DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Midori Kuriyama, Kodansha, 2011-2015. Ojamajo Doremi 20's (light novel) © Kageyama Yumi, Kodansha, 2019. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.


Our Future

.

Chapter 25 – Gratitude


7 Maret 2028

"Maaf ya, kami membuat manga itu tanpa memberitahumu dan Kotake-kun terlebih dahulu," ujar Nobuko, membuka pembicaraannya dengan Doremi saat mereka bertemu di atap SD Misora siang ini, "Kami hanya ingin membuat kejutan untuk kalian. Lagipula kupikir, kisah kalian itu sangat menginspirasi, jadi setidaknya, kami ingin membuat sesuatu yang berbeda dari biasanya. Kau tahu sendiri kan, kalau genre manga itu bermacam-macam, bukan hanya ada komedi saja?"

"Aku tahu, tapi kelihatannya, kau punya alasan lain," sahut Doremi, "Kalau kau dan Miho-chan hanya ingin membuat kejutan untuk kami, kalian kan bisa memberitahu kami tepat setelah kalian menyelesaikan manga itu, tapi kenapa aku baru mengetahuinya sekarang?"

"Yah, sejujurnya aku juga ingin memberitahu kalian tentang manga itu tepat setelah kami menyelesaikannya, tapi saat itu, kami malah sibuk dalam pekerjaan profesional kami. Kau juga tahu sendiri kan, kalau selama ini, kami sudah membuat banyak manga terkenal?" aku Nobuko, "Meski begitu, terlepas dari kapan kau mengetahuinya, kami memang punya alasan khusus untuk manga itu."

"Jadi, apa alasan khusus itu? Nobuko-chan, aku boleh mengetahuinya, kan?" tanya Doremi, "Kalau kau mengungkitnya sekarang, berarti kau ingin memberitahuku, kan?"

"Menurut kami, ini adalah cara yang pantas untuk menghargaimu, Doremi-chan," jawab Nobuko dengan tulus, "Lebih tepatnya, untuk menghargaimu lebih dari sebelumnya."

"Apa maksudmu?" Doremi mengernyitkan dahi, "Selama ini kan, kalian baik-baik saja terhadapku. Yah, dulu memang ada beberapa hal yang agak kurang memuaskan buatku, tapi…"

"Justru hal itu yang kami perhatikan saat membuat manga tentang kalian berdua," potong Nobuko, "Kami berdua… terutama aku, ingin sekali membuat sesuatu yang baik tentangmu, tanpa kami harus menjelek-jelekkan karaktermu. Kami ingin sekali-sekali bisa menggambarkan dirimu yang sesungguhnya, tanpa harus… mengolok-olokmu."

"Mengolok-olok? Seingatku, kalian hanya biasa menggambarkan karakterku seperti itu supaya kalian bisa menambahkan unsur humor dalam ceritanya, kan? Kurasa tidak ada yang salah dalam hal itu," sang guru berambut merah mengutarakan pendapatnya, "Memang sih, terkadang aku merasa kesal begitu mengetahui beberapa penggambaran kalian tentang karakterku di manga kalian yang agak menyinggungku, tapi setidaknya, kalian membuat karya yang cukup menghibur, dan itu cukup untuk menghilangkan rasa kekesalanku terhadap kalian."

"Mungkin menurutmu begitu, tapi lama-kelamaan, kami yang merasa tidak enak terhadapmu," balas sang pembuat ide cerita dari duo mangaka Misora Komachi, "Ditambah lagi, kami tidak bisa lupa tentang apa yang terjadi hampir 25 tahun yang lalu, di tempat yang sekarang menjadi rumahmu."

"Jadi kalian selalu mengingatnya?" Doremi tersenyum, "Maksudmu, saat kalian menggambarku sebagai sesosok alien, kan?"

"Tentu saja. Bahkan sejak saat itu, aku sudah berniat ingin membuat penggambaran yang lebih baik tentang karaktermu dalam manga kami, begitu aku punya ide cerita yang tepat, hanya saja… sampai kau mulai mendekati Kotake-kun, aku belum punya ide cerita yang cocok untukmu."

"Sebenarnya sih, kau tidak perlu repot-repot begitu, Nobuko-chan. Aku tidak keberatan kalau kalian menggambarkan karakterku sebagai karakter yang… bukan manusia. Aku sudah terbiasa membaca cerita karanganmu dan manga kalian yang menggambarkan diriku sebagai seekor anjing. Bahkan, dalam karya pertamamu dengan Miho-chan, ada penggambaran diriku sebagai robot juga, tapi saat itu, aku tidak memprotesnya."

"Kau memang tidak protes pada kami, Doremi-chan, tapi kami sendiri juga sadar bahwa… kami tidak bisa berlaku seperti ini terus terhadapmu. Kami harus membuat sesuatu yang berbeda, supaya kami tidak dihantui rasa bersalah terhadapmu."

"Bukankah kau sudah melakukannya dalam cerita karanganmu 28 tahun yang lalu? Saat itu, kau menulisku sebagai sahabat Ai-chan, kan?"

"Tetap saja, saat itu aku menulismu sebagai karakter pengganggu, yang mendorong sahabatnya sendiri menjauhi seorang pemuda yang tertarik pada sahabatnya itu."

"Tapi setelah itu, dia ikut meyakinkan sahabatnya untuk menemui pemuda idamannya itu, kan? Kau menulisnya dengan baik, Nobuko-chan," tiba-tiba Doremi teringat sesuatu lalu menambahkan, "Hei, kalau dipikir-pikir, saat itu kau sudah bisa meramalkan bahwa kita akan belajar di kelas yang sama di tahun pertama kita di SMA, Nobuko-chan."

"Benar juga ya? Bedanya, aku menulis diriku sebagai seorang siswa, walaupun kenyataannya, aku adalah seorang siswi pada saat itu," sahut Nobuko setuju, "dan juga, dalam ceritaku dulu, Ai-chan yang didekati oleh karakterku, sementara kenyataannya… kau dan Kotake-kun yang jelas-jelas melakukan pendekatan sampai akhirnya kalian mulai berpacaran menjelang kelulusan kita dari SMA."

"Ya, begitulah… Saat itu, kami mulai mencoba saling memahami satu sama lain, dan itu membutuhkan waktu yang agak lama…"

"Yang pasti sih, aku kagum dengan dinamika hubungan kalian berdua. Kau dan Kotake-kun benar-benar pasangan yang hebat," puji Nobuko sambil tertawa kecil, "dan itulah sebabnya aku ingin menulis sesuatu tentang kalian."

"Kau sendiri bagaimana, Nobuko-chan? Aku tak pernah menyangka kalau pada akhirnya… kau bisa menikah dengan seorang seniman webtoon asal Korea."

"Kim Gary benar-benar suami yang hebat buatku. Sejak Miho-Miho memperkenalkannya padaku, aku benar-benar jatuh cinta kepadanya," ujar Nobuko, "Oh iya, Doremi-chan, apa aku boleh bertanya padamu tentang putriku, Sarang? Dia belajar di kelasmu, kan?"

"Ya, dia murid yang cukup pandai di kelas. Dalam pelajaran bahasa, tulisannya selalu bagus," komentar Doremi, "Meskipun pada awalnya dia agak kesulitan menulis huruf kanji dan terkadang malah menulis Hangul, pada akhirnya dia bisa menulisnya dengan baik."

"Menurutmu, dia lebih cocok kalau aku jodohkan dengan siapa? Dengan Alex atau Billy?" tanya Nobuko, "Habisnya, aku ingin sekali berbesan dengan sahabatku, jadi… kalau bukan dengan Ai-chan, aku ingin berbesan dengan Miho-Miho."

"Kenapa kau harus repot-repot begitu, Nobuko-chan? Kurasa, kau tidak perlu sampai seperti itu," sahut Doremi, "Ale-kun memang putra dari Ai-chan, dan Billy-kun juga putra dari Miho-chan, tapi kalau diantara mereka berdua tidak ada satupun yang berjodoh dengan Sarang, kau tetap harus menerimanya, Nobuko-chan."

"…"

"Lagipula yang kulihat sih, Sarang berteman baik dengan keduanya, jadi dalam urusan ini, kau serahkan saja kepada Sarang. Dia yang tahu tentang perasaannya sendiri, dan kau tidak boleh memaksanya," tambah Doremi, "Aku tidak pernah menjodohkan keempat anakku dengan siapapun juga, tapi sekarang, justru Tsuchiya sering menaruh perhatian kepada Akari-chan, sementara Tsubomi selalu mengeluh ingin sekelas dengan Tono-kun. Mereka sendirilah yang berhak memutuskan siapa yang paling mereka sukai."

"Mungkin kau benar, Doremi-chan," Nobuko akhirnya menghela napas, "Sebaiknya aku mempercayakan hal ini sepenuhnya kepada Sarang."

"Memang seharusnya begitu."

Nobuko mengalihkan perhatiannya sebentar kepada jam tangan yang melingkar di lengan kirinya, sebelum berkata, "Baiklah, kelihatannya aku harus pergi sekarang. Sebentar lagi aku ada rapat bersama Miho-Miho dan pihak penerbit."

"Kalau begitu, ayo kita turun sama-sama. Kebetulan, ada seseorang yang ingin kutemui di dekat lapangan."

"Benarkah? Siapa?" tanya Nobuko ingin tahu saat mereka berdua mulai menuruni tangga, "Apakah orang yang kaumaksud itu… Kotake-kun?"

"Bukan, Nobuko-chan," Doremi menggeleng, "Hanya seorang kenalanku saja. Seharusnya aku sudah bertemu dengannya beberapa hari yang lalu, tapi… kami baru sempat bertemu sekarang."

"Oh, baiklah. Kupikir kau punya rencana untuk jalan-jalan sekeluarga setelah pulang sekolah."

"Mana bisa begitu, Nobuko-chan? Besok kan anak-anakku juga masih harus masuk sekolah. Lagipula yang kutahu, Tsuchiya dan Tsubomi harus mengerjakan PR sore ini, dan mereka juga akan ada tes menulis kanji besok."

Sesampainya di lantai dasar, Nobuko lalu berpamitan dengan Doremi dan bergegas meninggalkan sekolah itu, sementara Doremi berjalan menuju ke lapangan. Ia menemui seseorang yang disebutnya tadi, yang ternyata adalah ibu dari seorang teman lamanya yang sudah lama meninggal… Seorang temannya yang bernama Waku Nozomi.

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Waku-san," sapanya kepada orang itu, "Ada seorang teman lamaku yang harus kutemui di atap sekolah tadi."

"Tidak apa-apa, Doremi-chan," balas wanita berambut pendek yang ditemui Doremi, "Saya juga baru tiba disini beberapa menit yang lalu."

"Meski begitu, anda tidak keberatan kan, kalau… kita baru bisa pergi setelah aku memberikan tugas kepada muridku di jam pelajaran terakhir nanti?" tanya Doremi dengan sopan saat mereka berjalan menuju ke ruang guru, "Artinya, sebelum jam pelajaran terakhir, anda masih harus menungguku mengajar dulu."

"Saya tidak keberatan, Doremi-chan. Kau mengajar saja dulu sampai bel pulang nanti," jawab Nyonya Waku sambil melambaikan tangannya, "Justru seharusnya, saya baru datang kesini nanti sore saja, setelah menaruh barang-barang saya di rumah. Saya pikir, jalan dari bandara menuju kesini akan macet hari ini, tapi ternyata saya terlalu cepat tiba disini."

Mereka pun memasuki ruang guru dan menaruh barang-barang tersebut disana.

"Setidaknya anda meneleponku setibanya anda di bandara, jadi aku bisa memperkirakan waktu kedatangan anda disini."

Sebelum Nyonya Waku sempat membalas perkataan Doremi, bel masuk kelas pun berbunyi.

"Rupanya waktu istirahat makan siang sudah selesai," ujar Doremi. Iapun menghela napas sebelum menambahkan, "Maaf, Waku-san. Kelihatannya, kita tidak bisa mengobrol lebih lama lagi sekarang. Aku harus kembali ke kelas dan mengajar murid-muridku sekarang juga."

"Santai saja, Doremi-chan. Setelah kau mengajar, kita masih punya banyak waktu, kan?" Nyonya Waku tersenyum, "Apalagi setelah ini, kita akan pergi kesana."

"Ya, anda benar," Doremi membalas senyuman Nyonya Waku dengan senyum tipis, kemudian bergegas keluar dari ruang guru.

.O.

Beberapa lama kemudian…

"Mama!" seru seorang anak berambut coklat gelap sambil berlari menghampiri sang ibu yang baru saja keluar dari lingkungan SD Misora bersama seorang wanita yang terlihat sedikit lebih tua darinya, "Kenapa mama keluar dari sekolah sekarang? Tsuchi-nii dan Tsubomi-nee kan biasanya baru pulang sekitar setengah jam lagi, dan biasanya mama bahkan pulang dari sekolah sekitar satu jam setelah kakak-kakak pulang."

"Nonchi? Kamu kok kesini?" Doremi balik bertanya kepada sang putri, "Ya, mama sudah izin ke sekolah supaya bisa pergi sekarang, karena ada yang harus mama lakukan sore ini… Ngomong-ngomong, mana Miura? Bukannya mama sama papa udah kasih tahu kalian supaya pulang dari TK sama-sama?"

"Aku udah ajak Miura kesini, tapi katanya dia mau langsung pulang aja," anak TK bernama Kotake Nozomi itu mengangkat bahunya, "Entah kenapa, aku rasanya mau samperin mama aja sekarang, tapi ya… kalau memang ada yang harus mama urus sekarang, mungkin sebaiknya aku pulang aja."

"Kamu boleh ikut kami kok, gadis kecil yang cantik," ajak Nyonya Waku yang kemudian bertanya kepada Doremi, "Apa dia anakmu? Kalau tidak salah, tadi kau memanggilnya…"

"Ah, ya… anda tidak salah dengar. Aku memang menamainya dengan nama putri anda, karena aku ingin terus mengingatnya sebagai salah satu sahabat terbaikku," jawab Doremi malu-malu, "Kuharap anda tidak keberatan."

"Tidak apa-apa, Doremi-chan. Lagipula, Nozomi adalah nama yang bagus dan banyak digunakan, jadi itu tidak masalah," sahut wanita itu dengan nada meyakinkan, sebelum ia bertanya kepada Nozomi, "Sekarang kamu sekolah dimana?"

"Di TK Sonatine, kelas nol besar," jawab Nozomi. Mereka pun mulai berjalan menjauhi SD Misora saat Nozomi balik bertanya, "Etto, aku harus manggilnya 'Tante' atau 'Nenek' ya?"

"Panggil nenek juga tidak apa-apa kok," jawab Nyonya Waku sambil tersenyum manis, "Sebagai balasannya, nenek panggil kamu 'Nozomi' ya? Habis kelihatannya, kamu lebih nyaman dipanggil 'Nonchi' sama mama."

"Baiklah, nek. Nenek boleh panggil aku Nozomi," gadis itu membalas senyuman Nyonya Waku, tapi kemudian mengalihkan perhatiannya kepada kedua mata sang ibu yang sekarang berkaca-kaca. Iapun bertanya, "Mama kok kelihatannya mau nangis?"

"Eh? Ah, Nonchi, mama tidak menangis kok. Mata mama hanya kemasukan debu," jawab sang ibu sambil dengan cepat mengucek matanya, menghapus air mata yang sudah siap mengalir dari sana, "Mama baik-baik saja."

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di tempat tujuan. Nozomi melihat kesekitarnya dengan tidak percaya dan sedikit takut. Ia kembali bertanya kepada sang ibu, "Mama, kenapa kita ke kuburan sih?"

Doremi lalu menggendong Nozomi dan menjawab, "Kita mau mengunjungi anaknya nenek Waku, yang namanya sama denganmu, Nozomi."

"Apa dia sahabat mama juga?"

"Iya," kenangnya, "Bedanya, mama memanggilnya 'Non-chan', sementara dari awal… kamu pengennya dipanggil 'Nonchi'."

Nozomi tertawa mendengar jawaban sang ibu, sebelum ia menanyakan hal lain, "Apa dia pernah mampir ke tempat yang sekarang jadi rumah kita?"

"Yah, sebelum mama menemukan tempat itu, Tante Nozomi pernah kesana sekali, tapi setelah itu, dia sama sekali tidak punya kesempatan untuk kesana lagi."

"Memangnya apa yang terjadi?"

"Suatu hari, Tante Nozomi jatuh sakit, dan sejak saat itu, dia tinggal di Rumah Sakit. Di sanalah mama bertemu dengannya."

"Maksudnya, Tante Nozomi tinggal di Rumah Sakit dan nggak pernah keluar lagi dari sana? Sampai akhir hayatnya?"

"Ya… padahal mama sudah berjanji padanya untuk membawanya ke tempat yang kaumaksud, tapi sebelum hal itu terjadi, Tante Nozomi sudah pergi…"

Nozomi menangkap kesedihan yang terpancar dari wajah sang ibu, "Pasti mama sedih sekali saat mengetahui hal itu."

"Tentu saja, sayang. Akan jadi sebuah kebohongan kalau mama bilang mama tidak sedih mendengarnya," jawab sang ibu sambil membelai rambut gadis kecilnya itu, "Meski begitu, mama juga sadar bahwa mungkin akan lebih baik bagi Tante Nozomi untuk pergi, jadi dia tidak perlu menderita lagi dan bisa tersenyum senang diatas sana."

Mereka pun tiba di depan pusara bertuliskan nama 'Waku Nozomi', dimana mereka langsung memanjatkan doa disana setelah menaruh sebuket rangkaian bunga diatas sebuah gundukan. Setelah berdoa selama beberapa menit disana, Doremi meminta izin kepada Nyonya Waku supaya mereka juga bisa menziarahi makam Nakayama Shiori yang juga berlokasi di permakaman itu, karena ia teringat bahwa ia pertama kali bertemu dengan Nozomi saat ia ingin menengok Shiori di Rumah Sakit 26 tahun yang lalu.

Sekitar setengah jam kemudian, mereka bergegas meninggalkan permakaman itu dan pulang ke rumah masing-masing.