DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Midori Kuriyama, Kodansha, 2011-2015. Ojamajo Doremi 20's (light novel) © Kageyama Yumi, Kodansha, 2019. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.


Our Future

.

Chapter 19 – Majorika's Unexpected Demand


November 2027

Jou-sama menyuruh Hana-chan untuk menemuinya di istana untuk membicarakan tentang status kepemilikan Maho-dou yang sekarang tidak ditempati oleh siapapun, karena Majorika dan Lala memutuskan untuk kembali tinggal di Majokai sementara Hana-chan lebih memilih untuk tinggal di sebuah apartemen yang letaknya tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit tempatnya bekerja.

"Aku tidak bisa tinggal disana sekarang," ujar Hana-chan setelah Jou-sama mencoba membujuknya untuk kembali tinggal di Maho-dou seperti dulu, "Letak apartemenku yang sekarang jauh lebih dekat dari Rumah Sakit. Jou-sama, kau kan tahu sendiri bahwa sebagai seorang dokter, aku harus selalu siap siaga kalau tiba-tiba ada pekerjaan mendadak di Rumah Sakit."

"Tapi kalau begitu, bagaimana dengan Maho-dou?" tanya sang Ratu, "Aku hanya khawatir kalau-kalau nanti ada orang jahat yang menyalahgunakan lahan tempat Maho-dou berdiri untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Belum lagi, kalau orang itu tahu tentang keberadaan pintu masuk menuju kesini dari Maho-dou…"

"Eh? Jou-sama, maksudmu… pintu masuk di Maho-dou tidak akan bisa menghilang walaupun tempatnya sudah menjadi lahan kosong?" simpul Hana-chan, "Bagaimana bisa? Yang kutahu, semua pintu penghubung antara Majokai dan Ningenkai letaknya dapat dipindah-pindah, dan juga, para penyihir yang tinggal di Ningenkai yang menjaga dan menggunakan pintu-pintu itu bisa saja menghilangkan pintunya saat mereka memutuskan untuk kembali tinggal di Majokai."

"Kau pasti mengetahuinya dari Majoruka, ya?"

Hana-chan mengangguk, "Kalau tidak salah, Majoruka juga memiliki satu pintu penghubung saat ia menjadi kodok sihir, dan setelah dia pulang ke Majokai, pintu itu menghilang."

"Memang benar, tapi dalam beberapa kasus, ada beberapa pintu penghubung yang sifatnya permanen, artinya pintu tersebut tidak bisa lenyap begitu saja. Mungkin secara fisik, pintu itu dapat menghilang, tapi sebenarnya pintu itu tetap ada disana dan masih berfungsi," jelas sang Ratu, "Contohnya pintu penghubung yang berada di Maho-dou punya mendiang Majomonroe di New York. Sampai sekarang, pintu itu masih ada disana, padahal Majomonroe sudah lama meninggal beberapa tahun yang lalu."

"Oh, aku mengerti. Karena itu, kau mengizinkan Momo untuk mengubah Maho-dou di New York menjadi salah satu cabang toko kue miliknya disana, kan? Supaya keberadaan pintu itu masih bisa dirahasiakan dari manusia?" tebak Hana-chan yang tiba-tiba memikirkan sebuah ide, "Kalau begitu, kenapa kita tidak minta bantuan Mama-tachi saja, supaya mereka bisa menjaga pintu permanen yang ada di Maho-dou di Misora?"

"Maksudmu, Doremi-chan dan yang lainnya? Tapi masalahnya, apa mereka bersedia tinggal di Maho-dou?" sahut sang Ratu dengan nada tidak yakin, "Mereka kan sudah punya keluarga dan kesibukan masing-masing."

"Kita tanyakan saja langsung kepada mereka," usul Hana-chan, "Aku yakin, diantara mereka semua, akan ada yang setuju untuk tinggal di Maho-dou."

"Semoga saja begitu, Hana-chan," sang Ratu akhirnya menyetujui usul tersebut, "Jadi, kapan kau berencana untuk memberitahu mereka tentang hal ini?"

"Secepatnya," Hana-chan tersenyum, "tapi kelihatannya, akan lebih baik kalau Majorika dan Lala juga ikut meyakinkan mereka bersamaku."

.O.

Keesokan harinya, di rumah keluarga Kotake…

"Huh, coba mama jadi wali kelas 3-2…" keluh Tsuchiya, "Aku lebih suka diajari mama daripada diajari wali kelasku yang sekarang."

"Tsuchiya, jangan begitu. Chikazuki-sensei juga baik kok," hibur Doremi, "Kan mama juga sudah bilang dari pertama kali kalian masuk SD Misora, kalau sebaiknya, yang jadi wali kelas kalian itu bukan mama."

"Walaupun begitu, kami jadi agak iri sama Kirarin, Tono-kun dan Nami-chan," Tsubomi menghela napas, "Sekarang, mereka jadi murid-murid mama di kelas 3-1."

"Kenapa kalian harus iri? Selama ini juga kan, walaupun mama tidak pernah menjadi wali kelas kalian, kalian selalu bisa minta tolong mama, tiap kali kalian diberi PR yang susah," sahut Doremi sambil menepuk bahu sang putri sulung, "Justru di kelas 3-1, malah mama sendiri yang kasih PR buat mereka, dan mereka harus berusaha mengerjakannya sendiri. Dalam hal ini, justru kalian yang lebih beruntung."

"Tuh, Tsuchiya, Tsubomi, dengar apa kata mama," tambah Kotake yang setuju dengan pernyataan sang istri, "Memangnya, kalian nggak capek protes tentang hal ini terus? Kalian kan sudah belajar di kelas 3-2 selama delapan bulan. Harusnya kan, kalian sudah bisa menerimanya."

"Iya sih," sahut Tsubomi, "Habisnya, Chikazuki-sensei orangnya nggak asik, tidak seperti mama."

"Tsubomi, kamu jangan bilang begitu. Chikazuki-sensei memang harus tegas saat mengajar kalian di kelas, bukan berarti dia bukan orang yang asik. Buktinya, saat jam istirahat, mama suka ngobrol kok, sama Chikazuki-sensei, dan dia selalu bilang ke mama tentang perkembangan kalian di kelas," Doremi terus mencoba meyakinkan kedua anaknya itu, "Justru, mama merasa tenang karena guru yang jadi wali kelas kalian adalah guru yang sudah mama kenal betul orangnya, jadi mama tidak perlu khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu di kelas kalian."

"Ah, kalau tidak salah, kalian sudah mulai dapat tugas kelompok di kelas, kan?" tanya Kotake, mencoba mengalihkan pembicaraan, "Papa dengar-dengar, kalian satu kelompok sama Alex dan Alice."

"Iya, pa. Kelompok kami hebat kan?" sahut Tsuchiya dengan bangga, "Lebih hebat lagi karena Alex dan Alice juga anak kembar, makanya semua teman sekelas kami menyebut kelompok kami sebagai 'The Dynamic Twins'."

"Kelihatannya kamu senang sekali, Tsuchiya," sang ibu tertawa kecil, "Apa kalian bisa mengerjakan tugas kelompok kalian dengan mudah?"

"Nggak juga sih, tapi kami selalu mengerjakannya dengan senang hati," jelas Tsuchiya penuh semangat, "Habisnya, baik Alex maupun Alice sama-sama gampang diajak kerjasama."

"Tapi kalian nggak ngerjain mereka kan? Maksud mama, kalian benar-benar mengerjakan tugas kelompok kalian bersama-sama kan?"

"Tentu saja, ma. Aku dan Tsubomi nggak mungkin tega membiarkan mereka mengerjakan tugas kami berdua saja," jawab Tsuchiya mantap, "Bagaimanapun, itu kan tugas yang harus kami kerjakan sama-sama, tentu saja kami mengerjakannya bersama-sama. Lagipula, mereka kan sahabat kami, dan juga, anak dari Tante Aiko, sahabat mama, jadi tidak mungkin kami tega melakukan hal yang semena-mena terhadap mereka."

"Itu bagus. Mama bangga pada kalian," puji Doremi, yang kemudian menyadari bahwa Tsubomi tiba-tiba malah terlihat sedih, "Ada apa, Tsubomi? Kelihatannya, kamu tidak senang saat mendengar cerita Tsuchiya tentang kelompok belajar kalian."

"Kenapa bukan Tono-kun aja sih, yang sekelas sama aku?" protes Tsubomi, "Mama kan tahu sendiri, kalau Alex kadang-kadang suka usil sama aku."

"Tsubomi, yang mengatur pembagian kelasnya kan bukan mama," sahut Doremi mengingatkan, "Lagipula, Alex kan hanya sedikit usil sama kamu. Dia nggak pernah ngajak ribut sama kamu, kan?"

"Tapi aku lebih suka sekelas sama Tono-kun…"

"Harap dimaklumi, ma. Dari dulu Tsubomi udah naksir sama Tono, makanya dia bisa bilang begitu," Tsuchiya memotong perkataan adik kembarnya sendiri, "Kalau boleh jujur sih, aku lebih suka dia sama Alex."

"Zucchini, cukup!" teriak Tsubomi, "Memangnya kenapa kalau aku naksir Tono-kun?"

"Hei, sudahlah. Jangan bertengkar begitu. Mama kan hanya bertanya kepada kalian, bukan berarti kalian harus bertengkar begini," tegur Doremi, "Yah, mungkin sebaiknya, kita bicara tentang hal lain sekarang."

"Ngomong-ngomong, mana Nonchi dan Miura?" tanya Kotake begitu ia menyadari bahwa kedua anak termudanya sedang tidak ada di rumah, "Bukankah seharusnya, mereka sudah ada di rumah sekarang?"

"Mereka sedang menolong Alya menyiapkan kejutan untuk Tante Aiko," jawab Tsuchiya, "Papa dan mama tahu sendiri kan, kalau Tante Aiko sebentar lagi ulang tahun?"

"Mama mengingatnya, kok," Doremi tersenyum, "tapi kan, itu masih seminggu lagi… Kenapa Alya-chan menyiapkan kejutannya hari ini?"

"Katanya sih, Alya ingin supaya kejutannya direncanakan terlebih dahulu, jadi dia minta saran sama Nonchi dan Miura, supaya kejutannya berjalan dengan sempurna."

"Oh, manisnya," komentar sang ibu, "Alya-chan benar-benar anak yang manis."

Saat itulah, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu depan.

"Baik, kalau begitu sekarang, siapa yang mau buka pintunya?" tanya Doremi, "Ya, tapi kalau kalian tidak mau membukanya juga, tidak apa-apa. Biar mama yang membukanya."

"Tidak perlu, ma. Biar aku saja," Tsuchiya menawarkan diri, "Siapa tahu saja itu Nonchi dan Miura yang baru pulang dari rumah Alya."

Anak lelaki berambut merah itupun bergegas mendatangi pintu depan rumahnya dan membukanya, menyambut seorang wanita tua berpakaian tidak biasa yang datang ke rumah itu bersama seorang wanita muda dan seekor kucing putih.

"Oh, hai. Kamu pasti Tsuchiya-kun, ya?" tebak wanita muda berambut pirang yang ternyata adalah Hana-chan, "Masih inget sama Tante Hana nggak?"

"Ah, Tante Hana, sahabat mama yang sibuk jadi dokter di Rumah Sakit ya?" seru Tsuchiya. Iapun tersenyum manis, "Lama nggak ketemu."

"Iya ya. Sudah lama kita tidak bertemu. Kalau tidak salah, terakhir kita ketemu waktu Nonchi dan Miura lahir di Rumah Sakit, ya?"

"Iya, Tante," Tsuchiya lalu memperhatikan wanita tua yang datang kesana bersama Hana-chan, "Ngomong-ngomong, Tante datang kesini sama siapa?"

"Ini neneknya Tante, namanya Makihatayama Rika," jelas Hana-chan, "Kami kesini mau ketemu mama. Sekarang, mama ada di rumah, kan?"

"Ada kok, Tante. Kebetulan, kita semua lagi ngobrol," sahut Tsuchiya, "Mungkin sebaiknya, sekarang Tante dan… nenek ikut bersamaku ke ruang santai, ngobrol sama aku, Tsubomi, mama dan papa."

"Kelihatannya, itu ide yang bagus," Hana-chan menyetujui usul Tsuchiya, "Nonchi dan Miura nggak ngobrol bareng kalian?"

"Mereka lagi nolongin Alya nyiapin kejutan buat Tante Aiko yang sebentar lagi ulang tahun," bocah itupun mengajak mereka untuk mengikutinya sampai ke ruang santai, "Ayo Tante, kita ke ruang santai."

Hana-chan mengangguk, kemudian berjalan mengikuti Tsuchiya ke ruang santai bersama Majorika dan Lala.

'Anak ini… Wajahnya mirip sekali dengan Doremi. Warna rambutnya juga sama,' pikir Majorika saat ia berjalan sambil memperhatikan penampilan Tsuchiya dengan seksama, 'Sebenarnya wajar saja, sih. Dia ini kan putra kandungnya.'

"Tsuchiya, siapa yang datang?" tanya sang ibu, "Apa itu benar Nonchi dan Miura yang baru pulang?"

"Bukan ma. Tante Hana yang datang sama nenek dan kucingnya," jawab Tsuchiya tepat saat ia tiba di ruang santai bersama Hana-chan, Majorika dan Lala, "Katanya ada yang mau dibicarakan sama mama."

"Ternyata kalian yang datang," sapa Doremi sambil tersenyum begitu mengetahui siapa yang datang bertamu ke rumahnya sekarang, "Rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu."

"Tsuchiya bilang, kalian sedang mengobrol disini," Majorika akhirnya buka suara, "dan kebetulan, ada satu hal penting yang ingin kami bicarakan denganmu."

"Hal penting?"

"Halo, Tsubomi-chan," sapa Hana-chan, "Kamu masih ingat sama Tante, kan?"

"Ah, iya Tante, aku ingat. Tante Hana kan… dokter di Rumah Sakit yang nemenin aku sama Zucchini waktu kita nunggu Nonchi dan Miura lahir," Tsubomi tersenyum, "Senang bisa bertemu Tante lagi."

"Sebentar. Kalian kesini karena… ada satu hal penting yang ingin kalian bicarakan bersama Doremi," ujar Kotake, "Memangnya, hal penting apa yang ingin kalian bicarakan?"

"Ini tentang Maho-dou, Kotake-kun," Hana-chan mulai menjelaskan, "Nenekku ingin supaya kalian bisa pindah kesana, karena mulai sekarang, nenek akan tinggal bersama mama di luar negeri."

Doremi melirik kedua anak kembar tertuanya sebentar sebelum berkata, "Ah, mungkin sebaiknya, sekarang Tsuchiya dan Tsubomi jemput Nonchi dan Miura di rumah Alya-chan. Siapa tahu saja, mereka sudah selesai berunding."

"Jangan begitu. Kurasa sebaiknya, aku mengajak mereka jalan-jalan sebentar sambil membeli beberapa cemilan, sementara kalian membicarakan tentang toko itu disini," sahut Kotake, "Tsuchiya, Tsubomi, ayo kita pergi."

Sebelum berjalan keluar dari ruang keluarga bersama Tsuchiya dan Tsubomi, Kotake berbisik kepada Hana-chan, "Ini yang kalian mau, kan?"

"Iya, pa, terima kasih banyak," balas Hana-chan yang kemudian berkata kepada Tsuchiya dan Tsubomi, "Jangan lupa bawa cemilan yang banyak, ya?"

Begitu Kotake keluar dari rumah itu bersama Tsuchiya dan Tsubomi, Hana-chan melanjutkan pembicaraannya tentang Maho-dou bersama Doremi, Majorika dan Lala yang sudah berubah ke wujud aslinya.

"Jadi, Doremi, kau mau kan, pindah ke Maho-dou bersama keluargamu?" tanya Hana-chan, "Ya, aku tahu kalau rumah ini juga dekat dari sekolah, sama halnya dengan Maho-dou, tapi sekarang, kami benar-benar membutuhkan bantuanmu."

"Kenapa tiba-tiba kalian menyuruhku pindah kesana? Ada apa sebenarnya?" Doremi balik bertanya, "Kupikir, keadaannya akan aman-aman saja di Maho-dou, sekalipun kalian tidak tinggal disana sekarang. Dulu juga, Maho-dou sempat jadi lahan kosong, kan? Sebelum Hana-chan tahu tentang Yume-chan?"

"Memang benar, tapi… kemarin Jou-sama bilang, harus ada yang menjaga pintu penghubung yang ada di Maho-dou," jelas Hana-chan, "Karena pintu itu permanen, jadi tidak ada yang bisa menutup aksesnya walaupun wujud pintu itu menghilang. Jou-sama khawatir kalau-kalau ada orang yang tidak bertanggung jawab yang menggunakan pintu penghubung itu untuk melakukan kejahatan."

"Jadi maksudnya, kalian ingin supaya aku menjaga pintu penghubung itu? Karena itulah, kalian juga ingin supaya keluargaku tinggal di Maho-dou?" simpul Doremi.

"Begitulah. Kami benar-benar membutuhkan bantuanmu, Doremi," sahut Majorika, "Jadi, apa kau bersedia tinggal disana?"

"Hmm, bagaimana ya? Masalahnya, untuk hal yang seserius ini, mau tidak mau aku harus membicarakannya dengan Tetsuya dulu. Dia kan suamiku, jadi kita tidak bisa sembarangan memutuskan hal ini," ujar Doremi, "Kalian tidak keberatan kan, kalau aku minta waktu beberapa hari dulu untuk berpikir?"

"Ya, kami tidak keberatan. Pikirkan saja dulu, dan jangan lupa bicarakan hal ini kepada Kotake-kun," Hana-chan mengangguk setuju, "Kami pasti akan menunggu jawabanmu."

"Jadi, maksud kedatangan kalian kesini hanya untuk membicarakan hal itu?" tanya Doremi, "Apa kalian tidak ingin menanyakan hal lain padaku?"

"Tidak juga. Kami juga ingin melihat keadaan kalian disini," Lala tersenyum, "Kelihatannya, sebelum kami datang kesini, keluargamu sedang mengobrol tentang hal yang menyenangkan."

"Yah, kami memang lebih sering menghabiskan akhir pekan dengan mengobrol santai di rumah, tapi belakangan, Tsuchiya dan Tsubomi suka protes karena bukan aku yang jadi wali kelas mereka," Doremi menjelaskan, "Padahal, mereka sudah naik ke kelas tiga sejak delapan bulan yang lalu, tapi tetap saja mereka terlihat tidak senang."

"Bicara tentang mereka, kelihatannya Tsuchiya mirip sekali denganmu, Doremi," aku Majorika, "Tsubomi juga, mirip sekali dengan suamimu."

"Sudah banyak orang yang membicarakan tentang hal itu, Majorika," Doremi tertawa kecil, "Mereka berdua memang sudah seperti itu sejak lahir. Tsuchiya mirip denganku, sementara Tsubomi mirip Tetsuya. Bahkan akhir-akhir ini, Hazuki-chan dan Ai-chan bilang padaku bahwa penampilan Tsuchiya persis sama seperti penampilanku saat menyamar menjadi anak laki-laki dulu, waktu kami menyelidiki Maho-dou saat diambil alih oleh Majoruka."

"Oh, aku ingat dengan masa-masa itu. Masa tersuram yang pernah kita lewati bersama," Majorika menghela napas, "Untung saja, hal itu tidak berlangsung lama. Akhirnya kita semua bisa merebut Maho-dou kembali."

"Bagaimanapun, aku bersyukur bisa bertemu denganmu saat itu. Terima kasih, Majorika," ujar Doremi dengan tulus, "Berkat kehadiranmu, saat itu kehidupanku menjadi lebih berwarna. Persahabatanku dengan yang lainnya juga bisa terjalin dengan baik hanya karena kami semua mengelola Maho-dou bersama-sama. Pokoknya, keberadaanmu sangat penting artinya buatku."

"Sama-sama, Doremi. Aku juga sangat berterima kasih kepadamu," balas Majorika, "Yah, dulu memang kau sering membuatku marah, tapi aku juga harus mengakui bahwa aku… sangat menyayangimu. Karena itu juga, aku sering mengkhawatirkanmu saat itu."

Keduanya pun saling berpelukan.

"Hei, bagaimana denganku?" protes Hana-chan, "Aku kan juga ingin berpelukan dengan kalian."

Lala terkikik, "Kelihatannya, ada yang ingin dipeluk oleh nenek dan mamanya disini."

"Baiklah. Sini, Hana-chan, kita pelukan sama-sama," ajak Doremi, "Jujur saja, aku senang sekali karena kalian bisa datang kesini sekarang."

"Yey!" seru Hana-chan sambil melompat kedalam pelukan Doremi dan Majorika, "Aku sayang kalian."

Selama beberapa saat mereka berpelukan, sampai akhirnya mereka melepas pelukan itu bersama-sama.