorang. Seminggu lebih Baekhyun pergi, dan ia baru menyadari seberapa penting kehadiran sosok itu dalam hidupnya.
Nyatanya Jackson merasa kehilangan. Merasa sepi dan kosong pada sebagian dirinya. Jackson ingin bilang jika ia merindu. Namun ia tak sampai hati jika harus mengatakan itu pada ayahnya. Jackson tak ingin egois, ia tahu benar bagaimana rasa sakit yang selama ini ayahnya sembunyikan. Jackson lebih dari paham jika ibu kandungnya adalah rasa sakit terbesar dalam hidup ayahnya.
Sayup-sayup suara langkah lalu mendekati kamarnya. Ranjang kecilnya bergerak, bersamaan tangan dingin yang mendarat di kepalanya.
"Ada apa?" Jackson terperanjat ketika suara husky yang ia kenal di luar kepala itu terdengar telinganya.
Perlahan selimut tebal yang ia gunakan menutupi tubuhnya disingkap. "Kenapa menangis?"
Chanyeol tak bisa menahan diri untuk tak merengkuh tubuh mungil putranya yang tengah menangis pilu. Meski belum tahu apa yang terjadi dengan Jackson, tapi Chanyeol tahu jika bocah itu tidak baik-baik saja.
"Sesuatu terjadi kan?" Dan Jackson tak bisa lagi mengelak ketika tertangkap basah oleh sang ayah seperti ini.
Pelukan semakin erat, Chanyeol bisa merasakan napas Jackson yang tersengal-sengal terus menderu lehernya. Entah sudah berapa lama putranya itu menangis.
"Ada apa hmm? Ceritakan pada Daddy." Chanyeol perlahan mengurai pelukan. Merapikan rambut pada dahi Jackson yang menempel basah karena keringat.
"Maafkan aku..." Kalimat Jackson bergetar.
Dan Chanyeol kini semakin bingung tentang apa yang tengah terjadi. "Untuk apa meminta maaf? Jackson membuat kesalahan?"
"M-maaf karena telah menyakitimu."
Dahi Chanyeol mengkerut, tak memiliki ide akan arah pembicaraan sang putra. "Menyakitiku?"
"B-byun Baekhyun— dia adalah orang yang melahirkanku kan?"
Chanyeol membatu. Kalimat itu sama sekali tak pernah Chanyeol pikirkan keluar dari mulut sang putra. Membuat jantungnya berdebar dengan tidak beraturan. Berbenturan dengan sesak di dadanya yang ia tahan cukup lama.
"Maafkan aku Dad-" ungkapan itu semakin bergetar. Terasa amat sulit ketika bocah itu memaksa mengucapkannya disela tangisan yang tak kunjung usai.
"Tidak." jawab Chanyeol cepat. "Harusnya aku yang meminta maaf padamu Jackson. Maaf telah menyembunyikan semua ini darimu."
Air mata Chanyeol pun luruh tak bisa lagi ia tahan. Memburamkan bayangan Jackson yang masih menatap sedih ke arahnya.
"Maaf karena kami tak bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." sambung Chanyeol merapus air matanya. "Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri atas dosa yang kami lakukan Jackson."
Jackson membisu. Air matanya masih berjatuhan begitu pula dengan milik Chanyeol yang mengalir bebas melintasi kedua pipinya. Chanyeol kemudian menarik tubuh rapuh itu dalam pelukannya. Menangislah sepasang ayah dan anak itu, meresapi masing-masing luka yang menelisik jauh sampai ke relung hati.
...
Minggu-minggu berlalu tanpa ada perubahan besar dalam hidup Baekhyun, kecuali jadwal budaknya yang semakin menjadi.
Beberapa kesibukan sialan memaksa Baekhyun harus tetap berada di agensinya. Matahari baru terbit beberapa menit lalu, tubuhnya nyaris remuk, dan ia hanya memperoleh beberapa menit untuk mengistirahatkan diri.
Baekhyun menyempatkan tidur sejenak di ruang make up sebelum kembali bergelut dengan agenda gilanya. Namun belum genap sepuluh menit terpejam, suara ketukan pintu membangunkannya. Sebersit perasaan kesal muncul, ia lantas menoleh. Tak lama kemudian seorang laki-laki muncul dari balik pintu sambil tersenyum tampan.
"Oh!" Perasaan kesal yang sebelumnya singgah segera tergantikan dengan rasa terkejut ketika melihat siapa gerangan yang datang. "Will?!"
William tersenyum lebar "Terkejut?" candanya.
"Sangat!"
Sebuah kekehan ringan keluar dari bibir yang lebih tinggi. "Kenapa begitu terkejut? Bukankah aku sudah berjanji akan mengunjungimu di Korea?"
"Tapi aku tak pernah mengira kau akan datang secepat ini."
"Kurasa tiga bulan bukan waktu yang singkat."
"Ah— sudah selama itukah aku meninggalkan New York?" tanya Baekhyun sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. "Ngomong-ngomong kapan kau tiba?"
"Beberapa jam lalu. Sebenarnya aku ada pemotretan majalah di Jeju akhir pekan ini, dan kebetulan jadwalku kosong sekarang. Jadi aku datang ke Korea lebih awal, sekalian mengunjungimu."
"Kau punya cukup banyak waktu kalau begitu." tanggapan Baekhyun antusias.
"Begitulah."
"Kita bisa pergi setelah semua schedule ku rampung. Aku ingin menanyakan banyak hal padamu."
Will tersenyum melihat tingkah Baekhyun yang terlalu bersemangat. "Tentu."
...
..
.
TBC
Helloooo everybody~ how are you?? Ada yang nungguin gk nih?
Yak seperti biasa penulis abal-abal ini selalu gak jelas dan molor kalau update. Kalian pasti udh bosen membaca permintaan maafku kan? Sama, aku juga capek sebenernya minta maaf terus.
Tapi sebelumnya aku bener-bener mau appreciate kalian yang masih sabar dan nungguin cerita ini. Beneran deh orang-orang yang baca cerita ini adalah golongan orang-orang paling sabar
Makasih banyak ya semuanya, dan maaf karena updatenya lamaaa.
