Naruto belong to Masashi Kishimoto

Red-volution proudly present

Dearest

Warn : Rate bervariasi (M untuk amanya aja), tema bervariasi, bisa AU/Semi-Canon, OOC, typo(s), grammar error, bersifat open-ended, tidak ada alur pasti dan ketetkaitan antar chapter supaya bisa berhenti kalau mendadak habis ide

NaruSaku

Dont like, dont read!

Enjoy


Setting : Highshcool AU

.

.

"A-aku memang menyukai seseorang..."

Pekikan segera bergemuruh memenuhi kelas 3-B. Kehebohan terjadi karena tak di sangka seorang siswa sebebal Kiba nampak keteteran dan dengan gelagat gugup semanis gadis muda menjawab pertanyaan yang diberikan padanya. Beberapa diantara pemuda bersiul. Dan para siswa perempuan terkekeh geli.

"Jadi siapa gadis tidak beruntung ini?" Tenten bersiul.

"Haa!? K-kenapa juga aku harus menjawab itu!? Peraturanya bilang hanya satu pertanyaan!"

"Peraturan dibuat untuk dilanggar." Celetuk Ino. Kiba hanya bisa menggeleng tak percaya dengan kelakuan jahanam teman-temanya.

Shikamaru menguap. "Tidak logis."

Siang itu cukup cerah dengan sedikit awan yang menggelantung di langit biru. Hari ini rabu yang menyenangkan berhubung dewi keberuntungan banyak memberikan jam kosong untuk kelas ini. Seperti layaknya jam matematika Yamato- sensei yang terpaksa dikosongkan karena sang guru harus mengurus perihal yang tidak bisa dijelaskan secara mendetil. *penulis terlalu malas memikirkan alasanya.

Sebagian besar siswa 3-B Konoha Gakuen sedang berkerumun ditengah kelas. Menyusun bangku hingga memutar sedemikian rupa. Sebuah wadah pensil berisi banyak sumpit tergeletak di meja dengan hanya 1 sumpit yang punya ujung merah. Properti permainan yang dibuat salah seorang siswa yang sangat produktif dengan jam kosongnya...

"Sudah kuduga mengincar Kiba sama sekali tidak menarik." Tenten menghela napas.

"Itu benar." Celetuk Chouji sambil mengunyah keripiknya.

"Apa katamu!?" Teriak Kiba tak terima.

"Hmm, aku sedikit heran..." Ino melirik ke sebelahnya seorang gadis berambut pink sebahu yang bergerak tak nyaman. Serta di salah satu bangku si seberang dimana seorang pemuda berambut pirang jabrik bersilang tangan, menyeringai. "Kenapa tidak ada yang mengincar Sakura atau Naruto!? Serius, apa kalian ingin mereka lolos begitu saja!?"

"Hei, pig!"

Sesi Truth or Dare yang mendebarkan - dan menghibur bagi beberapa pihak yang ingin mengorek informasi atau hanya sedang ingin jahil- kembali berlanjut.

"Keberuntunganmu hampir sulit untuk dipercaya Naruto."

"Tidak perlu seiri itu Shikamaru. Kalau aku yang mendapat sumpit merah itu kupastikan tidak akan membuatmu melakukan dare."

"Hei, itu tidak adil!" Pekik Sakura yang diberi anggukan setuju para gadis. "Kalian para anak laki-laki bekerja sama untuk mengincar para gadis duluan bukan? Itu curang!"

"Sakura- chan, bukanya Ino yang bilang peraturan dibuat untuk dilanggar?" Celetuk Naruto. Giliran para pemuda mengangguk setuju.

Shikamaru menguap. "Hal seperti ini terlalu merepotkan untuk diseriusi. Aku hanya mengikuti arusnya. Meski kalian menyuruhku dare aku akan melakukan itu selama tidak merepotkan."

"Tapi semua hal kau anggap merepotkan."

"Tepat sekali."

Beberapa dari mereka tertawa mendengar jawaban cerdas Shikamaru.

"Oke-oke terserahlah. Kita lanjutkan!" Pekik Ino mengangkat wadah pensil itu, mengguncang-guncangnya.

"Siapa rajanya!" Teriak para peserta serentak. Masing-masing meraih satu ujung sumpit. Mereka menariknya dengan wajah was-was serta penuh harap. Didetik selanjutnya banyak ekspresi yang bisa ditangkap. Ada yang berdecak, merengut, bahkan memucat.

" Cha!" Pekik Sakura spontan, menyeringai menunjukan sumpit berujung merah ditanganya. Para gadis ikut senang melihat hasil ini. Bersyukur karena yakin tidak ada dari mereka yang dijadikan tumbal olehnya. Dilain sisi para pemuda mengerang kesal -utamanya Kiba dan Chouji.

"Oke, jadi siapa yang akan kau jadikan target Sakura?"

Gadis pink itu merenung sejenak. Sebenanrnya sejak tadi ada satu orang yang ingin ia lenyapkan senyum bodohnya. Tapi itu tugas yang sulit berhubung pemuda itu cukup sulit untuk ditaklukan.

"Naruto! Naruto saja!" Usul Tenten.

"Aku? Yah, terserah saja sih." Jawab sang pemilik nama dengan tenang.

Sakura tahu para teman gadisnya akan menyarankan nama itu. "Huh, tidak. Jangan si baka itu."

"Hei! Kenapa begitu, Sakura- chan?"

Ia punya alasan tersendiri. Sebenarnya agak heran kenapa tidak ada dari teman gadisnya, atau bahkan seisi kelas 3-B yang menyadarinya. Ia kenal betul Naruto.

"Buat dia melakukan dare, forehead!"

"Dan menurutmu dare apa yang bisa membuat Naruto trauma? Maksudku ini Naruto loh! Memang hal segila apa yang tidak berani dia lakukan!?"

Naruto terbahak-bahak mendengar jawaban gadis manis itu. Ah, gadis itu benar-benar mengenalnya.

"Kau ada benarnya sih. Kalau begitu truth saja! Tanyakan apa benar dia menyukai-"

"Ino!!!" Pekik Sakura. Membungkam sekuat tenaga mulut sahabat berkuncirnya itu. Pipinya mulai memerah.

"Aku menyukai? Menyukai apa?" Naruto hanya berkedip polos.

Para pemuda tepuk jidat. Kadang lupa betapa clueless-nya pemuda bermarga Uzumaki itu kendati sifat liar dan tak bisa ditebaknya. Pada titik ini hubungan NaruSaku - begitulah para teman-teman mereka menyebutnya- mulai terasa mengganggu dan membuat mereka gemas sendiri. Mereka butuh kabar baik!

Ini bukan rahasia umum. Hampir semua dari mereka menyadari ada sesuatu yang terjadi diantara keduanya. Semua orang kecuali NaruSaku sendiri...

Yang mereka tahu keduanya terlalu keras kepala. Yang mereka tahu si pemuda kurang serius dan banyak bercanda tapi terlalu polos untuk menyadari gelagat sang gadis. Ditambah kurangnya konfrontasi langsung akan perasaanya karena terus-terusan berpikir si gadis masih menyukai pemuda yang sama sejak SMP. Dilain sisi si gadis terkena masalah insekuritas yang kompleks karena harus bersaing dengan pewaris Hyuuga yang hampir menang di semua aspek...

Yang mereka tahu itulah rintangan-rintangan yang mencegah keduanya berakhir bersama.

"Kalian berdua ini..." Ino nyaris gigit jari. Namun sebuah ide cemerlang terlintas begitu saja di kepalanya. "Aku punya sebuah pertanyaan. Kau tidak keberatan?"

"Boleh saja." Jawab Naruto.

"Pig! Aku yang harusnya memutuskan!"

Ino tidak mempedulikan rengekan itu. "Uhum! Jadi Naruto-"

Para peserta yang jadi saksi dipaksa menelan ludah karena nuansa suspense yang diciptakan si Yamanaka. Sakura pun ikut gugup. Ia takut gadis itu melontarkan pertanyaan yang ia sendiri tidak berani tanyakan. Jantungnya berdegup kencang saat ia melirik wajah penasaran Naruto.

"-jika ada sesuatu yang ingin kau ubah dari Sakura maka apa yang ingin kau ubah?"

"..."

"..."

"Piiiggg!!" Sakura merengek sejadi-jadinya. Sementara yang lain menggigit bibir menahan tawa.

"Hmm... aku tidak terlalu mengerti, tapi-" Naruto menatapnya langsung. Iris birunya yang berkilauan memancarkan banyak hal disana. Itu saja sudah cukup mengaduk-aduk perut sang gadis.

"-kalau ada yang ingin kuubah dari Sakura- chan maka aku ingin mengubah marganya."

"Haa?" Jawab semuanya serentak.

"Apa masudnya itu?"

Naruto memasang cengiran khasnya mendengar pertanyaan gadis pink itu. "Aku tidak masalah dengan Haruno dan kurasa itu juga cocok dengan namamu. Tapi Sakura- chan, aku ingin suatu hari nanti mengubah margamu... jadi Uzumaki..."

"..."

"..."

Sakura nyaris pingsan ditempat- tidak, hampir semua orang merasakan hal yang sama. Jantung mereka seperti berhenti berdetak untuk sepersekian waktu. Sungguh, Uzumaki Naruto memang tidak bisa ditebak. Seisi kelas tiba-tiba heboh layaknya belantara rimba.


"Hei, Sakura- chaaan~"

"..."

"Ayolah kau masih marah soal tadi?" Naruto mulai setengah berlari menyusul langkah cepat menghentak Sakura. Menarik lengan jas sekolahnya. "Maaf, oke?"

Gadis itu masih tertunduk menyembunyikan wajah dibalik juntaian rambut pink sebahunya. Tangan tan si pemuda bergerak perlahan menyelipkan anak rambut Sakura ke telinganya. Ia tersenyum saat gadis itu perlahan mendongak. Dengan bibir manyun dan sisa-sisa rona kemerahan menghiasi wajahnya.

"Yang tadi itu serius?"

"Memang kapan aku tidak serius kalau soal dirimu? Yah, tapi kita harus menunggu beberapa tahun lagi sih."

"Berhenti bercanda!" Tegasnya. Meraih dan menggenggam tangan besar yang bertengger di sisi wajahnya itu. "Yang tadi itu... b-bagaimana kalau teman-teman menyadarinya?"

"Akan aneh jika mereka tidak menyadarinya bukan? Padahal selama ini kukira kita juga tidak mencoba menutupi apapun."

"Memang sih. Tapi kan..."

"Kenapa?"

Sakura membuang wajah. "Rasanya memalukan."

Naruto terkekeh geli mendengar respon polos itu. "Sakura- chan, kenapa kau jadi menggemaskan sih?"

"... baka."

Para murid kelas 3-B pulang dengan kepala tegak sore itu. Mereka puas mendepatkan tawa mereka. Akhirnya juga bisa bernapas lega mendapat progress yang jelas dari pasangan favorit kelas... hanya mereka tidak tahu. Meski memang tidak ada dari Naruto dan Sakura yang mencoba menutupinya tapi keduanya yakin teman-teman mereka tidak akan sehisteris ini jika mau memperhatikan lebih jelas...

Mereka menutupinya dengan baik? Tidak. Mereka tidak mencoba melakukan itu. Mereka hanya menikmati hubungan ini sebanyak mungkin. Kadang mengesampingkan status terasa jauh lebih menyenangkan saat sebuah pasangan menyadari hal terpenting hanyalah kebersamaan satu sama lain.

"Sakura- chan, mau ke Ichiraku?"

"Boleh."

Sepasang tangan bertaut. Wajah mereka berseri tertimpa cahaya senja di hari rabu yang aneh itu.

.

.

Fin


Note : Cheesy weird chapter... terserahlah.

Siapa rajanya!

Diambil dari King's Game (Ousama game) yang sering nonton anime pasti paham sih

Dahlah, semoga kalian yang membaca menikmatinya. Consider to leave review, click fav follow! b

Best regards,

Red-volution