.

.

.

.

Sakura's Unexpected Love

Chapter 3

The Game, The Gift, and The Truth Part 1

.

.

.

Disclaimer © : Masashi Kishimoto

The character belong to him

But the story originaly mine

.

.

.

Warning!

OOC inside

.

.

Romance, Hurt/Comfort, General

.

.

Summary : Ketika kita mencintai seseorang pasti ada rasa tak ingin kehilangan, maka kita akan berusaha mendapatkan dia agar tidak dimiliki oleh orang lain. Namun tepat harus siap dengan resiko./Aku sudah lama menyukaimu, Sasuke-kun! Jadilah pacarku!/Maaf. Tapi aku tidak mengenalmu./-/Kenalkan, namaku Sakura, Haruno Sakura/Aku Takumi Harada, kamu bisa panggil aku 'Takumi'/ Setelah penolakan itu Sakura menjadi bahan ejekan kakak-kakaknya. Tapi Sakura tak seberuntung itu, ada seorang anak baru dari kelas X-A yang menemaninya menghabiskan waktu selama pelajaran pertama berlangsung di luar kelas karena sama-sama terlambat masuk kelas.

Enjoy!


Sakura's POV

Akhirnya bel pulang. Aku sudah menepati janjiku dalam permainan Takumi. Tapi bagaimana dia memberitahuku untuk bertemu dengannya? Bikin janji tapi tidak memberi tahu cara menghubunginya. Huuh... aku curiga dengan sikapnya, jangan-jangan dia cuman mau mempermainkan aku? Oh tidak! Tapi bagaimana kalau dia benar-benar datang menemuiku? Kyaaa xD

"Kamu kenapa forehead? Cengar-cengir sendiri kaya orang gila," Ino mengejekku lagi. Memang aku cengar-cengir sendiri? Eh iya benar aku senyum-senyum sendiri karena memikirkan janji Takumi. Tapi aku tak mau bilang pada Ino.

"Heey... jawab kalo orang nanya, kebiasaan," ucap Ino lagi yang sudah membereskan semua perlengkapannya.

"Aku sedang senang. Memang tidak boleh aku senyum, pig?" jawabku jujur.

"Senang?... Aaaah aku tahu! Let me guess," tahu apa, No? Sok tahu. Aku menyilangkan dada untuk mendengarkan ke'sok tahuan' Ino yang semuanya pasti meleset.

Ino melirik ke kanan kiri, lalu mendekatkan dirinya ke telingaku layaknya orang yang sedang memberitahu rahasia.

"Kamu menyatakan cinta pada si pangeran es menyebalkan itu? Lalu kamu diterima, begitu?" bisik Ino. Tuh kan apa aku bilang, dia meleset lagi. Dia tahu resikonya kalau membicarakan hal ini keras-keras. Bisa-bisa aku babak belur oleh fans club Sasuke-kun.

"Tetot! Kamu salah," ucapku menyilangkan tangan membentuk tanda X pada Ino. Ino pun cemberut karen tebakannya salah- lagi. Ah aku lupa harus segera ke gedung kelas XII. Aku pun pergi meninggalkan Ino yang kesal dengan jawabannya sendiri.

"Ugh! Lalu apa?" tanya Ino yang juga menyusulku.

"Nanti kalau sudah pasti aku beri tahu deh, aku janji. Sebaiknya kamu pulang, nanti Sai-senpai menunggumu," ucapku agar Ino tak banyak tanya lagi. Terpaksa aku juga mengatakannya.

"Kenapa? Kita pulang bareng saja, kebetulan Sai-kun sedang ada urusan di kampusnya," tanya Ino. Ya dia sudah punya kekasih yang lebih tua 4 tahun darinya. Yang juga alumni sekolah kami mengemban ilmu.

"Aku harus ke gedung kelas XII.. aku dapat hukuman membersihkan kolam renang di sana, maaf ya Ino. Kapan-kapan kita pulang bareng, oke..? bye bye," aku pun mengakhiri obrolan ini dengan Ino dan langsung berlari sambil melambaikan tangan ke arah Ino yang juga mebalas lambaian tanganku.

"Sekarang aku harus meminjam peralatan pada Bibi Chiyo," aku pun pergi menuju tempat tinggal bibi kantin. Bibi kantin yang bernama Chiyo itu sangat baik dan memang tinggal di sekolah. Setelah aku meminjam peralatan kebersihan, aku langsung menuju tempat tujuan. Kondisi tempat ini cukup membuatku ngeri karena penampilannya seperti sudah jarang sekali dipakai. Air hujan yang menggenang di kolam sangat kotor dan tinggi sepertinya.

Aku naikkan baju tangan seragamku hingga siku, kupakai sarung tangan dan masker di daguku, eh aku ikat dulu rambutku.

"Hm? Ternyata sudah sepanjang ini rambutku," ya aku memiliki rambut merah muda yang panjang nya sepunggung.

Oke pertama-tama aku harus mengambil dulu daun-daun dan sampah yang ada di kolam dengan jangkar ini.

"Haah.. ini tak akan beres dalam waktu sehari kalau aku yang membersihkannya sendiri. Harus berminggu-minggu," ucapku.

End of Sakura's POV

.

.

Lalu bagaimana dengan satu orang pemuda yang meminta hukuman membersihkan kolam renang? Sebenarnya sedari tadi pemuda ini mengikuti Sakura yang sudah terlebih dahulu berlari meminjam peralatan kebersihan. Dari sana, Sasuke juga meminjam peralatan kebersihan seperti yang Sakura pinjam kepada Bibi Chiyo.

"Ah.. kamu yang tadi pagi, kan? Siapa namamu lagi, nak?" pertanyaan yang tidak diduga oleh Sasuke, haruskah dia berkata jujur pada Bibi Chiyo? Ya harus.

"Iya, bi," jawab Sasuke sambil melepas kacamata dan penutup jaketnya. Menampilkan sosok pangeran sekolah yang digilai oleh semua murid perempuan di sekolahnya atau mungkin sekolah lainnya.

"Oohh.. nak Sasuke! Penampilanmu sangat jauh berbeda tadi. Pantas Sakura-chan tidak mengenalimu," ucap Bibi Chiyo

"Aku juga merasa heran, Bi. Dan karena kemarin Sakura bilang dia menyukaiku, jadi aku ingin sedikit mengerjainya. Mungpung ada kesempatan. Dan kalau aku dan Sakura kembali, Bibi jangan bilang apa-apa. Ini rahasia kita. Ah sudah hampir sore, aku harus ke gedung kelas XII menyelesaikan hukumanku. Arigatou Chiyo-baasan," setelah penuturan tersebut, Bibi Chiyo akhirnya bisa bernapas lega. Tapi dia juga kepikiran, apakah Sakura diterima oleh sang pujaan hati atau tidak. Dia tak sempat menanyakannya karen Sasuke sudah pergi menuju gedung kelas XII.

"Mereka sama-sama mendapat hukuman yang sama rupanya. Semoga jadi awal yang baik untuk Sakura-chan," komentar Bibi Chiyo dan masuk rumah lagi.

.

.

.

Sasuke akhirnya sudah ada di depan pintu tempat kolam renang. Sasuke kenakan lagi kacamata dan menutup rambutnya dengan tudung jaketnya, berubah dalam mode 'Takumi'. Lalu Sasuke buka knop pintu itu, di dorong ke depan yang menghasilkan bunyi berderit dan melihat Sakura sedang membersihkan air kolam yang kotor itu dari sampah dan dedaunan dengan jangkar. Yang Sasuke lihat juga, Sakura sedang melihat kearahnya, mungkin karena bunyi pintu yang dibuka oleh seseorang.

Terlihat jelas di sana, Sakura sedang tersenyum lebar mendapati ternyata dirinya datang- bukan 'Takumi' yang datang menepati janjinya, mungkin. Sasuke pun atau 'Takumi' pun berjalan menghampiri Sakura di sana yang masih tersenyum lebar dan memiringkan kepala. Kenapa? Kaget huh?

"Hai. Aku juga mendapat hukuman yang sama denganmu ternyata.. aku pikir kita akan bertemu setelah masing-masing hukuman kita selesai, hahaha" ucap Sasuke yang sudah memakai sarung tangan dan masker. Sakura terus saja memiringkan kepala dan berkedip-kedip pelan melihat manusia yang ada di hadapannya minum senyum tadi yang diperlihatkan. Lalu dia terseyum lagi dengan lembut dan mata menyipit.

"Hehehe... aku sudah menepati janji, dan sekarang Takumi datang menemuiku, hehehe.. aku anak baikkan Takumi? Jadi hadiahnya apa?" ucap Sakura dengan cengiran ala anak TK. Sasuke/'Takumi' tak menyangka kalau itu jawaban yang kelaur dari mulut Sakura dan ekspresi Sakura. Ekspresi yang membuat jantung Sasuke atau 'Takumi' yang berdebar-debar tak karuan.

"Setidaknya aku jadi tidak ragu lagi, hihi.." sambung Sakura yang kembali pada kegiatannya.

'Hm? Ragu? Mungkin dia berpikir aku akan mempermainkannya,' ucap 'Takumi'.

"Aku hanya tak mau jadi buronanmu saja. Hadiahnya belum aku pikirkan," kini Sasuke juga mengmbil jangkar dan mempersihkan dedaun serta sampah di sana. Mendengar balasan 'Takumi', Sakura tertawa renyah dibuatnya. Sasuke juga jadi ikut tersenyum geli.

"Hey, boleh memanggilmu dengan suffixkun?" tanya Sakura meminta pesetujuan dari 'Takumi'.

"Tentu saja. Sakura-chan," balas 'Takumi' yang membuat Sakura tersenyum dan memerah. Senang dipanggil seperti itu oleh lawan jenisnya, selain Sasori dan seseorang yang jauh di sana.

"Hahaha... seandainya Sasuke-kun yang memanggilku seperti itu," ucap Sakura lirih dan itu terdengar oleh 'Takumi' yang juga adalah Sasuke sendiri. Ada rasa senang karena Sakura masih memikirkannya, tapi sedih juga karena yang ada di depan Sakura bukanlah dirinya, Sasuke, melainkan 'Takumi'. Samaran yang dia lakukan untuk mengerjai gadis yang sempat menyatakan cinta padanya. Tapi ini juga salahnya sendiri memulai semua ini, dan sekarang dia yang merasa 'aneh' sendiri.

"Hmm.. Sebenarnya kenapa dengan Sasuke? Sepertinya kamu sangat menyukai Uchiha itu, dia 'kan orangnya dingin sekali," pertanyaan untuk dirinya sendiri, semoga dia tak mendapat jawaban yang membuatnya kecewa.

"Heemm... kelihatan sekali ya kalau aku menyukai Sasuke-kun?" tanya balik Sakura padanya masih dengan kegiatan mereka. 'Takumi' diam sejenak dan akhirnya menjawab.

"Hn. Karena kamu tidak berhenti membicarakannya" ucap 'Takumi'. "Eh Sakura sepertinya sudah sedikit bersih," sela Sasuke yang secara terpaksa mengalihkan dulu topik pembicaraan mereka. Ini juga agar hukuman mereka bisa segera selesai mengingat hari mulai sore.

"Ah kamu benar. Kita buang airnya sekarang. Takumi-kun, sepertinya kita akan membersihkan kolam ini cukup lama, tak mungkin hari ini juga beres," ucap Sakura. 'Takumi' langsung menuju mesin yang dapat membuang air di kolam itu ke penampungan yang entah ke mana arahnya.

"Iya benar, mungkin besok kita harus ke sini lagi. Kita tunggu sampai airnya habis dulu saja," jawab 'Takumi'.

"Hm. Besok juga hari libur jadi kita bisa cepat menyelesaikannya," sambung Sakura setuju dengan pendapat 'Takumi'. Sakura pun masih mengambil sisa sampah yang ada di sekitar kolam renang. Dia masukkan ke dalam kantung keresek hitam. 'Takumi' juga membantu Sakura memasukkannya ke dalam keresek tersebut. Sambil memungut sampah itu, 'Takumi' kembali bertanya tentang orang yang Sakura sukai itu, Sasuke. 'Takumi' berbalik agar memunggungi Sakura.

"Sebenarnya apa yang kamu lihat dari Sasuke?" tanya 'Takumi' lagi.

"Sebenarnya... ada satu hal yang aku sukai dari Sasuke-kun. Aku tak percaya akan mengatakan ini pada orang lain. Ehmm... " ucap Sakura setelah memikirkan yang sebenarnya. Sakura tak langsung mengatakannya. 'Takumi' tetap pada posisinya bersiap dengan jawaban Sakura. Apa yang membuatnya jatuh cinta pada Sasuke, pada dirinya.

"Ehmm... aku menyukai matanya. Aku suka melihat matanya dari kejauhan. Sungguh... tapi tekadang aku merasa Sasuke-kun selalu menahan perasaannya dengan ditutupi oleh tampang datarnya. Dan rasanya aku kasihan melihatnya," sambung Sakura yang secara terang-terangan mengungkapkan isi hatinya pada orang lain, yang baru dia kenal belum 24 jam ini.

Sasuke atau 'Takumi' tersenyum. Berbalik menghadap punggung Sakura yang dia lihat masih membersihkan sampah itu. Gadis ini memperhatikan dirinya sampai seperti itu. Dia juga terkadang merutuki wajahnya yang kelewat datar itu, tapi gadis bersurai merah muda ini mengasihani dirinya. 'Takumi' bersuara.

"Heeh.. Dasar stalker," celetuk 'Takumi'.

Mendengar kata stalker dari 'Takumi', Sakura langsung berbalik dan–

"Apa kau bil- waah!"

–terperanjat. Sakura hampir saja terjungkal kebelakang karena posisi 'Takumi' yang sedang menghadapnya. Namun dengan sigap, 'Takumi' menangkap tangan kiri Sakura dengan tangan kanannya. Karena tarikan tangan 'Takumi' yang cukup kencang mengakibatkan tubuh Sakura menubruk 'Takumi', hingga posisi mereka sekarang seperti berpelukan erat. Tangan kiri 'Takumi' merangkul pinggang Sakura, sedangkan kepala Sakura terbenam di dada 'Takumi' dengan kedua tangan yang memeluk punggung 'Takumi'.

Deg Deg Deg

Jantung mereka seketika berdetak tak karuan, semakin menjadi. Terutama jantung 'Takumi' atau Sasuke, yang pasti sangat jelas bisa terdengar oleh Sakura secara Sakura berada tepat di dada 'Takumi'.

"Sakura-chan," sahut 'Takumi' pelan. Entah kenapa suaranya tedengar lirih.

Sadar dengan posisi mereka saat ini, Sakura cepat-cepat mendorong tubuhnya agar terlepas dari 'Takumi'. 'Takumi' juga melepaskan rangkulannya dari pinggang Sakura.

'Tadi itu apaa? Memalukan sekali~~ /,' batin Sakura. Dia tertunduk malu, mukanya sudah memerah.

'Ada apa dengan jantungku, Kami-sama?' batin 'Takumi' alias Sasuke.

Mereka terdiam setelah peristiwa itu. Hanya sebentar karena 'Takumi' mengajak berbicara lagi. Dia meminta maaf.

"Maaf, Sakura-chan!" ucap 'Takumi' membungkuk. Sakura cukup terkejut dengan tindakan 'Takumi' dan menghampirinya.

"Sudah. Aku tak apa-apa. Makannya jangan mengejutkanku lagi, ya?" ucap Sakura sambil menegakkan tubuh 'Takumi' lagi agar tidak membungkuk lagi.

"Lagi pula tadi hanya kecelakaan. Anggap saja tidak terjadi apa-apa," sambungnya. Menatap 'Takumi', tujuannya agar 'Takumi' yakin dan tak merasa bersalah lagi.

"Hn." jawab 'Takumi' singkat. Kembali dengan posisinya.

"Euuh.. ka-kalau begitu kita lanjutkan lagi membersihkannya," ucap Sakura dengan senyum yang sedikit kaku dia tunjukkan pada 'Takumi'.

Hening beberapa saat. Yang terdengar hanya suara kresek yang dimasuki oleh sampah yang dikumpulkan oleh mereka berdua. Dan deru mesin menyedot air yang menjadi latar mereka. Tak ada kata yang terucap sedikit pun setelah kejadian yang tak disengaja itu.

'Kalau saja itu Sasuke-kun,' batin Sakura. Ada semburat merah di pipinya namun segera dia tepis. Mana mungkin hal itu terjadi pikirnya.

'Kalau saja dia tahu, kalau aku ini Sasuke. Mungkin dia sudah pingsan, hehehe,' di sisi lain 'Takumi' atau Sasuke dengan pikiran narsisnya. Pangeran kita yang satu ini ternyata memiliki sisi lain yang tak diketahui oleh orang lain, termasuk oleh orang yang berada di dekatnya. -OOC sekali-

Jenuh dan bosan dengan pikiran mereka masing-masing. Akhirnya keheningan itu terhenti dengan ucapan yang akan keluar dari mereka secara bersamaan.

"Euuh, Sakura-chan/Takumi-kun," ucap mereka bersamaan. Sontak mereka menolehkan kepala.

"Kau saja duluan, Sakura-chan," ucap 'Takumi' memberi izin Sakura untuk berbicara terlebih dahulu.

"Ahahah.. Tidak. Rasanya hening sekali, makannya aku bersuara," tawa kaku Sakura membuat 'Takumi' tersenyum sedikit lebar. Ternyata mereka memiliki pemikiran yang sama.

"Aku juga berpikir seperti itu, Sakura-chan, hahaha," balas 'Takumi'.

"Hehehe..." mereka tertawa garing.

Tawa Sakura terhenti karena mengamati 'Takumi' sekarang.

"Takumi-kun, kamu tidak gerah? Dari tadi kamu memakai jaket tebal itu dan penutup kepalanya."

'Gerah sebenarnya, tapi ini untuk penyamaranku agar tak terbongkar,'

"Eh? Gerah sedikit, tapi aku lebih nyaman seperti ini."

"Emmm.. soudesune. Ya sudah kita selesaikan yang bisa kita lakukan hari ini, besok kita lanjutkan lagi," ucap Sakura menyudahi basa-basi ini.

"Oke," balas 'Takumi' dan mereka kembali pada pekerjaan yang tadi sempat tertunda, diselingi dengan obrolan kecil antara Sakura dan 'Takumi'. Sampai akhirnya air yang ada di kolam sudah berkurang setengahnya. Mereka menghentikan kegiatan mereka karena hari sudah semakin gelap dan saatnya untuk pulang. Mengingat rumah Sakura cukup jauh dari sekolah, begitu pula dengan 'Takumi' atau Sasuke.

Mereka membereskan barang pinjaman mereka dan berjalan menuju rumah Chiyo baa-san untuk mengembalikan peralatan kebersihan yang mereka pinjam.

.

.

.

Sambil berjalan menuju loker, mereka melakukan sedikit perbincangan lagi.

"Aku tak percaya kamu bisa memiliki perasaan seperti itu pada Sasuke, Sakura-chan. Hanya dengan memeprhatikannya kamu bisa jatuh cinta padanya," ucap 'Takumi' berkomentar.

"Hahaha.. aku juga tidak tahu kenapa timbul perasaan seperti ini. Mungkin kita terbiasa melihatnya dan Sasuke-kun orangnya berbeda dari anak laki-laki yang lain, kau tahu maksudku. Dengan sikapnya yang cuek dan dingin, aku yakin semua gadis penasaran dengannya, termasuk aku. Tapi aku tulus menyukainya," ucap Sakura. Wajahnya bersemu lagi dan sedikit menutup wajahnya.

'Kenapa aku tak menyadari bahwa ada gadis semanis ini yang selalu memperhatikanku dengan perasaan yang tulus sepertimu, Sakura-chan' ucap Sasuke dalam hati. Memperhatikan Sakura yang sedang menutup wajahnya karena malu.

"Kalau kamu menyukainya dengan tulus, kenapa tidak kamu ucapkan perasaanmu pada Sasuke?" 'Takumi' tahu apa yang akan keluar dari mulut Sakura. Dia sengaja menggodanya walaupun Sakura tak tahu niat 'Takumi'.

"Aku sudah pernah menyatakan perasaanku pada Sasuke-kun. Tapi..."

"Sasuke menolakmu?" sebenarnya dia tahu apa jawabannya. Tapi bukan itu niat awal Sasuke. Hanya uncapanya langsung dipotong oleh Sakura dan Sakura pergi begitu saja. Tapi Sasuke juga tak mau buru-buru memiliki suatu hubungan, apalagi dengan orang yang abru dikenalnya. Awalnya dia akan menolaknya tapi melihat wajah Sakura yang cukup manis dan simpati karena tak tega melihat ekspresi wajah Sakura yang seakan-akan sedang menghadapi ujian –menurutnya itu, menjadikan Sakura sebagai teman wanitanya. Ini merupakan suatu kemajuan dari seorang Uchiha. Melibatkan seorang wanita ke dalam hidupnya.

"Dia menolakku, dengan alasan tak mengenalku.. haha mungkin benar dia tak mengenalku. Aku kan hanya gadis biasa tidak seperti teman-teman perempuannya yang selalu mengekorinya, mereka kan cantik-cantik. Kau lihat ini (Sakura menunjukkan luka pada kedua lututnya)? Ini kenang-kenangan saat aku menyatakan cinta pada Sasuke-kun," ucap Sakura dan tersenyum miris, sambil mengangkat kedua kakinya dari permukaan air kolam, menampakkan luka perban di lututnya pada 'Takumi'.

"Kamu terjatuh saat menyatakan cinta pada Sasuke? Apa masih sakit?" 'Takumi' panik dan merasa bersalah. Kenapa dia baru menyadari luka di kedua lutut Sakura. Dia menjadi semakin merasa bersalah pada gadis soft pink di sampingnya. 'Takumi' menyentuh perban di lutut kiri Sakura.

"Iya aku terjatuh, karena menyatakan cinta di atap sekolah dan saat menuruni tangga aku terjatuh hahaha... kau tahu? Perih sekali waktu itu, lututku dan hatiku pastinya," jawab Sakura dengan nada sedikit penekanan saat mengucapkan 'hati'. Lalu Sakura tertawa lagi. Memangnya lucu? Ucap Sasuke dalam hati. Secara reflek 'Takumi' mengelus kepala Sakura lembut dan berucap dalam hati.

'Jadi suara waktu itu karena dia terjatuh. Maafkan aku, Sakura,' batin Sasuke.

Sakura yang mendapat perlakuan seperti itu tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia diam saja sambil menikmati sentuhan 'Takumi' di rambutnya. Lalu 'Takumi' menghentikan elusannya pada Sakura dan kembali pada topik sebelumnya.

"Kau tahu Sakura-chan? Kamu harus lebih percaya diri lagi. Dan aku rasa tidak semua laki-laki menyukai perempuan yang selalu mengekorinya. Itu sangat menggangu. Dan jangan kamu anggap kamu gadis biasa, kamu anak yang ceria, baik, tegar, dan cantik," puji 'Takumi'. Untung saja dia memiliki otak jenius jadi dia bisa mengelak dengan mudah.

"Kamu ini sok tahu, Takumi-kun. Kamu baru tahu aku hari ini, tapi sudah seperti mengenalku saja," ucap Sakura yang memukul sedikit lengan 'Takumi'. Tapi bisa terlihat dia kembali merona merah.

"Aku sempat berpikir untuk menyerah pada Sasuke-kun, dan mencintai pria lain, tapi.." kembali pandangannnya menghadap langit yang mulai menggelap. Ucapannya menggantung membuat 'Takumi' bertanya-tanya.

"Tapi?" ulang 'Takumi'.

"Tapi aku tak boleh menyia-nyiakan persiapan yang aku lakukan selama ini. Belajar giat untuk masuk sekolah ini, mendapat kelas yang sama seperti kakak-kakakku, mempertahankan posisiku, dan perasaan yang sudah lama aku pendam pada Sasuke-kun, aku rasa dibalik semua yang kulakukan aku selalu melibatkan perasaanku pada Sasuke-kun. Makannya sekarang aku tak sekelas dengannya karena ada rasa tak ikhlas di dalamnya. Motif terselubung haha. Tapi aku juga harus berterima kasih pada perasaan yag kumiliki sekarang, berkatnya aku bisa sekolah di sini, yang menurutku akan sedikit sulit untuk mendapat posisi yang tinggi di sini, dan aku bersyukur bisa berada di kelas X-B meski tujuanku adalah X-A, sama seperti Karin-nee dan Sasori-nii, mereka juga turut serta sebagai motivasi," ucap Sakura panjang lebar. Lalu 'Takumi' menepuk pundak Sakura dengan sedikit penekanan, Sakura pun menoleh. Di sana 'Takumi' kembali tersenyum.

"Kamu salah Sakura-chan. Yang harus berterima kasih pada Tuhan, dan semua yang kamu lakukan adalah hasil kerja kerasmu. Sasuke, Karin-nee, dan Sasori-nii hanyalah .. em benar motivasi untukmu. Hmm? Aku juga sangat bersyukur bisa bertemu denganmu, Sakura-chan" ucap 'Takumi' menasehati. Namun kalimat terakhir yang diucapkannya membuat Sakura sedikit terlonjak kaget. Bagaimana bisa?

"Saranku, betul jangan kamu sia-siakan usaha yang kamu bangun selama ini. Ditolak satu kali bukan berarti kamu tak bisa berteman dengan Sasuke, kan? Cobalah untuk mendekatinya. Aku juga jika ada yang tiba-tiba mengaku seperti itu akan memberi alasan yang sama, tapi aku akan mengajaknya berteman. Mungkin kalau kamu dengar Sasuke bicara sampai selesai, kamu akan tahu kalimat selanjutnya yang akan dia katakan," ucap 'Takumi'. Iya ucapan 'Takumi' ada benarnya. Dia teringat saat Sasuke menjawab pernyataan cintanya, setelah kalimat yang menyakitkan itu rasanya Sasuke seperti ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi karena terlalu takut dengan kalimat yang akan diucapkan selanjutnya Sakura langsung memotong pembicaraan dan pergi begitu saja.

Dari sudut pandang 'Takumi', Sakura seperti memikirkan sesuatu. Mengingat kembali dan mencerna setiap ucapannya. Semoga tersampaikan maksudnya pada Sakura kemarin saat penolakan itu. Karena menurut Sasuke, Sakura cukup manis dan ternyata enak diajak bicara.

"Mungkin kamu ada benarnya, aku hanya terlalu takut dengan kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut Sasuke-kun, jadi aku memotong pembicaraan secara sepihak dan pergi begitu saja. Aku takut kaliamt yang kelaur dari mulutnya akan semakin menyakitiku melihat sikapnya pada setiap gadis yang menatapnya dengan tatapan kagum," ucap Sakura penuh denga alasan.

"Begitu kah? Menurutku kamu berbeda dengan gadis-gadis di luar sana, Sakura-chan," ucap 'Takumi' memuji Sakura lagi.

"Jangan mengatakan hal semacam itu lagi, wajahku sudah panas karena ucapanmu itu. Lihat! Wajahku memarah lagi," rengek Sakura yang malu karena kata-kata 'Takumi'.

"Ahahaha.. gomen, gomen," 'Takumi' hanya tertawa.

Perbincangan mereka akhirnya harus berakhir karena air di klam sudah hampir semuanya habis ke dalam saluran pembuangan.

"Ah.. sepertinya kita bisa pulang sebentar lagi, Sakura-chan. Lihat! Air di kolam sudah banyak berkurang," seru 'Takumi'.

"Un? Akhirnya kita bisa pulang meskipun tak banyak yang kita lakukan hari ini," ucap Sakura yang merenggankan otot-ototnya dan berdiri.

Mendengar ucapan Sakura mereka jadi tertawa sendiri. Memang benar tak banyak yang mereka lakukan, hanya mengambil daun dan sampah di kolam, kemudian menyaring air dan menyumpulkan sampah kolam ke dalam keresek. Bagian paling cape adalah hari esok.

"Seperti kita akan banyak kerja besok. Kamu jadi kan besok kita bersama membersihkan tempat ini?" tanya Sakura. Dia berdiri merapikan roknya dari debu. 'Takumi' pun ikut berdiri dan merapikan seragamnya, lebih tepatnya jaket. 'Takumi' mematikan mesin penyedot air itu dan mengambil tasnya juga peralatan kebersihan yang dipinjamnya. Sakura yang sudah siap dengan tas dan peralatan kebersihan itu menunggu 'Takumi' di depan pintu keluar. Akhirnya 'Takumi' selesai dengan peralatannya dan segera menghampiri Sakura.

Sepanjang perjalanan melewati gedung kelas XII, banyak yang 'Takumi' dan Sakura bicarakan, namun kebanyakan Sakura bercerita tentang perasaannya yang hanya bisa melihat Sasuke dari jauh. Dan seiring waktu, Sasuke memikirkan sesuatu. Ada apa dengannya saat melihat Sakura tersenyum, mengapa hatinya terasa tenang saat melihatnya? Lalu ada apa dengan jantungnya? Ada apa dengan sikapnya hari ini? Mengapa harus membohongi Sakura sebagai murid pindahan dari Amerika? Kenapa harus menyamar? Ada apa dengannya hari ini? Ini perasaan yang baru Sasuke rasakan. Yang memaksa masuk ke dalam diri Sasuke. Menerobosnya. Seperti ingin terus membuat Sakura bahagia. Terus melihat tawanya dan mata emerald-nya. Sasuke baru sadar, mata Sakura begitu indah. Sangat betah untuk memandangnya. Dan mengapa hari ini dia lebih banyak tersenyum? Dan kenapa jadi lebih banyak berbicara dari biasanya? Apakah..

.

.

.

.

Sekarang mereka sudah ada di depan rumah Bibi Chiyo. Sakura yang mengetuk pintu rumah Bibi Chiyo dan 'Takumi' yang membawa peralatan di belakang Sakura. Pintu terbuka dan menampakkan sesosok wanita tua.

"Bibi, besok kami akan meminjamnya lagi. Karena belum beres seluruhnya," ucap Sakura menyerahkan peralatannya.

"Oh. Baiklah," jawab Bibi Chiyo. Mereka pun berpamitan untuk pergi. Entah setelah itu benar-benar tak ada topik pembicaraan lagi di antara merka berdua. Sampai akhirnya...

"Sakura-chan, kamu duluan saja. Aku lupa mengatakan sesuatu yang harus kita butuhkan pada Bibi Chiyo. Tak apa kan?" tanya 'Takumi' yang entah sejak kapan ada di belakang Sakura, bukannya tadi mereka berjalan berdampingan?

"A? Un. Daijoubu desu," jawab Sakura menganggukkan kepala dan tersenyum. "Kalau begitu aku duluan. Aku juga buru-buru, takut ketinggalan bis terakhir. Jaa mata, Takumi-kun," sambungnya dan mulai berlari ke arah gedung kelas X dan XI.

"Bis terakhir? Semoga bisnya masih ada," lalu Sasuke pergi menuju toilet pria.

"Haaaah... akhirnya aku bisa melepas jaket ini. Gerah sekali," Sasuke melepas jaketnya dan kacamata. Sasuke kemudian memandang dirinya di cermin cukup lama sebelum akhirnya membasuh mukanya untuk sekedar menghilangkan rasa panas di sekujur badannya. Setelah Sasuke rasa sudah segar kembali, dia kenakan jaketnya kembali dan kacamata dia masukkan ke dalam saku jaket.

Sasuke pergi menuju gedung kelasnya untuk menggantikan uwabaki*-nya dengan sepatunya di loker dan mengambil jaket kulitnya. Dia berpikir untuk apa mengambil jaket ini? Tapi Sasuke merasa harus membawanya. Sasuke segera menuju parkiran guru di mana tadi pagi dia memarkirkannya karena tak ada ruang lagi untuk siswa. Biasanya Sasuke naik sepeda atau bis dari rumahnya, tetapi lantaran bangun kesiangan dan tak ada waktu, dia gunakan motor sport-nya itu. Sasuke menyalakan mesin motor dan pergi menuju gerbang sekolah. Dia hentikan motornya di sana dan menengok ke arah kanan.

"Hm? Itu Sakura-chan. Astaga mungkin dia ketinggalan bis?" Sasuke membuka kaca helmnya dan memakai kacamatanya, dia pun membelokkan motornya ke kanan menghampiri Sakura yang tengah berdiri di halte yang kebetulan jaraknya lumayan jauh dari lokasi sekolah. Yang menjadi pertanyaan, kenapa Sasuke bisa yakin kalau orang yang berdiri di halte tersebut adalah Sakura? Bisa saja kan itu orang lain? Dan Sasuke tak usah repot-repot memutar arah pulang karena salah orang. Kenapa harus dipedulikan? Bukannya Sasuke orang tak peduli pada setiap wanita minus ibunya. Tapi kali ini yang peduli ini adalah Sasuke ataukah 'Takumi'? pada dasarnya Sasuke dan 'Takumi' memiliki kepribadian yang berbeda.

Sasuke sudah dekat dengan sosok yang dikiranya Sakura itu. Pandangan Sasuke tak salah. Dia memang Sakura. Wajahnya cemberut dan seperti sedang menggerutu tak suka. Tentu saja tak suka, karena bis terakhir yang akan membawanya pulang sudah lewat beberapa menit setelah Sakura hampir saja sampai di halte bis. Hukuman yang dirasa Sakura tadi seperti surga, kini jadi petaka karena tak bisa pulang. Menelpon rumah taka da yang mengangkat. Sasori yang dihubungi malah tak aktif nomornya. Ada apa dengan keluarganya? Tak seperti biasanya mereka tak bisa dihubungi satu orang pun seperti ini.

"Huhuhu... sial sekali aku hari ini," gerutu Sakura pada tanah di bawahnya.

Vroom. Suara motor Sasuke berhenti.

"Apakah bertemu denganku suatu kesialan juga, Sakura-chan?" ucap Sasuke atau Sasuke yang dalam mode 'Takumi' ini yang tak sengaja mendengar gerutuan Sakura. Sakura yang mendegar seseorang berkata seperti itu dan rasanya familiar? Menengadahkan kepala.

"Sasuke-kun?!" ucap Sakura terkejut (bahagia) tapi langsung ada raut kecewa setelahnya karena yang ada di hadapannya bukan laki-laki yang diharapkannya. Keajaiban dunia ke delapan yang mungkin terjadi. Keajaiban karena Sasuke mengajaknya berbicara, tapi nyatanya bukan. Dia bukan laki-laki yang dia harapkan, dia adalah murid pindahan itu, 'Takumi-kun'. Tapi untunglah 'Takumi' sepertinya tidak tersinggung.

'Dia kira 'Takumi' adalah aku. Dia sedang memikirkanku ternyata,' ucap Sasuke dalam hati.

"Oh, Takumi-kun. Kenapa ada di sini? Belum pulang?" tanya Sakura.

"Kebetulan arah rumahku ke sini, dan dari kejauhan aku melihat ada seorang gadis yang sedang berdiri di halte bis dan tengah menggerutukan sesuatu. Aku pikir siapa. Eh ternyata Sakura-chan, hahaha" Sasuke menambahkan sedikit kebohongan tentang arah rumahnya. Jelas-jelas arah rumahnya berlawanan.

"Sepertinya kamu butuh tumpangan. Ingin pulang bersama? Akan lebih cepat kalau naik motorku," tawar 'Takumi' sambil menepuk jok kosong di belakangnya. Sakura seperti mempertimbangkan. Masih melihat ke arah jalan kembali ke 'Takumi' dan motornya.

"Lagi pula ini hampir malam," tambah 'Takumi' menyakinkan agar Sakura mau naik motornya. Masih tak ada respon, akhirnya 'Takumi' menarik tangan Sakura dan memasangkan jaket kulit yang ada di bagasinya.

"Diammu aku anggap 'Iya'. Pakai ini supaya tak masuk angin," ucap 'Takumi' sambil memakaikan jaket kulitnya kepada Sakura.

"Eh.. Takumi-kun. Tak perlu repot seperti ini, aku bisa jalan," tolak Sakura yang hampir membuka kembali jaket kulit itu namun ditahan oleh Sasuke pada bagian ujung kerah jaket itu seperti hendak mencekik Sakura. Serem banget. Sakura merasa ini seperti ancaman, beberapa kali mengedipkan mata dengan cepat karena sedikit gugup dan pelan-pelan mengganguk.

"Ha-Hai, Takumi-kun," ucap Sakura tergagap. Mendengar jawaban yang diharapkannya keluar, Sasuke tersenyum penuh kemenangan setelahnya melepas pegangannya pada kerah jaket kulit itu perlahan.

"Ternyat efektif juga haha," ucap Sasuke / 'Takumi' bangga. Dia melihat Sakura manyun dan memasang wajah sebal padanya. Merekapun menaiki motor Sasuke dan menyalalah mesin motor Sasuke. Sakura naik juga dan berkata.

"Ayo berangkat kalau begitu. Rumahku ada di distrik Keluarga Hyuuga, cukup jauh," seru Sakura. Tapi 'Takumi' tak kunjung menjalankan motornya.

"Mana tanganmu?" Sakura hanya mengangkat alis dan menyodorkan kedua tangannya ke depan, di samping kanan-kiri pinggang 'Takumi'. Melihat Sakura menjulurkan tangannya, dia pegang tangan Sakura dan menautkannya di depan perut 'Takumi', jadi kini posisinya Sakura mendekap 'Takumi' dari belakang. Sakura sempat ingin melepaskan tangannya di perut 'Takumi' tapi ditahan oleh 'Takumi' dan berkata.

"Aku akan menjalankannya ngebut sekali, Sakura-chan. Jadi pegang erat-erat ya!" perintah 'Takumi'. Mau tak mau Sakura menurut dan terus memeluk 'Takumi' sampai perkataan 'Takumi' yang tadi benar-benar terjadi. 'Takumi' menjalankan motornya sangat cepat.

"Takumi-kuun! Kamu mau membunuhku?! Ini terlalu cepat, BAKA!" protes Sakura yang mendapat respon tawaan dari 'Takumi'. Sakura pun akhirnya terdiam dan terus mengeratkan pelukannya pada 'Takumi' karena takut sekaligus dingin yang menjalar ke tubuhnya. Sasuke yng merasakan pelukan Sakura semakin erat menjadi tersenyum di balik helmnya itu.

Deg deg deg

Perasaan itu lagi. Jantungnya berdebar-debar lagi. Kedua jantung mereka berdetak lebih cepat lagi. Yang paling ketahuan pasti Sakura karena sedang memeluk 'Takumi'.

'Eh? Kenapa seperti ini lagi?' rutuk Sakura pada jantungnya.

'Perasaan ini lagi,' ucap Sasuke di saat bersamaan.

"Kita sudah berada di daerah distrik keluarga Hyuuga, Sakura-chan. Yang mana rumahmu?" kini 'Takumi' sedikit memelankan laju motornya.

"Ah sedikit lagi. Di sana. Rumah dengan warna cat hijau dan pagar hitam," ucap Sakura sambil menunjuk rumahnya yang terpisah oleh dua rumah lainnya dari posisi mereka sekarang. Setelah Sasuke/ 'Takumi' menemukan rumah yang dimaksud oleh Sakura, dia sedikit mempercepat lagi laju motornya. Akhirnya sekarang mereka ada di depan rumah yang dideskripsikan oleh Sakura. Rumah yang cukup besar namun tetap dengan kesan sederhananya. Juga bunga-bunga yang berwarna-warni memenuhi halaman depan rumahnya.

"Akhirnya sampai. Yah di sini lah rumahku, mau mampir dulu?" ucap Sakura menawari 'Takumi' untuk masuk. Sakura menyerahkan jaket kulit 'Takumi' dan 'Takumi' ambil jaketnya.

"Tak usah. Sudah hampir malam. Aku harus segera pulang, keluarga sedikit ketat," tolak 'Takumi' halus. Dan segera menyalakan mesin motornya.

"Oh iya aku hampir lupa. Ada yang harus aku bicarakan padamu juga. Besok kita ke sekolah mau pukul berapa?" tanya 'Takumi'.

"Eh? Emmm.. terserah Takumi-kun saja," jawab Sakura.

"Hmm.. aku juga belum bisa tentukan. Kalau begitu aku minta nomor handphone-mu," pinta 'Takumi'. Setelah itu, Sakura mengambil secarik kertas kecil dan menuliskan nomor HP nya di sana. 'Takumi' pun akhirnya mendapatkan nomor HP Sakura dan langsung dia simpan kertas itu dalam saku celananya.

"Oke sankyu. Aku pergi dulu," ucap 'Takumi' dan mulai menggas motornya.

"Un, mata ashita, ne (sampai jumpa besok)*" angguk Sakura. Motor 'Takumi' pun melaju dengan cepat meninggalkan Sakura yang masih berdiri di depan rumahnya. Sakura juga segera memasuki rumahnya.

"Tadaimaa. Kenapa gelap. Ah ini kebiasaan Sasori-nii mematikan lampu di ruang tengah niih," ucap Sakura memasukki rumah dan melepas sepatunya.

Karena Sakura membelakangi koridor, dari belakangnya sudah ada seseorang yang mengendap-endap ingin menakutinya.

Tap

"Waah!" teriak si pelaku kejahilan (?). Sakura berbalik dan...

"KYAAAAAAA!" Sakura menjerit sejadi-jadinya karena yang ada di depannya seperti hantu dengan senter di bawah wajahnya dan darah di sekitar mata dan hidung. Setelah menjerit Sakura langsung pingsan di tempat.

"A.. are? Dia pingsan Sasori," ucap si hantu jadi-jadian itu.

"Tentu saja dia pingsan. Sakura takut hantu. Seperti kau tak tahu saja. Nee-chan ngapain nakutin Sakura kaya gitu lagi pake saus segala? Sini, aku bawa dia ke sofa," ocehan Sasori bukannya didengarkan oleh Karin, malah Karin cekikikan puas bisa mengerjai adik manisnya itu. Adik bungsunya yang manis dan malang, ya menurut Karin Sakura itu malang.

Setelah Sasori mengangkat tubuh Sakura, Sasori meminta untuk ditunjukkan jalan menuju ruang keluarga.

"Nee-chan, tolong senternya. Aku tak menyangka tubuh Sakura berat juga. Padahal makannya sedikit," pinta Sasori setelah Karin menyinari jalan menuju ruang keluarga.

Oh iya. Sekarang keadaan di ruamh keluarga Haruno sedang gelap gulita, eh tidak juga. Di sana sedang mati lampu dan kesempatan itu Karin ambil untuk menakut-nakuti Sakura yang sedang membereskan sepatunya.

"Nee-chan, kenapa di saat seperti ini harus mati lampu sih? Apa Kaa-san lupa bayar tagihan listrik?" tanya Sasori yang sudah menaruh Sakura di sofa. Di meja ada beberapa lilin dan buku-buku yang menumpuk. Sepertinya itu buku Karin.

"Bisa jadi," jawab Karin yang duduk di depan bukunya.

.

.

.

"Ah! Anata," ucap Mebuki pada suaminya yang sedang membawa belanjaan di belakang Mebuki sambil menepuk kepalanya.

"Ya? Apa sayang?" tanya Kizashi sambil memilih bahan makanan.

"Aku lupa bayar tagihan listrik. Pasti sekarang di rumah gelap sekali," jawab Mebuki menghampiri suaminya dengan wajah cemas. Kizashi hanya terdiam sesaat sebelum akhirnya menghela napas.

"Nanti pulang kita langsung bayar. Kalo begitu kita cepat selesaikan belanjaan kita," ajak Kizashi.

"Iya. Kasihan anak-anak," sambung Mabuki menyudahi acara belanjanya. Mendorong troli belanjaan menuju kasir.

.

.

.

"Engh~" terdengar erangan dari Sakura yang mulai terdasar dari pingsannya.

"Kamu sudah sadar, Sakura? Rumah kita belum bayar tagihan listrik jadi gelap begini," jelas Sasori dengan lilin yang ada di tangannya, dan bertepatan di bawah muka Sasori sendiri. Sontak apa yang terlihat oleh Sakura seperti hantu saat dia masuk rumah. Sakura pun tertawa dan pingsan kembali.

"Ehehe... belum pergi hantunya," ucap Sakura sebelum akhirnya pingsan untuk kedua kalinya.

"Tuh lihat. Kamu juga menakut-nakuti dia," komentar Karin dari posisi duduknya sambil menujuk-nunjuk Sasori dengan pensilnya. Sasori pun merasa apa yang dikatakan Karin ada benarnya walaupun secara tidak sengaja, dia pun menggaruk kepalanya walau tak gatal.

"Lalu harus bagaimana? Kalau dibangunkan nanti pingsan lagi," ucap Sasori kelabakan.

"Ya sudah. Kamu angkat Sakura ke kamarnya, aku yang menunjukkan jalan," usul Karin bangkit dari posisi nyamannya. (Author : Karin-san, kamu rajin sekali masih belajar walau gelap. Karin : Aku sedang mengerjakan tugas dari setan yang menghukumku tadi pagi.)

"Apa? Lagi?" keluh Sasori.

"Tentu saja kau yang melakukannya. Aku wanita, mana mungkin bisa mengangkat Sakura."

"Kau tak tahu, Nee-chan. Meskipun terlihat kecil tapi Sakura itu berat tahu," bisik Sasori.

"..."

"Tanggung jawabmu," ucap Karin tak peduli. "Ayo cepat!"

"Ugh, Kuso! Dasar cerewet!" gumam Sasori.

Karena memang Sasori merasa ini adalah tanggung jawabnya, dengan amat terpaksa Sasori mengangkat Sakura sekali lagi dan lebih ini lebih parah. Sasori harus mengangkat tubuh pepal Sakura menuju lantai dua. Semoga aku kuat mengangkatnya, mungkin itu yang ada di batin Sasori saat ini. Sasori pun mengangkat tubuh Sakura dengan sekuat tenaga menuju kamarnya. Dan dengan perjuangan sang kakak laki-laki tercinta ini, sekarang Sakura berada di ranjangnya yang nyaman dan hangat. Karin menyuruh Sasori keluar kamar mereka, Sakura dan Karin, karena Karin akan mengganti pakaian seragam Sakura dengan pakaian tidurnya. Setelah semua selesai, Karin tak sengaja menemukan ponsel Sakura yang berada di dalam saku rok seragamnya. Karin lihat isi ponsel Sakura, pertama pasti pesan-pesan yang ada di dalam ponselnya. Setelah melihat-lihat dari siapa saja, tak lama ada pesan masuk yang tidak diketahui siapa pengirimnya. Penasaran tingkat tinggi Karin kumat, dia buka pesan itu dan membacanya dengan pelan.

"'Hai Sakura. Ini aku, Takumi.

Terima kasih untuk hari ini yang sangat menyenangkan,

jika kamu anggap itu sebuah musibah, menurutku

itu sebuah berkah karena aku sudah menepati janjiku.

Besok kita lanjutkan itu lagi bersama, aku harap bisa

selesai besok, ya. Hmmm

Aku akan menjemputmu besok pukul 9 pagi ke rumahmu.

Oh iya, lebih baik kamu siap-siap dengan hadiah yang akan

aku berikan besok. Good night. T.H.'" gumam Karin membaca isi pesan yang ditujukan pada adik bungsunya yang manis ini.

"'itu'? Apa Sakura... haaah! Tidak mungkin! Tapi janji? Hadiah? Musibah? Untuk anak ini berkah? Tak mungkin Sakura melakukan 'itu' karena frustasi dari penolakan itu?! Tidaaaak! Adikku malang," ucap Karin yang setengah berbisik, setengah berteriak histeris karena tak percaya dengan analisisnya itu. Pasti 'itu'. Sakura sudah melewatinya selangkah.. hee? Apa?

Setelah membaca pesan singkat dari seseorang yang bernama Takumi ini, Karin langsung keluar kamar dan kembali ke ruang tengah dan menceritakan semua yang tadi dia baca di ponsel Sakura. Semakin diteruskan cerita Karin, semakin terlihat jelas ekspresi tak suka dari raut wajah Sasori.

BRAK!

Sasori menggebrak meja di sana hingga lilin itu hampir mati karena hembusan angin yang diakibatkan oleh Sasori. Karin cukup terkejut dengan reaksi Sasori. Karin pun menyalakan lilin itu kembali.

"Sialan. Beraninya anak itu menyentuh adikku. Akan kubuat perhitungan padanya kalau masih berani menjemput Sakura. Ini juga salahmu, Nee-chan!" geram Sasori tak terima. Telunjuk mengarah pada wajah Karin.

"Kenapa kau menyalahkanku? Aku tak bersalah, baka!" protes Karin.

"Tentu saja ini salahmu. Kalau saja nee-chan membangunkan Sakura tadi pagi, Sakura pasti tak akan telat ke sekolah dan selamat tanpa dinodai oleh orang asing. Takumi.. heh. Jika dia satu sekolah dengan kita, aku tak akan segan-segan untuk HABISI dia," cerocos Sasori penuh emosi sampai matanya berkilat meskipun dalam keadaan gelap. Terlihat dari pergerakan dadanya yang naik turun seperti habis berlari beberapa lap di lapangan sekolah KHS yang luasnya sama persis dengan luas lapangan pertandingan lari jarak pendek. Dan Karin yang sadar dengan tindakan bodohnya tadi pagi menunduk. Dalam pikirannya mungkin saja benar apa yang dikatakan oleh Sasori. Karin sebenarnya sudah berkali-kali membangunkan Sakura, tapi tak kunjung bangun juga, terpaksa Karin tinggalkan Sakura karena dia juga akan telat mengingat pelajaran pertama adalah pelajaran Orochimaru-sensei yang galak.

"Ya. Mungkin ucapanmu benar, Sasori. Tapi aku sudah berusaha membangunkan Sakura tadi pagi kalau saja pelajaran pertamanya bukan pelajaran Orochi-sensei, dia tak perlu mengalami hal keji seperti itu. Bagaimana kalau Sakura hamil? Apa yang harus kita katakan pada Kaa-san dan Tou-san?" ucap Karin yang masih tertunduk, sendu.

"Huh! Justru itu yang aku takutkan! Aku pusing. Semua ini salahmu!" maki Sasori yang langsung berdiri dari sofa dan pergi meninggalkan Karin di tempatnya. Mata Karin mengikuti arah pergerakan kepergiannya Sasori menuju kamarnya yang ada di lantai dua, lantai yang sama dengannya dan Sakura.

"Baka, baka, baka.. kenapa aku bilang ini pada Sasori? Sudahlah biarkan saja," gumam Karin merutuki tindakannya tadi bercerita kepada Sasori mengenai apa yang terjadi Sakura.

PATS!

"A! Are?... Yokatta naa~" ucap Karin bersyukur mengusap-usap dadanya.

Ya. Lampu rumah sudah kembali dan Karin meneruskan tugasnya dengan tenang. Tapi sekarang konsentrasinya terbagi dua, tugas dan adiknya yang menurutnya sudah melakukan 'itu'. Karin harap Sakura tak hamil meski sudah melakukan 'itu' dengan laki-laki bernama Takumi itu.

.

.

.

.

.

.

Di tempat lain, yaitu di tempat si laki-laki yang mengirim pesan tadi pada Sakura tersenyum sumringah. Siapa lagi kalau bukan 'Takumi' alias Sasuke.

"Rencana selanjutnya apa ya? Apa kalimat ambigu tadi menjadi masalah tidak ya?" ucap Sasuke sambil tiduran di ranjangnya dengan lengan kiri sebagai bantalan kepalanya.

Sasuke masih melihat ponselnya beberapa menit, menunggu ada pesan masuk. Siapa saja itu balasan dari Sakura.

"Hmm... belum dibalas," desah Sasuke. 10 menit Sasuke menunggu tapi belum juga ada balasan, karena kelelahan dia pun akhirnya tertidur juga.

.

.

.

.

.

.

Keesokan harinya, sangat pagi sekali Sakura terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa pusing. Sakura melirik ke nakas di mana jam wekernya berada.

"Masih pukul 6, aku tidur lagi saja."

Sakura tidur lagi dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Satu menit kemudian Sakura terbangun dengan panik. Sakura singkirkan selimutnya dan melihat pakaiannya bukan lagi seragam, tapi piyama yang biasa dia kenakan, mungkin Karin yang menggantikannya untuknya. Lalu melihat ke arah kiri, di sana Karin sedang tertidur pulas. Sakura ingat kemarin saat di depan pintu ada hantu yang menyeramkan menepuk bahunya dan hantu yang mirip dengan aniki-nya dan Sakura pingsan dua kali karenanya. Sakura juga ingat kalau 'Takumi' akan mengirimnya pesan perihal kapan mereka berangkat ke sekolah bersama. Dia cari di mana handphone-nya. Ternyata ada di nakas sebelah jam wekernya.

"Hm? Tak ada pesan masuk. Aku coba lihat Inbox," ucap Sakura sambil mengecek pesan masuk di Inbox-nya. Ternyata ada satu nomor yang belum diberi nama oleh Sakura, nomor yang tidak dia ketahui. Dia melirik ke arah Karin yang tidur dan memasang wajah datar pada kakaknya.

'Karin-nee melihat isi pesan ini. Pasti dia yang membacanya. Dasar kurang kerjaan,' batin Sakura. Kembali pada pesan yang akan dia buka dan baca. Mudah-mudahan itu dari 'Takumi'-kun.

"Ah mungkin ini dari Takumi-kun," Sakura baca isinya. Lama-kelamaan wajahnya memerah dan langsung dia keluarkan pesan itu.

"Kenapa dia tulis yang seperti itu? Aah celaka sudah," gumam Sakura dan melirik lagi kepada Karin. Alangkah terkejutnya Sakura, Karin sudah bangun dan menyeringai kepadanya. Sakura panik, semakin mundur ke tembok dan Karin malah menghampirinya dan naik ke kasur Sakura.

"Hmmm... ha-ha-ha-ha.. " Karin tertawa layaknya nenek lampir dan mengangkat dagu Sakura sedikit dengan jari telunjuknya.

"He he he... kenapa Karin-nee? Ta-tawamu menyeramkan, haha haha," keringat dingin sudah jatuh dari pelipis Sakura.

"Ho ho ho.. kamu sudah mendahuluiku ternyata Sakura. Patah hati juga jangan segitunya," ucap Karin yang menurut Sakura aneh.

"Ma-maksud Nee-chan apa? Aku tak mengerti, hehehe," jelas Sakura mengerti. Ini ada kaitannya dengan isi pesan yang tadi dia baca yang pastinya sudah Karin baca juga.

"Pura-pura tidak tahu. Bagaimana rasanya melakukan 'itu' dengan orang yang tak kau suka? (wajah Sakura memerah) Bagaimana kalau orang tua kita tahu? Bagaimana kalau Sasori tahu?" merasa pertanyaan kakaknya sudah kelewatan, Sakura menyingkirkan tangan Karin dari dagunya dan memelototi Karin.

"Nee-chan salah paham. Itu tidak benar! Aku tak melakukan apa yang Nee-chan pikirkan. Aku masih menjaga kehormatanku sebagai seorang gadis! Aku tidak melakukannya dengan orang yang tak aku cintai, apa lagi dengan orang yang baru aku kenal. Semua itu hanya salah paham," Sakura marah dengan pertanyaan yang diajukan oleh kakaknya. Ini memang benar, dia tidak melakukan 'itu' dengan Takumi. Sakura hanya akan melakukan 'itu' dengan pria yang dia cintai.

Karin terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Sakura kepadanya. Mata Sakura tidak menyiratkan kebohongan, apa Karin bisa percaya begitu saja?

"Lalu pesan itu apa? Coba jelaskan padaku!" tunjuk Karin pada handphone Sakura. Tatapan Karin juga menjadi serius.

"Ugh! Dasar Takumi-kun menyebalkan. Takumi Harada itu murid baru di kelas X-A. Dia kesiangan kemarin, aku juga kesiangan gara-gara Nee-chan tak membangunkanku. Makanya kami berdua mendapat hukuman membersihkan kolam renang yang ada di gedung kelas XII. Itulah maksud dari 'itu', baka!"

Pletak!

"At- It-!"

Sakura dijitak di kepala oleh Karin dan langsung dipeluk. Sakura sedikit tersentak kaget dengan tindakan kakaknya. Sakura merasakan ada yang basah di bahunya.

"Nee-chan? Nee-chan menangis?" tanya Sakura. Tapi Karin menggeleng.

"Hiks.. syukurlah~ aku pikir hiks kamu sudah putus asa dan- dan mencari pelampiasan pada anak bernama Takumi itu. Aku juga takut~ hiks.. aku harus bagaimana kalau Kaa-san dan Tou-san tahu. Sasori saja sampai marah kemarin," ucap Karin. Mendengar ucapan terakhir Karin, Sakura jadi lemas. Sasori akan salah paham padanya.

"Tenang saja. Aku tak akan semudah itu putus asa, Nee-chan. Aku juga bisa jaga diriku. Sasori-nii juga pasti salah paham. Aku harus menjelaskannya pada Sasori-nii kalau begitu," ucap Sakura yang melepas pelukan Karin dan menatap Karin.

"Lebih baik kamu bicarakan dengan Sasori bersama Takumi juga. Tapi sebisa mungkin jangan di rumah," saran Karin diiyakan oleh Sakura dengan anggukan.

"Ahaha.. aku pikir kamu benar-benar melakukannya. Sudah, lebih baik kamu siap-siap. Nanti pukul 9 Takumi akan menjemputmu kan?"

"Santai saja. Ini masih pagi.. (lirik jam weker).. masih ada waktu 2 jam lagi,"

"(lirik jam weker Sakura) Oh benar juga," Karin mengusap air matanya lalu mengelus rambut Sakura. Mereka kemudian tertawa lagi.

"Hmm.. kalau begitu aku mau mandi dulu," ucap Karin akhirnya, dibalas anggukan oleh Sakura. Dia turun dari kasur Sakura dan membawa perlengkapan mandi menuju kamar mandi yang ada di bawah. Sakura juga sudah tidak merasa mengantuk lagi. dia cari ponselnya dan membaca lagi isi pesan dari 'Takumi'. Sakura pun menyimpan nomor 'Takumi' dan membalas pesan dari 'Takumi'.

To : Takumi Harada

Maaf, kemarin malam aku sudah tidur karena ada hantu jahil. xP

Iya aku akan tunggu kamu di depan rumah. Kalau kamu mau berangkat,

hubungi aku.

Kau tahu, Takumi-kun? Kalimat ambigumu itu malah jadi masalah besar.

Kamu harus tanggung jawab dengan kalimatmu itu. : :p :v

Send

"Haaah.. tinggal Sasori-nii yang harus aku urus," ucap Sakura menghela napas.

Sakura beranjak dari kasurnya dan merapihkanya dengan cepat kemudian masuk ke kamar mandi. Hanya butuh waktu 20 menit dan berganti pakaian.

.

.

.

.

.

Setelah beres berpakaian, Sakura keluar kamar dan mengendap-ngendap ke bawah. Setelan baju Sakura? Dia mengenakan kaos coklat dan jaket biru, celana panjang. Kenapa biasa? Ini kan bukan kencan, hanya membersihkan kolam di sekolah setelah itu pulang. Kenapa harus memakai pakaian untuk bepergian? Serasa tak ada tanda Sasori, Sakura pun berlari ke bawah dan langsung menuju dapur. Sakura tahu, kalau hari libur Sasori suka bangun siang. Jadi kesempatan ini dia manfaatkan untuk kabur lebih awal sementara sebelum diberi pertanyaan dari Aniki-nya yang cerewet itu.

Di dapur sudah ada Karin dan ibunya. Sakura mengambil kursi di sebelah Karin dan mengambil mangkuk kemudian dia isi dengan nasi. Mereka sarapan cukup hening. Hingga ada seseorang yang mengiterupsi keheningan yang tercipta di sana.

"Hooaaam... Ohayou minna-san," sapa Sasori dengan gaya orang yang baru bangun tidur. Menggaruk kepala dan mengusap perutnya. Sapaan Sasori hanya ditanggapi oleh ibunya tidak dengan kedua orang yang sedang sarapan sambil membelakangi Sasori. Sasori mengangkat alisnya dan memandang kedua saudarinya dengan tatapan aneh, Sasori menyunggingkan bibirnya tanda tak suka.

Sakura sedikir tersedak mendengar suara Sasori. Sakura hanya bisa berdoa dalam hati agar Sasori tidak membicarakan hal yang Karin beritahu kepada Sasori. Semoga Sasori mendadak amnesia. Sedangkan Karin yang di sampingnya harap-harap cemas dan mendoakan hal yang sama seperti yang ada dalam doa Sakura. Sedikit melirik Sakura yang terlihat santai namun dia tahu kalau Sakura sedang harap-harap cemas juga seperti dirinya.

TAP. Sasori menepuk bahu Sakura lumayan keras dan mendapat reaksi mengejutkan dari Sakura. Dia, Sakura sedikit terlonjak dengan tepukan Sasori. Sakura menolehkan kepalanya untuk melihat Sasori.

"Kau mengejutkanku, Nii-san," ucap Sakura cemberut.

"Hn." Hanya itu yang keluar dari mulut Sasori dengan tatapan yang tak dapat diartikan tapi Sakura tahu maksud dari tatapan itu.

"Ayo sarapan dulu Sasori," ajak Mebuki sambil menyiapkan kursi untuknya dan duduk di hadapan Sakura. Sasori mengambil kursi di sebelah Kaa-sannya dan berhadapan dengan Karin. Karin juga tak luput dari tatapan mengintimidasi dari Sasori. Tapi Karin, dia malah balik menatap Sasori tak kalah sangarnya. Mebuki yang menyadari aura hitam dari kedua anaknya bertanya.

"Eh? Kalian kenapa? Tatap-tatapan seperti itu? Jangan buat keributan di pagi hari, Kaa-san mohoon," komentar Mebuki dan melanjutkan sarapannya.

"Bukan apa-apa. Benarkan Karin-nee?" ucap Sasori tersenyum dengan menyipitkan matanya. Sakura yang melihatnya mengernyit sedikit takut dengan wajah Sasori yang seperti itu.

"Iya. Bukan apa-apa ko," kembali pada nasinya.

Mebuki masih belum percaya. Pasti ada yang disembunyikan oleh Karin dan Sasori darinya. Tapi Mebuki tidak mau merusak suasana pagi hari yang cerah ini dengan permasalahan anak mereka. Nanti juga mereka cerita dan berbaikan lagi. Sakura juga dari tadi hanya diam saja, biasanya dia sedikit ribut kalau pagi hari di meja makan. Apa karena kejadian dua hari yang lalu itu masih berdampak pada Sakura? Padahala kemarin biasa-biasa saja. Seakan Sakura sudah melupakan hal itu. Sarapan selesai tanpa kehadiran kepala rumah tangga di meja makan karena ada urusan bisnis dengan salah satu kliennya. Sasori memilih menonton televisi di ruang keluarga bersama Mebuki, sang ibu. Sedangkan Karin dan Sakura kembali ke kamarnya.

.

.

.

.

.

"Nee-chan. Kau lihat tadi bagaimana sikap Sasori-nii padaku?" ucap Sakura yang sedang menyiapkan perlengkapannya sambil menunggu 'Takumi' menjemput.

"Iya. Ini juga salahku. Aku akan bantu menjelaskan sekarang juga kalau kamu mau," seru Karin yang sedang belajar di meja belajarnya.

"Ah.. hmm. Apa Nee-chan bisa aku andalkan?"

"Kamu bertanya seperti itu seakan tak percaya padaku, Sakura," ucap Karin. Ya, Sakura sedikit ragu kalau yang menjelaskan adalah Karin. Karin suka menambah-nambahkan suatu perkara, apalagi ini ada hubungannya dengan Sakura. Karena Karin suka usil pada Sakura sebenarnya. Tapi untuk hal ini, apakah Karin bisa diandalkan? Sakura mendesah seakan pasrah. Mungkin kali ini dia harus percaya pada kakaknya yang kadang tak dapat dipercaya ini.

"Haaah.. ya sudah. Aku hanya bisa mengandalkanmu, Nee-chan."

"Ya. Kamu bisa mengadalkanku, Sakura. Tenang saja. Serahkan semua padaku. Aku akan bertanggung jawab dengan kesalahanku," ucap Karin penuh keseriusan. Dia memang serius meski Sakura masih sedikit ragu.

Drrt drrt

Posel Sakura bergetar. Ternyata itu sms dari 'Takumi'. Isi pesan itu mengatakan kalau 'Takumi' sudah ada di depan rumahnya. Dan ada seorang laki-laki berambut merah yang terus melihatnya dari depan halaman rumah. Mengetahui hal itu, Sakura kaget bukan main. Untung dia sudah siap tapi Sasori-nii sedang apa di halaman rumah? Ah benar! Sakura ingat, Sasori biasa memandikan motornya satu minggu sekali. Aah mati sudah hidupnya kali ini.

"Kenapa Sakura?" tanya Karin aneh dengan perubahan sikap Sakura setelah membaca pesan dari 'Takumi'.

"Takumi-kun sudah ada di depan begitu pula Sasori-nii, Nee-chan," jawab Sakura panik. Karin memberi instruksi untuk tenang. Tarik nafas lalu keluarkan.

"Jangan khawatir. Kita jelaskan pada Sasori sekarang. Hm?"

"Eu! Ugh. Bagaimana baiknya saja lah. Sekarang kita ke bawah," ajak Sakura membawa tas ranselnya yang berwarna hijau toska.

Karin dan Sakura menuruni tangga bersama-sama. Mebuki masih betah dengan tontonannya di ruang tamu. Setelah mereka ada di depan pintu, Karin yang pertama membuka pintu dengan perasaan tak menentu. Sedetik kemudian, terlihatlah kedua pria yang sedang saling menatap. Sasori memberi tatapan tak bersahabat pada pria yang masih berada di atas motornya. Tapi tatapan Sasori dibalas dengan tatapan ramah dari pemilik motor itu.

'Itu yang namanya Takumi? Ko rasanya aku kenal motor itu,' batin Karin menyelidiki kendaraan 'Takumi'.

"Ah! Sakura-chan. Kamu siap sekarang? Aku sudah tidak sabar nih," sahut 'Takumi' tiba-tiba. Dan dibalas senyum ole Sakura.

Kemudian Sakura menghampiri Sasori.

"Sasori-nii, kenapa tak disuruh masuk?" tanya Sakura berbasa-basi. Sekedar menetralkan suasana tak bersahabat dari Sasori, tapi Sasori tak terpengaruh sama sekali. Kini Sasori semakin menjadi. Dia memberi death glare pada 'Takumi'.

"Jadi kamu yang bernama Takumi?"

つづく


Maaf sekali untuk yang sudah nunggu ni ffn..

FFN yang jelek dan tak beraturan ini .. telat update pula

Saya bener-bener sibuk beberapa bulan kebelakang karena urusan kuliah..

Saya sekarang udah jadi mahasiswa.. hahaha

Pamer ceritanya..

Yah semoga kalian tidak kecewa dengan hasil karya saya yang ini..

Mohon tamparan yang keras untuk FFN ini..

Maaf bgt..

Hontoni Gomenasaai

Oh iya.. つづく artinya bersambung.. kalian masa gk tahu apa つづく artinya ya..

Kalian kan pinter-pinter bahasa Jepangnya.. apalagi yang suka anime masa gak tahu ya

Yah itulah cuap-cuap dari saya

Maaf bgt.. *sujud-sujud*

Arigatou