A/N: Hai semua.. ini adalah fic pertamaku setelah hampir 10 tahun cuma jadi silent reader di FFN. Jadi, selamat membaca dan maaf jika masih banyak kesalahan.
sweet dream
by
lollymollyxx
(8 Juni, 2020)
Semua karakter milik J.K. Rowling.
.
.
.
Udara sekitar mulai mendingin. Matahari masih bertengger memberi kehangatan, belum mau beranjak kembali ke peraduannya. Hogwarts sedang memasuki pertengahan musim semi. Hogwarts―atau dengan nama lengkap Hogwarts International School, sudah lama dipandang sebagai salah satu sekolah terbaik seantero Britania Raya. Hanya anak-anak dari kalangan pejabat, penguasa negeri, pengusaha, bahkan mafia yang dapat merogoh kocek sangat dalam untuk bisa bersekolah di Hogwarts. Sebanding dengan fasilitas yang dilimpahkan, sekolah ini merupakan ladang bagi murid untuk menunjukkan bakat, entah dalam akademik maupun non akademik. Hogwarts pun memfasilitasi bakat anak didiknya dengan baik, tidak meng-anak emaskan bakat akademik saja. Tak heran, setiap tahun menjelang ujian Hogwarts selalu mengadakan bazar universitas terbaik dari dalam maupun luar negeri.
Hogwarts terdiri dari sekolah menengah pertama dan atas, walaupun tidak sebanyak jumlah murid di sekolah negeri. Selain itu, Hogwarts juga memberlakukan sistem asrama. Sistem asrama ini membagi murid Hogwarts ke dalam empat asrama sesuai dengan serangkaian tes ketat yaitu tes kepribadian, minat bakat, rencana karir, dan tes terakhir yang dirahasiakan pihak sekolah. Empat asrama tersebut bernama sesuai dengan pendiri sekolah ini, yaitu asrama Gryffindor, Slytherin, Ravenclaw, dan Hufflepuff.
Hogwarts memiliki tujuh angkatan per tahun pembelajaran, dengan masing-masing asrama memiliki murid sekitar 15-20 anak. Untuk murid sekolah menengah pertama disebut tahun pertama hingga ketiga, sedangkan menengah atas disebut tahun keempat hingga ketujuh. Dengan jumlah murid yang tidak sampai 560 anak ditambah luasnya area sekolah, membuat Hogwarts terkadang menampilkan sisi kelam dan misterius di malam. Namun pada pagi hari, area depan Hogwarts serta parkiran akan dipenuhi puluhan mobil mewah yang mengantar para murid yang tidak menempati fasilitas asrama. Hogwarts di pagi hari selalu menampilkan keangkuhan dan kemewahan muridnya.
Sekolah swasta elit yang berdiri di pinggiran kota London ini baru saja memulai semester baru. Setelah pesta Yule Ball yang diadakan saat natal menjadi akhir bagi semester kemarin, Hogwarts diliburkan dan baru saja memasuki awal semester di akhir Januari. Koridor dan kelas tampak lengang, karena jam pelajaran sudah lama selesai. Para murid kebanyakan bermain di Ruang Rekreasi asrama masing-masing, berceloteh heboh di kamar atau sekedar bersantai di Aula.
KRING!
Bel sekolah berteriak keras tanda berakhirnya pelajaran hari ini. Pada jam pelajaran terakhir ini hanya murid tahun keempat dan tahun keenam yang masih menghabiskan hari. Para murid tahun keempat Gryffindor dan Slytherin berarak keluar dari Laboratorium Biologi, yang akhirnya berpapasan lorong dengan murid tahun keenam Hufflepuff dan Gryffindor yang baru saja keluar dari ruang kelas.
"Hah, kacau sekali Professor Sprout. Bisa-bisanya memberi tugas laporan minimal 50 lembar hanya dalam tiga hari. Apa yang harus kukarang nanti?" erang Ron. Tentu saja ia mengeluh, teman sekelompoknya adalah si pemalas Gregory Goyle. Pasti laki-laki tambun itu akan memilih bermain game semalam suntuk dibanding membantu Ron mengerjakan laporan mereka.
"Tidak apa, Won-won. Aku akan membantumu hehe," Lavender menimpali sembari memeluk erat lengan Ron. Hermione hanya memutar bola matanya, bosan melihat adegan telenovela di hadapannya.
"Kau tahu kan kalau kita baru saja praktikum klasifikasi hewan kan? Aku yakin kalian akan mengerjakan laporan reproduksi."
Hermione menoleh kaget ke arah teman kelompoknya, Pansy Parkinson. Hermione tahu bahwa gadis itu bersifat sarkastik sampai ke penyusun DNA, namun ia tidak menyangka bahwa gadis Slytherin itu akan mengejek Lavender sekejam itu.
"Apa kau bilang, Parkinson? Kau bisa tutup mulutmu yang sering dimasuki organ laki-laki itu atau kau akan merasakan tamparanku," ancam Lavender. Ron mulai panik melihat kekasihnya yang tersulut ejekan Pansy.
"Well, atau mungkin kau bisa ke taman belakang dan mulai mengajari Ron cara bereproduksi seperti hewan. Kau pasti mahir kan, mengingat kau sudah melakukannya di tahun pertama kita." Para gadis langsung berteriak dan terhenyak. Hermione langsung menarik lengan Pansy menjauh dari Lavender sebelum gadis itu menamparnya. Dari kejauhan, Hermione melihat Lavender dibawa pergi Ron dan Harry.
Setelah agak jauh, Pansy menyentak tangan Hermione.
"Apa-apaan kau, Hermione?!" bentak Pansy. Hermione hanya menghela napas panjang. Sesungguhnya Hermione menaruh iba pada Pansy.
"Kau tidak seharusnya mengatai Lavender seperti itu di depan umum, Pans."
"Jangan panggil aku 'Pans', Hermione," Hermione menghela napas lagi. Bagus, pikirnya. Gadis itu marah besar, "kau masih ingat kan kalau aku pernah menaruh hati pada Ronald sebelum si jalang itu merebutnya?!"
"Ya, aku ingat, Pansy. Dan aku juga ingat saat Lavender menyebarkan selebaran berisi fotomu yang mabuk di klub malam dengan tulisan yang, err.."
"Ia menuliskan nomor ponselku dan tarif per malam seakan aku adalah seorang prostitusi! Aku sampai ditampar ayahku dan uang jajanku dipotong selama tiga bulan karena ulah Lavender! Dan jangan sampai aku membahas Ronald yang langsung menjauhiku sejak itu..." Pansy mulai terisak. Gadis berambut gelap itu langsung menjatuhkan semua barangnya dan menangis. Hermione menariknya ke dalam pelukan.
"Aku tahu, Pans. Aku juga sama sepertimu. Ingin sekali aku menceburkannya ke Danau Hitam."
"Kenapa k-kau berkata seperti itu? Hermione, jangan bilang kalau... hiks.."
"Ya, Pans. Aku juga menyukai Ron sejak tahun pertama..."
Hermione bisa melihat perubahan drastis pada wajah Pansy. Gadis itu menganga ngeri. Oh, tidak. Apakah Pansy akan menamparnya? Atau malah mengadukannya kepada Lavender? Kedua pilihan itu tidak ada yang baik baginya.
Pansy mengusap lelehan air mata yang melunturkan maskaranya.
"Mengapa kau tidak memberitahuku?" Pansy mendudukan dirinya di atas rerumputan setelah melihat Hermione melakukan hal yang sama.
"Aku tidak setega itu. Lagipula, aku baru sadar bahwa aku menyukai Ron setelah kau mengatakannya padaku di tahun pertama." Hermione memejamkan mata, menikmati semilir angin sore yang masih cukup dingin. Hawa musim dingin masih belum beranjak rupanya.
Pansy memicingkan matanya, dahinya berkerut.
"Jadi, selama ini aku curhat kepadamu tentang Ron, meminta bantuan untuk mendekatkanku dengan Ron, menjauhimu karena aku sempat berteman dengan jalang itu. Selama itu kau menyukai Ron?"
"Yap."
"Hah! Lalu selama ini aku merasa paling menderita sendirian. Tapi bagaimana dengan Krum? Bukankah kau sempat berkencan dengannya?" tanya Pansy. Ia berpikir, apakah Hermione menjadikan Krum sebagai pelarian semata? Laki-laki setampan dan seseksi Viktor Krum? Atlet sepak bola sekolah kebanggan London? Hermione pasti gila jika membuang Krum demi Ron. Perbandingannya seperti membuang berlian demi arang.
"Soal Viktor, aku memang sudah tidak berkencan lagi dengannya. Aku pikir... aku mencintai Viktor seperti aku mencintai Ron. Tapi ternyata tidak seperti itu, karena saat aku memutuskannya, aku tidak merasa sakit. Aku tetap merasa sedih, lagipula Viktor laki-laki baik dan juga manis. Tetapi saat bersamanya, aku merasakan hampa di hatiku." Hermione menyudahi penjelasannya dengan menghela napas. Tampaknya hari ini ia banyak menghela napas.
"Sayang sekali. Padahal kalian cocok, terutama saat Yule Ball tahun lalu. Tapi aku paham kenapa kamu juga menyukai Ron. Dia laki-laki yang baik dan juga penyayang, walau dia bodoh dan tidak begitu kaya. Tetapi, kau bahkan mendapatkan Krum di genggamanmu, Hermione!" Pansy berapi-api mendengar penjelasan Hermione tadi.
Jika Pansy menjadi Hermione, ia mungkin bahkan lupa jika seseorang bernama Ronald Weasley pernah ada di muka bumi. Pansy masih memiliki rasa untuk Ron karena laki-laki yang mendekati Pansy hanyalah laki-laki angkuh yang suka memamerkan kekayaan orang tuanya. Laki-laki seperti itu hanya mendekati Pansy hanya karena gadis itu adalah Pansy Parkinson yang cantik, kaya, dan anak dari pengusaha properti Peter Parkinson. Pansy hanya menginginkan laki-laki yang menyukainya sebagai Pansy yang ceria, setia kawan, dan penyayang. Oleh karena itu, Pansy lebih memilih berlindung di balik tamengnya yang angkuh, egois dan manja. Selama ini―setahu Pansy, hanya Ron saja laki-laki di luar teman baiknya yang memperlakukan Pansy seperti anak perempuan biasa.
"Aku tahu, Pans. Lihatlah bagaimana perasaan bisa membuat kita berdua bodoh, haha."
Sebenarnya Hermione bukanlah sahabat baik Pansy. Hermione tidak pernah merasa bahwa memiliki sahabat. Hermione hanya sempat akrab dengan Pansy di tahun pertama, hingga pada awal tahun kedua kemudian Pansy dekat dengan Lavender hingga Lavender tahu bahwa Pansy diam-diam menyukai Ron. Lalu pecahlah pertemanan mereka di awal tahun keempat, ketika Lavender menyebarkan foto Pansy dalam keadaan mabuk dan memakai pakaian yang begitu terbuka. Ron yang mengetahui bahwa Pansy menyukai dirinya pun langsung menjauh dari gadis itu. Selain karena tidak nyaman dengan Pansy, Ron juga menghindari timbulnya pertengkaran.
Sejak itu, Pansy dan Lavender sama-sama bersikap seperti tidak pernah ada kata 'sahabat' di hidup mereka. Setiap pertemuan mereka, entah di dalam atau di luar kelas selalu saja dihiasi pertengkaran dan makian. Pansy juga sudah berteman dekat dengan para murid Slytherin seperti si Sulung Greengrass, atau si kembar Carrow. Entah perasaan Hermione saja atau memang kenyataan bahwa Daphne, Flora, dan Hestia juga ikut memusuhi Lavender. Tetapi, bukankah pertemanan perempuan seperti itu? Selalu bersama dan saling membantu dalam apapun?
Oleh karena itu, Hermione memilih untuk tidak menyatakan atau setidaknya menunjukkan perasaannya. Ia tidak ingin merusak pertemanannya dengan Ron. Hanya Harry dan Pansy yang mengetahui perasaannya. Hermione sudah cukup senang bisa bersama sering Ron walaupun sebagai teman. Ditambah Hermione sekarang yang sedang menjalani hubungan yang tidak dapat didefinisikan dengan Viktor Krum, semakin menyamarkan perasaan Hermione sesungguhnya.
.
.
.
"Kau mau kemana, Hermione? Sebentar lagi akan makan malam," Parvati tampak menyisir rambut lebatnya. Gadis itu baru saja selesai mandi, tampak bersiap untuk makan malam.
"Aku ingin ke perpustakaan, Parvati,"
"Ah, kau mau menulis surat untuk Krum, ya? Di sini saja, aku tidak akan mengintip kok, hihi." Kikik Parvati. Ia senang sekali melihat reaksi Hermione yang merona, gerakannya yang menyusun buku langsung kikuk.
"T-tidak, Parvati. Aku ingin mengerjakan laporan Biologiku. Lagipula, aku dan Viktor sudah tidak berkencan lagi."
"Apa? Sayang sekali padahal kalian sangat cocok. Apa karena kalian harus berhubungan jarak jauh?" tanya Parvati. Gadis itu sudah duduk di ranjangnya, menatap Hermione dengan penasaran. Hah, kenapa Hermione harus memiliki teman sekamar yang senang bergosip. Tak ingin ditanya semakin jauh, Hermione mengangguk kecil.
"Ya, aku suka jika aku dan kekasihku tidak berjauhan. Ia paham hal itu, jadi sekarang kami hanya sebatas teman," baru saja Parvati ingin membuka mulutnya, bertanya lagi, Hermione langsung buru-buru menghindar. Keinginan Parvati untuk mendapat bahan gosip dari teman sekamarnya pun sirna.
"Bye, Parvati. Aku akan menyusulmu saat makan malam,"
.
.
.
Yah, bicara soal Viktor Krum, alasan yang ia jelaskan ke Parvati memang benar. Setidaknya, salah satu alasan. Ia tidak suka dengan hubungan jarak jauh. Walau Viktor berkata bahwa ia akan sering mengunjunginya, entah saat libur sekolah atau mencuri waktu saat pertandingan sepak bola berlangsung di London. Ia merasa hal itu masih kurang. Ya, walau Hermione terlihat seperti gadis tangguh yang sanggup melewati semua bahaya sendirian, namun ia tetap menginginkan sosok Krum berada di dekatnya.
Lalu, alasan lainnya adalah 'gejolak' hormon remaja Viktor. Memang Viktor selalu tenang saat menemani Hermione belajar, saat Viktor masih berada di Hogwarts bulan lalu. Viktor memang tidak banyak berbicara, namun tangannya suka 'menjelajah' kemana-mana. Hermione tidak nyaman. Bukannya ia tidak merasakan gejolak hormon remaja juga, namun gadis itu tidak seperti Viktor. Terlalu bersemangat. Hal itu membuat Hermione tidak yakin jika Viktor dapat menahan gejolak itu saat mereka berjauhan. Bisa jadi laki-laki itu mencari pelampiasan lain? Atau malah berselingkuh? Entahlah.
Dari perkataan Viktor yang akan menyempatkan untuk bertemu Hermione di waktu sibuknya sebagai murid dan atlet sepak bola, Hermione percaya bahwa Viktor adalah laki-laki pemegang komitmen. Tetapi Hermione merasa hal tersebut masih kurang. Ia ingin memiliki kekasih yang berada di sisinya, tidak berjauhan seperti dengan Viktor. Lagipula Viktor memahami hal itu, sehingga mereka memilih untuk berteman saja.
Hermione jadi teringat laki-laki itu. Viktor sebenarnya laki-laki yang baik dan manis sekali, tetapi keadaan yang membuat mereka tidak bisa bersama. Mungkin juga Hermione begitu menginginkan Viktor selalu berada di sisinya agar ia bisa melupakan Ron dari pikirannya. Kalau begitu, keputusan mereka berpisah memang yang terbaik. Viktor pantas mendapatkan gadis yang menyayanginya dengan tulus.
Lantunan lagu Rita Ora yang sedari tadi bermain di pendengaran Hermione tiba-tiba saja menghilang. Hermione merasakan headphonenya sudah tidak ada di kepalanya lagi, disusul dengan rambutnya yang berantakan. Hermione dapat melihat seorang laki-laki berambut pirang sedang tersenyum mengejek ke arahnya.
"Hah, kenapa semua orang seperti sedang menguji kesabaranku hari ini?" Pikir Hermione.
"Apa maumu, Malfoy?" tanya Hermione ketus. Si pewaris tahta kerajaan bisnis konstruksi Malfoy ini pasti ingin mengganggunya.
"Ya ampun, judes sekali kau, Granger. Hati-hati nanti kau menua sebelum waktunya, haha." Ejek Malfoy. Seketika Malfoy melirik ke arah lembaran warna-warni yang sedang dikerjakan Hermione.
"Astaga kau menggambar susunan jaringannya juga? Kau tahu kan ada yang namanya printer?" Malfoy menggelengkan kepalanya dramatis. Tidak habis pikir dengan isi otak Hermione sampai mau menggambar sendiri tugas-tugas yang diberikan Profesor Sprout. Ia yang seorang Slytherin saja tidak ingin repot menggambar sendiri hanya untuk mendapat nilai tambahan seperti Hermione. Apalagi hanya dengan waktu tiga hari, untuk laporan minimal sebanyak 50 lembar.
"Aku tahu kok ada printer, tapi aku yakin kau tidak tahu yang namanya ketekunan."
Malfoy ingin tertawa tapi ia sadar sedang di perpustakaan. "Hei, Granger. Sebagai seseorang yang setara denganmu, aku berikan tips. Kau tetap akan menjadi murid terbaik di angkatan kita walau kau gagal di materi ini."
"Wah, tumben sekali kau memuji." Malfoy kelabakan, berusaha menyamarkan semburat kemerahan yang muncul di wajahnya.
"Y-ya, sekarang aku sedang baik hati. Sebagai gantinya, aku akan mengambil headphone-mu sementara waktu." Malfoy terkekeh sembari mengalungkan headphone kuning cerah milik Hermione. Gadis itupun hanya memutar bola matanya bosan, karena sudah menebak bahwa laki-laki itu pasti akan mengusilinya.
"Ada apa dengan headphone-mu, Granger? Kenapa warnanya kuning cerah seperti ini?" tanya Malfoy sambil menatap headphone milik Granger. Headphone kuning cerah dengan warna biru tua di sepanjang kabel itu membuat Malfoy bergidik.
"Memang apa urusannya warna headphoneku denganmu?"
"Aku kan akan membawa headphone-mu. Tapi kalau warnanya terlalu feminim seperti itu, pamorku sebagai pria keren akan jatuh,"
"Kau selalu saja bicara omong kosong. Warna yang kusuka sudah habis saat aku membelinya, jad terpaksa aku membeli warna kuning. Lagipula warna yang tersisa tinggal kuning dan putih,"
"Oh, ya? Lalu warna apa yang kau sukai, Granger?"
"Hmm.. aku menyukai warna pastel seperti pink atau biru muda. Hei, mengapa aku memberi tahu warna kesukaanku padamu?"
Malfoy tergelak mengejek.
"Kau kan memang bodoh sampai mau memberitahu informasi rahasia kepadaku."
Hah. Informasi rahasia, katanya. Pikir Hermione.
"Yeah, terserah kau. Lagipula sedang apa kau di perpustakaan? Apa kau sedang menggoda anak perempuan? Jam segini, kan perpustakaan sedang sepi." Selidik Hermione. Hermione memang sejak dulu sudah mengakui kecerdasan Malfoy, terutama di bidang akademik. Hanya Malfoy yang mampu menyaingi nilainya secara sengit, membuat Malfoy berdiri di urutan kedua murid terbaik setelahnya.
Tetapi bukan berarti Malfoy di perpustakaan sore hari terasa wajar. Dengan gelarnya sebagai playboy kelas kakap, akan lebih wajar jika Malfoy menggoda anak perempuan di perpustakaan ketimbang belajar.
"Kau ini benar-benar menganggapku buruk ya? Asal kau tahu, sama sepertimu, aku juga mengerjakan laporan. Tapi bedanya, aku bersama Longbottom, Crabbe dan Goyle."
"Kau sekelompok dengan Neville?" tanya Hermione. Beruntung sekali Malfoy, mendapatkan juara olimpiade biologi sebagai teman kelompoknya.
"Yap. Aku beruntung kan? Itu terjadi karena aku anak baik. Sudah dulu ya, Fansku. Aku harus kembali agar Crabbe dan Goyle tidak merepotkan Dewa Penyelamatku."
Hermione hanya bisa melongo saat Malfoy menyebutnya sebagai fans. Apa-apaan anak itu?!
Hermione hanya bisa mengambil napas panjang, dan mulai untuk berkonsentrasi kembali. Ia harus menyelesaikan laporan bagiannya, karena dua hari lagi ia harus hadir dalam makan malam bersama keluarganya. Hah, pasti akan membosankan menghadiri pertemuan bisnis berselubung makan malam itu.
"Hihi, kau menggemaskan sekali," Hermione mendengar sayup seorang gadis tertawa kecil di balik rak buku. Mungkin jarak antara dirinya dan gadis itu lumayan dekat, karena ia bisa mendengar cekikikan gadis itu.
Pasti dua sejoli itu memanfaatkan kondisi perpustakaan yang memang sepi sebelum makan malam. Perpustakaan akan kembali ramai sesudah makan malam, memfasilitasi murid yang ingin mengerjakan tugas di malam hari. Akan tetapi jika begini, Hermione lama-lama akan merasa risih. Untuk saat ini, Hermione mencoba untuk maklum.
"Ah kau menggemaskan sekali, love," sayup si pasangan lelaki. Astaga, kesabaran Hermione menyurut drastis. Bagaimana ia bisa menyelesaikan laporan Biologinya?!
"Hah, melelahkan sekali," Hermione meregangkan tubuhnya. Hermione sengaja bermonolog sendirian dengan agak keras, berharap bisa menegur halus pasangan dimabuk hormon remaja tersebut.
Ia melemparkan pandangannya ke gambar fillum moluska miliknya, tugasnya belum selesai. Sedari tadi ia tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan laporannya. Ia terus-menerus mendengar suara cekikikan gadis itu, terkadang rengekan manja. Memuakkan sekali! Ia tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik, namun ia terlalu malas untuk kembali ke kamar. Ia dapat membaca buku-buku penunjang tugasnya di perpustakaan. Lagipula, mengapa penjaga perpustakaan tidak menegur mereka, sih? Ini kan perpustakaan. Seharusnya perpustakaan adalah tempat yang sunyi, tidak ribut dengan cekikikan bagai hantu di toilet perempuan!
Kesabaran Hermione memuncak saat dirinya mulai mendengar suara kecupan dan desahan si gadis. Astaga, mereka benar-benar keterlaluan! Hanya karena pengunjung perpustakaan saat ini sedikit, bukan berarti mereka leluasa menyalurkan hormon remaja mereka yang meledak-ledak. Hermione mengambil langkah seribu untuk menegur mereka. Namun saat ia akan berbelok menuju tempat pasangan kekasih haus pelepasan itu, Hermione hanya bisa terhenyak.
"Ah, Won-won..." desah Lavender. Ia berada di pangkuan Ron, dengan laki-laki itu sibuk mencumbu dan meremas dada Lavender.
Hermione tidak ingat apa saja yang ia lakukan, siapa saja yang dilaluinya. Ia tidak peduli jika orang lain memandangnya aneh karena setengah berlari di koridor, membawa buku-buku serta lembaran gambarnya yang mungkin telah bercecer berantakan. Ia seperti sedang berlari dikejar setan. Hermione hanya sadar ketika ia baru saja menabrak tubuh George atau Fred, atau mungkin murid laki-laki berambut merah lainnya. Ia tidak peduli. Ia hanya terus berjalan terburu-buru, berharap Parvati tidak ada di kamar. Hermione tidak ingin mendapat tatapan kasihan atau pertanyaan bertele-tele dari Parvati mengapa ia menangis.
Seharusnya Hermione sadar saat laki-laki itu―lebih tepatnya Ron―berkata "love", yang dimaksud bukanlah panggilan sayang biasa, namun panggilan sayang Ron kepada Lavender! Lav!
Seharusnya ia sadar dan tidak berusaha menegur dua sejoli itu.
Seharusnya ia tidak mencintai Ron.
.
.
.
BRAKK!
Hermione membanting buku-buku Biologinya dengan amarah. Sial sekali dirinya, harus menyaksikan aksi dua sejoli Ron-Lavender saling bertukar liur di perpustakaan. Hah, semangatnya untuk mengerjakan laporan dari Profesor Sprout langsung menyurut. Hermione meletakkan kepalanya pada sandaran sofa. Suasana Ruang Rekreasi tidak begitu ramai. Hanya ada beberapa murid yang mengobrol, ada pula yang tampak serius bermain catur.
Untunglah, pikir Hermione. Ia sedang mencari suasana yang tidak terlalu ramai, namun tidak terlalu sepi pula. Ia butuh mengalihkan pikiran, atau tidak hatinya akan semakin terluka. Hermione tidak mau kembali ke kamar, pasti ia akan menangis dan membuat Parvati semakin mencecarinya dengan banyak pertanyaan. Sudah cukup Parvati keheranan saat Hermione sama sekali mengabaikan teman sekamarnya saat ia selesai mandi. Tidak ada cara lain, ia harus berada di Ruang Rekreasi. Dibandingkan berada di Aula Besar, jika Hermione menangis di Ruang Rekreasi pun tidak terlalu menarik perhatian.
Hermione membuka kaleng soda yang ia ambil dari kamarnya. Ia berharap soda itu tetap dingin, untuk mendinginkan hatinya.
Mengapa jatuh cinta tidak senikmat soda dingin?
"Hei, sedang minum apa?" kejut Fred dari belakang. Fred tiba-tiba saja lompat dan menduduki sofa di samping tubuhnya. Fred langsung menyambar kaleng soda berwarna merah dari genggaman Hermione.
"Blimey, Hermione, kau benar-benar seorang Gryffindor ya? Bahkan minumanmu saja berwarna sama. Hahaha."
"Jangan dihabiskan, Fred. Itu adalah kaleng terakhirku." Gerutu Hermione. Ia tidak memberi respon berarti saat tangan Fred berada di belakangnya, bersandar pada sofa. Membuatnya seolah merangkul Hermione.
"Ah, memang ya minuman akan semakin nikmat jika milik orang lain. Haha," gelak Fred sembari meletakan kaleng soda yang tinggal separuh ke meja.
Hermione bahkan tidak repot mengeluarkan tenaga untuk mengecek seberapa banyak sisa soda yang ada. Fred tidak meminum soda berwarna kecoklatan itu karena haus, namun karena hanya ingin mengetes kesabaran Hermione.
Bah! Sesaat Hermione lupa bahwa laki-laki berambut panjang di sampingnya adalah anak nakal dan pembuat onar ulung yang mengerjai seseorang hanya untuk kesenangan. Setelah puas mengerjai gadis ikal itu dengan meminum soda miliknya, Fred hanya diam menatap Hermione. Lama-kelamaan, Hermione hanya mendelik galak saat wajah Fred mendekat. Hermione berharap wajahnya tidak memerah merona.
"Kau menyukai Ron, 'kan?"
Boom, tepat sasaran!
Seolah semua pasokan darah di tubuh Hermione disedot habis, ia menganga ngeri. Lain dirinya, lain pula Fred. Laki-laki itu malah mengembangkan senyum nakalnya yang khas. Membuat bulu roma Hermione bergidik. Demi celana dalam Kepala Sekolah Dumbledore, kesialan apa yang akan menimpanya? Kakak laki-laki dari orang yang disayanginya menembakkan kenyataan tepat pada wajahnya. Harus bersikap seperti apa Hermione selanjutnya pada Fred?
Jika saat ini bumi terbelah, Hermione dengan suka rela terjun pertama kali.
"Darimana kau tahu?!" bisiknya. Gila, ia bisa mati kutu di hadapan Fred.
"Hei, aku ini pengamat yang hebat, tahu. Tentu saja aku tahu. Aku orang yang kau tabrak di koridor tadi, dan aku melihatmu tampak seperti sehabis diteriaki Filch. Kemudian beberapa saat setelah kau lewat, aku melihat Ron dan Lavender berjalan bersama dari arah kau berlari. Kau sendiri kemari karena ingin mengalihkan pikiranmu kan?" jelas Fred. Ia mengacak-acak rambut Hermione dengan gemas. Hermione langsung mengambil tangan Fred dan menahannya.
"Hentikan, Fred. Rambutku ikal, mudah kusut. Aku sudah susah payah mengaturnya dengan krim rambut. Menyebalkan."
Larangan Hermione membuat Fred seperti mendapat dorongan untuk makin mendekat ke Hermione. Ia menarik kepala Hermione untuk mencium rambutnya.
"Hm, harum apa ini? Seperti wangi permen," Ucap Fred sambil membaui rambut Hermione. Fred memejamkan mata, membayangkan permen rasa apa yang sesuai dengan harum rambut gadis itu. "ah, bukan. Seperti kue coklat. Kau membuatku ingin memakanmu, Hermione."
"Boo, Fred. Get a room!" goda Lee Jordan saat memasuki Ruang Rekreasi. Posisi Fred yang mendekat ke rambut Hermione terlihat seperti Fred sedang mencium telinga Hermione. Tangan Fred yang digenggam di paha Hermione terlihat seperti sedang menggoda area pribadinya. Hermione langsung melonjak kaget, sedangkan Fred hanya tertawa-tawa. Wajah gadis itu merah sekali, malu disangka sedang bercumbu dengan Fred di Ruang Rekreasi.
"Kau mengganggu Fred saja. Biarkan dia dan Hermione bersenang-senang." Ujar Angelina. George hanya tersenyum penuh makna pada Fred. Fred hanya membalas mengedipkan sebelah matanya pada George.
"Jadi, sejak kapan kau menyukai Ron, Mione?" tanya Fred saat mereka sudah lenyap dari pandangan. Mata Hermione membulat saat Fred bertanya seperti itu.
"Astaga, Fred. Kenapa kau tidak menggunakan mikrofon dan katakan ke penjuru sekolah kalau aku menyukai Ron?" Hermione mengomel.
"Kenapa? Suaraku terlalu nyaring ya? Hahaha kau tidak usah panik begitu, aku akan jaga rahasiamu, Mione." Fred mengedipkan sebelah matanya ke Hermione. Semburat merah muncul di pipi Hermione.
Ugh, ia tidak suka keadaan ini. Tentu saja, ditatap dengan pandangan menggoda oleh kakak dari laki-laki yang kau suka. Terutama dengan kepopuleran Fred sebagai tukang onar dan suka mengusili orang lain. Fred sudah pasti mulai merecoki pertanyaan tentang perasaannya terhadap Ron. Merasa jengah terus-terusan diganggu oleh Fred, Hermione memilih untuk beranjak.
"Kau mau kemana?" tanya Fred kebingungan karena Hermione sudah membereskan kaleng soda dan barang-barangnya. Ia tidak memerdulikan Fred berkata apa kepadanya. Sudah cukup perasaannya hari ini sangat kacau, ia tidak memerlukan Fred untuk menambah kesal yang bersarang di dadanya.
Melihat gadis berambut ikal itu yang tidak kunjung menatapnya, Fred sontak menarik tangan mungil Hermione. Tak diduga, Hermione malah melemparkan tatapan dingin.
"Kau mengganggu,"
Entah mengapa, sesuatu yang dingin dan menyakitkan menyambar dada Fred. Selama ia bersekolah dan mengganggu banyak murid bersama George, tak pernah sekalipun Fred merasa bersalah. Tetapi saat ini Fred malah merasakan perasaan asing itu.
Rasa bersalah.
"Hei, aku minta maaf," ujar Fred panik, ikut berdiri untuk membujuk Hermione, "duduk dulu, okay?" tatapan Fred berusaha untuk meluluhkan Hermione.
Sial! Pikir Fred. Hermione sedang dalam mode marahnya, yang bahkan membuat Harry Si Hebat ketakutan. Ayo berpikir, Freddie! Lakukan sesuatu untuk membuat Hermione luluh!
Bagai gayung bersambut, Hermione memejamkan mata dan menghela napas. Gadis itu kembali duduk dengan jemari Fred yang masih menggenggam tangannya.
Masih menatap Fred marah, Hermione hanya diam saja saat Fred semakin mengeratkan genggamannya.
"Well, Hermione. Bagaimana jika kita pergi dari sini?" tawar Fred. Menatap intens manik madu milik gadis itu, masih berusaha membuatnya luluh. Sang gadis masih teguh.
"Tidak. Aku ingin pulang. Kau menggangguku."
Tiga kalimat Hermione bagaikan tiga palu godam yang bertalu di dadanya. Baiklah, aku harus melakukannya, pikir Fred. Ia harus membuat Hermione memaafkannya!
"Aku akan mengantarmu pulang ke rumah setelah ini. Tapi ayolah, aku ingin berbicara denganmu, berdua saja. Untuk meminta maaf," pinta Fred.
"Oke, baiklah," Hermione mengiyakan dengan ragu, "tapi untuk apa? Kenapa tidak di sini saja? Ini sudah hampir mendekati jam makan malam!"
"Kalau kau tahu sudah mendekati jam makan malam, lalu mengapa kau ingin pulang?" pancing Fred. Laki-laki itu tahu bahwa Hermione sebenarnya tidak ingin pulang.
"Karena aku kesal denganmu." Jawab Hermione singkat. Fred tertawa
"Makanya, ikut saja denganku. Kau akan tahu nanti,"
Fred menatap mata Hermione, membuat gadis itu sedikit bergidik. Tak pernah sekalipun Hermione melihat Fred menatapnya seperti itu. Seperti... tatapan menuntut. Memaksa. Hermione sedikit gentar dan takut, tapi ia seorang Gryffindor, 'kan? Ia seorang singa pemberani. Hal kecil seperti itu tidak akan membuatnya mengurungkan niat untuk 'kabur' sebelum makan malam berlangsung.
Hermione mengangguk.
"Ayo."
.
.
.
A/N: akhirnya selesai juga, bagaimana pendapat kalian? Tolong reviewnya ya.. terima kasih telah membaca.
