DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Midori Kuriyama, Kodansha, 2011-2015. Ojamajo Doremi 20's (light novel) © Kageyama Yumi, Kodansha, 2019. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.


Our Future

.

Chapter 26 – The New Squad's Decision


24 Maret 2028

"Fyuh, untung saja nilaiku tidak terlalu jelek tahun ini," ujar Tsuchiya sambil menghela napas lega saat ia melihat nilai-nilai yang diperolehnya dalam kartu rapornya, "Setidaknya, tidak ada nilai dibawah 50, jadi tidak akan ada yang memarahiku di rumah."

"Coba kulihat," sahut Tsubomi sambil menyambar kartu rapor sang kakak kembar yang duduk disebelahnya. Matanya memindai semua nilai yang tertera disana sebelum ia mengutarakan komentarnya, "Hampir semua nilai Zucchini 85, kecuali nilai Matematika dan Bahasa. Nilai Matematika Zucchini 70, sementara nilai Bahasa Zucchini 60."

"Itu lumayan, kan?" Tsuchiya mengangkat bahunya sebelum ia membalas perbuatan Tsubomi, "Sekarang giliranku melihat kartu rapormu."

Bocah berambut merah itu lalu mengambil rapor adik kembarnya dari atas meja gadis berambut biru tersebut. Ia pun mengomentari nilai Tsubomi, "Oh, jadi nilai Bahasamu 75, Nilai Matematika 65, dan selebihnya 80? Nilaimu lumayan juga."

"Tentu saja. Kita kan sama-sama diajari mama di rumah," timpal Tsubomi sambil menukar kartu rapor mereka, "Walaupun kita belum pernah dapat nilai sempurna, tapi setidaknya, nilai-nilai yang kita dapatkan selama ini tidak pernah mengecewakan."

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan nilaimu, Alex?" tanya Tsuchiya kepada bocah berambut pirang yang duduk dibelakangnya, "Tidak ada yang mengecewakan, kan?"

"Ya, setidaknya semuanya masih aman, walaupun nilai-nilaiku bisa dibilang pas-pasan. Kurasa ayah dan ibu tidak akan benar-benar memarahiku," jawab Alex yang kemudian menghela napas, "Nilai terendah yang kudapatkan hanya dari pelajaran Matematika, 55."

"Setidaknya nilai Bahasamu 65, kak. Nilai Bahasaku 50," sahut Alice lesu, "Meskipun nilai Matematika yang kudapatkan 60, tetap saja aku khawatir kalau-kalau nilaiku membuat ayah dan ibu sedikit kecewa."

"Jangan khawatir, Alice. Aku yakin ayah dan ibumu tidak akan kecewa padamu," ujar Tsubomi, mencoba menenangkan Alice, "Bukankah mereka tidak terlalu peduli dengan nilai yang kalian dapatkan? Yang terpenting bagi mereka adalah kalian baik-baik saja dan mahir berolahraga."

"Tidak juga sih, Tsubomi-chan," Alice menggeleng, "Mereka pernah berpesan kepada kami supaya kami berusaha mendapatkan nilai diatas 50, sementara nilai Bahasaku pas 50."

"Kurasa itu bukan masalah yang besar. Kau kan sudah berusaha, Alice."

"Aku tidak terlalu yakin," Alice menundukkan kepalanya, tapi kemudian ia kembali mengangkat kepalanya dan memandang kearah Tsubomi yang duduk dihadapannya, "Andai saja ibuku seorang guru seperti mamamu, jadi aku bisa belajar seoptimal mungkin."

"Tidak perlu seperti itu," Tsubomi melambaikan tangannya, "Kau kan bisa belajar lebih rajin lagi di tahun ajaran baru nanti…"

Tiba-tiba, Tsubomi menjentikkan jarinya sambil berseru, "Aku tahu! Bagaimana kalau kita lebih sering belajar dan mengerjakan PR bersama di rumahku, jadi kau juga bisa diajari mamaku."

"Tapi bagaimana dengan Kira-chan, Nami-chan dan Tono-kun?" tanya Alice, "Rasanya tidak etis kalau kita semua mengerjakan PR bersama di rumahmu, sementara kau tahu sendiri bahwa Kira-chan, Nami-chan dan Tono-kun adalah murid mamamu di sekolah. Kalau mereka mengerjakan PR di rumahmu…"

"Baiklah, aku mengerti apa maksudmu. Akan terasa aneh jadinya kalau Kirarin, Nami-chan dan Tono-kun meminta bantuan dari mamaku, padahal justru mamaku sendiri yang memberikan PR untuk mereka," Tsubomi menghela napas, "Kalau begitu, kurasa kita harus memikirkan cara lain."

.O.

"Eh? Kalian bertiga dapat nilai sempurna?!" tanya Tsubomi tidak percaya saat Kirari, Nami dan Tono memberitahunya tentang nilai-nilai yang mereka dapatkan di rapor mereka, saat mereka berjalan melewati lorong sekolah bersama dengan yang lainnya, "Artinya, nilai kalian jauh lebih bagus dari nilai kami."

"Tidak juga, Tsubomi. Yang dapat nilai sempurna hanya Kirari, sementara nilaiku dan Nami-nee tidak lebih dari 90," sahut Tono merendah, "Belum lagi, kebanyakan nilai yang kudapatkan 80. Hanya ada satu mata pelajaran yang dapat nilai 85, sedangkan di satu mata pelajaran yang lain nilaiku 90."

"Tapi tetap saja, Tono-kun, nilaimu bagus-bagus semua, sementara nilaiku malah kebalikannya," keluh Tsubomi, "Nilaiku juga hampir semuanya 80, tapi dua nilaiku yang lain malah lebih rendah…"

"Setidaknya dengan begitu, tidak jadi masalah kalau kita belajar bersama di rumahmu," timpal Nami, "Kamu nggak perlu minta bantuan mamamu lagi dalam mengerjakan PR. Tinggal tanya kami saja."

"Ya, baiklah… Aku akan mempertimbangkannya."

"Hei, tunggu!" tiba-tiba seseorang memanggil mereka dari arah belakang, "Kami ingin pulang bersama kalian!"

"Eh? Hana-ne… Maksudku, Tante Hana," sahut Tsubomi begitu mengetahui siapa yang memanggil mereka, "Ada mama dan Moni-senpai juga… tapi kenapa kalian ingin pulang bersama kami?"

"Mama juga kurang tahu… Tiba-tiba saja Tante Hana masuk ke ruang guru dan menghampiri mama disana," jawab Doremi sambil mengangkat bahu, "Mama sudah bertanya padanya tentang apa yang terjadi, tapi Tante Hana hanya bilang kalau masalah ini hanya bisa dibicarakan di rumah kita."

"Ngomong-ngomong, berapa kali aku harus bilang padamu, jangan panggil aku senpai?" protes Monica, "Kita kan lahir di tahun yang sama…"

"Iya iya, Moni-chan. Aku hanya tidak ingin kalau nanti ada yang menganggapku tidak sopan disini, hanya karena aku tidak memanggilmu seperti layaknya aku memanggil teman sekelasmu dan senior yang lain," Tsubomi melambaikan tangannya, "Bisa-bisa nanti mamaku juga akan terkena masalah hanya karena itu."

Mereka pun bergegas pulang bersama-sama, sambil membicarakan nilai rapor yang baru saja didapatkan oleh Tsuchiya, Tsubomi, Kirari, Alex, Alice, Nami, Tono dan Monica di tengah perjalanan.

"Kira-chan, kau benar-benar pintar, seperti mamamu," puji Doremi, "Dari semua murid yang pernah Tante ajari, baru kau saja yang bisa mendapatkan nilai sesempurna itu di kartu rapor."

"Ah, Tante tidak perlu memujiku seperti itu," sahut Kirari malu-malu, "Mungkin nilaiku tidak akan sesempurna itu kalau bukan Tante yang mengajariku…"

"Tidak juga. Tante juga mengajari Tsuchiya dan Tsubomi di rumah, tapi tidak ada diantara mereka berdua yang mendapatkan nilai sempurna sepertimu…"

"Itu karena mama dan papa juga tidak pernah mendapatkan nilai sempurna saat mama dan papa masih bersekolah di SD Misora dulu," potong Tsubomi, "dan karena itu juga, akan lebih masuk akal jika kami semua menganggap kalau nilaimu sempurna karena kau memang sepintar mamamu, Kirarin."

"Terserah kaulah, Tsubomi…" Doremi menghela napas, "Yang penting kamu juga setuju dengan apa yang mama katakan."

Tsuchiya menoleh kebelakang sebelum memulai percakapan baru, "Nah, karena sekarang kita sudah tidak berada di lingkungan sekolah lagi, bagaimana kalau kita membicarakan tentang masalah yang ingin Tante Hana kemukakan disini saja?"

"Rasanya itu bukan ide yang bagus, Tsuchiya-kun," Hana menggeleng, "Ini masalah yang sangat penting, jadi sebaiknya kita membicarakannya di rumah kalian."

"Hmm… Jadi ada masalah yang sangat penting dan hanya bisa dibicarakan di rumah Tsuchiya-kun dan Tsubomi-chan…" Nami berpikir sebentar sebelum mengutarakan kesimpulannya, "Apa ini ada hubungannya dengan rahasia rumah itu?"

"Yah… bisa dibilang begitu," aku Hana, "Yang jelas, ada sesuatu yang harus kita lakukan sekarang."

"Sesuatu?" tanya Kirari tidak mengerti, "Maksudnya, kami bisa melakukan sesuatu untuk menolongmu menyelesaikan masalah itu?"

"Lebih tepatnya, beberapa dari kalian bisa menolongku mencegah masalah itu supaya tidak bertambah parah," ralat Hana, "Dengan begitu, semuanya akan berjalan dengan lancar dan seimbang."

"Rasanya aku bisa menebak hal apa yang bisa kami lakukan untuk menolongmu…" simpul Tsubomi sambil menganggukkan kepalanya, "Apalagi, kita hanya bisa membicarakannya di rumahku, dan itu artinya, hanya ada satu hal yang bisa kami lakukan…"

.O.

"Apa?! Jadi Petunia-san protes karena Dorie-chan terpilih menjadi calon Ratu Lunaverse yang berikutnya di dimensi bayangan, dan dia menganggap bahwa hal itu bisa terjadi karena kau yang menjadi calon Ratu Majokai yang berikutnya di dimensi kita?" tanya Doremi tidak percaya setelah Hana menjelaskan tentang masalah yang disebutkannya sejak tadi setibanya mereka di rumah, "Lalu tiba-tiba, Petunia-san mengancam akan membunuhmu dan Dorie-chan jika kalian tidak mengundurkan diri sebagai calon Ratu?"

"Begitulah," Hana menghela napas, "Dorie mendatangi apartemenku minggu lalu untuk menjelaskan hal itu. Dia juga sudah membicarakan hal ini dengan Ratu Lumina di Lunaverse dan katanya, beliau mengusulkan padanya agar Terrie bisa menjadi witchling."

"Dan karena itu juga, kau punya ide supaya Tsubomi, Kira-chan, Alice, Nami-chan dan Moni-chan bisa menjadi majo minarai disini?"

"Bukan hanya mereka. Aku juga ingin mengajak Nonchi, Alya-chan, Vania-chan dan Hima-chan, kalau mereka tidak keberatan," tambah Hana, "Ya, itu juga kalau kau dan yang lainnya mengizinkan. Kau tahu sendiri bahwa ancaman Petunia-san kali ini sangat serius."

"Ya, aku sih setuju setuju saja, kalau Tsubomi dan Nonchi mau…"

"Aku mau!" Tsubomi menyahut perkataan sang ibu, "Kalian tidak perlu bertanya lagi. Tentu saja aku mau. Sejak pertama kali aku pindah ke rumah ini, aku sudah mulai menginginkan kesempatan ini."

"Meskipun kau tahu bahwa nyawa kakakmu, Hana-chan, sedang terancam sekarang?" tanya Doremi, memastikan bahwa putrinya itu sudah yakin dengan keputusannya, "Kau yakin kalau kau tidak akan takut? Bukan tidak mungkin kalau suatu saat nanti, Petunia-san akan mengincarmu dan yang lainnya."

"Aku nggak takut, karena kedengarannya, seseorang yang bernama Petunia itu bukan ancaman yang besar untuk Hana-nee," jawab Tsubomi dengan penuh percaya diri, "Semuanya pasti akan baik-baik saja."

"Baiklah, kelihatannya kau percaya diri sekali, Tsubomi," Doremi tersenyum, "Kalau sudah begini, yang bisa mama lakukan hanyalah mendukungmu."

Sang guru muda lalu mengalihkan perhatiannya kepada Hana, "Jadi, kau akan membawa Tsubomi dan yang lainnya ke Majokai malam ini…"

Hana mengangguk, "Tapi sebelum itu, aku juga ingin mendengar pendapat yang lainnya, jadi… tadi pagi aku sudah memberitahu mereka untuk datang kemari."

"Jadi, mama akan datang kemari?" tanya Kirari, "Tante Aiko, Tante Onpu dan Tante Momoko juga akan kemari?"

"Tanpopo juga kan?" tambah Tsubomi, "Semuanya akan datang kesini?"

"Tentu saja mereka akan datang," jawab Hana dengan yakin, "Kalian tunggu saja."

"Tunggu sebentar! Jadi ibu akan datang kesini?" tanya Alice dengan agak takut, "Aduh, bagaimana ini? Aku takut kalau nanti ibu akan memarahiku disini…"

"Ada apa, Alice?" tanya Doremi sambil mengernyitkan dahi, "Memangnya apa yang kaulakukan sampai harus takut dimarahi?"

"Alice dapat nilai 50 dalam pelajaran Bahasa," jelas Alex, "Padahal kami sudah berjanji kepada ayah dan ibu untuk mendapatkan nilai diatas 50."

"Jadi itu masalahnya…" gumam Doremi yang kemudian berusaha menenangkan Alice, "Menurut Tante, kau tidak perlu sampai setakut itu, Alice. Ibumu pasti akan mengerti kalau kau sudah berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang bagus."

"Sungguh?" tanya Alice ragu, "Tante yakin, ibu tidak akan marah padaku?"

"Tentu saja, ibumu tidak akan marah padamu hanya karena satu nilai 50," sahut Doremi, "Yang penting nilaimu yang lain semuanya diatas 50, dan itu cukup untuk membuktikan bahwa kau sudah berusaha keras untuk mendapatkan yang terbaik."

"Baiklah, aku lega sekarang. Terima kasih, Tante," Alice akhirnya menghela napas lega dan tersenyum, "Aku hanya tidak ingin membuat ibu kecewa dan marah padaku."

"Tidak akan. Lagipula, dulu nilai Bahasa yang didapatkan ibumu juga pas-pasan, jadi ibumu pasti mengerti tentang kesulitan yang kaualami saat mempelajarinya."

"Kubilang juga apa, Alice? Mamaku saja sependapat denganku," tambah Tsubomi, "Kau tidak perlu takut."

"Ngomong-ngomong, Hana-chan, apa Dorie-chan juga akan datang kemari?" tanya Doremi, "Bagaimanapun, yang menjadi sasaran utama Petunia-san adalah Dorie-chan sendiri, kan?"

"Aku belum bisa memastikannya, tapi katanya sih, dia akan datang bersama Terrie kesini minggu ini," Hana mengangkat bahu, "Dorie tidak memberitahuku tentang di hari apa dia akan datang."

"Mudah-mudahan dia bisa datang hari ini, jadi dia bisa menjelaskan tentang Petunia-san kepada yang lain disini," harap Doremi, "Kalau mereka mengetahui keadaannya, mereka pasti akan menyetujui rencanamu menjadikan Tsubomi dan yang lainnya sebagai majo minarai."

Tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi.

"Sudah ada yang datang rupanya," ujar Doremi yang kemudian bergegas menghampiri pintu depan, "Biar kulihat siapa yang datang."

"Aku juga mau lihat," Hana menyusul sang 'ibu' ke pintu, "Aku juga ingin tahu siapa yang datang."

Mereka pun membuka pintu dan melihat siapa yang datang, lebih tepatnya, siapa yang baru saja pulang ke rumah itu, karena yang baru saja datang adalah Kotake, Nozomi dan Miura.

"Kami pulang!" seru mereka memberi salam.

"Selamat datang!" balas Doremi dan Hana.

"Eh, ada Hana-nee…" Nozomi tersenyum begitu melihat siapa yang menyambutnya di rumah, "Tumben sekali, Hana-nee datang kemari."

"Ada apa? Apa ada masalah penting?" tanya Kotake agak serius begitu melihat Hana di rumahnya, "Biasanya, kau datang untuk membicarakan sesuatu yang penting, kan?"

"Biar kujelaskan di dalam, pa, jadi sekarang papa masuk saja kedalam rumah," jawab Hana, "Nonchi dan Miura juga, ayo masuk."

Mereka memasuki rumah itu, kemudian Hana kembali menjelaskan maksud kedatangannya kepada Kotake, Nozomi dan Miura.

"Jadi itu masalahnya?" simpul Kotake setelah mendengarkan penjelasan dari Hana, "Meski begitu, apa kau yakin dengan bantuan anak-anak, kau bisa memecahkan masalah ini dan mengalahkan… si penjahat antar dimensi itu…"

"Namanya Petunia, Kotake-papa," koreksi Hana sambil tertawa geli.

"Ya ya, Petunia atau apalah namanya itu," Kotake memutar bola matanya, "Kau yakin anak-anak bisa menolongmu mengalahkan dia?"

"Aku yakin," jawab Hana dengan mantap, "Kalau Ratu Lumina mencoba memecahkan masalah di dimensi bayangan dengan mengusulkan Terrie menjadi witchling, artinya ini saat yang tepat untuk merekrut majo minarai yang baru disini."

"Jadi, Nonchi, apa kau juga ingin menjadi majo minarai bersamaku?" tanya Tsubomi, "Kita akan mengalami hal-hal yang menyenangkan."

"Tsubomi-nee yakin kalau itu solusi yang bagus?" tanya Nozomi tidak yakin, "Kedengarannya, penyihir yang bernama Petunia itu menyeramkan. Aku jadi takut."

"Kau tidak perlu takut, Nonchi, karena kakak akan selalu melindungimu," Tsubomi berusaha menenangkan sang adik, "Kakak tidak akan membiarkanmu berada dalam bahaya yang besar."

"Tsubomi-nee…" Nozomi akhirnya tersenyum, "Baiklah, aku mau jadi majo minarai bersama Tsubomi-nee."

.O.

Beberapa jam kemudian…

Satu persatu, para mantan ojamajo yang lain pun datang. Alya, Vania dan Himawari pun diajak Hana untuk ikut menjadi majo minarai, dan mereka semua menerima ajakan tersebut. Hazuki, Aiko, Onpu, Momoko dan Pop pun akhirnya menyetujui usul Hana tersebut.

"Ngomong-ngomong, ibu…" Alice akhirnya memberanikan diri untuk bicara, "Nilai Bahasa yang kudapatkan hanya 50."

"Tidak apa-apa, Alice. Kau pasti sudah berusaha keras," sahut Aiko menenangkan putrinya tersebut, "Bahasa memang pelajaran yang sulit. Dulu juga, ibu kesulitan mempelajarinya."

"Ngg… Sebenarnya, sudah ada yang memberitahuku tentang hal itu…"

"Baiklah, rasanya ibu tahu siapa yang memberitahumu," potong Aiko sambil melirik Doremi, "Dia yang dulu pernah dapat nilai 0 dalam ulangan Bahasa hanya karena lupa menuliskan namanya di lembar jawaban…"

"Hei! Itu bisa terjadi hanya karena aku lupa saja," timpal Doremi, "Kau tahu sendiri, kalau aku tidak lupa menulis namaku, nilaiku dalam ulangan itu bisa lebih bagus dari nilaimu, Ai-chan."

"Hanya beda 5 sampai 10 poin saja," Aiko melambaikan tangannya, "Akui saja, Doremi-chan. Sekarang kau memang sudah menjadi guru yang hebat, tapi dulu, kita berada di level yang sama dalam pelajaran Bahasa, sementara nilai Matematika yang kaudapatkan bahkan lebih buruk dariku."

"Haruskah kau membeberkannya di depan anak-anak?"

"Mou, Doremi-chan, Ai-chan, haruskah kalian beradu argumen di depan anak-anak kita seperti ini?" Hazuki melerai Doremi dan Aiko sambil menghela napas, "Lagipula, sekarang ada hal yang lebih penting untuk dibicarakan, dan itu tentang anak-anak kita. Kalian tahu itu, kan?"

"Baiklah…"

"Jadi, Hana-chan, apa malam ini, kau hanya perlu membawa Himawari, Tsubomi-chan, Nonchi, Kira-chan, Alice, Alya-chan, Nami-chan, Moni-chan dan Vania-chan ke Majokai?" tanya Pop, "Bagaimana dengan kami? Apa kami perlu ikut kalian?"

"Kami juga bisa ikut kan, Hana-chan?" Aiko ikut bertanya.

"Tidak perlu. Biar aku saja yang ikut mereka," tiba-tiba Dorie memasuki ruangan itu dan menjawab pertanyaan Pop dan Aiko, "Kalian hanya perlu menunggu kami disini."

"Dorie-chan!" seru Doremi sambil memeluk 'kembarannya' itu, "Akhirnya kau datang juga."

"Aku senang bisa datang kemari dan menemui kalian hari ini," sahut Dorie, "Kau terlihat cantik dengan pakaian kerjamu."

"Kau juga terlihat semakin cantik, Dorie-chan," Doremi melepas pelukannya, "Ternyata kau mengepang rambutmu."

"Ya. Aku mengepangnya supaya terlihat rapi, dan juga, supaya yang lainnya bisa membedakan penampilan kita," Dorie mengutarakan alasannya, "Ngomong-ngomong, kenapa tadi malah Onpu dan Momoko yang menyambutku dan Terrie? Kenapa bukan kau saja yang menyambut kami?"

"Ya… Itu karena…"

"Saat kau sampai di pintu itu, onee-chan sedang ribut-ribut sedikit dengan Ai-chan," potong Pop, "Kebetulan, Onpu-chan dan Momo-chan sedang tidak ingin melihat keributan mereka, dan memutuskan untuk berjalan ke dekat pintu tempat kau datang, jadi… itulah sebabnya, mereka yang menyambut kalian."

"Oh iya, Dorie-chan, mana Terrie?" tanya Hazuki, "Tadi katamu dia juga ikut kesini…"

"Terrie sedang asyik mengobrol bersama Nami-chan dan Moni-chan," jawab Onpu yang kembali memasuki ruangan itu bersama Momoko, "Kelihatannya, mereka bisa langsung akrab."

"Itu juga karena Nami dan Monica menyambutnya dengan hangat, jadi Terrie bisa lebih cepat terbuka dengan mereka," timpal Dorie, "Aku sengaja tidak membawa Terrie saat menemui Hana di apartemennya minggu lalu, karena sebelumnya, dia tidak pernah mau melihat dimensi yang berbeda dari dimensi tempat tinggalnya."

"Apa karena itu juga, kau tidak membawa Terrie saat pertama kali kau kesini beberapa bulan yang lalu?" dengan spontan, Doremi bertanya, "Kenapa sekarang dia mau kesini?"

"Ya, kupikir saat itu, anak-anak kalian tidak sedang berkumpul, makanya aku tidak membawa Terrie kesini," jawab Dorie, "Hana memberitahuku tentang idenya menjadikan anak-anak kalian sebagai majo minarai, jadi kupikir, tidak ada salahnya bagiku untuk mengajak Terrie kesini hari ini. Siapa tahu saja, dia bisa berteman baik dengan anak-anak kalian."

"Aku mau bertemu Terrie!" seru Tsubomi sambil berlari menuju ke ruangan tempat Terrie mengobrol bersama Nami dan Monica, "Aku ingin tahu apa dia mirip denganku atau tidak."

"Aku ikut, Tsubomi-nee!" sahut Nozomi. Gadis kecil berambut cokelat itu pun menyusul sang kakak, kemudian diikuti oleh Kirari, Alice, Alya, Vania dan Himawari.

"Kelihatannya, mereka penasaran sekali dengan Terrie," ujar Doremi. Ia kemudian teringat sesuatu dan bertanya, "tapi kenapa kau tidak membawa Teddy? Meskipun dia tidak menjadi witchling seperti Terrie, dia kan juga anakmu. Kalau kau membawanya, dia mungkin juga bisa berteman baik dengan Tsuchiya, Miura, Alex dan Tono."

"Ya, aku mau saja membawa Teddy kesini, tapi sekarang, dia sedang menikmati quality time bersama ayahnya, Todd," jelas Dorie yang kemudian menyadari keberadaan Kotake di ruangan itu, "Ah, kebetulan sekali, aku bisa bertemu denganmu disini, Kotake."

"Oh, ya… Salam kenal, Dorie," sapa Kotake, "Kau benar-benar mirip dengan istriku. Untung saja model rambut kalian berbeda sekarang."

"Kau juga mirip dengan suamiku, karena pada dasarnya, kita semua sama," sahut Dorie, "Hanya anak-anak kita saja yang berbeda, juga Momoko dan Hana."

"Bicara soal perbedaan, apa kau… sudah tahu tentang… alasan perbedaan itu?" tanya Doremi ragu, "Maksudku, karena sekarang kita semua sudah dewasa, jadi… mungkin saja…"

"Aku sudah mengetahuinya dari Ratu Lumina," jawab Dorie sambil tersenyum tipis, "Jou-sama memberitahunya sesaat setelah kau menolongku mengembalikan wujud Patina, dan… tepat saat Ratu Lumina menunjukku menjadi penerusnya, beliau menceritakan padaku tentang hal itu."

"Setidaknya, kau jadi paham bahwa perbedaan yang kita miliki ada untuk melindungimu."

Dorie mengangguk, "Aku benar-benar berterima kasih kepada Jou-sama tentang hal itu."

Mereka lalu mengobrol selama beberapa jam sampai akhirnya Hana mengecek jam tangannya dan berkata, "Baiklah, sudah waktunya. Aku harus membawa mereka pergi sekarang."

"Hana-chan…" sebelum Hana sempat keluar dari ruangan itu bersama Dorie, Doremi berpesan padanya, "Jaga mereka baik-baik. Aku takut Petunia-san akan berniat mencelakai mereka."

"Tenang saja, Doremi-mama," sahut Hana dengan nada meyakinkan, "Aku akan menjaga adik-adikku dengan baik."

Hana dan Dorie lalu bergegas menuju ke ruangan tempat Tsubomi, Nozomi, Kirari, Alice, Alya, Nami, Monica, Vania, Himawari dan Terrie mengobrol, kemudian mereka melewati pintu menuju Majokai.

'Ini keputusan kami,' pikir Tsubomi sambil tersenyum, penuh percaya diri, 'Kami akan meneruskan apa yang dulu mama dan para sahabat terbaiknya lakukan untuk dunia ini.'