"Ayah."
Naruto mengalihkan sejenak perhatianya dari gulungan yang ia bawa ke meja makan. Kearah sang putri. "Hmm? Ada apa?"
Uzumaki Hanami, 7 tahun, baru saja menemukan istilah baru dari teman-temanya di akademi ninja. Istilah yang tak ia pahami dan berharap bisa menemukan jawaban dari ayahnya. Lagipula ayahnya Hokage. Dan menurutnya tidak ada yang lebih hebat dari seorang Hokage. Gadis berambut pink dengan twin tail pendek itu memiringkan kepala. "Apa itu edi-like?"
"Haa?"
Naruto belong to Masashi Kishimoto
Red-volution proudly present
Dearest
Warn : Rate bervariasi (M untuk amanya aja), tema bervariasi, bisa AU/Semi-Canon, OOC, typo(s), grammar error, bersifat open-ended, tidak ada alur pasti dan ketetkaitan antar chapter supaya bisa berhenti kalau mendadak habis ide
NaruSaku
Dont like, dont read!
Enjoy
Setting chapter : Semi-canon
Genre : Family, NaruSakuOC
.
.
.
" Edi-like." Gadis itu berusaha menjelaskan maksud perkataanya. Dalam kepalanya ia ingat dengan jelas pelafalan kata itu. Ia juga sangat yakin sudah mengatakanya dengan benar.
"Hmm, ayah tidak mengerti. Bisa kau ulangi?"
" E-di-like!" Tegasnya dengan wajah cemberut dan suara yang agak lantang.
Naruto meringis. Bukan maksudnya ingin memancing tempramen putrinya yang jelas diwariskan dari ibunya itu. Ia memang kadang melakukan itu saat mencoba menggoda anak perempuanya. Tapi untuk kali ini pria itu yakin tidak sedang melakukanya. Ia mengerutkan kening. " Edilike... edilike... ladylike?" Tebaknya random.
Iris biru Hanami berbinar. Gadis itu mengangguk-angguk antusias saat ayahnya akhirnya mengerti maksudnya. "Ya, itu!"
"Darimana kau dengar itu?"
"Dari teman-teman. Tadi Shino- sensei mengajari kami pengendalian chakra. Ayah tahu? Aku menerbangkan daun diatas kepalaku cukup lama loh."
Ah, ia ingat latihan dasar pengendalian chakra itu. Hei, ia bahkan jadi mengingat semuanya. Dengan semua pencapaianya sekarang ia kadang lupa pernah jadi murid paling gagal di kelas. Dan saat mendengar anaknya bisa melakukan hal yang lebih baik saat seusianya terasa sangat menenangkan. Untunglah prestasi bobroknya bukan hal yang ditiru kedua anaknya.
"Tapi para anak laki-laki yang iri mulai menggangguku dan teman-teman."
"Eh? Lalu apa yang kau lakukan?"
Hanami mendengus, membusungkan dada sambil melempar cengiran lebar. "Menghajar mereka dengan jurus kagebunshin yang ayah ajarkan!".
Spontan Naruto menoleh kearah sang istri yang terlihat sibuk memasak tak jauh di dapur. Bernapas lega saat istrinya sepertinya tidak bergeming karena celetuk Hanami. Syukurlah dia tidak mendengar apapun. Pria itu tidak sanggup melihat seperti apa reaksi Sakura mendengar putri manisnya melakukan sesuatu yang, umm, liar. Mengesampingkan fakta bahwa wanita itu sering bilang pada anaknya untuk berani membela diri saat ada yang mencoba mengganggu mereka -berkaca dari masa kecilnya- tapi bukan berarti dia selalu menyetujui solusi 'barbar' yang anak-anaknya pilih.
Yah, memang apa yang pria itu bisa perbuat kalau anaknya mewarisi sense of adventure -kejahilan darinya?
"Tapi ayah tahu? Teman-teman yang lain bilang aku seharusnya tidak boleh melakukan itu."
"Kenapa?"
"Karena mereka bilang itu terlalu nakal dan tidak pantas dilakukan putri Hokage. Mereka bilang aku harus edi-like." Gadis itu membesengut.
" Ladylike, sayang." Koreksi Naruto tersenyum geli.
"Memangnya apa itu lady-like?"
"Hmm, bagaimana ya? Ladylike itu artinya seseorang yang bersifat anggun... dan berkelas?" Pria itu ikut bingung sendiri. Mengelus dagunya.
"Seperti ayah?"
"Bukan."
"Seperti nii-chan?" Tebakan kedua gadis manis itu.
"Bukan Shina juga. Ladylike hanya berlaku untuk perempuan."
"Seperti ibu?"
"Benar-benar. Seperti ibumu."
"Memang apa yang ibu lakukan supaya jadi lady-like?"
"Hmm... contohnya lihat ibu sekarang. Dia seharian sangat sibuk di rumah sakit tapi masih bisa membuatkan makan malam yang enak untukmu."
Hanami mangut-mangut menyetujui. Sang Hokage menyeringai sebelum melanjutkan. "Dia juga sering membantumu mengerjakan tugasmu kan?"
"Dan mengobatiku juga kalau terluka."
"Itu benar. Tapi ibumu juga bisa sangat menakutkan, kan?" Naruto setengah berbisik saat mengatakan itu.
"Ibu bisa sangat galak..." Hanami meniru apa yang ayahnya lakukan. Kedua Uzumaki itu tahu dan sepakat untuk menghalau sang nyonya Hokage mendengar itu kalau tetap ingin bisa mendapat makan malam.
"Tapi meski begitu kau tetap menyayangi ibu kan?"
"Sangat!"
Naruto tertawa puas mendengar jawaban itu. "Ibumu bisa disebut ladylike. Caranya menyayangi dan peduli dengan orang lain. Tapi juga bisa tegas padamu dan kakakmu karena begitulah dia menunjukan rasa sayangnya."
"Ayah benar. Ibu satu-satunya orang yang berani menjewer telinga seorang Hokage saat ketahuan malas-malasan di kantornya." Sang Hokage yang dimaksud tercekat dengan ekspresi komikal. Hanami terkikik geli mendapat reaksi seperti itu dari ayah pirangnya.
Naruto berdehem, merangkul tubuh mungil putrinya. "Intinya tidak apa kok jadi Uzumaki Hanami saja. Hanami yang berani menghajar anak laki-laki karena mengganggu teman-temanya. Ayah dan ibu tidak pernah menuntutmu untuk jadi putri Hokage yang teladan."
Pria itu tahu cepat atau lambat anak-anaknya akan mendengar hal semacam ini dari orang-orang. Ada tanggung jawab tertentu untuk menjadi bagian keluarga seorang Hokage. Ekspektasi semacam itu tidak bisa dihindari. Tapi ia selalu memastikan sesuatu.
"Hanami yang sekarang sudah terlihat ladylike, kok!" Ia selalu memastikan agar anaknya menjadi diri mereka sendiri. Dalam kondisi lain dimana jika ayahnya sang Hokage Keempat masih hidup di masa kecilnya mungkin ia juga akan mengatakan sesuatu yang sama dengan Hanami. Ia tidak tahu apa sudah mengatakan ini dengan benar. Tapi untuk sekarang ia kira menegaskan poin itu sejak awal cukup penting untuk dilakukan. Sisanya hanyalah tinggal mempercayai mereka.
"Tapi bagaimana kalau aku dijauhi teman-teman?"
"Tidak akan. Asalkan Hanami tetap jadi Hanami maka pasti akan ada anak lain yang memahamimu."
"Benarkah?"
"Tentu saja- ttebayo!"
Ayah dan putri itu saling melempar cengiran lebar. Ah, kadang Naruto lupa meski betapa miripnya Hanami dengan ibunya ia selalu bisa melihat dirinya juga di sosok gadis pink ini.
"Apa yang kalian berdua asik bicarakan sejak tadi?" Uzumaki Sakura, melipat tangan dengan yang satu masih menggenggam sendok sayur. Menoleh menatap penasaran duo itu.
"Bukan apa-apa." Jawab keduanya serentak. Dengan nada riang dan 'Uzumaki grin' khas turun temurun di keluarga mereka.
Wanita pink itu menaikan sebelah alis. "Mencurigakan..." Namun ia tersenyum dan berhenti memikirkan terlalu jauh setelah melihat wajah riang keduanya.
.
.
.
End
.
.
Note : Pengenya di publish di hari ibu... tapi karena satu hal dan yang lain akhirnya malah sempetnya update sekarang... ya udahlah daripada gak kepake ya kan
Consider to favorite, follow, and review!
Segala masukan akan saya terima
See you!
