DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.


Our Future

.

Chapter 18 – Mom isn't Our Homeroom Teacher?!


"Kakek bilang… om sebenarnya adalah… ayahku. Apa itu benar?"

"Kakekmu benar, Taneshiro-kun. Aku ayahmu."

"Tapi, kenapa ayah baru muncul sekarang? Kakek bilang, ayah tidak menemani ibu saat melahirkanku."

"Maafkan ayah, sayang," pria muda itu dengan cepat memeluk anak lelakinya, "Sebenarnya, ayah ingin sekali menemani ibumu saat ia melahirkanmu, tapi disaat yang bersamaan, ayah terpaksa harus pergi… keluar negeri, karena ayah harus menyelesaikan pekerjaan ayah disana."

"Itu artinya, ayah tidak pernah bermaksud melakukannya, kan? Ayah selalu memikirkan aku dan ibu diluar sana, kan?"

"Tentu saja, Taneshiro-kun," pria itu melepas pelukannya, lalu mengamati anak kandungnya itu dengan seksama, "Untungnya, sekarang ayah bisa kembali tinggal disini, jadi ayah bisa menghabiskan sisa hidup ayah bersamamu dan kakek di rumah ini."

"Kakek sudah memberitahuku, ayah, dan itu membuatku senang," giliran anak lelaki berambut hitam itu yang memeluk sang ayah yang mulai hari ini akan tinggal bersamanya disana, "tapi ayah juga harus janji padaku, jangan pernah tinggalkan aku lagi disini."

"Iya, ayah janji," sang ayah mengangguk, "Bagaimanapun, ayah ingin sekali menebus kesalahan ayah padamu dan mendiang ibumu."

'Koko-sama, terima kasih karena sudah mengizinkanku tinggal disini lagi. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kauberikan ini,' tambah Fujio dalam hati saat ia berjalan bersama dengan putranya, Taneshiro, 'Mulai sekarang, aku akan melakukan apapun untuk membuat Taneshiro-kun bahagia.'

.O.

April 2025

"Tsubomi-nee, semuanya sudah menunggu kita diluar," ujar seorang gadis kecil berambut cokelat kepada kakak perempuannya, "Tsuchi-nii bilang, kalau Tsubomi-nee tidak cepat-cepat ke halaman belakang, Tsubomi-nee bisa terlambat datang ke sekolah, padahal hari ini ada upacara masuk."

"Tinggal sedikit lagi kok, Nonchi," sahut Tsubomi sambil mengikat rambutnya tinggi-tinggi dengan menggunakan ikat rambut pemberian dari sang ibu, "Lagipula, mama dan papa nggak mungkin ninggalin aku."

"Tapi kata Tsuchi-nii…"

"Zucchini bisa ngomong begitu karena rambutnya selalu pendek. Rambutku kan panjang, jadi harus diekor dulu," potong Tsubomi yang akhirnya mengenakan tas ransel merahnya dan bergegas menuju halaman belakang rumah tempat kedua orangtuanya menunggu bersama dengan kakak kembarnya, Tsuchiya, juga dengan adik lelakinya, Miura, "Nih, aku udah siap. Ayo, Nonchi, kita ke halaman belakang."

Nozomi mengangguk, kemudian mengikuti kakak perempuannya tersebut menuju ke halaman belakang, tempat dimana keluarga mereka akan berfoto bersama sebelum Tsuchiya dan Tsubomi mengikuti upacara masuk sekolah di sekolah baru mereka.

Sambil berjalan, Tsubomi bertanya kepada Nozomi, "Nonchi, menurut kamu, mungkin nggak, kalau nanti mama jadi wali kelas kakak?"

"Kayaknya nggak mungkin sih," jawab Nozomi dengan polos, "Tsubomi-nee sama Tsuchi-nii kan baru kelas satu, sementara mama kan biasanya jadi wali kelas tiga, empat, lima atau enam."

"Duh, Nonchi… aku juga udah tahu soal itu, tapi kan bisa aja mama akhirnya mutusin buat jadi wali kelas aku sama Zucchini."

"Kan nggak bisa sembarangan begitu, Tsubomi-nee."

"Masa sih? Padahal kan, mama itu salah satu guru terfavorit di sekolah, jadi setidaknya, mama berhak mendapatkan keuntungan yang besar dari pekerjaanya mengajar di sekolah. Artinya, mama bebas menentukan jadi wali kelas berapa."

"Kalau soal itu, aku kurang tahu," Nozomi mengangkat bahu, "tapi intinya, aku nggak yakin kalau mama bisa melakukan hal yang Tsubomi-nee mau."

"Tsubomi, kenapa kamu lama banget sih?" protes Tsuchiya yang sudah menunggu kedua adik perempuannya itu di halaman belakang sejak sepuluh menit yang lalu, "Hari ini kan ada upacara masuk sekolah, jadi kita harus datang tepat waktu."

"Ehm, sebenarnya sih, mulai hari ini, kalian harus selalu datang ke sekolah tepat waktu, bukan hanya untuk hari ini saja," Doremi meralat perkataan putra sulungnya itu, "Lagipula, jarak dari rumah kita ke sekolah lumayan dekat, jadi akan aneh jadinya kalau kalian malah datang terlambat."

"Oh… ya, maksudku juga begitu, ma," sahut Tsuchiya sambil tersipu, "Karena itu, apa kita bisa mulai berfoto bersama sekarang?"

"Tentu saja," Doremi tersenyum, kemudian menoleh kearah suaminya, "Tetsuya, tolong atur timer kameranya, ya?"

"Eh? Kenapa harus aku?" balas Kotake dengan nada protes meskipun ia akhirnya berjalan menuju ke sebuah kamera foto yang sejak tadi sudah 'bertengger' diatas sebuah tripod untuk memenuhi permintaan sang istri, "Biasanya kan kamu bisa atur timernya sendiri."

"Jangan mulai lagi. Kamu sendiri tahu apa yang biasanya terjadi padaku setelah itu…"

"Lho, bukannya justru karena hal itu juga, kita belakangan bisa dapat hasil foto yang bagus?"

"Itu menurutmu, Tetsuya," timpalnya sambil melirik Kotake dengan tajam, "Kau memanfaatkannya untuk merayuku."

"Oke, aku mengerti. Hari ini biar aku saja yang mengaturnya, jadi kau tidak perlu khawatir, sayang," Kotake melambaikan tangan. Ia lalu memberi aba-aba kepada keempat anaknya untuk menghampiri sang ibu dan berpose, kemudian mengatur timer kamera dan berjalan menghampiri mereka. Keluarga itupun berfoto bersama.

Setelah mengambil beberapa foto, tiba-tiba mereka mendengar suara bel pintu dari arah depan rumah.

"Baik, itu pasti Tante Poppu dan Hima-chan," tebak Doremi yang kemudian berkata kepada dua anak termudanya, "Nonchi, Miura, kami pergi dulu, ya? Jangan bikin Tante Poppu repot ya?"

"Iya, ma!" sahut Nozomi dan Miura dengan riang. Mereka pun meninggalkan halaman belakang itu untuk menyambut Pop dan putrinya, Himawari.

Setelah mengobrol selama lima menit, Doremi, Kotake, Tsuchiya dan Tsubomi lalu bergegas menuju ke SD Misora, sementara Pop menemani Nozomi dan Miura di rumah mereka bersama Himawari.

"Aku seneng banget, bisa ketemu sama kak Nonchi dan kak Miura disini," ujar Himawari sambil tersenyum. Gadis berambut brunette panjang itupun menyapa kedua sepupunya yang berumur setahun lebih tua darinya itu, "Enaknya sekarang, kita main apa ya?"

"Gimana kalau kita nonton DVD aja?" tawar Nozomi, "Kita baru beli beberapa film yang ceritanya bagus banget."

"Serius? Nonchi, Tante boleh lihat DVDnya kan?" tanya Pop kepada salah satu keponakannya tersebut, "Siapa yang pilih filmnya?"

"Kita semua dong, Tante," jawab Nozomi dengan bangga. Iapun memperlihatkan beberapa DVD itu kepada Pop dan Himawari.

'Battle Ranger V Deluxe?' Pop membatin, 'Padahal onee-chan sudah lima tahun lebih jadi guru, tapi onee-chan tetap saja suka menonton acara tokusatsu seperti ini.'

Nozomi memperhatikan judul film yang dilihat oleh tantenya itu, lalu berkomentar, "Kalau yang satu ini jadi film favorit kami semua, Tante."

'Sudah kuduga…' pikir Pop. Ia lalu berkata, "Tante sudah tahu kok, Nonchi. Lagipula kan, ini film lama. Seingat Tante juga, mama dan papa kalian juga udah suka nonton film ini sejak mereka masih di SD."

"Kalau begitu, kita nonton film ini aja," usul Miura, "Tante juga suka filmnya, kan?"

"Eh? Ya… dulu waktu mama kalian nonton film ini, mau nggak mau, Tante juga ikut nonton," aku Pop, "dan kalau boleh jujur, ada beberapa episode yang Tante suka dari film ini…"

.

Sementara itu, di SD Misora…

"Eh? Jadi mama bukan wali kelasku?"

"Tentu saja bukan, Tsubomi. Tahun ini, mama jadi wali kelas di kelas 5-1," ujar Doremi kepada Tsubomi, "Yang jadi wali kelas kalian itu Hikaru-sensei."

"Oh, maksudnya guru yang baru pindah dari Yokohama itu…"

"Tsubomi, kau harus sopan saat membicarakan tentang gurumu. Jangan seperti itu," tegur sang ibu, "Bagaimanapun, Hikaru-sensei adalah wali kelasmu, jadi kau harus jaga ucapanmu, ya?"

"Baiklah," Tsubomi menghela napas, "Padahal aku ingin sekali diajari mama di kelas…"

"Memangnya kamu nggak bosan diajari mama terus? Lagipula, kalau memang kamu mau diajari mama, mama kan bisa mengajarimu di rumah. Kalau kamu merasa kesulitan mengerjakan PR, mama bisa menolongmu," jelas Doremi, "Kamu dan Tsuchiya memang anak mama, tapi bukan berarti dengan begitu, mama juga harus jadi wali kelas kalian. Hal itu kan bukan mama yang atur."

"…"

"Justru kalau menurut mama, akan lebih baik kalau yang jadi wali kelas kalian itu bukan mama, jadi tidak akan ada yang bisa menuduh mama yang bukan-bukan," tambahnya, "Daripada nanti mama jadi wali kelas kalian, tapi akhirnya banyak yang mengira kalau mama mengutak-atik nilai-nilai kalian supaya jadi bagus semua."

"Benar juga, ya? Aku juga nggak mau lihat mama dituduh yang bukan-bukan cuma gara-gara itu…"

"Kamu tenang aja, Tsubomi. Hikaru-sensei orangnya baik, kok," Doremi berusaha meyakinkan putrinya itu, "Dia pernah menggantikan mama disini, waktu mama mengandungmu dan Tsuchiya, dan menurut murid-murid mama saat itu, Hikaru-sensei bukan guru yang galak."

"Baiklah, aku jadi ingin cepat-cepat masuk kelas sekarang."

"Tunggu sebentar! Hikaru…" Kotake tiba-tiba teringat sesuatu, "Jadi, mereka serius mau pindah kesini?"

"Begitulah. Hikaru-chan ditugaskan untuk mengajar di SD Misora, jadi dia akan pindah kesini bersama Akatsuki-kun dan Taiyou-kun," sahut Doremi yang kemudian menambahkan dengan sedikit menggoda, "Kau masih takut kalau-kalau Akatsuki-kun masih mengincarku, ya? Padahal kan, kau tahu sendiri kalau dia sudah hidup bahagia bersama Hikaru-chan dan Taiyou-kun."

"Ya… aku hanya sedikit khawatir. Mungkin saja dia sebenarnya masih mencintaimu dan dia menikahi istrinya hanya sebagai bentuk pelariannya saja."

"Jangan berprasangka buruk begitu, Tetsuya. Semuanya telah berlalu, dan aku yakin kalau Akatsuki-kun menikahi Hikaru-chan karena mereka saling mencintai."

"Mudah-mudahan saja begitu," Kotake menghela napas, "Jujur saja, aku pernah membayangkan kalau-kalau Akatsuki pernah mabuk-mabukan di bar dan tanpa sadar mengakui kalau dia masih mencintaimu."

"Kau terlalu berlebihan, Tetsuya. Itu tidak mungkin terjadi," Doremi menggeleng, "Kau pasti membayangkan hal itu setelah menonton drama kriminal semalam ya?"

"Habisnya, apa yang terjadi dalam drama itu hampir sama dengan apa yang terjadi pada kita semua."

"Tetsuya, kau ini…"

"Selamat pagi, Doremi-chan, Kotake-kun!" sapa Hazuki yang baru tiba disana bersama Yada dan Kirari, "Tsuchiya-kun, Tsubomi-chan, kelihatannya kalian sudah siap untuk ikut upacara masuk sekolah hari ini."

"Ah, Tante Hazuki, Om Yada, Kirarin, selamat pagi!" sahut Tsubomi, "Kami memang bersemangat sekali hari ini."

Gadis berambut biru itupun bertanya kepada Kirari, "Ngomong-ngomong, Kirarin, kamu masuk kelas berapa? Kelas 1-1 atau 1-2?"

"Kelas 1-1, Tsubomi-chan," jawab Kirari sambil tersenyum, "Artinya kita sekelas lagi."

"Asyik! Aku senang, kita bisa sekelas lagi!" seru Tsubomi kegirangan. Iapun memeluk Kirari, "Mudah-mudahan posisi tempat duduk kita juga berdekatan di kelas nanti."

"Aku juga berharap begitu, Tsubomi-chan."

"Ya ampun, kalian berdua ini…" Hazuki menggeleng lalu menghela napas, "Tsubomi-chan, melihatmu memeluk Kirari mengingatkan Tante pada masa lalu, waktu Tante pertama kali bersekolah disini dan sekelas dengan mamamu lagi selama empat tahun."

"Mudah-mudahan aku dan Kirarin bisa sekelas terus selama enam tahun berturut-turut, jadi kami bisa melampaui rekor mama dan Tante," harap Tsubomi, "Aku kan nggak mau kalah dari mama."

"Tsubomi, teman sekelas mama yang pegang rekor jadi teman sekelas terlama mama bukan Tante Hazuki, tapi Tante Naomi, mamanya Akari-chan," sahut Doremi, "Kalau kamu mau pecahin rekornya, kalian harus bisa jadi teman sekelas sampai kalian lulus SMA nanti."

"Aku udah tahu sih, ma, tapi kan… dari semua sahabat mama, Tante Hazuki yang pegang rekornya," kilah Tsubomi, "Kalau buat mecahin rekornya Tante Naomi, rasanya aku agak pesimis…"

Tsubomi menghela napas, tapi kemudian ia menyadari bahwa ada beberapa orang lain yang menghampiri mereka disana. Iapun menyapa mereka, "Ah, selamat pagi, Tono-kun, Nami-chan, Tante Onpu, Om Tooru!"

"Pagi, Tsubomi-chan!" balas Tono sambil tersenyum, "Aku senang, kita bisa satu sekolah lagi."

"Sayangnya, kita tidak sekelas, Tono-kun," sahut Tsubomi murung. Ia kembali menghela napas, "Kalau tidak salah, kamu masuk kelas 1-2 kan?"

"Iya, Tsubomi-chan," Tono ikut menghela napas, tapi kemudian ia memegang kedua bahu Tsubomi sambil menambahkan, "Mudah-mudahan saja, begitu ada pengocokan kelas nanti, kita bisa masuk di kelas yang sama, ya?"

"Ya, mudah-mudahan saja, Tono-kun."

"Tsubomi-chan, memangnya kamu tidak mau sekelas denganku juga? Kenapa kamu malah cuma ngobrol sama Tono-kun?" protes Nami, kakak kembar Tono, "Kamu tuh kebiasaan ya, Tsubomi-chan. Walaupun kamu juga nyapa aku, papa dan mama, tetap saja cuma Tono-kun yang akhirnya kamu ajak ngomong."

"Baiklah. Maaf ya, Nami-chan," balas Tsubomi sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Habisnya, kadang-kadang kamu susah diajak bicara sih."

"Apa maksudmu?" Nami mengerutkan alisnya, "Kurasa aku baik-baik saja."

"Mungkin untuk sekarang kau baik-baik saja, tapi sejak kita masuk TK dulu, kamu memang jarang ngobrol," jelas Tsubomi, "Kalaupun kamu ngobrol, kebanyakan malah ngomongin kerjaan papa dan mamamu."

"Maaf deh, kalau begitu. Habisnya, aku bangga sekali memiliki orangtua yang hebat seperti papa dan mama," aku Nami, "Yah, mungkin aku memang harus lebih sering mengobrol tentang hal yang lain."

"Sebenarnya sih, tidak ada salahnya kalau kau mau membicarakan tentang pekerjaan orangtuamu, Nami. Kurasa itu tidak membuatmu susah diajak bicara seperti apa yang dikatakan Tsubomi barusan," Tsuchiya mengutarakan pendapatnya, sekalipun ia tahu bahwa pendapatnya itu bertentangan dengan pernyataan yang beberapa menit yang lalu diutarakan oleh adik kembarnya sendiri, "Tsubomi jarang mengajakmu ngobrol karena dia naksir Tono."

"Zucchini, cukup!" seru Tsubomi sambil tersipu, "Aku dan Tono-kun hanya bersahabat baik, sama seperti Nami-chan dan anak-anak dari sahabat mama yang lain."

"Ya ampun, kalian ini…" Kotake menghela napas, "Tsuchiya, Tsubomi, jangan bertengkar di sekolah."

"Sekarang kau bisa mengatakan hal itu kepada mereka, Kotake-kun, padahal kau sendiri dulu sering bertengkar dengan Doremi-chan disini," goda Onpu sambil melirik Kotake dan tersenyum usil, "Aku sih, tidak merasa heran kalau Tsuchiya dan Tsubomi juga sering bertengkar. Kalian memang sama saja."

"Terserah kaulah," Kotake berkilah, "Aku hanya melaksanakan kewajibanku sebagai seorang ayah yang baik, dan sebagai ayah yang baik, aku harus memberitahu anak-anakku supaya mereka selalu saling menyayangi."

"Good morning, everybody! Apa kalian sudah siap mengikuti Entrance Ceremony with Double A disini?" sapa Alex yang baru saja tiba di sekolah itu bersama Alice, Leon dan Aiko, "Uncles, Aunties and my fellow best friends, how are you today?"

"Kabar baik, Alex," sahut Tooru sambil tersenyum, "Kelihatannya kau bersemangat sekali hari ini."

"Tentu saja, Om Tooru. Hari ini kan upacara masuk, jadi aku harus bersemangat!" Alex lalu menghampiri Tsuchiya dan Tono, "So, Tsucchi, Tono, kalian masuk kelas berapa? Apa kalian masuk kelas 1-2 juga?"

"Aku juga di kelas 1-2, tapi Tsucchi di kelas 1-1," jawab Tono, "Yah, kita memang harus menerima hal ini kalau sudah masuk SD."

"Wah, pemikiran yang bagus, Tono-kun," puji Aiko, "Dalam hal ini, kau benar-benar mirip ibumu."

"Terima kasih atas pujianmu, Ai-chan," sahut Onpu, "Kupikir kau akan datang terlambat hari ini."

"Tentu saja tidak. Aku tidak akan mungkin membiarkan Alex dan Alice terlambat hari ini."

"Ai-chan, mana Alya-chan?" tanya Hazuki, "Kau tidak meninggalkannya sendirian di rumah kalian, kan?"

"Tentu saja tidak," Aiko menggeleng, "Sebelum kami kesini, kami mengantar Alya ke rumah otouchan dan okaachan."

Tepat setelahnya, tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa Upacara Masuk akan segera dimulai.