DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Kirakira PreCure a la Mode © Toei Animation, 2017. Hajimete no Otsukai (I'm Old Enough) © NTV. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.

Author's Note: Beberapa referensi untuk chapter ini (termasuk nama lengkap dari kakek Kotake dan cerita tentang cinta pertamanya) diambil dari event 'Ojamajo Doremi Show' (stage performance dari season pertama) yang diadakan tahun 1999 di Jepang. Selebihnya hanya merupakan headcanon dari author.


Our Future

.

Chapter 12 – The Mysterious Old Man


25 November 2017…

Piala Dunia 2018 baru akan berlangsung di Rusia sekitar kurang dari tujuh bulan lagi, tapi Kotake sudah mulai jarang pulang ke rumahnya, seperti hari ini. Walaupun begitu, dia tetap saja peduli dengan keadaan Doremi yang masih harus bekerja sebagai seorang guru meskipun sedang mengandung anak pertama mereka. Itulah sebabnya, Kotake sempat menyarankan kepada Hazuki, Aiko, Onpu, Momoko, Hana dan Pop untuk menyempatkan diri mereka supaya bisa mampir berkunjung ke rumahnya saat ia tidak ada, untuk menemani Doremi disana. Lebih bagus lagi jika ada diantara mereka yang mau menginap disana saat mereka berkunjung.

Karena itulah, Pop memutuskan untuk menginap di rumah sang kakak di akhir pekan ini, sementara kedua orangtua mereka pergi ke Tokyo untuk menghadiri reuni di kampus mereka dulu. Sejak pagi, Pop terlihat bersemangat saat ia mempersiapkan dirinya sebelum berangkat ke rumah yang letaknya tidak jauh dari Sekolah Dasar tempat kakaknya mengajar tersebut.

Begitu Pop sampai di rumah tersebut, Doremi menyambutnya dengan hangat, "Selamat pagi, Poppu. Kupikir kau baru akan kesini nanti siang…"

"Tapi tidak ada salahnya kan, kalau aku ingin menemani onee-chan sejak pagi hari?" balas Pop yang kemudian mengalihkan perhatiannya kepada perut sang kakak, "Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan calon keponakanku sekarang? Onee-chan tidak lupa menerapkan pola hidup sehat, kan?"

"Tentu saja. Bagaimana mungkin aku melupakannya? Kalau aku melupakannya, mungkin dia sudah tidak ada disini. Calon keponakanmu baik-baik saja, kok," sang calon ibu berambut merah itupun tersenyum sambil mengelus-elus perutnya, "Lagipula, Tetsuya sudah terus-terusan mengingatkanku, jadi aku tidak akan mungkin melupakannya."

"Benar juga, ya? Apalagi, onii-chan kan pemain sepak bola profesional, jadi pola hidupnya juga harus sehat dan teratur," Pop mengangguk, "dan sebagai suami yang peduli dengan keadaan istri dan anaknya, onii-chan memang harus sering mengingatkanmu tentang hal itu, onee-chan."

"Karena itulah, aku bersyukur bisa mendapatkan suami yang baik seperti dia. Walaupun dulu kami tidak memulai hubungan dengan baik, tapi sekarang… kami saling mencintai."

"Aku senang mendengarnya," Pop membalas senyuman sang kakak, "Rasanya, aku tidak sabar ingin melihat keponakanku lahir ke dunia ini. Dia pasti akan tumbuh jadi bayi yang lucu."

"Yah, kata dokter kandungan yang memeriksaku, kemungkinan bayiku akan lahir di pertengahan bulan Mei, jadi aku berencana untuk mulai cuti melahirkan tepat setelah Golden Week tahun depan," jelas Doremi, "Aku baru akan mulai mengajar lagi di semester berikutnya, setelah libur musim panas."

"Eh? Begitu ya?" sahut Pop, "Kalau begitu, apa onee-chan akan ikut onii-chan ke Rusia bulan Juni nanti? Soalnya kalau tidak salah kan, onii-chan ingin sekali ditemani olehmu saat ia mengikuti Piala Dunia."

"Hmm, bagaimana ya? Kurasa untuk sekarang, aku masih belum bisa memastikannya," Doremi menghela napas, "tapi kelihatannya sih, sebaiknya untuk tahun depan, aku tidak perlu ikut dengannya dulu, kalau memang anakku masih belum bisa dibawa kesana."

"Kalau masalahnya hanya itu kan, kalian bisa menitipkan anak kalian di rumah. Onee-chan tahu sendiri kalau okasan dan aku bisa membantumu merawat anak kalian…"

"Masalahnya bukan itu, Poppu," potong Doremi, "Di satu sisi, aku memang ingin melihat Tetsuya tampil di Piala Dunia secara langsung, tapi disisi lain… aku juga ingin merawat anakku sendiri di bulan-bulan pertamanya. Setidaknya, sampai masa cutiku berakhir."

"Mudah-mudahan sih, anak kalian sudah boleh dibawa pergi keluar negeri bulan Juni nanti, jadi onee-chan tidak perlu menghadapi dilema seperti ini," ujar Pop penuh harap, "Hanya saja, kalaupun memang tidak bisa kesana, aku ingin onee-chan menginap di rumah bersama dengan keponakanku, jadi walaupun kita hanya bisa menonton onii-chan bertanding dari televisi, kita bisa menontonnya bersama-sama."

"Sebenarnya sih, aku berencana untuk menginap di rumah menjelang kelahiran anakku nanti," aku Doremi, "Lagipula, kau tahu sendiri kalau rumah keluarga kita letaknya lebih dekat dari Rumah Sakit, jadi saat waktunya tiba, aku bisa sampai ke Rumah Sakit lebih cepat daripada kalau aku masih berada disini."

"Benarkah? Aku jadi tambah senang," sahut Pop dengan gembira, "Sayangnya, bulan Mei masih lama sekali, ya?"

Sang pianis berambut merah muda itupun mengelus-elus perut kakaknya dan berkata, seolah sedang mengajak bicara sang calon keponakan yang berada di dalam sana, "Cepat keluar ya, sayang. Tante ingin sekali melihat penampilanmu."

Tak lama kemudian, iapun bertanya kepada sang kakak, "Oh iya, onee-chan, kau sudah sempat mencoba melihat keadaan bayimu lewat USG belum?"

"Sayangnya sih, belum," Doremi menggeleng, "tapi kebetulan sih, aku ada jadwal pemeriksaan siang ini, jadi aku berencana untuk melihatnya lewat USG nanti."

"Berarti aku datang disaat yang tepat dong. Aku bisa mengantar onee-chan ke Rumah Sakit siang ini," simpul Pop, "Setidaknya, aku bisa tahu kondisi kesehatan calon keponakanku."

"Ya, itu artinya, kita bisa melihatnya bersama-sama," kali ini, Doremi mengangguk, "Setidaknya, aku juga tidak perlu pergi ke Rumah Sakit sendirian seperti di pemeriksaan sebelumnya."

Sang calon ibu muda lalu berpikir sebentar sebelum memulai pembicaraan baru dengan sang adik, "Ne, Poppu…"

"Ada apa, onee-chan?"

"Kalau tidak salah, waktu kita datang ke pesta pernikahan Momo-chan, saat itu usia kandungan Momo-chan sudah tiga bulan, kan? Sama dengan usia kandunganku sekarang?"

"Aku tidak begitu ingat, tapi kalau tidak salah, itu yang dikatakan Momo-chan kepada kita saat itu," Pop mencoba mengingat, "Memangnya kenapa, onee-chan?"

"Menurutmu, apa ukuran perutku sekarang sedikit lebih besar dari ukuran perut Momo-chan saat di pesta pernikahannya?" tanya Doremi, "Habisnya… kemarin Nishizawa-senpai memberitahuku di sekolah, kalau perutku terlihat sedikit lebih besar dibandingkan dengan ukuran perut seorang ibu yang sedang hamil tiga bulan pada umumnya."

"Eh? Masa sih?" Pop kembali memperhatikan perut sang kakak, "Kelihatannya ukuran perutmu dan Momo-chan sama saja…"

"Sama?" tanya Doremi tidak mengerti, "Apa maksudmu, Poppu? Kau membandingkan perutku yang sekarang dengan perut Momo-chan di pesta pernikahannya, kan?"

"Tidak juga," Pop menggeleng, "Ukuran perut kalian yang sekarang kelihatannya sama saja."

"Poppu, kau serius? Padahal sekarang, usia kandungan Momo-chan sudah lima bulan," Doremi terlihat agak khawatir, "Aduh, jangan-jangan anakku sudah kelebihan berat badan di dalam sini… Padahal seingatku, selama tiga bulan ini, porsi makanku biasa-biasa saja."

"Kurasa bukan itu masalahnya, onee-chan," ujar Pop yang kemudian mengutarakan pendapatnya, "Mungkin saja, sekarang kau sedang mengandung anak kembar."

"Ya, aku tidak terlalu yakin sih…" sahut Doremi ragu, tapi kemudian ia tersenyum, "tapi kalau memang benar begitu, aku akan merasa senang sekali."

"Mudah-mudahan saja ya, onee-chan," Pop mengamini perkataan sang kakak sambil ikut tersenyum, karena saat ini, ia hanya bisa mengharapkan yang terbaik untuk kakaknya, juga calon keponakannya.

'Semoga keadaan mereka baik-baik saja…'

.O.

Beberapa jam kemudian, di Rumah Sakit…

Doremi dan Pop berjalan keluar dari ruang pemeriksaan dengan gembira, karena berdasarkan hasil USG, mereka menemukan bahwa Doremi sedang mengandung dua orang bayi kembar.

"Aku harus memberitahu Tetsuya tentang hal ini!" seru Doremi riang sambil mulai mengetik pesan untuk suaminya di smartphone miliknya, "Dia pasti akan senang sekali mengetahui hal ini."

"Kenapa kau tidak meneleponnya saja, onee-chan?" tanya Pop, "Menurutku, kabar gembira seperti ini seharusnya bisa kausampaikan secara langsung padanya."

"Kau tidak lihat kalau tadi aku sudah mencoba meneleponnya berkali-kali, tapi dia tidak mengangkatnya?" sahut Doremi, "Kurasa sekarang, dia sedang sibuk berlatih, jadi mau tidak mau, aku hanya bisa mengabarinya lewat chat."

"Ngomong-ngomong, benar kan dugaanku, onee-chan? Kau akan punya anak kembar," ujar Pop dengan bangga, "Ditambah lagi, dua-duanya punya jenis kelamin yang berbeda."

"Ya, kau benar, Poppu," Doremi tersenyum lebar saat ia menaruh smartphone miliknya kedalam tas. Ia lalu mengusap-usap perutnya dengan lembut sambil menambahkan, "Pantas saja perutku terlihat sebesar ini."

"Selamat ya, onee-chan. Dengan begitu, kau akan punya satu anak laki-laki dan satu anak perempuan sekaligus."

"Benar juga, ya? Di dalam sini, ada calon jagoan kecilku dan calon putri kecilku," Doremi menyetujui perkataan sang adik, "Mereka pasti akan terlihat lucu, seperti Kirarin dan Pikario yang ada di anime yang baru-baru ini mulai aku tonton setiap hari Minggu."

"Eh? Onee-chan…" tiba-tiba ekspresi wajah Pop berubah saat ia bertanya, "Jangan bilang kalau kau akhir-akhir ini suka menonton anime mahou shoujo yang sedang aku curigai…"

"Memangnya, apa judul anime yang kaucurigai itu?" Doremi balik bertanya, "Kenapa kau harus mencurigai sebuah anime?"

"Itu lho, onee-chan, anime yang kumaksud itu judulnya Kirakira PreCure a la Mode. Kau suka menontonnya, kan? Makanya kau tahu tentang karakter peri kembar yang bernama Kirarin dan Pikario itu?"

"Lho, kalau aku suka menontonnya, memangnya kenapa?" tanya Doremi tidak mengerti, "Lagipula, ceritanya mengingatkanku kepada Sweet House Maho-dou."

"Justru itu masalahnya. Onee-chan tidak lihat kalau kemiripannya dengan Sweet House Maho-dou terlalu banyak?" sahut Pop yang mulai menjelaskan, "Mulai dari patissiere…"

"Itu kan memang sebutan untuk pastry chef wanita dalam bahasa Perancis…" Doremi menghela napas, "Lagipula, model seragam patissiere yang mereka gunakan di anime itu berbeda dengan yang kugunakan di Sweet House Maho-dou dulu."

"Bukan hanya itu saja, onee-chan. Kau tidak lihat kalau tiga dari keenam tokoh utama anime itu penampilannya agak mirip dengan onee-chan, Hazuki-chan dan Ai-chan?"

"Maksudmu Ichika, Himari dan Aoi, kan?" tebak Doremi, "Ayolah, Poppu. Mereka itu berbeda dengan kami. Kurasa aku tidak sekreatif Ichika dalam hal menghias kue. Hazuki-chan tidak sependek Himari, dan… memangnya kau pernah lihat Ai-chan menyanyi lagu rock? Malah yang kulihat, Himari dan Aoi itu hampir seperti Hazuki-chan dan Ai-chan yang keluarganya tertukar."

"Mungkin saja kan, yang mengarang ceritanya terinspirasi dari kalian bertiga saat ia melihat kalian bertiga bekerja di Sweet House Maho-dou dulu? Belum lagi, saat itu kalian sering menjaga toko tanpa Onpu-chan dan Momo-chan," Pop lalu teringat sesuatu, "Ah iya, Yukari juga terlihat seperti Onpu-chan berambut panjang."

"Tapi fansnya Yukari dalam anime itu kan cewek semua, sementara kamu tahu sendiri kalau fans Onpu-chan kebanyakan cowok."

"Bagaimana dengan Ciel, wujud manusia Kirarin? Dia kelihatan seperti gabungan antara Momo-chan dan Hana-chan," tantang Pop, "dan aku dengar-dengar, tanggal ulang tahunnya sama dengan onee-chan."

"Itu kan hanya kebetulan. Lagipula kupikir, cerita anime itu lumayan bagus…"

"Bagaimana dengan Rio, karakter antagonis yang ternyata adalah Pikario? Dia itu seperti onii-chan dan Akatsuki-kun yang digabung jadi satu."

"Anou ne, Poppu…"

"Oh iya, Candy Rod! Kenapa bentuknya bisa hampir mirip Sweet Poron?" Pop tetap terlihat tidak mau kalah. Iapun berbisik, "Jangan-jangan pengarangnya pernah melihat kalian waktu berubah jadi penyihir magang dan menyelesaikan masalah dengan Magical Stage… Onee-chan tahu apa maksudku, kan? Penyatuan kekuatan, kue tart besar dengan beberapa buah Strawberry…"

"Oke oke, aku mengerti maksudmu, Poppu," sahut Doremi, "Kau takut kalau pengarang ceritanya sengaja membuat cerita animenya seperti itu supaya secara tidak langsung dia bisa membongkar rahasia kita, kan? Kau takut kalau-kalau orang itu sudah mengetahuinya, kan?"

"Iya, aku khawatir…" akhirnya Pop mengaku, "Aku khawatir kalau onee-chan dan yang lainnya akan dibenci banyak orang hanya gara-gara itu."

"Kau tenang saja, Poppu. Lagipula, kupikir tidak akan jadi masalah kalau suatu saat nanti, ada yang mengetahui rahasia kita," Doremi mengutarakan pendapatnya, "dan menurutku, tidak akan ada yang membenci kami hanya karena mereka sudah tahu rahasia kita."

"Begitu ya?"

Doremi mengangguk, "Soal kemiripan, anggap saja ini sebuah kebetulan. Lagipula menurutku, ceritanya tidak terlalu mirip dengan pengalaman kita."

"Benar juga sih…" Pop menghela napas, kemudian bertanya, "tapi ngomong-ngomong, kenapa onee-chan menontonnya? Seingatku, sejak onee-chan masuk SMP, onee-chan tidak pernah tertarik menonton anime seperti itu lagi."

"Beberapa muridku merekomendasikannya padaku. Mereka bilang ceritanya bagus."

"Walaupun begitu, kurasa onee-chan tidak perlu sampai menontonnya," tambah Pop, "Sebelum ini, aku tidak pernah dengar ada guru yang suka menonton anime, hanya gara-gara ada beberapa murid yang merekomendasikan anime tersebut."

"Tadinya, aku juga tidak menontonnya, tapi entah kenapa, sejak pertama kali aku tahu bahwa aku sedang hamil, aku merasa ingin menontonnya."

"Ngidam yang tidak biasa," simpul Pop yang kembali menghela napas, "Kalau memang yang ingin menontonnya adalah kedua calon keponakanku, kurasa tidak jadi masalah."

"Aku tahu kau akan mengerti, Poppu."

.O.

Sementara itu, di sebuah taman dekat SD Misora…

Aiko dan Leon sedang menikmati seporsi Takoyaki berdua, setelah sebelumnya mereka mengunjungi gedung tempat pernikahan mereka akan dilangsungkan minggu depan.

"Aku lega sekali. Akhirnya, kita menemukan solusi untuk menyelesaikan masalahku, supaya aku bisa menikah denganmu, Ai-chan," Leon menghela napas sebentar sebelum mengambil sebuah Takoyaki dengan sebatang tusuk gigi yang dipegangnya, "Sekarang aku bisa tetap tinggal disini dan hidup bersamamu."

"Aku juga senang mendengarnya. Kupikir, kau akan pergi meninggalkanku disini," sahut Aiko, "Sekarang, aku baru tahu kalau sebenarnya, kau dan Tooru-kun bisa menjadi manusia seutuhnya setelah melakukan ritual itu."

"Ya, jujur saja, aku juga baru mengetahui ada ritual seperti itu sekarang," aku Leon, "tapi setidaknya, dengan begitu aku tidak perlu membuatmu terkena masalah hanya karena aku terlalu awet muda. Toh, sekarang aku akan terus bersamamu sampai tua nanti. Kita akan menua bersama."

"Meski begitu, apa kau tidak merasa menyesal, harus meninggalkan mahotsukaikai dan membuang kekuatan sihirmu begitu saja, hanya demi aku?" tanya Aiko.

"Aku tidak menyesal, dan semua itu tidak jadi masalah buatku. Kalau dengan begitu, aku bisa memperjuangkan cintaku padamu, kenapa tidak? Tooru-kun saja berani mengambil keputusan yang sama untuk mempertahankan cintanya kepada Onpu-chan," jawab Leon dengan pasti, "Lagipula, aku tidak punya peranan penting di mahotsukaikai, walau memang keluargaku disana tidak bisa dipandang sebelah mata."

"Begitu ya? Terima kasih, Leon-kun," akhirnya, Aiko berkata, "Kau rela mengorbankan itu semua hanya demi aku."

"Sama-sama, Ai-chan. Aku juga berterima kasih kepadamu karena telah memberiku kesempatan untuk mencintaimu dengan tulus," balas Leon, "Aku janji, akan menjadi suami yang baik untukmu."

"Leon-kun, kita baru akan mengucapkan janji pernikahan minggu depan. Kenapa kau sudah mengatakan hal itu sekarang?"

"Tidak apa-apa kan, kalau aku ingin menyampaikannya padamu sekarang?"

"Anou, permisi," tiba-tiba, seorang pria tua berjalan menghampiri mereka dan bertanya, sambil menyodorkan secarik kertas, "Bisakah kalian menolong kakek menemukan alamat ini? Kakek sedang mencari alamat rumah cucu kakek."

"Coba saya lihat," dengan cepat, Aiko mengambil kertas itu dan mengamati alamat yang tertera disana, "Eh? Ini bukannya alamat rumah Doremi-chan dan Kotake?"

"Ah, iya, nama lengkap cucu kakek adalah Kotake Tetsuya," sahut sang kakek, "dan nama kakek Kotake Tamegoro."

"Oh, jadi kakek ini… kakeknya Kotake? Maksudku, Kotake Tetsuya," simpul Aiko, "Kakek mau menengok keadaan keluarga cucu kakek, ya?"

"Ya, begitulah. Selama ini, kakek sibuk bepergian ke luar negeri, jadi kakek jarang sekali pulang ke Jepang. Sebelum ini, kakek sempat pulang kesini sebentar sekitar… sebelas tahun yang lalu, waktu Tetsuya baru masuk SMA," jelas kakek Tamegoro, "Sebelas tahun itu rasanya berlalu dengan cepat sekali, ya? Kakek bahkan baru tahu sekarang kalau cucu kakek sudah menikah."

"Sebenarnya sih, mereka baru menikah hampir empat bulan yang lalu, jadi tidak masalah kalau kakek baru mengetahuinya sekarang," Aiko tersenyum, "Nama saya Senoo Aiko, dan kebetulan, saya teman satu sekolah mereka dulu, saat di SD dan SMA, jadi saya berhubungan baik dengan mereka."

"Benarkah?"

Aiko mengangguk, "Sekarang, kakek ingin mengunjungi mereka, kan? Biar saya antar kakek kesana."

"Ah, saya juga mau ikut mengantar, kalau kakek tidak keberatan," tambah Leon setelah ia menghabiskan Takoyaki yang dimakannya bersama dengan Aiko, "Kebetulan, saya juga lumayan dekat dengan mereka, dan nama saya Sokuryoku Leon."

"Oh, terima kasih. Kalian baik sekali," sahut kakek Tamegoro. Mereka bertiga pun mulai berjalan menuju ke rumah yang dimaksud, "Tidak seperti anak muda yang sedang berkumpul di ujung jalan sana."

"Memangnya, ada apa dengan mereka, kek?" tanya Aiko tidak mengerti, "Apa mereka tidak mau menjawab pertanyaan kakek?"

"Ya, begitulah. Mereka benar-benar tidak sopan," keluh sang pria tua bermata biru tersebut, "Jadi seperti itu caranya mereka memperlakukan orang yang jauh lebih tua dari mereka?"

"Namanya juga 'kids zaman now' kek. Memang seperti itulah keadaannya sekarang," Leon menghela napas, "Mereka hanya sibuk mengurusi kepentingan mereka sendiri, sampai-sampai tidak mau menolong orang yang sedang kesusahan."

Secara kebetulan, mereka sampai di rumah tersebut saat Doremi dan Pop baru saja ingin masuk kesana.

"Eh? Ai-chan, Leon-kun… kalian kenapa datang kemari?" tanya Doremi.

"Kami hanya ingin mengantarkan seseorang kesini, Doremi-chan," jawab Aiko. Ia lalu memperhatikan keberadaan Pop, "Ah, ternyata Poppu-chan sedang mampir kesini juga, ya?"

"Okasan dan otousan sedang ada reuni di luar kota, sementara onii-chan juga sedang tidak ada di rumahnya, jadi aku memutuskan untuk menginap disini akhir pekan ini," jelas Pop sebelum balik bertanya, "Ngomong-ngomong, siapa kakek yang datang bersamamu dan Leon-kun sekarang?"

"Nama kakek Kotake Tamegoro," sang kakek memperkenalkan diri, "Kakek dari Kotake Tetsuya, pemilik rumah ini. Salam kenal."

"Ah, Tetsuya pernah memberitahuku sedikit tentang kakek," sapa Doremi, "Senang bisa bertemu dengan kakek disini, tapi sayangnya, Tetsuya sedang tidak di rumah. Sekarang, hanya ada adikku Poppu yang menemaniku disini."

"Oh, tidak apa-apa. Kakek juga tahu kalau sekarang, Tetsuya pasti sedang sibuk sekali di tim nasional," sahutnya, "Kau pasti… Misuzu… ah, tidak. Maksud kakek, kau pasti Doremi kan? Cucu menantu kakek? Kelihatannya, kita akan segera punya anggota keluarga baru lagi, ya?"

"Ya, mungkin bisa dibilang begitu, kek," Doremi tersenyum, "Kami baru saja dari Rumah Sakit untuk memeriksakan kandunganku ke dokter…"

"Baiklah, simpan saja formalitasnya. Bagaimana kalau sekarang, kita mengobrol santai di dalam rumah," tawar kakek Tamegoro, "Kebetulan, kakek bawa cheesecake yang lezat untuk kita makan bersama."

"Kalau begitu, saya akan menyiapkan teh untuk kita semua. Kakek dan onee-chan langsung masuk saja ke rumah," sahut Pop, "Ai-chan dan Leon-kun juga boleh bergabung bersama kami disini."

Doremi membuka pintu rumah lalu menuntun kakek Tamegoro untuk masuk bersamanya, sementara Pop menunggu jawaban Aiko atas tawarannya untuk mampir ke rumah itu, "Jadi bagaimana, Ai-chan? Kau dan Leon-kun mau mampir dulu atau tidak?"

"Sebenarnya sih, kami sudah makan Takoyaki sebelum mengantar kakek Tamegoro kemari, tapi kalau memang tidak apa-apa, ya… kurasa kami masih punya banyak waktu," akhirnya Aiko menjawab, "Ya kan, Leon-kun?"

"Ah… Iya, kami mau saja," tambah Leon, "Ayo kita masuk."

Mereka pun menyusul ke dalam rumah. Pop bergegas memasuki dapur untuk menyiapkan teh, sementara Aiko dan Leon bergabung dengan Doremi dan kakek Tamegoro yang sudah berada di ruang tamu.

"Tetsuya beruntung sekali bisa menikah denganmu, Doremi," puji kakek Tamegoro sambil mengeluarkan cheesecake yang dibawanya dari sebuah kotak berukuran sedang yang ditaruh diatas meja, "Di dunia ini, jarang sekali ada orang yang bisa menikah dengan cinta pertamanya."

"Eh? Maksud kakek, aku…"

"Ya, kakek memang jarang pulang ke Jepang, tapi setiap kali kakek datang ke kota ini untuk menengoknya, Tetsuya selalu menceritakan semuanya kepada kakek," jelasnya, "Dia memberitahu kakek tentangmu sebelas tahun yang lalu, dan dia bilang, kau adalah cinta pertamanya."

"Aku sih… tidak merasa heran, kek," sahut Aiko, "Memang kelihatannya, sejak kita masih di SD pun, Kotake sudah sering memperhatikan Doremi-chan dengan caranya sendiri."

"Ai-chan…"

"Tidak apa-apa. Kakek memang ingin mengobrol santai dengan kalian, jadi kalian tidak perlu seformal tadi berbicara dengan kakek," ujar pria tua itu sambil tertawa, "Jujur saja, kakek iri sekali dengan Tetsuya."

"But why? Kenapa kakek merasa iri dengan cucu kakek sendiri?" tanya Leon tidak mengerti, "Apa kakek tidak menikah dengan cinta pertama kakek?"

"Ya, kau benar, anak muda," aku kakek Tamegoro, "tapi sekarang, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin memang lebih baik begini…"

"Apa maksudmu, kek?" tanya Doremi ingin tahu, "Apa ada sesuatu yang harus kami ketahui tentang cinta pertama kakek?"

"Tidak juga sih. Hanya saja, wajahnya mirip sekali denganmu," sahutnya, "dan sekarang kakek berpikir, mungkin saja kakek sengaja tidak berjodoh dengannya karena cinta pertama kakek adalah leluhurmu, jadi dengan begini, kau bisa menikah dengan Tetsuya sekarang."

"Ah, benar juga, ya?" seru Aiko menyetujui perkataan kakek Tamegoro, "Kalau memang benar cinta pertama kakek itu… salah satu neneknya Doremi-chan, dan kakek menikahinya… semuanya tidak akan jadi seperti sekarang ini."

"Kau benar juga, Ai-chan," timpal Leon, "Itu pemikiran yang paling logis sih."

"Aku juga setuju," sahut Pop yang memasuki ruang tamu dengan membawa setumpuk piring kecil, lima buah garpu dan lima buah cangkir teh hangat diatas sebuah nampan, "Aku memang belum tahu pasti siapa diantara kedua nenekku yang mungkin adalah cinta pertamanya kakek Tamegoro, tapi hal itu mungkin saja terjadi."

Merekapun terus membicarakan hal itu sambil menikmati sepotong cheesecake dan secangkir teh.

"Meski begitu, kau pasti sempat dibuat kesal oleh Tetsuya. Benar kan, Doremi?" kali ini, giliran kakek Tamegoro yang bertanya kepada sang cucu menantu, "Makanya, saat dia memberitahu kakek tentangmu sebelas tahun yang lalu, dia kelihatan agak depresi."

"Eh?"

"Hmm, sebelas tahun yang lalu, ya…" Aiko mencoba mengingat apa yang terjadi saat itu, "Tahun 2006, waktu aku kembali tinggal disini dan kita masuk SMA…"

"Onee-chan, pasti ini tentang surat cintamu yang kauberikan pada onii-chan waktu kalian masih di SMP," potong Pop yang segera mengetahui maksud dari perkataan kakek Tamegoro. Ia menjentikkan jarinya, "Onii-chan baru bisa membalasnya sebelas tahun yang lalu, kan?"

"Ah iya, aku ingat," sahut Doremi. Ia lalu bertanya kepada kakek Tamegoro, "Jadi saat itu, Tetsuya membicarakan hal ini kepada kakek? Apa dia juga sempat… memperlihatkan surat cintaku untuknya kepada kakek?"

"Ya, aku melihatnya. Saat itu, Tetsuya terlihat sangat bimbang."

"Kapan tepatnya, kakek mengunjunginya sebelas tahun yang lalu?" secara spontan, Doremi bertanya lagi.

"Kalau tidak salah, saat itu kakek datang ke kota ini di musim panas," jelas kakek Tamegoro, "Saat kakek di jalan, kakek melihatnya berpapasan dengan seorang gadis cantik. Mereka kelihatannya mengobrol dengan akrab sekali, tapi kemudian, kelihatannya ada satu hal yang ditanyakan oleh gadis itu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Tetsuya lalu bergegas meninggalkan gadis itu, dan saat itulah kakek menghampirinya."

"Gadis cantik, ya… Apa kakek masih ingat tentang penampilan gadis itu? Misalnya, warna rambutnya atau postur tubuhnya…"

"Kalau tidak salah, rambutnya berwarna ungu," ujar kakek Tamegoro, menjawab pertanyaan Aiko, "Apa kalian mengenalnya?"

"Iya, kek. Dia salah satu sahabat kami juga, Segawa Onpu-chan," sahut sang guru muda, "Kalau boleh jujur sih, saat itu Onpu-chan juga pernah bilang padaku, saat ia datang menemuiku. Dia bilang, dia sempat bertemu dengan Tetsuya di tengah perjalanannya, dan katanya, saat ia menanyakan tentangku pada Tetsuya, dia hanya pergi begitu saja dan tidak menjawab pertanyaannya."

"Ah, aku tahu sekarang. Ini pasti waktu Onpu-chan datang ke Maho-dou saat aku ikut turnamen lari antar sekolah, kan?" tanya Aiko kepada Doremi.

"Ya, begitulah… Onpu-chan juga bilang padaku bahwa Tetsuya mungkin masih merasa khawatir saat ia bertemu dengannya."

"Maho-dou… rasanya, dulu kakek pernah tahu tentang tempat itu…" sang pria tua menanggapi apa yang didengarnya, "Kalau tidak salah, itu nama toko yang menjual benda-benda sihir, kan?"

"Ah, itu adalah nama toko tempat kami bekerja paruh waktu saat di SMA," jelas Doremi, "Kami juga pernah bantu-bantu di toko itu saat masih di SD."

"Hmm, begitu ya? Tapi seingat kakek, kakek pernah mengunjungi toko dengan nama seperti itu waktu kakek masih muda dulu…" tambah kakek Tamegoro sambil mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi saat itu, "Saat itu, kakek membeli sebuah kalung jimat, dengan harapan bahwa kakek bisa mengutarakan perasaan kakek kepada cinta pertama kakek, tapi nyatanya, dia malah pergi meninggalkan kakek. Dia pindah bersama dengan keluarganya ke kota lain."

Kakek Tamegoro menghela napas sebelum menutup perkataannya, "Mungkin itu karena kakek tidak sengaja menghancurkan kalung itu saat berlari menghampiri cinta pertama kakek, jadi kalung itu tidak berefek apa-apa terhadap kakek."

"Kalau dipikir-pikir, apa yang dikatakan kakek Tamegoro masuk akal juga sih," bisik Aiko kepada Doremi, "Majorika memang sudah lama sekali membuka Maho-dou di Misora, jadi wajar kalau kakek Tamegoro pernah membeli kalung jimat disana saat muda dulu."

"Aku setuju, Ai-chan. Waktu itu juga, Majorika pernah bilang kan, kalau benda sihir buatannya tidak akan bekerja jika ada sedikitpun bagian yang rusak," balas Doremi. Iapun menanggapi perkataan sang kakek mertua, "Kurasa toko yang dulu kakek kunjungi itu… sama dengan toko tempat kami kerja paruh waktu saat di SMA dulu. Mungkin saat itu, orang yang mengurusi tokonya adalah leluhur dari bos kami."

"Begitu ya?"

"Iya. Bos kami pernah bilang kalau… toko itu diwariskan secara turun-temurun," tambah sang calon ibu muda, "Hanya saja, karena akhir-akhir ini, kedua putri dari bos kami sering ditugaskan ke luar negeri, beliau sekarang memutuskan untuk menutup tokonya…"

'lagi,' tambah Aiko dan Pop dalam benak mereka.

"Kakek mengerti. Itu memang hal yang wajar, sih," komentar kakek Tamegoro, "Artinya, si perawan tua yang dulu mengelola toko itu akhirnya mendapatkan cinta sejatinya dan memiliki keturunan, ya? Menarik juga."

'Sayangnya sih, keadaan yang sebenarnya tidak begitu, kek. Majorika akan tetap saja menjadi perawan tua seperti yang kaukatakan,' pikir Aiko begitu mendengar perkataan kakek Tamegoro sambil menahan tawa, 'Kecuali sih, kalau nanti tiba-tiba ada keajaiban yang membuat Majorika mencintai seorang… kakek-kakek…'

"Oh iya, kakek Tamegoro. Kelihatannya, tahun depan kau akan memiliki dua orang cicit sekaligus," Pop memulai pembicaraan baru, "Sekarang, ada dua bayi yang berada dalam kandungan onee-chan."

"Oh? Benarkah itu? Kakek senang sekali mendengarnya," pria tua itu tersenyum, "Kalian benar-benar beruntung."

"Terima kasih, kek."

"Heh, jadi nanti kau akan punya anak kembar ya, Doremi-chan?" ujar Aiko, "Kedengarannya menarik juga. Apa kau sudah tahu, jenis kelamin mereka?"

Doremi mengangguk, "Salah satu dari mereka laki-laki, dan yang satu lagi perempuan."

"Wah, bagus kalau begitu. Itu yang namanya paket lengkap!" seru Aiko, "Kotake pasti senang sekali mendengar hal ini."

"Ya, aku memang hanya bisa mengabarinya lewat chat, tapi Tetsuya langsung meneleponku sesaat setelah dia membaca pesanku," Doremi tertawa kecil, "Tetsuya bahkan memberitahuku bahwa dia akan meminta izin untuk tidak ikut latihan persiapan di bulan Mei nanti, jadi dia bisa bersama dengan mereka terus sampai akhir bulan."

"Jangankan onii-chan. Aku juga rasanya ingin sekali bersama mereka terus, begitu mereka lahir nanti," timpal Pop, "Mudah-mudahan sih, sebelum mereka masuk TK, mereka bisa ikut acara 'Hajimete no Otsukai' di TV. Pasti akan seru sekali melihat mereka beraksi dalam acara itu."

"Hajimete no Otsu… ah, aku menontonnya bulan Juni kemarin!" seru Leon, "Kalau tidak salah, ada rekaman punya Doremi-chan di acara itu."

"Eh? Leon-kun, maksudmu… Doremi-chan pernah ikut acara itu?" tanya Aiko tidak percaya. Iapun mengalihkan perhatiannya kepada orang yang dimaksud, "Doremi-chan, seingatku kamu tidak pernah bilang tentang hal ini."

"Ya, aku sendiri juga lupa tentang hal itu, tapi sekitar akhir bulan Mei kemarin, beberapa kru dari acara tersebut datang ke SD Misora untuk menemuiku. Mereka ingin melihat keadaanku sekarang," jelas Doremi, "Saat mereka menunjukkan padaku rekamannya sebelum mewawancaraiku, aku baru ingat kalau aku pernah mengikuti acara itu."

"Memang kau pernah mengikutinya, onee-chan," sahut Pop, "Dulu, aku bahkan pernah lihat rekamanmu di rumah."

"Maksudmu, kru acara itu juga memberikan hasil rekamannya kepada otousan dan okasan?"

"Iya," aku Pop, "Onee-chan ingat kan, sehari sebelum aku pergi ke rumah nenek delapan belas tahun yang lalu, aku sempat membantu ibu menyedot debu di sekeliling rumah?"

"Aku ingat. Jadi?" Doremi tiba-tiba teringat sesuatu sebelum menambahkan, "Apa kau sengaja berkata kepada okasan supaya membiarkanmu pergi ke rumah nenek sendirian karena… kau menemukan rekamanku dan diam-diam menontonnya sendiri?"

Pop mengangguk, "Aku tidak sengaja menemukan CD rekaman itu saat aku sedang menyedot debu di ruang kerja otousan, dan aku penasaran ingin menontonnya. Habisnya, kulihat ada nama onee-chan di tempat CD itu, jadi saat okasan pergi belanja, aku diam-diam menontonnya."

"Intinya, kau ingin pergi ke rumah nenek sendirian karena… kau ingin melaksanakan tugas yang kulakukan dalam rekaman itu, kan?" simpul Doremi. Pop kembali mengangguk.

Leon lalu menjelaskan kepada Aiko tentang rekaman milik Doremi yang ditontonnya di acara tersebut.

"Oh, pantas saja, kalian bisa berkata begitu," ujar Aiko sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ternyata tugas pertama yang dilaksanakan oleh Doremi-chan dalam rekaman itu adalah… mengantarkan oleh-oleh ke rumah nenek kalian, makanya setelah menontonnya, Poppu-chan juga ingin melakukan hal yang sama."

"Ya, seperti itulah hubungan persaudaraan," sahut kakek Tamegoro, "Mungkin akan terlihat tidak akur dari luar, tapi didalamnya, siapa yang tahu?"

"Ngomong-ngomong, Ai-chan, Leon-kun, bagaimana dengan persiapan pernikahan kalian?" tanya Pop, "Waktunya tinggal seminggu lagi, kan?"

"Ya, begitulah. Kami baru saja mampir dari gedung tempat pernikahan kami akan dilaksanakan," sahut Aiko, "Semuanya sudah kami persiapkan dengan matang."

"Ah, jadi… kalian baru akan melangsungkan pernikahan minggu depan, ya?" tanya kakek Tamegoro.

"Iya, kek. Doakan kami, ya?" Aiko tersenyum, "Kalau kakek mau, kami juga ingin mengundang kakek ke pesta pernikahan kami."

"Terima kasih sudah mengundang kakek, tapi kelihatannya, kakek tidak bisa datang kesana. Maafkan kakek ya?" pria tua itu meminta maaf, terlihat sangat menyesal, "Kakek sudah harus pergi lagi hari Senin nanti."

"Begitu ya? Baiklah, doa kakek saja sudah cukup untuk kami," kata Aiko penuh pengertian, "dan kuharap setelah ini, kakek bisa sering-sering mampir ke Misora."

"Tentu saja, kakek pasti akan sering-sering datang ke kota ini, terutama ke rumah ini," kakek Tamegoro mengangguk, "Mudah-mudahan sih, saat kakek mampir lagi nanti, kakek bisa bertemu dengan Tetsuya. Lebih bagus lagi kalau pada saat itu, cicit-cicit kakek sudah lahir…"

"Kami akan menunggu kedatanganmu lagi, kek. Itu pasti," sahut Doremi, "Pintu rumah ini akan selalu terbuka untuk kakek."

"Oh iya, sampai hari Senin nanti, kakek akan menginap di mana?" tanya Pop yang kemudian menawarkan, "Bagaimana kalau kakek menginap disini saja?"

"Kakek akan menginap di rumah putra kakek, ayahnya Tetsuya, dan kakek sudah terlanjur menaruh barang-barang kakek disana," kakek Tamegoro kembali meminta maaf, "Tapi lain kali, kakek janji akan menginap disini."

Tidak lama kemudian, Aiko, Leon dan kakek Tamegoro berjalan pulang bersama-sama, sementara Doremi dan Pop mulai menyiapkan makan malam bersama-sama.