DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Wedding March © Felix Mendelssohn. Dear Bride © Kana Nishino. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.


Our Future

.

Chapter 9 – Our Surprise for the Happy Couple


20 Juli 2017…

"Akhirnya, latihan kita selesai juga…" ujar Aiko sambil merentangkan tangannya, "Mulai besok, kita benar-benar sudah tidak bisa latihan sama-sama lagi."

"Ehm, sebenarnya sih… latihan hari ini juga penuh dengan resiko," aku Hazuki, "Kalau nanti Doremi-chan pulang ke rumah dan akhirnya tahu bahwa Poppu-chan sedang tidak berada disana, bagaimana? Kalian kan tahu sendiri kalau di hari pembagian rapor, para guru dan murid SD Misora akan pulang sedikit lebih awal dari biasanya."

"Ya… tadi sih aku bilang ke onee-chan kalau aku ingin jalan-jalan dengan beberapa orang teman," sahut Pop, "Untungnya sih, aku tidak sampai asal sebut nama. Akan gawat jadinya kalau aku menyebutkan nama seorang temanku, tapi ternyata setelah itu onee-chan bertemu dengannya dan akhirnya tahu kalau aku berbohong padanya."

"Ngomong-ngomong, Poppu-chan, bagaimana keadaan di rumahmu? Pasti menyenangkan, ya?" tanya Onpu sambil tersenyum, "Apalagi, Doremi-chan sudah tinggal bersama denganmu dan kedua orangtua kalian lagi."

"Begitulah, walaupun dia hanya akan tinggal di rumah sampai hari pernikahannya, aku senang bisa melihatnya lagi," jawab Pop, "Meski begitu, entah kenapa… belakangan ini aku agak gugup. Mungkin karena setelah hari pernikahannya, onee-chan akan pindah ke rumah barunya bersama dengan Kotake-senpai."

"Ah, kalau tidak salah… tanggal 16 kemarin, kau pergi melihat-lihat rumah itu bersama dengan Doremi-chan dan Kotake-kun, kan? Apa rumahnya bagus?" tanya Momoko ingin tahu, "Yang kutahu, Kotake-kun membeli sebuah rumah minimalis yang letaknya agak dekat dengan SD Misora…"

"Ya, rumah itu memang dekat dari SD Misora, jadi onee-chan tidak perlu buru-buru pergi mengajar," jelas Pop, "Rumahnya memang tidak terlalu besar, tapi menurutku, rumah itu cukup nyaman untuk ditempati, juga mudah dibersihkannya."

Mereka berlima sedang berada di rumah Hazuki, sedang mengobrol santai tepat setelah latihan musik terakhir yang sengaja mereka lakukan untuk mempersiapkan penampilan kejutan mereka di pesta pernikahan Doremi dan Kotake sepuluh hari lagi.

"Sayangnya, saat kalian pergi melihat-lihat rumah itu, aku sendiri juga sibuk dengan pekerjaanku di toko," Momoko menghela napas, "Padahal aku juga ingin melihat rumah itu."

"Onee-chan bilang sih, dia juga ingin mengajak kalian melihat-lihat kesana, kalau kalian semua sedang tidak sibuk," Pop memberitahu, "Dia juga ingin tahu pendapat kalian, kalau-kalau ada beberapa hal dari rumah itu yang masih belum terlalu bagus, tapi menurutku sih, rumah itu tidak perlu direnovasi lagi."

"Kalau begitu, aku senang mendengarnya," wanita muda berambut pirang itupun tersenyum, "Aku akan mengontaknya nanti."

"Bagaimana dengan kalian, Hazuki-chan, Ai-chan, Onpu-chan? Apa kalian juga ingin melihat rumah yang akan ditempati oleh onee-chan dan Kotake-senpai?" sekarang giliran Pop yang bertanya, "Onee-chan juga mengajak kalian, lho."

"Untuk apa kau menanyakan hal itu lagi, Poppu-chan? Kami semua juga ingin melihat rumah itu," jawab Aiko, "Mereka sudah mengisinya dengan perabotan, kan?"

"Tentu saja sudah. Malah, Kotake-senpai sudah menyiapkannya sejak awal tahun ini, sebelum dia melamar onee-chan."

"Kotake memang orang yang tidak bisa ditebak, ya?" komentar Aiko, "Ternyata, dia bahkan sudah mempersiapkan semuanya dengan matang."

"Aku jadi penasaran ingin melihat isi rumah itu," sahut Hazuki, "Mungkin saat mereka sudah menempati rumah itu nanti, aku akan sering-sering mengunjungi mereka kesana."

"Menurutku sih, sebaiknya kau jangan sering-sering kesana, Hazuki-chan," Onpu mengutarakan pendapatnya, "Kalau kau sering kesana, kapan mereka punya waktu untuk urusan pribadi."

"Eh?"

"Memangnya, kau tidak mau melihat mereka cepat punya anak?" tambah Momoko, "Onpu-chan benar, Hazuki-chan. Kita memang seharusnya tidak boleh sering mengganggu mereka."

"Sebenarnya sih, tidak ada salahnya kalau kita mau mengunjungi mereka disana, saat mereka sudah tinggal bersama di rumah itu, asal jangan terlalu sering," Aiko pun ikut bicara, "Doremi-chan memang sahabat kita, tapi kalau dia sudah menikah, kita tidak boleh ikut campur dalam urusan rumah tangganya dengan Kotake."

"Begitu ya? Baiklah," akhirnya Hazuki mengerti, "Aku hanya akan datang kesana sesekali."

Saat itulah, tiba-tiba smartphone milik Pop berbunyi.

"Ada telpon masuk," ujar Pop sebelum mengecek nama si penelpon yang tertera di layar smartphone itu, "Onee-chan?"

"Ups, semuanya, jangan ada yang bersuara, ya," bisik Aiko. Hazuki, Onpu dan Momoko mengangguk setuju sementara Pop menjawab telpon itu.

Beberapa menit kemudian, Pop mengakhiri pembicaraannya dengan Doremi lewat telpon. Ia lalu menjelaskan apa yang tadi dibicarakannya dengan sang kakak kepada Hazuki, Aiko, Onpu dan Momoko, "Onee-chan hanya bilang kalau dia dan Kotake-senpai ingin mengajak kita makan bersama di izakaya punya Hasebe-senpai malam ini. Mereka ingin mentraktir kita makan disana. Tadi onee-chan berusaha menghubungi kalian, tapi ya… karena Hazuki-chan pernah bilang padanya bahwa dia (Hazuki-chan) jarang berada di rumah dan kalian biasa mematikan smartphone kalian disini, jadi onee-chan tidak bisa menghubungi kalian langsung. Makanya, dia menyuruhku untuk memberitahu setidaknya salah satu dari kalian tentang hal ini."

"Ah, maksudnya di izakaya milik keluarga Hasebe-kun kan?" sahut Momoko yang kemudian berseru kegirangan, "Asyik! Akhirnya aku punya kesempatan untuk makan disana. Rasanya aku tidak sabar ingin mencicipi masakan Hasebe-kun."

"Bukannya dulu… waktu kita mengikuti perkemahan musim panas, kau dan Hazuki-chan pernah memasak nasi kare bersamanya dan Yada-kun? Kau pasti sudah tahu seenak apa masakannya itu, kan?" tanya Aiko tidak mengerti.

"Itu kan nasi kare, bukan kudapan yang cocok dimakan sambil minum beer," jelas Momoko, "Entah kenapa, hari ini aku ingin sekali minum-minum bersama kalian semua."

"Eh? Minum-minum?" Hazuki merasa sedikit tidak nyaman, "Apa malam ini, kita harus minum-minum di izakaya milik Hasebe-kun sampai mabuk?"

"Ya, itu sih terserah kau, Hazuki-chan. Disana kan, Hasebe-kun juga menjual minuman non-alkohol. Kalau kau tidak ingin minum beer banyak-banyak, tidak ada yang bisa memaksamu," sahut Momoko, "Tapi kalau aku sih, rasanya aku ingin minum beer sebanyak-banyaknya hari ini."

"Heh, jadi Momo-chan mau minum banyak-banyak hari ini…" simpul Aiko, "Memangnya, ada masalah di toko kuemu, sampai-sampai kau mau minum beer sebanyak-banyaknya?"

"Tidak sih. Aku hanya ingin minum saja," Momoko tersenyum, "Apalagi di musim panas begini."

"Baiklah. Sebenarnya, tidak ada salahnya sih, kalau kau mau minum beer banyak-banyak," Aiko mengutarakan pendapatnya, "Aku hanya ingin mengingatkan padamu supaya tidak membuat kami repot hanya karena kau mabuk."

"Tenang saja, Ai-chan. Aku janji tidak akan sampai terlalu mabuk," Momoko kembali mencoba meyakinkan Aiko, "Sebanyak-banyaknya beer yang kuminum, aku tidak akan meminumnya melebihi batas toleransiku sendiri."

"Mudah-mudahan kau serius mengatakannya, Momo-chan…" sang atlet muda melirik kearah Momoko, sementara Hazuki dan Onpu menghela napas.

.O.

Tiga hari kemudian…

"Wow! Ini benar-benar rumah yang bagus!" puji Momoko saat ia melihat-lihat rumah yang akan ditempati oleh Kotake dan Doremi setelah mereka menikah nanti bersama dengan yang lainnya, "Wonderful! Great!"

"Ya, aku senang kalau kau menyukainya, Momo-chan," sahut Doremi yang akhirnya bertanya kepada yang lainnya, "Menurut kalian bagaimana, Hazuki-chan, Ai-chan, Onpu-chan?"

"Aku juga sependapat dengan Momo-chan. Rumah ini memang minimalis, tapi interiornya tertata dengan baik," komentar Hazuki, "Perabotannya juga cocok dipadukan dengan warna dinding tiap ruangannya."

"Mungkin aku tidak akan memberikan komentar yang rinci tentang rumah ini, tapi yang pasti, rumah yang akan kalian tempati ini memang bagus," tambah Aiko, "dan kelihatannya, semua barang yang ada di rumah ini berkualitas bagus…"

"Tentu saja. Kami membeli semua perabotan ini dari toko ternama. Yang dari Eropa itu, lho…"

"Tetsuya, kita disini bukan untuk mempromosikan toko itu, tapi untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi perabotan yang harus kita beli," potong Doremi, "Kita juga sekalian menanyakan pendapat Hazuki-chan dan yang lainnya tentang rumah ini."

"Begitu ya? Baiklah," sahut Kotake, "Jadi aku tidak perlu menyebutkan nama toko itu…"

"Kurasa kami masih bisa menebaknya sendiri. Intinya, kalian telah memilih perabotan yang cocok untuk ditempatkan di rumah yang bagus ini," Onpu tersenyum. Ia lalu memperhatikan sesuatu yang berada di sudut ruang santai, "Ngomong-ngomong, siapa yang beli piano ini?"

"Tentu saja aku yang membelinya, khusus untuk istri dan iparku yang tercinta," jawab Kotake dengan bangga, "Sebagai suami yang baik kan, aku harus mendukung istriku untuk mengembangkan hobinya."

"Nah, terus apa hubungannya denganku?" tanya Pop, "Kalau aku mau latihan untuk pertunjukan, aku kan masih bisa latihan di rumah."

"Ya, mungkin saja sewaktu-waktu, keadaan di rumahmu jadi tidak kondusif dan tidak memungkinkan buatmu untuk berlatih disana…" Kotake mengangkat bahu, "Kondisi di rumahmu masih sering 'memanas', kan?"

"Ah, aku mengerti. Kau… ada benarnya juga sih," Pop akhirnya mengerti maksud perkataan sang calon kakak ipar, "Kelihatannya, kau sudah kenal betul dengan kedua calon mertuamu. Kau memang calon kakak ipar yang baik."

"Tentu saja, sekarang aku sudah tahu banyak tentang keluarga kalian."

"Onii-chan, mulai detik ini, kau harus menjaga onee-chan dengan baik, ya?"

"Eh? Onii-chan?" Kotake sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, "Poppu, kau memanggilku…"

"Ya, harusnya sih… aku baru akan memanggilmu begitu minggu depan, saat kalian menikah, tapi kelihatannya, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi," aku Pop, "Onii-chan, mulai hari ini, kau juga mau menganggapku sebagai adikmu, kan?"

"Tentu saja aku mau menganggapmu seperti adikku sendiri," Kotake menepuk bahu Pop, "Nama keluarga kita memang berbeda, tapi sebenarnya… aku sudah lama menganggapmu sebagai adikku sendiri, bahkan sejak pertama kali aku mengenalmu."

"Benarkah?"

"Aku tidak berbohong," Kotake mengangguk, "Kau memang sosok adik yang baik."

"Terima kasih," ujar Pop sambil tersipu, "Aku senang memiliki calon kakak ipar yang baik sepertimu."

"Oh iya. Aku baru ingat kalau kita belum lihat-lihat ke lantai dua," kata Momoko yang dengan cepat menaiki tangga, "Aku mau lihat kamar utamanya, ya?"

Kotake, Doremi, Hazuki, Aiko, Onpu dan Pop lalu menyusul Momoko menaiki tangga ke lantai dua, berjalan memasuki kamar utama yang berada disana.

"Wow, kamar utamanya indah sekali! Kalian pasti akan betah tinggal disini!" Momoko kembali berkomentar, "Aku tidak akan heran kalau nanti… kalian punya banyak anak."

"Momo-chan, apa maksudmu?" tanya Doremi sambil tersipu, "Maksudku, apa hubungannya antara kamar utama yang bagus dengan punya banyak anak?"

"Ya, kau tahu sendiri, kan, kalau tempat yang bagus akan menghasilkan 'output' yang bagus juga. Kau mengerti maksudku, kan?" ujar Momoko sambil melirik Doremi dan tersenyum usil, "Aku tahu kau tidak sepolos itu."

"A-Ada apa dengan cengiranmu itu, Momo-chan?" sahut Doremi gugup, "Sudahlah. Daripada membicarakan tentang hal itu, lebih baik kita membicarakan hal yang lain saja."

"Hal apa yang kaumaksud?" tanya Momoko tidak mengerti.

"Tentang undangan pernikahanku," dengan cepat Doremi mengalihkan pembicaraan, "Ya, aku tahu bahwa kalian semua sudah mendapatkan undangan itu sejak beberapa waktu yang lalu, tapi… aku hanya ingin menanyakan hal ini kepada kalian, Ai-chan, Onpu-chan."

"Eh? Kami?" tanya Aiko, "Ada apa dengan undangan kami?"

"Ya, kalian yakin kalau aku tidak perlu mencantumkan nama pacar kalian disana?" lanjut Doremi, "Habisnya, aku belum kenal dengan mereka. Bahkan, saat kita semua pergi makan bersama di izakaya milik Hasebe-kun tiga hari yang lalu, kalian masih saja tidak mau menyebutkan nama mereka sama sekali."

"Ah, iya juga ya," Momoko pun teringat sesuatu, "Kenapa kelihatannya, kalian menyembunyikan identitas pacar kalian dari aku, Doremi-chan dan Hazuki-chan? Memangnya pacar kalian itu siapa sih? Apa mereka punya hubungan saudara?"

"Ya… Itu…"

"Apa nama keluarga mereka… Rius? Habisnya mereka berdua itu kedengarannya misterius sekali, sampai-sampai nama mereka belum pernah kalian sebutkan sama sekali."

"…"

"Momo-chan, bagi kita mereka memang orang yang misterius, tapi bukan berarti kau bisa membuat kesimpulan seperti itu. Kita sudah pernah membicarakan tentang hal ini sebelumnya, kan?" ujar Doremi, "Kalau boleh jujur sih, kurasa aku sudah tahu siapa nama pacar mereka. Hanya saja, aku ingin mendengarnya langsung dari mereka sendiri."

"Lebih tepatnya, ada seseorang yang memberitahu kami, dan sekarang kami hanya ingin memastikannya saja," tambah Kotake, "Senoo, Segawa, sebenarnya… kami semua sudah mengenal pacar kalian, kan?"

"Eh? Masa sih?" tanya Momoko, tidak percaya, "Kita semua sudah kenal mereka?"

"Hmm, aku kurang yakin sih, tapi jangan-jangan…" Hazuki berpikir sebentar sebelum menambahkan, "Entah kenapa, rasanya aku sudah tahu mereka itu siapa."

"Baiklah, kelihatannya, kalian sudah tidak sabar ingin mengetahuinya…" Aiko akhirnya menghela napas, "Mereka Leon dan Tooru."

"Eh?! Ai-chan jadi selingkuhannya Yamaki-sensei?!"

"Bukan Leon yang itu, tapi Leon-kun. Yang aku maksud adalah Leon-kun dan Tooru-kun dari FLAT 4," Aiko meralat perkataan Momoko dengan kesal, "Lagipula, buat apa aku jadi selingkuhan Yamaki-sensei?"

"Oh iya. Benar juga ya? Hehehehe…" Momoko tertawa, "Apalagi, kita sudah lulus dari SMA sejak delapan tahun yang lalu."

"Apa boleh buat. Yamaki-sensei mirip sekali dengan chameleon sih, jadi saat itu kita memanggilnya 'Leon'," Doremi menyilangkan kedua lengannya, "Kalau saja ada hewan lain yang lebih menyerupai dirinya…"

"Ya, memang apa boleh buat, sih. Lagipula, aku juga sependapat denganmu saat itu," sahut Aiko yang kemudian bertanya, "tapi ngomong-ngomong, sebenarnya siapa yang memberitahu kalian tentang pacar kami?"

"Tepat sebulan yang lalu, saat aku baru pulang dari Spanyol, kami bertemu dengan seseorang yang memberitahu kami," ujar Kotake, mulai menjelaskan.

.

Sebelum pulang ke rumah mereka masing-masing, ternyata Kotake dan Akatsuki sempat mampir ke apartemen yang ditempati oleh Doremi.

"Akatsuki-kun, tadi kaubilang… kau dan Fujio-kun berada di posisi yang sama mengenai masalah percintaan kalian, tapi bagaimana dengan Leon-kun dan Tooru-kun?" tanya Doremi, "Maksudku, apa mereka sudah punya pacar?"

"Memangnya, kau belum tahu kalau mereka berhasil memperjuangkan cinta mereka?" Akatsuki balik bertanya, "Kau belum tahu kalau sekarang, Leon-kun sudah berpacaran dengan Ai-chan? Kau juga belum tahu kalau sekarang, Tooru-kun juga sudah berpacaran dengan Onpu-chan?"

"Eh? Jadi… Ai-chan dan Onpu-chan berpacaran dengan mereka," simpul Doremi, "Ya, aku hanya tahu bahwa Ai-chan dan Onpu-chan sama-sama sudah punya pacar, tapi mereka belum pernah memberitahuku tentang nama pacar mereka."

"Begitu ya?" renung Akatsuki, "Ah, atau jangan-jangan mereka sengaja merahasiakan hal ini sebagai kejutan untuk kalian? Aduh, kalau itu memang benar, seharusnya aku tidak memberitahukan hal ini kepada kalian."

"Diberitahu atau tidak, nanti juga kami akan tahu," Kotake berusaha menenangkan sang mantan rival, "Lagipula, tidak ada yang memintamu merahasiakan hal ini dari kami, kan?"

"Iya juga sih, tapi kalau seperti ini, rasanya tidak etis…"

"Tenang saja. Aku yakin mereka tidak akan marah padamu," Doremi ikut mencoba menenangkan Akatsuki, "Cepat atau lambat, mereka sendiri juga pasti akan mengakuinya."

"Jadi menurutmu, aku masih boleh memberitahukannya kepada kalian?"

"Tentu saja. Lagipula, kau hanya menjawab pertanyaanku, kan?"

"Baiklah, aku percaya kepada kalian."

.

"Oh, jadi begitu ceritanya…" ujar Aiko setelah mendengar penjelasan dari Kotake, "Sebenarnya, kami memang tidak pernah menyuruhnya merahasiakan hal itu kepada kalian sih, jadi wajar saja kalau Akatsuki-kun sudah memberitahu kalian tentang hal ini."

"Ya, aku juga menganggapnya sebagai hal yang wajar," Onpu menyetujui perkataan Aiko, "tapi akan lain ceritanya jika Akatsuki-kun menyebarkan gosip tentang kami."

"Tenang saja. Dia tidak menggosipkan sesuatu tentang kalian, kok," Doremi tersenyum, "Memangnya kalian pikir Akatsuki-kun itu ibu-ibu tukang gosip?"

"Tentu saja bukan, ya?" sahut Hazuki, Aiko, Onpu dan Momoko bersamaan sebelum mereka tertawa bersama Kotake, Doremi dan Pop.

"Jadi, karena kami sudah tahu siapa pacar kalian, kami juga boleh tahu tentang rencana pernikahan kalian, kan?" tanya Doremi, "Akatsuki-kun bilang, baik Leon-kun maupun Tooru-kun sama-sama diperbolehkan menikah dengan kalian dan menghabiskan sisa hidup mereka bersama dengan kalian disini."

"Ya, memang benar sih, tapi kami masih belum yakin," jawab Aiko ragu, "Apalagi, Leon-kun belum melamarku."

"Tooru-kun juga belum melamarku, jadi aku sendiri juga belum tahu pasti," tambah Onpu, "tapi kalau boleh jujur sih, aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersama dengan Tooru-kun. Lagipula, sekarang dia sudah bukan lagi orang yang suka bertingkah laku aneh, dan aku menyukainya."

"Baiklah, kalau begitu," Doremi mengangguk, "tapi mudah-mudahan sih, kalian sudah memutuskan untuk menikah sebelum Olimpiade Tokyo dimulai. Bagaimanapun, aku tidak ingin melihat kalian jadi perawan tua."

"Tenang saja. Kami pasti akan menyusulmu dan Momo-chan, kok," sahut Aiko yang kemudian melirik Hazuki sambil menambahkan, "Hanya saja, mungkin akan lebih menarik kalau kita menunggu kabar dari pasangan musisi yang masih menggantung ini dulu…"

"E-Eh? Hubungan kami tidak menggantung kok," protes Hazuki, "Masaru-kun sudah berjanji padaku bahwa dia akan mempersiapkan pernikahan kami begitu dia selesai konser tur…"

"…akhir tahun ini, berarti masih lama, kan?" balas Aiko, "Itu namanya hubungan kalian masih menggantung."

"Seingatku, diantara kita berdua, kau yang umurnya lebih tua dariku kan, Ai-chan?" tanya Hazuki tidak mengerti, "Kalau kau mau menikah dengan Leon-kun, untuk apa kau menunggu kabar dariku dan Masaru-kun dulu sebelum kalian menikah?"

"Memangnya tidak boleh? Kau sendiri juga tahu kalau diantara kita berlima, Momo-chan yang umurnya paling tua, tapi Doremi-chan yang akan menikah lebih dulu daripada Momo-chan."

"Tapi kan…"

"Kurasa pernikahan tidak mengenal siapa yang lebih tua atau siapa yang lebih muda. Belum tentu orang yang umurnya lebih tua akan menikah duluan, dan juga, belum tentu orang yang umurnya lebih muda akan menikah belakangan. Semua itu tergantung dari diri mereka sendiri. Apa mereka sudah menemukan orang yang tepat? Atau… apa mereka sudah memantapkan diri untuk menikah. Setiap orang memerlukan waktu yang berbeda untuk mempersiapkan dirinya menuju ke pernikahan," jelas Onpu, "Kalau memang suatu saat nanti, kau jadi lebih siap dari Ai-chan dan aku, kurasa itu bukan masalah besar."

"Baiklah. Terserah kalianlah," Hazuki menghela napas, "Lebih baik sekarang kita membicarakan hal yang lain saja."

"Aku tahu! Bagaimana kalau sekarang, kita menonton DVD di ruang santai?" tawar Doremi, "Sekalian minum teh dan menikmati kue-kue yang dibawa Momo-chan kesini."

"Akhirnya kita minum teh juga," Momoko tersenyum, "Ayo, kita siapkan teh dan kuenya dulu."

Pada akhirnya, merekapun bergegas kembali ke ruang santai dan melakukan apa yang ingin mereka lakukan disana.

.O.

30 Juli 2017…

"Okasan, riasanku tidak akan jadi terlalu tebal, kan? Aku pasti akan terlihat cantik, kan?" tanya Doremi dengan agak gugup saat sang ibu merias wajahnya di dalam kamarnya, mempersiapkan dirinya sebelum berangkat ke hotel tempat prosesi pernikahannya akan diadakan hari ini, "Ah, aku gugup sekali sekarang."

"Kau tidak perlu khawatir seperti itu, Doremi. Okasan jamin kau akan terlihat sangat cantik hari ini," sahut sang ibu yang baru saja selesai meratakan bedak yang ditaburnya di wajah sang putri sulung, "Apalagi, hari ini hari yang spesial buatmu. Kau akan menikah di hari ulang tahunmu sendiri."

"Ah, rasanya jantungku ini berdegup kencang sekali. Jam berapa ini?" sang guru muda berambut merah panjang tidak bisa menyembunyikan kegugupannya, "Kira-kira Tetsuya sudah sampai di hotel belum ya?"

"Hei, Doremi, kau tenang saja. Kalau kau gugup begini, bagaimana okasan bisa meriasmu dengan baik?" sang ibu kembali mencoba menenangkan putri sulungnya itu, "Sekarang tenangkan dirimu, ya? Tarik napasmu dalam-dalam, setelah itu keluarkan dengan perlahan, oke? Okasan tahu bahwa kau pasti akan gugup disaat seperti ini, tapi sebisa mungkin, kau juga harus berusaha menenangkan dirimu."

"Baiklah," Doremi menuruti apa yang dikatakan oleh sang ibu, dan perkataan itu terbukti benar. Saat ia mulai bisa menenangkan diri, sang ibu kembali meneruskan pekerjaannya merias wajah putrinya tersebut.

"Okasan?"

"Hmm? Ada apa?"

"Waktu okasan menikah dengan otousan dulu, apa okasan sempat gugup seperti aku tadi?" tanya Doremi ingin tahu, "Pasti dulu, okasan juga merasakannya, kan?"

"Tentu saja. Wanita mana di dunia ini yang tidak merasa gugup menghadapi pernikahannya sendiri," jawab sang ibu dengan tersenyum, "Meski begitu, perasaan gugup tersebut harus dapat kita kendalikan dengan baik. Jangan sampai itu membuatmu melakukan kecerobohan yang fatal."

"Begitu ya?" Doremi tersipu, "Sekarang, kita masih belum terlambat, kan?"

"Tentu saja belum. Pernikahanmu baru akan mulai dua jam lagi, jadi kau tidak perlu cemas," ujar sang ibu yang baru saja selesai mengaplikasikan eye shadow dan eyeliner pada kelopak mata Doremi yang sekarang tertutup, "Kau mau pakai bulu mata palsu, kan?"

"Eh? Apa aku perlu memakainya?" Doremi membuka matanya.

"Bulu matamu tidak terlalu lebat, dan ada beberapa helai yang tidak panjang dan lentik," jelas sang ibu, "Kau mau terlihat cantik hari ini, kan?"

"Baiklah, tapi jangan pakaikan aku bulu mata palsu yang lebat," pinta Doremi, "Aku takut kalau nanti mataku akan terasa berat hanya gara-gara bulu mata yang kupakai terlalu lebat."

"Tentu saja, okasan sudah pilihkan bulu mata palsu yang cocok untukmu."

"Okasan memang ibu yang terbaik," Doremi tersenyum, "Aku bersyukur memiliki ibu yang baik seperti okasan."

"Terima kasih," sang ibu tertawa kecil, "Baik, sekarang kau harus pejamkan matamu lagi. Ibu harus memasangkan bulu mata palsu ini di kelopak matamu."

"Okasan, bagaimana? Apa onee-chan sudah selesai dirias?" tanya Pop yang baru saja memasuki kamar itu, "Rambut onee-chan tidak perlu disanggul kan?"

"Untuk sementara sih, rasanya tidak perlu," jawab sang ibu yang dengan hati-hati memakaikan bulu mata palsu di kedua kelopak mata Doremi, "Setelah ini tinggal pakai penjepit bulu mata supaya lentik, lalu pakai maskara, perona pipi, dan yang terakhir… lipstik."

"Setelah itu langsung berangat ke hotel kan?"

"Tentu saja. Memangnya apa lagi yang harus kita lakukan disini?" sang ibu kemudian bertanya kepada Pop, "Bagaimana dengan Kimitaka-kun? Dia pasti akan datang ke hotel, kan?"

"Ya… dia akan datang," kali ini Pop yang tersipu, "Kita akan bertemu dengannya disana."

"Putri-putriku ini memang sudah besar sekarang, ya," komentar sang ibu, "Mungkin dalam waktu beberapa tahun lagi, okasan kembali hanya akan tinggal disini berdua saja dengan otousan."

"Tenang saja, okasan. Saat aku sudah punya anak nanti, aku pasti akan sering-sering berkunjung kesini untuk menjengukmu," sahut Doremi, "Anak-anakku pasti akan senang bertemu dengan kakek dan neneknya disini."

"Hei, memangnya onee-chan berencana punya anak berapa?" goda Pop, "Bukannya onee-chan baru akan menikah dua jam lagi?"

"Ah, sudahlah Poppu. Kau selalu saja menggodaku."

"Sudah sudah, kalian ini."

Ketiga wanita itu terus saja mengobrol saat sang ibu merias wajah Doremi sampai selesai.

.

Sementara itu, di rumah lain…

"Eeeh?! Kimura, kenapa kau baru bilang sekarang kalau kau tidak bisa datang ke pernikahanku hari ini? Kalau sudah begini, siapa yang bisa menggantikan posisimu?" tanya Kotake saat ia berbicara dengan salah seorang sahabatnya, Kimura Takao, lewat telepon, "Justru aku memintamu menjadi pendamping karena Kouji juga tidak bisa datang hari ini. Kalau sudah begini, siapa yang harus kumintai tolong?"

Sang pengantin pria lalu menyimak apa yang didengarnya dari smartphone di tangannya, "Hmm, jadi menurutmu, karena sekarang kami sudah tidak bersaing lagi, aku bisa meminta bantuannya? Baiklah, aku akan mencobanya. Mudah-mudahan sih, dia tidak akan dengan sengaja menghilangkan cincin pernikahanku nanti."

Dengan cepat Kotake mengakhiri percakapannya dengan Kimura dan menghubungi nomor lain yang tersimpan di smartphonenya, "Ah, begini, aku hanya ingin minta bantuanmu hari ini."

.

Dua jam kemudian, di sebuah aula yang luas yang terdapat di hotel dekat pantai…

Lagu 'Wedding March' mulai terdengar menggema di dalam aula tersebut saat sang mempelai wanita memasuki ruangan bersama dengan sang ayah dan berjalan menuju ke altar yang telah disediakan, sementara sang ibu dan adik dari mempelai wanita berjalan di belakang mereka lalu bergegas menduduki bangku yang telah disediakan khusus untuk mereka. Acara pun dimulai saat sang mempelai wanita bertemu dengan sang mempelai pria di altar.

Prosesi pernikahan itupun berlangsung dengan khidmat, sampai pada saat janji pernikahan dibacakan oleh kedua mempelai. Keduanya pun saling berciuman setelah memakaikan cincin pernikahan di jemari tangan pasangan mereka masing-masing.

"Aku senang. Akhirnya sekarang, kau benar-benar sudah menjadi istriku," bisik Kotake setelah ia berciuman dengan Doremi, "dan kuharap, mulai detik ini, tidak akan ada lagi yang bisa memisahkan kita berdua."

"Aku juga berharap begitu," balas Doremi sambil tersenyum manis, "Aku benar-benar ingin hidup bersama denganmu selamanya."

Pasangan suami-istri yang baru menikah itupun saling berpelukan, membuat semua orang yang melihat mereka bersorak gembira.

Tepat sebelum prosesi melempar buket bunga yang seharusnya dilakukan setelah pemotongan kue pernikahan yang dipesan khusus dari toko kue milik Momoko, Pop menginterupsi acara tersebut dengan sebuah pemberitahuan tentang penampilan kejutannya bersama dengan Hazuki, Aiko, Onpu dan Momoko. Mereka memulai penampilan mereka sesaat setelah itu.

Sebenarnya, penampilan kejutan yang mereka perlihatkan sangatlah sederhana. Hazuki, Aiko, Momoko dan Pop memainkan alat musik kesayangan mereka masing-masing, mengiringi Onpu yang menyanyikan lagu milik Kana Nishino berjudul 'Dear Bride'. Hanya saja, karena mereka menampilkannya dengan sepenuh hati, penampilan kejutan tersebut menjadi terlihat sangat istimewa, terutama bagi Doremi dan Kotake yang di hari itu menjadi 'Raja dan Ratu sehari' disana.

Acara pun kembali dilanjutkan, dan prosesi melempar buket bunga pengantin pun dilaksanakan. Secara mengejutkan, walaupun Hazuki mengaku bahwa dia baru akan mempersiapkan pernikahannya dengan Yada Masaru akhir tahun ini, kenyataannya Hazuki jugalah yang mampu menangkap buket bunga yang dilempar oleh Doremi.

"Eh, kok Hazuki-chan yang dapat bunganya? Kenapa bukan aku yang mendapatkannya?" tanya Momoko protes, "Padahal kan, sudah jelas-jelas aku yang sebentar lagi akan menikah."

"Ya, mungkin itu artinya, kau harus cepat-cepat membicarakan tentang pernikahanmu dengan Yada-kun, Hazuki-chan," sahut Doremi yang menghampiri Hazuki dan ketiga sahabat baik mereka yang lain bersama dengan Kotake, "Apalagi, saat ulang tahunmu, Yada-kun sudah melamarmu. Mungkin kita memang sudah membicarakan tentang hal ini sebelumnya, tapi jujur saja, aku tidak yakin kalau Yada-kun tidak ingin cepat-cepat menikah denganmu, padahal dia sudah melamarmu lebih dari lima bulan yang lalu."

"Doremi-chan… Kotake-kun…" Hazuki tersipu, lalu bertanya, "Doremi-chan, apa kau sengaja melempar buket bunga ini ke arahku? Kau kan tahu sendiri kalau Masaru-kun…"

"Tunggu. Mana mungkin aku sengaja melemparnya ke arahmu? Tentu saja tidak," potong Doremi, "Malah tadinya, kupikir Momo-chan yang akan mendapatkannya. Kau tahu sendiri kan, kalau Momo-chan sebentar lagi juga akan menikah?"

"Eh? Begitu ya?" Hazuki terlihat kebingungan, "Jadi sekarang, kenapa kalian menghampiri aku dan yang lainnya?"

"Tentu saja, karena kami ingin berterima kasih kepada kalian semua. Habisnya, penampilan kejutan kalian bagus sekali," Doremi tersenyum, "Kami benar-benar menyukainya."

"Kalau aku sih, hanya ingin membantu seorang teman yang ingin memberikan kejutannya untuk salah seorang diantara kalian," aku Kotake, "Tadinya, dia mengaku tidak bisa datang di pernikahan kami hari ini, tapi ternyata, dia datang secara diam-diam dan meminta bantuan kami untuk meluruskan masalahnya."

"Apa maksudmu?"

"Maksud Kotake adalah… aku ingin cepat-cepat menikah denganmu, Fujiwara," tiba-tiba, Yada Masaru datang menghampiri mereka dan memberitahukan sesuatu kepada Hazuki, "Ternyata, konser tur yang kuikuti hanya berlangsung sampai bulan ini saja, jadi aku bisa datang kemari."

"Benarkah?"

Yada mengangguk, "Jadi, kau mau ikut mempersiapkan pernikahan kita sampai akhir September ini, kan?"

"Aku mau," jawab Hazuki dengan cepat. Ia lalu memeluk Yada dan mengulangi perkataannya, "Aku juga ingin menikah denganmu tahun ini, Masaru-kun."

"Eits, tapi kalian jangan coba-coba mendahuluiku seperti Doremi-chan dan Kotake-kun, ya? Kalau kalian ingin menikah, sebaiknya kalian menikah awal bulan Oktober saja, ya?" ujar Momoko, memberi syarat, "Aku tidak ingin ada yang mendahuluiku lagi."

"Hei, Momo-chan, jangan begitu. Semuanya kan terserah kepada Hazuki-chan dan Yada-kun," sahut Doremi, "Kalau mereka ingin menikah lebih dulu, biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka inginkan."

"Sebenarnya sih, aku ada pertunjukan penting September ini, jadi tidak masalah buatku kalau memang kami baru bisa menikah di bulan Oktober," aku Hazuki, "Bagaimana menurutmu, Masaru-kun?"

"Yang penting, kita bisa segera menikah. Itu saja," tambah Yada, "Tidak peduli di bulan apapun, aku hanya ingin menikah denganmu."

"Baiklah, karena tugas kami sekarang sudah selesai, lebih baik sekarang aku dan Doremi mendatangi tamu-tamu yang lain," ujar Kotake, "Belum lagi, ada beberapa wartawan yang ingin mewawancarai kami berdua."

"Eh? Jadi… wawancaranya akan dimulai sekarang juga?" tanya Doremi yang tiba-tiba merasa gugup, "Aduh, bagaimana ini? Riasan wajahku masih belum berantakan, kan?"

"Tenang saja. Istriku yang satu ini masih terlihat cantik, kok," Kotake berusaha menenangkan istrinya yang baru saja dinikahinya itu, "Ayo, kita datangi mereka sekarang. Kalau kita melakukan wawancara itu bersama-sama, aku yakin semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja."

"Baiklah, aku percaya padamu."

Pasangan pengantin baru itupun bergegas menghampiri beberapa wartawan yang sudah menunggu mereka.

.

Sore harinya…

Pesta pernikahan Kotake dan Doremi memang diadakan di hotel, tapi setelah pesta itu selesai, keduanya langsung pulang ke rumah baru mereka dengan menggunakan mobil milik Kotake.

"Tidak apa-apa kan, kalau kita tidak pulang dengan menggunakan mobil atap terbuka yang bagian belakangnya diikat dengan kaleng-kaleng bekas seperti yang ada di film-film itu?" tanya Kotake saat ia mengemudikan mobilnya menuju ke rumah mereka, "Setidaknya, mobil ini kubeli dengan menggunakan uangku sendiri."

"Tentu saja tidak apa-apa, Tetsuya. Kita memang tidak harus menggunakannya, kan?" sahut Doremi, "Apalagi, rasanya sekarang aku capek sekali."

"Ya, kau memang kelihatan lelah sekarang," Kotake menoleh kearah istrinya sebentar sebelum kembali memusatkan perhatiannya kepada jalan yang dilaluinya, "Karena itu, aku ingin kau langsung masuk ke kamar begitu kita sampai di rumah. Biar aku saja yang membawakan barang-barang bawaan kita ke kamar."

"Eh? Tapi, Tetsuya…"

"Aku hanya tidak ingin melihatmu kelelahan, jadi aku mohon padamu untuk langsung ke kamar begitu kita sampai nanti," potong Kotake, "Aku memintamu melakukannya karena aku peduli padamu."

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menuruti kemauan suamiku ini," Doremi tersenyum, "Kalau kau memang tidak keberatan membawa barang-barangku juga, aku tidak bisa lagi melarangmu."

"Ya, tapi kau juga harus ingat bahwa kita harus melakukan sesuatu setelah kita sampai di rumah."

"Ah, ya… tentu saja aku mengingatnya, tapi entah kenapa, saat aku memikirkannya, aku jadi gugup lagi."

"Kelihatannya, sepanjang hari ini, kau jadi sering gugup," komentar Kotake, "Tenang saja, Doremi. Kita akan memulainya pelan-pelan. Lagipula, sebelum itu kau juga harus menghapus riasan wajahmu dulu."

"Benar juga sih," Doremi tersipu, "Jadi, nanti kau pasti akan sabar menungguku membersihkan riasan wajahku, kan?"

"Tentu saja," jawab Kotake dengan yakin, "Demi istriku tercinta, aku rela melakukan apapun."

Tak lama kemudian, akhirnya mereka sampai di rumah.