DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.
Our Future
.
Chapter 17 – Taneshiro
"Rasanya aku tahu, siapa ayah dari anak itu…"
"Apa maksudmu, Leon-kun?"
"Tentu saja Taneshiro-kun, Hazuki-chan," Leon memperjelas pernyataannya, "Aku tahu siapa ayahnya."
"Bagaimana bisa, Leon-kun? Kau baru saja bertemu dengan Taneshiro-kun pagi ini, tapi kau berkata begitu seakan-akan kau sudah mengenalnya sejak lama," tanya Hazuki tidak mengerti, "Kau tidak mungkin tahu siapa ayahnya. Lagipula sekarang, kau sudah tidak punya kekuatan sihir sama sekali, kan?"
Hazuki, Yada, Leon, Onpu dan Tooru sedang berada di sebuah kafe dekat taman Misora, membicarakan apa yang ingin diberitahukan Leon kepada yang lainnya disana.
"Tunggu sebentar! Semalam kaubilang ingin mengatakan sesuatu yang penting padaku. Jangan-jangan… hal itu ada hubungannya dengan Taneshiro-kun," tebak Tooru, "Jangan bilang kalau ayah Taneshiro-kun itu adalah…"
"Yah, mungkin seharusnya aku membicarakan tentang informasi yang baru saja kudapat kemarin terlebih dahulu, baru setelah itu kita bicara tentang hubungannya dengan Taneshiro-kun," sahut Leon. Ia kemudian berdehem sebelum melanjutkan perkataannya, "Jadi begini, kemarin aku ada urusan di Yokohama, dan tak disangka, aku bertemu dengan Akatsuki-kun dan Hikaru-chan."
"Hikaru-chan? Ah, aku ingat. Dia itu istri Akatsuki-kun, kan?" tanya Onpu, "Seorang guru SD dari Yokohama yang bertemu dengan Akatsuki-kun waktu dia menggantikan Doremi-chan untuk mengajar di SD Misora saat ia cuti melahirkan lima tahun yang lalu, kan? Jadi, setelah mereka menikah, mereka tinggal di Yokohama?"
"Begitulah. Aku juga bertemu dengan anak laki-laki mereka disana. Namanya Taiyou-kun, dan sekarang dia sudah berumur empat tahun," jelas Leon, "Kami sempat membicarakan banyak hal, sampai suatu ketika, aku bertanya pada Akatsuki-kun tentang keadaan Fujio-kun…"
Saat mendengar nama sang mantan rival yang disebut Leon, Yada memejamkan kedua matanya dan menarik napas dalam-dalam. Sang trumpeter jazz itupun menebak apa yang sejak tadi menjadi dugaan Leon, "Jadi maksudmu, Akatsuki berkata padamu bahwa Fujio menghamili seorang wanita lalu pergi entah kemana dan akhirnya kau berpikir bahwa mungkin… ayah Taneshiro adalah Fujio?"
"Ya, aku memang berpikir bahwa Fujio-kun mungkin saja adalah ayah Taneshiro-kun, tapi bukan berarti aku tidak tahu dimana dia sekarang," ralat Leon, "Lebih tepatnya, Akatsuki-kun memberitahuku bahwa izin tinggal Fujio-kun telah dicabut, hanya karena dia telah melakukan sejumlah keonaran disini. Dia sering minum, mampir ke area prostitusi, membuat keributan di tempat umum… Karena itu semua, Koko-sama mencabut izin tinggalnya disini, dan Fujio-kun terpaksa harus pulang kembali ke mahotsukaikai sejak lima setengah tahun yang lalu."
"Kalau begitu, apa hubungannya dengan Taneshiro-kun?" tanya Onpu.
"Kalian tahu sendiri kan, kalau Akatsuki-kun dan Hikaru-chan sebagai pangeran dan permaisuri di mahotsukaikai bebas berpergian kesana semau mereka?" ujar sang atlet berambut pirang, "Jadi, waktu mereka pergi kesana untuk memperkenalkan anak mereka yang baru lahir empat tahun yang lalu, Akatsuki-kun sempat bertemu dengan Fujio-kun, dan saat itu, Fujio-kun mengungkapkan kekesalannya kepada kita, dan yang paling penting… dia juga merasa iri kepada kita. Dia bilang… beberapa hari sebelum kepulangannya dari sini, seseorang yang pernah bercinta dengannya mengaku kalau dia sedang hamil. Saat itu juga, Fujio-kun menyadari kesalahannya, tapi sebelum dia sempat bertanggung jawab atas perbuatannya itu, izin tinggalnya dicabut."
Leon sempat terdiam sebentar sebelum kembali melanjutkan, "Saat aku melihat Taneshiro-kun di sekolah tadi, aku menyadari bahwa tatapan matanya itu… mirip sekali dengan Fujio-kun."
"Ah, aku mengerti! Pantas saja sorot mata itu terasa familiar…" Tooru pun menjentikkan jarinya, "Ironisnya, sekarang aku baru ingat kalau sorot mata itu persis sama dengan sorot mata Fujio-kun. Tidak mengherankan kalau sekarang, Fujio-kun membenci kita."
"Jadi intinya, sebenarnya Fujio-kun ingin bertanggung jawab kepada wanita itu, tapi akhirnya tidak bisa karena dia harus kembali ke mahotsukaikai," simpul Hazuki, "dan kau menduga bahwa wanita itu adalah Shiori-chan?"
Leon mengangguk, "Bagaimana menurut kalian?"
"Hmm… kurasa itu mungkin saja terjadi," ujar Onpu mengutarakan pendapatnya, "Meski begitu, kita juga harus yakin bahwa Taneshiro-kun benar-benar anak dari Fujio-kun, jadi kurasa, kita harus melakukan tes DNA untuk keduanya."
"Untuk tes DNA, kelihatannya akan sulit untuk dilakukan," Leon menggeleng, "Fujio-kun memang berada di mahotsukaikai sekarang, tapi kita juga harus ingat bahwa aku dan Tooru-kun… sudah tidak diizinkan datang kesana lagi."
"Kau benar, Leon-kun," Tooru menyetujui perkataan salah seorang sahabatnya itu, "Kita sudah berubah menjadi manusia biasa, dan kita juga sudah memiliki anak kandung, sementara disana ada satu peraturan yang melarang seorang mahotsukai untuk memiliki anak kandung, kecuali kalau dia itu dari keluarga kerajaan seperti Akatsuki-kun."
"Kalau begitu, kenapa kau tidak meminta Akatsuki supaya Fujio…"
"Justru Akatsuki-kun sendiri sudah memberitahu Fujio-kun untuk mengajukan izin tinggal yang baru, supaya dia bisa bertanggung jawab dan menemui anaknya disini. Fujio-kun sendiri juga sudah mencobanya, tapi… Koko-sama menolak permohonan itu, karena beliau khawatir kalau-kalau Fujio-kun akan mengulangi kesalahannya lagi," Leon memotong perkataan Yada, "Keadaannya jadi rumit sekali."
"Ah, selamat pagi semuanya!" sapa Hana-chan yang langsung menghampiri mereka saat ia menyadari keberadaan mereka disana, "Kebetulan sekali kalian disini."
"Pagi, Hana-chan," balas Hazuki, "Kami baru saja mengantar Kirari dan yang lainnya ke TK Sonatine. Dari sana, kami memutuskan untuk mengobrol disini."
"Bagaimana keadaan semua adik kecilku itu?" tanya Hana-chan dengan suara pelan, "Mereka baik-baik saja, kan?"
"Kau tenang saja, Hana-chan. Mereka baik-baik saja, kecuali mungkin Alya-chan yang sekarang masih demam," sahut Onpu, "Ngomong-ngomong, bukankah seharusnya… kau sudah berada di Rumah Sakit jam segini?"
"Kebetulan hari ini, aku dapat shift siang di Rumah Sakit, jadi aku masih bisa menikmati sarapan sekaligus makan siang disini."
"Maksudmu brunch?" Hazuki tersenyum, "Tadi kau bangun kesiangan ya?"
"Ya, begitulah, ehehe…" Hana-chan tersipu, tapi kemudian ia bertanya lagi, "Apa yang sedang kalian bicarakan? Kelihatannya serius sekali…"
"Kau kenal Taneshiro-kun kan, Hana-chan?" Onpu balik bertanya, yang kemudian dijawab Hana-chan dengan sebuah anggukan kepala.
"Tentu saja aku mengenalnya. Dia kan anak dari mendiang Shiori-chan," tambah Hana-chan, "Jadi, ada apa dengannya?"
"Aku menduga kalau ayah dari Taneshiro-kun itu sebenarnya adalah Fujio-kun, tapi aku masih belum terlalu yakin," Leon berpikir sebentar sebelum menambahkan, "Hana-chan, bisakah kau menolong kami menyelidiki siapa ayah kandung Taneshiro-kun yang sebenarnya?"
"Hmm, kalau boleh jujur, saat Taneshiro-kun lahir dan Shiori-chan meninggal, aku sendiri pun penasaran akan hal itu. Aku juga ingin tahu siapa ayahnya, atau apakah aku mengenal ayahnya itu atau tidak, jadi aku sempat mencoba mencari tahu hal itu dengan menggunakan sihirku," aku Hana-chan, "Saat itu, aku sempat merasakan bahwa ayah Taneshiro-kun adalah seseorang yang kita semua kenal, tapi saat aku ingin cari tahu lebih jelas lagi, tiba-tiba ada telepon masuk, dan sampai sekarang, aku bahkan tidak punya waktu sedikitpun untuk menyelidikinya lebih jauh lagi."
"Kalau begitu, sekarang kau bisa menolong kami kan, Hana-chan?" tanya Tooru, "Kami juga ingin tahu kebenarannya."
"Baiklah, tapi kelihatannya aku tidak bisa melakukannya disini," ujar Hana-chan, "Ayo kita cari tahu semuanya di apartemenku."
.O.
Sementara itu, di rumah Kotake…
"Nonchi, Miura, syukurlah kalian baik-baik saja," ujar Doremi sesaat setelah ia selesai menyuapi kedua anak kembar termudanya itu, "Kelihatannya, tadi kalian tidak mau mengganggu papa ya? Makanya kalian baru menangis waktu mama sampai rumah."
"Ma… maaa…" celoteh Nozomi, "Ka-kaaak mana?"
"Kamu cari kakak-kakakmu, ya?" Doremi tersenyum, "Nonchi, kak Tsuchiya dan Tsubomi akan menginap di sekolah mereka sampai besok."
"I… kuuut…" Nozomi kembali berceloteh, "Nonchi… mau ikut kakak."
"Nonchi, kamu belum boleh ikut kakak-kakakmu ke sekolah. Umurmu kan baru dua tahun," tegur Doremi dengan lembut, "Nanti, tiga tahun lagi, kamu baru boleh masuk TK."
"Tapi Nonchi… mau sama kakak," gadis kecil berambut coklat itu mulai merengek, "Nonchi… mau masuk TK sekarang."
"Belum boleh, Nonchi sayang," Doremi menggendong putri kecilnya itu, "Sekarang kan, kamu masih kecil. Nanti kalau Nonchi sudah setinggi kakak, baru Nonchi boleh masuk sekolah."
"Yaaah…" anak itu cemberut, "Nonchi kan pintar."
"Tidak seperti itu, Nonchi," sang ibu tertawa kecil, "Mama tahu kamu anak pintar, tapi bukan berarti kamu sudah bisa masuk TK sekarang. Kamu harus tunggu, ya?"
Melihat senyuman sang ibu, Nozomi pun akhirnya ikut tersenyum, "Iya… Nonchi tunggu."
"Bagus kalau kau mengerti, Nonchi."
Miura, yang tidak ikut bertanya kepada ibunya tentang Tsuchiya dan Tsubomi, hanya bisa menghela napas saat memperhatikan apa yang kakak kembarnya lakukan bersama sang ibu. Iapun mengeluh, "Miura dicuekin."
"Oh, Miura merasa dicuekin mama, ya? Sini mama gendong juga."
"Ah, jangan. Biar Miura papa aja yang gendong, ya?" potong Kotake yang tiba-tiba berjalan keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan menghampiri mereka yang sedang berada di ruang makan, "Sini, papa udah nggak capek kok."
"Tetsuya, kau yakin kalau sekarang… kau sudah baik-baik saja? Kelihatannya, kau masih lelah sekali," tanya Doremi khawatir, "Aku bahkan tidak yakin kalau kau masih bisa ikut latihan hari ini."
"Aku masih bisa ikut latihan, sayang," sahut Kotake dengan yakin sambil menggendong sang putra bungsu, "Kalau tadi saja aku bisa menyiapkan sarapanku sendiri saat kau mengantar Tsuchiya dan Tsubomi ke sekolah, aku pasti masih bisa mengikuti latihan siang ini."
"Ya… kalau kau terus memaksakan diri begini, aku hanya bisa mengingatkanmu untuk berhati-hati saja," Doremi menghela napas, "Apalagi, sekarang sudah musim panas. Mau tidak mau aku mengkhawatirkanmu."
"Kalau begitu, terima kasih karena telah mengkhawatirkan aku, Doremi, tapi aku yakin sekali bahwa hari ini, aku akan baik-baik saja," tutup Kotake yang dengan cepat mengecup pipi kiri sang istri dan bergegas kembali menuju ke kamar mereka dengan membawa Miura dalam gendongannya, "Kurasa sebaiknya kita menonton TV di kamar saja sekarang."
"Film kartun!" seru Nozomi begitu ia mendengar perkataan sang ayah. Doremi pun mengerti dan akhirnya ikut memasuki kamar bersama Nozomi yang sedang kegirangan karena dapat menyaksikan acara favoritnya di TV.
.O.
"Dugaanmu benar, Leon-kun!" seru Hana-chan saat ia menyadari apa yang dilihatnya dengan bola kristalnya, "Taneshiro-kun adalah… putra mendiang Shiori-chan dengan Fujio-kun!"
Semua orang yang sedang berada di apartemen milik Hana-chan dapat melihat semuanya dengan jelas lewat bola kristal itu, bahwa Fujio adalah ayah kandung dari Taneshiro. Dia sebenarnya sempat berjanji kepada Shiori untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, namun karena masalah izin tinggal yang juga sempat dibicarakan oleh Leon di kafe tadi, Fujio terpaksa meninggalkan ningenkai dan mengingkari janjinya tersebut.
"Jadi bagaimana? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Tooru, "Kalau saja kita masih bisa ke mahotsukaikai sekarang…"
"Yang pasti, harus ada yang bisa meyakinkan Koko-sama supaya beliau dapat mengizinkan Fujio-kun untuk tinggal disini lagi," jawab Leon sambil mengeluarkan smartphone miliknya, "Aku akan menghubungi Akatsuki-kun supaya dia bisa membujuk Koko-sama untuk meninjau ulang keputusannya mencabut izin tinggal Fujio-kun disini."
"Tapi apa itu akan berhasil?" tanya Hazuki tidak yakin, "Kalaupun memang Koko-sama kembali mengizinkan Fujio-kun tinggal disini, apa Tuan Nakayama akan mengizinkannya membawa Taneshiro-kun untuk tinggal bersamanya sebagai ayah kandungnya? Rasanya aku kurang yakin…"
"Kau benar, Hazuki-chan," Onpu menyetujui perkataan Hazuki, "Apalagi, Shiori-chan meninggal saat dia melahirkan Taneshiro-kun, jadi sekarang, Tuan Nakayama hanya tinggal berdua saja dengan Taneshiro-kun di rumah mereka."
"Yah, mungkin sebaiknya, Fujio ikut menjadi manusia biasa saja seperti kalian, jadi dia bisa ikut tinggal bersama dengan Tuan Nakayama dan Taneshiro," usul Yada dengan tenang, "Dengan begitu, Fujio dapat ikut mengasuh Taneshiro bersama Tuan Nakayama, dan Tuan Nakayama juga bisa menganggap Fujio seperti putranya sendiri, kalau beliau tidak menaruh dendam terhadapnya."
"Kurasa idemu bisa dipertimbangkan, Yada-kun. Ternyata kau peduli juga dengan Fujio-kun, mantan rivalmu sendiri," sahut Leon saat ia mengetikkan sesuatu di smartphone, "Aku juga akan menyampaikannya kepada Akatsuki-kun."
"Tidak juga," elak Yada dingin, tanpa ekspresi, "Aku hanya peduli dengan Taneshiro."
"Setidaknya kau peduli, kan?" ujar Leon, sedikit menggoda, "Baiklah, sekarang kita tinggal menunggu jawaban dari Akatsuki-kun. Mudah-mudahan dia bisa membantu kita."
Yada menghela napas. Ia bergumam, "Aku hanya ingin Taneshiro tahu bahwa sebenarnya dia masih punya seorang ayah…"
Mendengar perkataan suaminya, Hazuki menyahut dengan pelan, "Sebenarnya, kau merasa bersalah karena sempat menganggap Fujio-kun sebagai ayah yang tidak bertanggung jawab, kan?"
"Yah, kau benar…" aku Yada, "Sekarang aku sadar bahwa dia tidak sejahat itu."
Hazuki tersenyum, "Masaru-kun, kau benar-benar tidak berubah. Aku kagum padamu."
"Aku hanya merasa bahwa aku perlu melakukannya… sayang," sahut Yada yang akhirnya tersipu malu, "Walaupun Nakayama telah pergi, setidaknya Taneshiro harus tahu bahwa ayahnya masih hidup dan masih peduli padanya."
"Aku tahu," balas Hazuki, "Karena itulah aku mencintaimu, Masaru-kun."
