DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.


Our Future

.

Chapter 10 – The Shocking News after the Honeymoon


12 Agustus 2017…

"Maafkan aku, Tetsuya," ujar Doremi saat ia dan Kotake berjalan di lorong sebuah hotel yang berada di salah satu pulau di kepulauan Okinawa, "Gara-gara hal ini, kita akhirnya tidak jadi ke pantai hari ini."

"Sudahlah, tidak apa-apa. Ini bukan salahmu," Kotake mencoba meyakinkan sang istri agar tidak perlu merasa bersalah hanya karena sesuatu yang telah terjadi padanya, "Lagipula, kau memang pasti akan mengalaminya tiap bulan, kan? Setidaknya, ini kali pertama kau mengalaminya saat kita sudah menikah."

"Memangnya, kau tidak marah padaku? Kalau aku mengalaminya sekarang, artinya kan… selama seminggu kedepan, kita harus menunda…"

"Itu tidak jadi masalah buatku," potong Kotake, "Kalau memang kita belum bisa punya anak dalam waktu dekat, aku akan menunggu dengan sabar sampai tiba saatnya aku mendengar kabar baik itu. Yang penting, kita bisa menikmati hidup kita sebagai sepasang suami istri."

"Tetsuya…" Doremi tersipu, "Jadi, kau tidak keberatan kalau hari ini, kita hanya bisa jalan-jalan ke pusat perbelanjaan?"

"Tidak apa-apa. Lagipula dengan begini, kita bisa mulai memilih dan membeli oleh-oleh untuk keluarga kita di Misora. Untuk keluarga besar kita," Kotake tersenyum, "Tentang 'rencana istimewa' kita, kurasa kita masih punya waktu banyak disini. Kita kan masih akan berada disini sampai akhir bulan ini. Kita baru akan pulang ke Misora tanggal 31 kan?"

"Ya, kau benar juga sih," Doremi akhirnya membalas senyuman sang suami, "Kau benar-benar suami yang perhatian, Tetsuya."

"Tentu saja. Aku pasti akan selalu memperhatikan istriku yang paling kucintai ini."

Keduanya pun berjalan kearah sebuah taksi yang sudah menunggu mereka diluar. Taksi tersebut akhirnya membawa mereka menuju ke sebuah pusat perbelanjaan.

.

Sementara itu, di Misora…

Terlepas dari kenyataan bahwa libur musim panas masih berlangsung, nyatanya hari ini Momoko masih saja sibuk mengurusi toko kuenya. Semua ini berkat kreasi ice cream cookies dan ice cream cake buatannya yang di musim panas ini menjadi kue andalan dari toko tersebut.

Namun karena itu juga, Momoko sendiri jadi tidak punya waktu untuk mempedulikan kesehatannya, sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal pada dirinya sejak dua bulan terakhir. Bahkan hari ini, meskipun dirinya sudah merasa tidak enak badan sejak pagi hari, Momoko tetap saja memaksakan diri untuk pergi bekerja mengurusi tokonya. Akibatnya, hanya dalam waktu dua jam setelah ia tiba di tokonya, Momoko tiba-tiba jatuh pingsan. Beberapa pegawai toko kue miliknya pun memutuskan untuk membawanya ke Rumah Sakit tempat Hana-chan bekerja.

Saat Hana-chan melihat Momoko dibawa masuk ke Rumah Sakit, ia dengan cepat mengajukan diri supaya bisa memeriksa kondisi kesehatan Momoko. Sang dokter muda itupun memeriksa keadaan Momoko di ruang prakteknya.

"Eh? Apa aku tidak salah? Kenapa hasilnya…" gumam Hana-chan tidak percaya saat ia mempelajari hasil tes darah Momoko, "Bukannya Momo baru akan menikah bulan September ini? Tapi kenapa…"

"Hmm… Ah, dimana ini?" Momoko pun siuman. Iapun bangkit dari ranjang pemeriksaan dan melihat kesekitar ruangan itu lalu menyadari bahwa ia sedang berada di Rumah Sakit bersama dengan Hana-chan sekarang. Ia lalu bertanya kepada sang dokter muda yang sejak tadi memeriksanya itu, "Hana-chan, kenapa sekarang aku ada disini?"

"Ya, tadi beberapa pegawai tokomu membawamu kesini begitu mereka melihatmu pingsan di tokomu, dan kebetulan aku sedang bertugas disini. Untungnya, aku tidak sedang mengurus pasien lain, jadi aku bisa memeriksamu sekarang," jelas Hana-chan, "dan bicara tentang hasil pemeriksaanmu, aku harus menanyakan sesuatu yang penting padamu, sebelum aku memastikan bahwa ini hasil yang valid."

"Memangnya, apa yang ingin kautanyakan, Hana-chan? Kenapa kelihatannya kau sangat khawatir?" tanya Momoko tidak mengerti, "Aku tidak sedang terkena penyakit parah, kan? Hanya kelelahan saja?"

"Tenang saja. Dari hasil pemeriksaan, kau memang tidak sedang sakit parah, hanya saja…" Hana-chan sempat ragu sebentar sebelum akhirnya mengutarakan pertanyaan yang dimaksud, "Kapan kau terakhir datang bulan?"

"Eh? Datang bulan? Karena sekarang kau mengungkitnya, aku baru ingat kalau selama beberapa minggu ini, aku belum datang bulan lagi. Terakhir kali aku datang bulan itu… di pertengahan bulan Juni," Momoko mencoba mengingat-ingat, lalu tiba-tiba berseru, "Tunggu dulu! Kenapa kau menanyakan hal ini padaku? Jangan-jangan…"

"Ya, Momo, kau sedang hamil," simpul Hana-chan, "dan usia kandunganmu sudah enam minggu."

"Usou… Aku hamil?" Momoko sedikit tidak percaya dengan hasil pemeriksaan tersebut, "Padahal seingatku, kami tidak pernah lupa menggunakan pengaman, dan aku… Seingatku aku tidak pernah lupa untuk… Ah, benar juga."

"Ada apa, Momo?"

Momoko dengan cepat menjawab pertanyaan Hana-chan dengan berbisik, dan setelah mendengar jawaban Momoko, Hana-chan mengangguk.

"Itu memang mungkin saja terjadi, Momo," sang dokter muda berkomentar, "Habisnya, kau belum menikah tapi sudah seagresif itu."

"Ya, mungkin memang aku dan Steve-kun telah melakukan kesalahan yang besar," Momoko menghela napas, "Ironis juga. Padahal aku baru akan menikah akhir bulan September nanti, tapi sekarang… aku malah sudah hamil duluan. Kalau nanti Doremi-chan dan Kotake-kun pulang dari Okinawa dan melihatku dalam keadaan begini, apa yang akan mereka katakan padaku?"

"Hmm, memang keadaannya ironis sih. Itu artinya, kau sudah mengandung saat menghadiri pesta pernikahan mereka," renung Hana-chan, "Ngomong-ngomong, apa tidak sebaiknya, kau memajukan tanggal pernikahanmu?"

"Aku mau saja memajukannya, tapi masalahnya, Steve-kun masih ada urusan pekerjaan di Kanada, dan baru akan kembali ke Misora pertengahan bulan depan," Momoko lalu menyadari sesuatu, "Ah, bagaimana dengan gaunku? Apa nanti aku akan terlihat gendut? Kalau sekarang saja usia kandunganku sudah enam minggu, artinya… saat pernikahanku nanti, usia kandunganku…"

"Sekitar tiga bulan," lanjut Hana-chan, "dan saat itu, perutmu sudah akan mulai terlihat membesar."

"Aduh, bagaimana ini?" tanya Momoko panik, "Kalau keadaannya seperti ini, orang-orang yang kuundang ke pesta pernikahanku nanti pasti akan membicarakan tentang kehamilanku tanpa henti. Bagaimana menurutmu, Hana-chan?"

"Ya, aku hanya bisa mengusulkan padamu untuk mempercepat pernikahanmu saja, tidak lebih," jawab Hana-chan, "Kalau kau butuh saran yang lebih banyak, lebih baik kau tanya yang lain saja."

"Tidak mungkin dong. Nanti mereka akan memikirkan hal yang tidak-tidak tentangku."

"Masa sih? Kupikir Doremi dan yang lainnya pasti akan mengerti tentang keadaanmu. Kita semua kan sahabat baik."

"Masalahnya sekarang, mereka sedang punya urusan masing-masing," keluh Momoko, "Doremi-chan sedang bulan madu ke Okinawa bersama Kotake-kun. Hazuki-chan sudah mulai latihan untuk pertunjukannya. Ai-chan juga sedang berlatih lari supaya dia bisa memecahkan rekor barunya, sedangkan Onpu-chan… sudah mulai sibuk syuting untuk film terbarunya."

"Kau kan bisa menanyakannya kepada mereka, kalau mereka sudah selesai dengan urusan masing-masing," sahut Hana-chan, "Atau paling tidak, kau bisa bertanya kepada salah satu diantara mereka yang sudah lebih dulu menyelesaikan urusannya."

"Salah satu diantara mereka berempat yang sudah lebih dulu menyelesaikan urusannya…" Momoko mulai memikirkan apa yang dikatakan Hana-chan, "Doremi-chan dan Kotake-kun baru akan pulang dari Okinawa tanggal 31 Agustus, sementara Hazuki-chan masih akan tetap berlatih sampai bulan September. Latihan Ai-chan dan syuting film Onpu-chan juga belum akan berakhir di akhir bulan ini, jadi…"

"Cocok sekali! Kau memang sebaiknya menanyakan hal ini kepada Doremi!" seru Hana-chan, "Lagipula, diantara yang lainnya, hanya Doremi yang sudah menikah. Ya, mudah-mudahan sih, Doremi bisa memberikan saran yang lebih baik dariku."

"Mudah-mudahan saja," Momoko menghela napas, "Baiklah, aku akan mendatangi rumahnya tanggal 31 nanti."

.O.

31 Agustus 2017…

Tepat saat Kotake dan Doremi baru saja selesai merapikan barang-barang mereka di rumah mereka, seseorang mendatangi rumah mereka dan membunyikan bel rumah tersebut.

"Aduh, siapa sih yang datang jam segini? Memangnya dia tidak tahu kalau kita baru saja ingin bersantai di rumah?" keluh Kotake, "Kita kan baru saja pulang dari Okinawa hari ini."

"Jangan seperti itu, Tetsuya. Siapa tahu saja ada hal penting yang ingin dibicarakan. Mungkin saja itu Chikazuki atau guru lain dari sekolah yang ingin memberikan pengumuman kepadaku, atau mungkin saja itu temanmu di tim sepak bola," sahut Doremi sambil melangkahkan kakinya ke pintu depan, "Kalau kau tidak ingin membuka pintunya, biar aku saja yang menyambut orang itu."

"Terserah kaulah. Sekarang aku hanya ingin menonton TV dan bersantai disini," Kotake menyalakan televisi di ruang santai lalu duduk di sofa, "Kalau yang datang adalah temanku di tim sepak bola, suruh saja dia pulang. Kalau memang ada hal penting yang ingin dibicarakan, lebih baik dibicarakan besok saja. Aku sedang tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa sekarang."

"Ya ya," Doremi pun membuka pintu depan, dan saat ia mengetahui siapa yang datang, ia menyapa orang itu, "Ah, ternyata Momo-chan yang datang. Konnichiwa."

"Konnichiwa, Doremi-chan," sahut Momoko yang kemudian bertanya sambil melihat-lihat kesekitarnya, "Anou, apa kita bisa bicara berdua saja sekarang? Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu."

"Hmm, berdua saja ya? Memangnya, hal apa yang ingin kaubicarakan?" tanya Doremi ingin tahu.

"Pokoknya aku tidak ingin ada yang mengetahui hal ini selain kita berdua," jawab Momoko, "Please, Doremi-chan. Aku benar-benar ingin membicarakan hal ini denganmu."

"Baiklah, kurasa kita bisa membicarakannya di kamarku sekarang, tapi aku minta izin Tetsuya dulu, ya?" akhirnya Doremi memutuskan. Momoko pun mengangguk setuju. Setelah Doremi meminta izin kepada Kotake untuk diperbolehkan mengobrol bersama dengan Momoko di kamar mereka, Iapun menaiki tangga bersama dengan Momoko menuju ke lantai dua dan memasuki kamar tersebut.

"Jadi, apa yang ingin kaubicarakan sekarang?" Doremi membuka pembicaraan tersebut setelah mereka berdua duduk di tepi tempat tidur, "Kau ingin bertanya padaku tentang pengalamanku dengan Tetsuya di Okinawa, ya?"

"Tidak, bukan itu," Momoko menggeleng, "Apa kau melihat ada sesuatu yang berbeda dariku?"

"Sesuatu yang berbeda? Kelihatannya kau… sama saja menurutku, hanya saja…" Doremi memperhatikan Momoko dari ujung kepala sampai ujung kaki sebelum melanjutkan komentarnya, "Kau terlihat sedikit lebih gendut. Apa ini gara-gara kau sering mencicipi kreasi kue baru buatanmu sendiri?"

"Ya, memang itu yang ingin kubicarakan sekarang."

"Maksudmu, kau benar-benar membuat banyak sekali kreasi kue baru bulan ini? Dan kau ingin aku memberikan saran padamu tentang diet sehat?"

"Bukan begitu," Momoko kembali menggeleng, "Aku jadi seperti ini bukan karena aku kebanyakan makan kue, tapi karena aku… sedang hamil."

"Eh?! Momo-chan, kau tidak sedang bercanda, kan? Jadi maksudmu, kau hamil sebelum menikah?" tanya Doremi tidak percaya, "Ya, aku tahu bahwa kalian sudah sering melakukan hal 'itu' selama ini, tapi… kurasa kalian masih bisa mengontrolnya supaya tidak jadi parah seperti ini. Kenapa sekarang…"

"Begitulah… Aku ingin bertanya padamu tentang apa yang harus kulakukan sekarang," Momoko menghela napas, "Bagaimana dengan pernikahanku? Apa aku harus memajukannya?"

"Hmm, bagaimana ya? Aku memang sudah menikah, tapi… kau bisa lihat sendiri kalau usaha kami untuk cepat punya anak masih belum membuahkan hasil. Padahal ini sudah sebulan sejak pernikahan kami," Doremi mengerutkan alisnya, "Ngomong-ngomong, berapa usia kandunganmu sekarang?"

"Sudah sekitar dua bulan, dan aku baru mengetahui tentang hal ini lebih dari dua minggu yang lalu," jelas Momoko, "Saat itu, aku sedang bekerja di toko kueku, tapi tiba-tiba aku jatuh pingsan dan dibawa ke Rumah Sakit. Disana, kebetulan Hana-chan yang memeriksaku, dan… katanya aku hamil."

"Jadi begitu…" Doremi lalu berpikir sebentar sebelum bertanya lagi, "Karena hal itu, kau ingin memajukan tanggal pernikahanmu?"

"Ya, maunya sih begitu, tapi… Steve-kun bilang, pernikahan kami tidak bisa dimajukan."

"Kalau begitu, kenapa kau masih bertanya padaku tentang hal itu? Kalau memang kalian tidak bisa memajukannya, kurasa tidak apa-apa kalau kalian menikah di tanggal yang sudah kalian sepakati," Doremi mulai mengutarakan pendapatnya, "Kau tidak perlu malu kalau memang kau sudah hamil sebelum menikah dengan Steve-kun. Yang penting kan kalian saling mencintai."

"Tapi bagaimana dengan tamu-tamu yang datang? Saat pernikahanku nanti, kandunganku pasti sudah bertambah besar. Perutku pasti lebih terlihat gendut daripada yang sekarang," ujar Momoko panik, "Sekarang saja, kau sudah tahu kalau perutku terlihat lebih gendut. Kalau sudah begini, apa yang harus kukatakan saat mereka bertanya tentang kehamilanku? Dan juga, bagaimana aku bisa mengenakan gaun pernikahanku?"

"Momo-chan, kurasa kau tidak perlu ambil pusing mengenai hal ini. Setidaknya, gaun pengantinmu baru akan kaupesan besok, kan? Atau berapa hari lagi?" Doremi mencoba menenangkan Momoko, "Mengenai tamu-tamu yang akan datang ke pesta pernikahanmu, kupikir mereka tidak akan mempermasalahkan tentang pernikahanmu. Mereka justru akan mengerti tentang keadaanmu."

"Jadi menurutmu, aku harus menanggapi ini semua dengan berpikir positif?"

"Tentu saja. Lagipula kan, sekarang kau sedang hamil. Kalau dalam keadaan begini kau malah panik dan berprasangka buruk terhadap tamu-tamu yang diundang ke pernikahanmu, bisa-bisa itu berpengaruh buruk terhadap kandunganmu sendiri. Intinya sih, jangan melakukan sesuatu yang bisa membahayakan kandunganmu. Justru disaat seperti ini, kau harus merasa bersyukur."

"Eh?" tanya Momoko tidak mengerti, "Doremi-chan, apa maksudmu?"

"Ya, mungkin kau bisa menganggapku naif atau semacamnya, tapi kalau boleh jujur, aku sedikit iri padamu," aku Doremi, "Entah kenapa, aku ingin sekali cepat-cepat hamil, tapi sekarang malah kau yang sedang hamil."

"Mou, ayolah, Doremi-chan. Kau kan baru sebulan ini menikah dengan Kotake-kun. Kalian masih punya banyak waktu, jadi kau tidak perlu iri padaku."

"Aku tahu, tapi entah kenapa, rasanya aku ingin sekali cepat-cepat memiliki anak kandung. Aku ingin tahu bagaimana rasanya kalau sedang hamil."

"Percaya padaku, rasanya tidak begitu nyaman. Sejak aku tahu kalau aku hamil, setiap kali aku bangun pagi, aku pasti merasa mual. Malah sekarang, aku sering merasa capek. Kurasa sebaiknya kau tidak perlu buru-buru punya anak."

"Lho, waktu itu kau malah ingin supaya aku punya banyak anak. Kenapa sekarang kau malah berkata begitu?"

"Ini demi kebaikanmu, juga murid-murid di kelasmu. Kau masih ingin mengajar tanpa merasa tidak enak badan, kan?" Momoko mengutarakan alasannya, "Kau boleh saja punya anak sebanyak mungkin, tapi sebaiknya kau pelan-pelan saja mendapatkannya, ya?"

"Terserah kaulah," Doremi menghela napas, "Memangnya, kau tidak ingin kalau nanti, anakmu bisa sekelas dengan anakku di sekolah mereka, seperti kita dulu?"

"Tentu saja aku ingin melihat mereka akrab begitu," Momoko akhirnya tersenyum, "Ya, kalau memang kau ingin cepat-cepat punya anak, aku bisa apa? Yang bisa menentukan kebahagiaanmu kan hanya dirimu sendiri."

Momoko lalu berdiri dan mulai berjalan kearah pintu, bersiap meninggalkan rumah itu, "Baiklah, Doremi-chan, aku pulang dulu, ya? Terima kasih atas saranmu. Sekarang aku sudah tidak khawatir lagi dengan kandunganku dan pernikahanku."

"Sama-sama, Momo-chan," sang guru muda dengan cepat mengambil sebuah tas kertas yang ditaruh didalam kamar tersebut dan menyerahkannya kepada Momoko, "Karena kau sekarang kesini, kelihatannya lebih baik aku memberikan oleh-oleh untukmu sekarang saja, ya? Ini."

"Thank you very much," sahut Momoko sambil menerima tas kertas itu, "Sampai jumpa di pernikahanku nanti, ya?"

Doremi mengangguk, "Bye bye, Momo-chan."

Setelah mengantar Momoko sampai ke pintu depan, Doremi bergegas menuju ke ruang santai tempat Kotake menunggunya sambil menonton TV.

"Sudah selesai bicaranya? Memangnya apa yang ingin Asuka bicarakan denganmu?" tanya Kotake ingin tahu saat Doremi menghampirinya dan duduk disebelahnya, "Kelihatannya, dia jadi semakin berisi. Apa jangan-jangan…"

"Tetsuya, ini masalah pribadi Momo-chan. Aku tidak boleh memberitahumu tentang apa yang dikatakannya padaku," potong Doremi yang kemudian mengalihkan pembicaraan, "Sekarang, aku hanya ingin membicarakan sesuatu yang lain denganmu."

"Apa itu?"

"Yah, aku hanya ingin bertanya padamu, kalau seandainya… sampai setahun kedepan, kita masih belum dikaruniai anak, apa kau akan marah padaku?" tanya Doremi, "Mungkin saja kan, itu terjadi karena aku tidak…"

"Aku tidak akan marah padamu, bahkan kalau kita belum dikaruniai anak selama bertahun-tahun kedepan. Aku tidak akan pernah marah padamu, karena itu bukan salahmu," dengan cepat dan pasti, Kotake menjawab pertanyaan sang istri, "Kalau memang kita ditakdirkan seperti itu, kita bisa apa? Aku kan sudah pernah bilang padamu, kalau hal yang terpenting buatku sekarang adalah bisa hidup bersama denganmu disini."

"Tapi, apa kau yakin akan terus bersabar? Kita kan…"

Kali ini, Kotake memotong perkataan istrinya dengan mengecup bibir istrinya itu dengan lembut dan berkata, "Baiklah, kurasa maksudmu, kita harus berusaha lebih giat dari biasanya. Benar kan?"

"E-Eh? Maksudku bukan begitu. Aku hanya…"

"Lebih baik kita masuk kamar saja sekarang," Kotake tersenyum melihat Doremi yang sedang tersipu, "Besok pagi, kau sudah mulai mengajar di sekolah lagi, kan?"

"I-Iya sih…"

"Kalau begitu, ayo kita mulai!" seru Kotake yang dengan cepat mematikan televisi dan menggendong sang istri seperti layaknya pengantin baru pada umumnya, membawanya masuk ke kamar mereka.

.

"Semoga usaha kita kali ini berhasil ya…"

Sekitar dua jam setelah mereka memasuki kamar dan terhanyut dalam 'urusan pribadi' mereka, Kotake memeluk Doremi saat mereka berbaring diatas tempat tidur sambil membisikkan kata-kata tersebut di telinga istrinya dengan lembut dan membuatnya tersipu malu.

"M-Mou, Tetsuya… Aku juga mengharapkan hal yang sama denganmu, tapi…"

"Tidak ada salahnya, kan? Aku ingin sekali cepat-cepat dapat kabar tentang kehamilanmu, dan bisa menemanimu saat kau melahirkan anak kita suatu saat nanti," Kotake tersenyum, "Supaya kau tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, dan juga, supaya kau tidak perlu merasa iri lagi dengan Asuka."

"Eh? Jadi kau sudah tahu tentang kehamilan Momo-chan? Kau menguping pembicaraanku dengannya disini, kan?" simpul Doremi begitu ia menyadari apa yang dikatakan oleh sang suami, "Tetsuya, kenapa kau tidak sopan begitu sih?"

"Tidak. Aku tidak menguping pembicaraan kalian. Hanya saja, aku bisa menebaknya dengan mudah dari apa yang kulihat dari penampilannya dan dari pertanyaanmu saat kita berada di ruang santai tadi," ralat Kotake, "Kalau kau menanyakan hal itu setelah pembicaraan yang kalian lakukan, aku bisa menyimpulkan dengan mudah bahwa pembicaraan kalian ada hubungannya dengan pertanyaanmu."

"Begitu ya?"

"Tentu saja," Kotake melepas pelukannya, "Jadi, apa benar kalau sekarang… Asuka sedang hamil?"

"Ya, begitulah. Sebenarnya sih, dia hanya meminta saranku saja," sahut Doremi, "tapi begitu mengetahuinya, aku malah jadi sedikit iri padanya, dan begitu kau bertanya padaku tentang pembicaraan kami, aku langsung berpikir bahwa mungkin… aku…"

Dengan cepat Kotake memotong perkataan sang istri dengan kembali memeluknya dan menciumnya agak lama dengan penuh gairah sebelum berkata, "Aku tidak peduli tentang hal apapun yang ingin kaukatakan tadi, karena yang kutahu, kau adalah istri yang hebat buatku."

"Tapi…"

"Baiklah, kurasa kita tidak perlu membicarakannya lagi. Malam ini, aku hanya ingin bersamamu disini."

"Bagaimana dengan makan malam kita? Memangnya kau tidak merasa lapar?" tanya Doremi sedikit tidak yakin, "Apalagi, kita juga belum mandi sejak kita baru sampai di rumah tadi."

"Aku tidak peduli. Aku hanya ingin menikmati malam yang romantis bersamamu disini," Kotake menggeleng, "Sekarang, aku belum merasa lapar, dan kurasa akan lebih baik kalau kita tidak mandi saja hari ini."

Doremi terlihat ingin memprotes perkataan Kotake, tapi sebelum ia sempat membuka mulutnya untuk menyatakan keluhannya, Kotake menambahkan, "Aku hanya ingin memastikan keberhasilan kita saja kali ini. Kalau memang kau ingin mandi malam ini, sebaiknya kau mandi menjelang pagi saja, ya?"

"Terserah kau sajalah, Tetsuya," akhirnya Doremi menghela napas, "Kalau kau memang ingin menghabiskan waktu bersamaku disini sekarang, aku hanya bisa menurutimu."

Keduanya tersenyum, lalu kembali melanjutkan 'urusan pribadi' mereka yang mereka lakukan sejak mereka memasuki kamar itu.

'Entah kenapa, perasaan cinta diantara kita berdua terasa sangat kuat malam ini…'