DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.
Our Future
.
Chapter 11 – The Queen Candidate's Great Vision
24 September 2017…
"Ah, menyebalkan sekali. Padahal aku ingin sekali menemanimu pergi ke pernikahan Asuka," keluh Kotake saat ia baru saja selesai merapikan barang-barangnya didalam kamar, bersiap untuk pergi ke asrama dari klub sepak bola yang diperkuatnya, "Aku ingin sekali memberikan kejutan itu kepada Asuka dan yang lainnya bersamamu."
"Sebenarnya sih, menurutku tidak jadi masalah kalau kau tidak ikut mengabarkan hal ini kepada mereka bersamaku hari ini, jadi kau tidak perlu mengeluh seperti itu, Tetsuya," sahut Doremi, "Lagipula, mereka pasti akan mengerti kalau hari ini kau tidak bisa ikut kesana bersamaku."
"Masa? Kalau keadaannya seperti ini, bukankah akan lebih baik kalau aku bisa kesana bersamamu? Setidaknya, aku harus bisa menjagamu di masa yang penting seperti ini. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu disana?" tanya Kotake khawatir, "Aku harus memastikan bahwa keadaanmu akan baik-baik saja disana."
"Ya, aku tahu bahwa selama ini, kau terus mencoba untuk menjadi sosok suami yang baik untukku, dan aku selalu menghargai usahamu itu, tapi kalau keadaannya seperti ini, kita bisa apa? Kalau memang kau tidak bisa ikut kesana bersamaku, itu tidak jadi masalah buatku," Doremi terus mencoba menenangkan suaminya, "Tentang keselamatanku, kau tidak usah khawatir begitu. Aku pasti akan baik-baik saja."
"Yang benar?"
"Tentu saja. Kaupikir aku tidak bisa menjaga diriku sendiri?"
"Ya… aku hanya khawatir," ujar Kotake sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Jarak dari rumah kita ke hotel tempat pernikahan Asuka lumayan jauh, bahkan dua kali lipat lebih jauh dari SD Misora."
"Memangnya kaupikir aku akan berjalan sendiri kesana? Tetsuya, kau tahu sendiri bahwa aku tidak akan benar-benar pergi kesana sendiri. Sebentar lagi, Poppu akan menjemputku kesini bersama dengan Kimitaka-kun, dan kami akan pergi ke pesta pernikahan Momo-chan bersama-sama."
"Aku tahu, tapi aku tetap saja tidak bisa menghilangkan kekhawatiranku ini. Bagaimanapun, ini pertama kalinya kau pergi ke suatu tempat tanpaku, setelah kita mengetahui hal itu."
"Tetsuya…"
Sebelum Doremi sempat meneruskan perkataannya, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari arah depan rumah mereka.
"Ah, itu pasti Poppu dan Kimitaka-kun," tebak Doremi yang kemudian bergegas keluar dari kamar dan dengan hati-hati menuruni tangga, berjalan menuju ke depan rumah, "Jaa, aku pergi dulu, ya? Setelah turnamen selesai, kau pasti akan cepat pulang, kan?"
"Tentu saja. Mana mungkin aku bisa membiarkanmu lama-lama sendirian di rumah disaat seperti ini," gumam Kotake sambil mengikuti sang istri, memastikan bahwa Doremi tidak terjatuh saat berjalan menuju ke pintu depan, "Aku hanya ingin semuanya berjalan dengan baik."
"Kau tenang saja. Mulai sekarang, aku akan lebih berhati-hati," tutup Doremi yang dengan cepat mengecup pipi sang suami sebelum membuka pintu depan rumah mereka dan berjalan keluar dari sana, "Kuharap kau juga bisa melakukan yang terbaik dalam turnamen kali ini."
Kotake mengangguk, "Itu sudah pasti."
Akhirnya Doremi keluar dari rumah itu, berjalan memasuki mobil yang terparkir di depan rumah, sementara Kotake melanjutkan persiapannya sebelum meninggalkan rumah itu untuk mengikuti turnamen sepak bola.
Di dalam mobil, di tengah perjalanan menuju ke hotel tempat dilangsungkannya pesta pernikahan Momoko, Doremi mengobrol dengan Pop dan Kimitaka.
"Jadi, bagaimana keadaanmu, onee-chan?" tanya Pop membuka percakapan tersebut, "Apa sudah ada tanda-tanda kalau aku akan cepat-cepat punya keponakan darimu dan onii-chan?"
"Hmm, bagaimana menjawabnya, ya?" Doremi terlihat agak kurang yakin sebelum mengutarakan jawabannya, "Sebenarnya sih, aku belum sempat mengeceknya ke dokter, jadi aku belum tahu lebih jelas tentang hal ini, tapi baru-baru ini…"
Ia meneruskan perkataannya dengan berbisik kepada sang adik, dan begitu mendengarnya, Pop pun tersenyum senang, "Eh? Benarkah?"
Doremi mengangguk, "Rencananya sih, hari ini aku akan memberitahu yang lainnya tentang hal ini, sekalian minta tolong Hana-chan untuk memeriksaku setelah resepsi pernikahan Momo-chan selesai nanti."
"Ya, kau memang harus memastikannya segera, supaya kau bisa mengetahuinya dengan jelas," komentar Pop, "Kalau sudah begitu, kau bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan mudah."
"Aku juga berpikir begitu," ujar Doremi yang kemudian balik bertanya kepada sang adik, "Bagaimana denganmu, Poppu? Apa kau tidak ingin berencana untuk menikah muda? Kelihatannya, kau sendiri juga sudah cocok untuk memiliki anak."
"E-eh? Onee-chan, umurku kan baru 23 tahun," protes Pop sambil tersipu, "Aku masih ingin berusaha keras menjadi pianis profesional dulu, baru setelah itu aku akan memikirkan tentang pernikahan."
"Yang benar?"
"Tentu saja, onee-chan, jangan menggodaku seperti itu," tambah Pop dengan pipi yang semakin merona, "Lagipula… aku masih ingin menemani otousan dan okasan di rumah."
"Baiklah, kalau memang salah satu alasanmu ada hubungannya dengan otousan dan okasan, kurasa satu-satunya yang bisa kulakukan sekarang hanyalah mendukungmu," Doremi melihat sang adik dengan tatapan bangga, "Kelihatannya, kau benar-benar menyadari bahwa untuk menjadi pianis profesional bukanlah hal yang mudah."
Pop menghela napas lalu membalas perkataan sang kakak, "Memang seharusnya begitu, kan?"
"Tapi kalau begitu, bagaimana denganmu, Kimitaka-kun? Memangnya kau tidak ingin cepat-cepat melamar Poppu?" tanya Doremi kepada Kimitaka yang sedang fokus menyetir, "Bukankah akan lebih memudahkanmu, kalau ada yang mengurusimu di Hokkaido?"
"Kebetulan sekarang, pekerjaanku di Hokkaido tidak terlalu banyak, jadi aku masih bisa mengurusi diriku sendiri disana," jawab Kimitaka, "Aku juga tidak ingin menghalang-halangi Poppu untuk mewujudkan cita-citanya, jadi kurasa, untuk sekarang ini, mungkin lebih baik aku menunggu sampai Poppu mendapatkan apa yang selama ini diinginkannya."
"Jadi begitu…" renung Doremi, "Aku bangga pada kalian. Disaat beberapa orang seumuran kalian diluar sana memutuskan untuk menikah muda, kalian justru memutuskan untuk fokus kepada apa yang kalian kerjakan sekarang."
"Setidaknya, kami sadar bahwa sebelum kami memutuskan untuk menikah, kami harus mempersiapkan semuanya dengan matang, supaya nantinya tidak akan ada masalah saat kami menikah," sahut Pop dengan bijak, "Waktu seumuran kami, onee-chan juga memikirkan hal yang sama, kan?"
"Ya, kau benar, Poppu. Aku juga memikirkannya."
"Tapi kenapa onee-chan malah menanyakan hal itu padaku?"
"Memangnya kenapa? Apa aku tidak boleh menanyakannya padamu?" balas sang guru muda, "Tidak ada salahnya, kan, kalau aku ingin menanyakan hal itu kepada adikku sendiri?"
"Terserahlah," Pop kembali menghela napas, "Bagaimana kalau sekarang, kita membicarakan hal yang lain saja?"
"Bagaimana dengan pekerjaanmu, onee-san?" tanya Kimitaka kepada sang calon kakak ipar, "Poppu bilang, kau sedang sibuk mengajari murid-muridmu di SD Misora. Apa itu benar?"
"Begitulah. Karena sekarang mereka sudah kelas enam, mau tidak mau aku sibuk memberikan pengarahan untuk mereka, terutama bagi mereka yang ingin masuk SMP swasta dan sedang mempersiapkan diri mereka untuk ikut ujian masuk," kali ini, Doremi yang menghela napas, "Selama setahun kedepan, kelihatannya aku tidak akan punya banyak waktu untuk bersantai. Aku harus mengarahkan mereka semua supaya bisa mencapai tujuan mereka masing-masing dan lulus dengan hasil yang memuaskan."
"Kelulusan, ya?" Kimitaka mengutarakan pendapatnya, "Kalau saja saat itu aku bisa lulus dari SD Misora…"
"Apa boleh buat, Kimitaka. Saat itu kan, kau pindah ke Hokkaido waktu kita masih di kelas dua, jadi kau menyelesaikan sekolahmu di Hokkaido," sahut Pop penuh pengertian, "Setidaknya, saat itu kau sering berkunjung ke Misora, jadi kepindahanmu bukanlah hal yang harus dipermasalahkan."
"Iya sih, tapi kan… aku juga ingin melihat sendiri suasana kelas kita yang akhirnya tidak terpecah menjadi dua kubu lagi. Aku ingin melihat kalian semua akur di dalam kelas dengan mata kepalaku sendiri."
"Benar juga, ya? Lagipula, kau hanya bisa berkunjung ke Misora saat liburan," renung Pop, "dan saat itu, banyak teman sekelas kita yang berlibur keluar kota, bahkan ada yang keluar negeri."
"Yang pasti, karena kepindahanku, aku telah melewatkan banyak hal disini…" keluh Kimitaka.
"Biarpun begitu, kau tidak menyesal, kan?" tanya Pop, "Setidaknya, kau punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama dengan ayahmu."
"Ya, kau benar," Kimitaka tersenyum, "Aku hanya sedikit kecewa saja. Kalau saja, kelas kita sudah bersatu sejak awal tahun ajaran baru…"
"Sebenarnya sih, saat itu kelas kita sudah mulai bersatu, hanya saja… ada seseorang yang membuatnya masih terlihat seperti saat kita di kelas satu."
"Hmm, benar juga, ya? Saat aku pergi ke Hokkaido, hanya kau yang tidak ikut mengantarku ke bandara."
"Tunggu dulu. Jangan bilang kalau kau menganggapku sebagai seseorang yang kusebutkan tadi…"
"Tentu saja bukan. Kau kan sudah menjelaskan padaku tentang alasanmu tidak ikut mengantarku ke bandara," Kimitaka menggelengkan kepalanya, "Aku juga tahu bahwa orang yang kaumaksud bukanlah dirimu sendiri, Poppu. Orang yang kaumaksud pasti… Erika, kan?"
"Tebakanmu benar!"
"Kalau begitu, aku boleh minta sebuah ciuman darimu sebagai hadiahnya, kan?"
"Tidak."
"Eh?! Kenapa?"
"Sekarang kau fokus menyetir saja, Kimitaka."
"Hoi."
Selama beberapa saat, situasi dalam mobil tersebut berubah menjadi hening, sampai pada akhirnya Doremi membuka pembicaraan baru, "Poppu, apa sekarang kau masih sering bertemu dengan Erika-chan?"
"Ya, tidak sering sih, tapi terkadang Erika-chan mengajakku pergi jalan-jalan di akhir pekan," jawab Pop, "Memangnya ada apa, onee-chan?"
"Kalau tidak salah, beberapa bulan yang lalu, Erika-chan sempat jatuh sakit, ya?"
"Ah, maksudnya tentang hal itu?" Pop langsung mengerti tentang apa yang dimaksud oleh sang kakak, "Ya, dia memang waktu itu sempat jatuh sakit gara-gara patah hati, tapi sekitar sebulan setelahnya, dia sudah mulai mengincar seseorang."
"Eh, jadi begitu…"
Pop mengangguk. Mereka pun terus mengobrol sampai mobil yang mereka tumpangi tiba di tempat tujuan mereka.
.O.
Beberapa jam kemudian…
Tak lama setelah acara pernikahan Momoko berakhir, sang pengantin wanita menyuruh Doremi, Hazuki, Aiko, Onpu, Pop dan Hana-chan untuk berkumpul di ruang rias – Pop menyuruh Kimitaka untuk menunggu mereka di lobby hotel tersebut. Kesempatan ini digunakan oleh Doremi untuk memberitahu yang lainnya tentang kabar gembira yang tadi dibicarakannya dengan Kotake di rumah.
"Eh?! Kenapa bisa begitu?!" tanya Momoko tidak percaya, "Sebenarnya, kita sedang membicarakan tentang kehamilan atau tentang penyakit menular sih?"
"Awalnya, aku juga kebingungan saat melihat hasil yang tertera pada alat yang kugunakan, tapi itu mungkin saja terjadi, kan?" sahut Doremi, "Hanya saja, karena aku belum sempat mengkonfirmasikannya ke dokter, aku jadi belum tahu lebih detail tentang hal ini."
"Artinya aku datang disaat yang tepat!" seru Hana-chan yang dengan cepat mengalihkan pandangannya kearah perut sang 'ibu', dan setelah beberapa lama berkonsentrasi, ia menambahkan, "Tidak salah lagi, Doremi. Sekarang usia kandunganmu baru sekitar tiga minggu."
"Usou!" Momoko membelalakan matanya, "Jangan bilang kalau ini bukti bahwa kehamilan bisa menular… Kalau usia kandungannya sekitar tiga minggu kan, artinya… tak lama setelah aku berkunjung ke rumah Doremi-chan…"
"Itu tidak mungkin terjadi, Momo-chan," Aiko menghela napas, "Jangan berpikiran aneh seperti itu."
"Hana-chan, kau benar-benar bisa menebaknya, hanya dari melihat perutku saja?" tanya Doremi dengan takjub, "Jadi sekarang, kekuatan sihirmu sudah sampai sehebat itu?"
"Begitulah. Saat aku memeriksa Momo beberapa minggu yang lalu pun, aku juga sempat mengeceknya dengan cara yang sama, hanya untuk memastikan bahwa hasil tes darahnya benar, dan hasilnya juga terbukti sama," jelas Hana-chan, "Bahkan kalau perlu, aku juga bisa menelusuri awal terbentuknya…"
"Ngg, kurasa kita tidak perlu memeriksa sampai sejauh itu," potong Doremi sambil tersipu, "Lagipula, akan lebih baik kalau hanya aku dan Tetsuya saja yang tahu tentang hal itu."
"Ya, sebenarnya tidak mengherankan sih, kalau sekarang kekuatan sihir Hana-chan sudah sehebat itu," komentar Aiko, "Hanya saja, apa Hana-chan perlu menggunakan kemampuan sihirnya untuk hal yang seperti itu?"
"Kupikir aku memerlukannya, apalagi disaat aku tidak membawa peralatan medis seperti sekarang ini," jawab Hana-chan, "Kalau sekarang kita pergi ke Rumah Sakit, kita harus melewati jalan dekat pusat perbelanjaan, dan biasanya, di akhir pekan seperti hari ini, akan ada kemacetan yang parah di jalan itu."
"Benar juga sih…"
"Hebat. Jadi sekarang, Momo-chan dan Doremi-chan sedang hamil," simpul Onpu. Ia tersenyum, "Selamat ya? Aku jadi penasaran, akan jadi seperti apa anak-anak kalian nantinya, ya?"
"Kurasa, suatu saat nanti, aku akan mengajari anakku supaya pintar berbisnis," sahut Momoko yang mulai berandai-andai, "Dengan begitu, dia bisa memilih antara meneruskan usaha orangtuanya atau membuka usaha baru."
"Kelihatannya kau mengandai-andai terlalu jauh, Momo-chan," balas Aiko, "Memangnya anakmu sudah langsung bisa berbisnis begitu dia lahir nanti?"
"Ah, benar juga, ya? Ehe…" Momoko tersipu malu, "Setidaknya, kuharap anakku bisa jadi anak yang pintar."
"Yang pasti sih, begitu mereka lahir, aku yakin kalian bisa merawat mereka dengan baik," ujar Hana-chan dengan penuh keyakinan, "Kalau dulu saja kalian bisa merawat Hana-chan sampai sebesar ini, kalian pasti juga mampu merawat anak kandung kalian sendiri."
"Ya, kalau dipikir-pikir sih, dulu kita merawat Hana-chan sekalian sebagai latihan untuk merawat anak kandung kita sendiri nantinya," renung Hazuki, "Ternyata apa yang terjadi saat itu bermanfaat bagi diri kita sendiri juga, ya?"
"Ngomong-ngomong, Hazuki-chan, bagaimana dengan persiapan pernikahanmu dengan Yada-kun? Apa semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Doremi, "Pernikahan kalian akan berlangsung dua minggu lagi, kan?"
"Semuanya berjalan dengan lancar, kok. Aku tinggal menyiapkan beberapa hal kecil saja," jawab Hazuki, "Kalian bisa datang kesana, kan?"
"Ya… Tetsuya masih akan mengikuti turnamen sepak bola saat pernikahanmu, jadi mungkin aku akan pergi kesana bersama Poppu dan Kimitaka-kun lagi, seperti hari ini," sahut Doremi, "Poppu, Kimitaka-kun bisa ikut ke pernikahan Hazuki-chan, kan?"
Pop mengangguk, "Kimitaka memang akan pulang ke Hokkaido besok, tapi tanggal lima Oktober nanti, dia akan kembali lagi ke Misora."
"Yang lainnya bagaimana?"
"Karena kau sudah datang kemari hari ini, mau tidak mau, aku juga harus datang ke pernikahanmu," Momoko tersenyum, "tapi kalau kau mau aku datang kesana, aku ingin kau berjanji padaku untuk melepas kacamatamu saat pernikahanmu."
"Eh?"
"Ah, kalau keadaannya seperti itu, aku jadi semakin bersemangat ingin menghadiri pernikahanmu, Hazuki-chan," Aiko menyetujui usul Momoko, "Setidaknya, kau juga harus mencoba tampil tanpa menggunakan kacamata."
"Aku juga setuju," timpal Onpu, "Hazuki-chan, kau mau melepas kacamatamu di pesta pernikahanmu, kan?"
"Eeeh?! Jadi Ai-chan dan Onpu-chan juga setuju dengan usul Momo-chan?" seru Hazuki yang akhirnya menghela napas, "Baiklah, kalau kalian memintaku seperti ini, aku tidak tega menolaknya."
"Oh iya, Doremi, mulai hari ini, kau pasti akan tinggal sendirian di rumahmu, kan? Bagaimana kalau aku menginap disana sampai Kotake-kun pulang dari turnamen sepak bola?" tawar Hana-chan, "Setelah ini, aku akan pulang sebentar untuk mengambil barang-barang yang kuperlukan, baru setelah itu aku menyusul ke rumahmu, bagaimana?"
"Hmm, boleh saja. Setidaknya di rumahku, kau bisa memberikan saran-saran bagus untukku, supaya aku bisa melalui masa kehamilanku tanpa ada masalah," balas Doremi, "Kau tahu sendiri bahwa minggu-minggu pertama kehamilan adalah masa yang paling rentan, makanya Tetsuya agak enggan meninggalkan rumah kami. Dia takut terjadi apa-apa denganku."
"Tentu saja, itu maksudku," aku Hana-chan, "Aku ingin menjagamu."
Setelah mengobrol selama beberapa saat, mereka pun bergegas pulang ke rumah masing-masing, kecuali Momoko yang berjalan menuju ke kamar yang dipesannya di hotel itu setelah menghapus riasannya dan mengganti bajunya bersama dengan suaminya.
