Disclaimer: Anime Ini bukan milikku
Heretic
...
...
...
Sekarang aku berada di dalam kota Kuoh. Namun ini bukan kuoh yang sama seperti sebelumnya. Perbedaan nya adalah tidak adanya penduduk, Hanya ada Aku dan laki laki bersurai coklat di depanku. Dia adalah Issei Hyoudou, lawan duel ku. Yang artinya tempat ini adalah tiruan Kota Kuoh, dimensi buatan dimana kami akan melakukan pertarungan.
Tap tap!
Kami menapakkan kaki kami di atas jalanan Kuoh.
[Dragon Shoot!]
Issei tanpa basa basi langsung melancarkan serangan pertamanya. itu adalah serangan yang cukup membuatku terkesan.
Wush!
Beam berwarna hijau itu meluncur kearahku dan melewatiku begitu saja.
"?"
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
Wush! Wush! Wush! Wush!
",,,"
Dia terus merapalkan jurusnya dan menembakkan beam kearahku. Namun dari serangan proyektil itu, tidak ada sama sekali yang mengenaiku. Semuanya meleset.
Aku sweatdrop melihatnya.
"Buset, aim nya ampas amat."
Gumamku.
Aku tarik kata kataku, aku sama sekali tidak terkesan dengannya.
Bagaimana mungkin Raiser kalah dari orang sepertinya.
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
[Dragon Shoot!]
Dia masih terus saja melakukan serangan yang sama padaku. Beberapa ku hindari karena kebetulan mengarah langsung kepadaku.
Buset, mananya tidak habis-habis kah.
Cara bertarungnya..., bagaimana aku menjelaskannya. Dia menggunakan mana sesuka hatinya, akumulasi mana yang digunakan pada setiap serangan itu, [Dragon Shoot!] bukanlah jumlah yang sedikit. Sangat tidak efisien, sangat boros, terus aim ampas gak pernah kena target, serangan yang sia sia. Benar benar cara bertarung seorang amatir.
"Hei, tidak bisa kah kau sedikit serius."
Ucapku saat serangan bombardir itu berhenti. Mungkin sekarang dia sadar serangan yang baru saja dia lakukan itu sia-sia.
Debu debu yang sangat banyak mulai menghilang dan siluet Issei mulai kembali terlihat sangat jelas di mataku.
Dia semakin menatapku sengit.
"Tidak mempan?"
Gumamnya.
What?
Ngelawak kah? Jangankan kena, mengarah kepadaku saja tidak.
Aku memasukkan tanganku kedalam saku celanaku dan berjalan kesamping sambil memberi lirikan kepada Issei lewat ekor mataku.
"Hyoudou Issei... aku tidak tahu bagaimana caramu mengalahkan Raiser-senpai. Lihatlah dirimu, kau memiliki kekuatan yang besar."
Aku memberi jeda.
"..."
Issei tidak menyela sama sekali ucapanku tetapi tatapan sengitnya juga tidak berubah sama sekali.
"Tetapi melihat caramu bertarung, aku tidak bisa untuk tidak kecewa. Seranganmu bahkan tidak mengenaiku, sama sekali tidak mengenaiku. Bagaimana mungkin Raiser-senpai bisa kalah dari pecundang sepertimu."
Aku terus berjalan kesamping, mengitarinya dan perlahan mendekat kearahnya.
"Tidak pernahkah kau berlatih, apakah menjadi satu satunya inang Ddraig yang bisa menjinakkannya membuatmu terlena? Aku kecewa ternyata orang yang memperjuangkan Rias hanyalah kadal kecil yang tidak berdaya sepertimu."
"Diam, apa yang kau tahu, aku sudah berlatih keras selama ini. Aku telah berjuang dengan keras selama ini agar aku bisa melindungi buchou. Kau, kau tidak tahu apa saja kemalangan yang terjadi pada Buchou, kau tidak mengerti apa apa."
Aku menaikkan sebelah alisku. Dia memang berbicara padaku, namun matanya tidak menatapku sama sekali, lebih tepatnya ke arah pertama kali aku berdiri di dimensi ini.
Jadi begitu, pantas saja aim dia sangat ampas. Setelah mendengar dia bekerja keras, aku mempercayainya, tentu saja setelah dia menggunakan beam se kuat itu, setelah dia mengalahkan Raiser, setelah dia dapat menjinakkan Ddraig, tidak mungkin dia selemah itu. Aku mengira dia akan memberikan perlawanan yang berarti padaku.
Masalahnya adalah tidak mampunya dia mengenaiku. Tidak, lebih tepatnya dia tidak dapat melihatku. Itu karena aku memiliki item sihir bernama Neclace of Patient. Itu adalah liontin kecil pemberian dari Ino yang selalu kubawa. Efeknya tidak begitu spesial, memberikan efek ilusi pada penglihatan 'musuh' jika musuh memiliki sedikit kapasitas mana dan memiliki resistansi sihir yang rendah. Semuanya menjadi masuk akal dan sangat lucu, bahkan iblis biasa pun tidak terpengaruh terhadap kalung ku ini.
Namun, mulai muncul lagi pertanyaan, bagaimana bisa dengan kapasitas mana yang sedikit dia bisa melepaskan beam kuat itu berkali kali.
'Itu karena Kemampuan Ddraig. Terdapat dua Energi milik Issei Hyoudou, pertama adalah mana, kedua adalah Energi Ddraig. Kemampuan Ddraig adalah menggandakan kekuatan, entah itu fisik, sihir, ataupun mana yang dimiliki inangnya. Energi Ddraig sangatlah banyak, dia dapat menggunakannya berkali kali dan habis nya energi Ddraig tidak akan memengaruhi kondisi Inang tidak seperti mana. Sebagai catatan, Energi Ddraig dapat dipulihkan dengan Potion mana ataupun Phonenix tear.'
Ino berucap secara spontan.
Woawoawoa, tunggu dulu, bukan kah itu sangatlah over power. Bayangkan bila Inang Ddraig adalah orang yang memiliki kapasitas mana Monster, dia dapat menggunakan sihir-sihir yang membutuhkan mana yang sangat besar berkali-kali tanpa takut mana habis selama bisa digandakan dengan energi Ddraig, selain itu dapat menggandakan kekuatan fisik, dan energi Ddraig dapat dipulihkan dengan Mana Potion atau Phoenix tear.
Tetapi bukan itu poin penting nya.
'Ya, poin penting nya adalah kepercayaan dari Ddraig itu sendiri.'
Ya, dan bocah mesum ini menurut Ddraig layak untuk mendapat kepercayaan nya. Dan kepercayaan darinya itu bukanlah hal yang remeh, faktanya tidak ada satupun Inang Ddraig sebelumnya mendapat kepercayaan darinya. Menarik.
"Benarkah? Mari kita lihat bagaimana caramu bertarung."
Aku bergerak dan melompat kebelakangnya serta memberi tendangan kapak kearah kepalanya.
Swush!
Namun mengejutkannya dengan reflek cepat nya dia dapat menghindari tendanganku dengan susah payah bergerak ke kanan.
Duar!
Batu paving tempatnya berpijak sebelumnya hancur oleh tendanganku.
Okay, walaupun hampir terkena tendanganku, dia selamat walaupun tidak dapat melihat atau merasakanku. Mungkin itu adalah ulah Ddraig.
"Apa yang kau lakukan?"
"Ho, boleh juga. Ternyata kau tidak seburuk yang kufikirkan. Kau menyadarinya sekarang?"
Dia menoleh ke kanan dan kekiri seperti mencariku lalu tidak memerdulikan dan fokus ke depan seakan dia sedang berhadapan denganku.
"Aku tidak dapat melihatmu, tidak, aku dapat melihatmu, tapi itu bukan dirimu. Jika bukan karena Ddraig, tidak mungkin aku bisa menghindari tendangan telakmu itu. Apa yang kau lakukan? Tunjukkan dirimu, pengecut!"
Dia berteriak padaku.
"Menyedihkan sekali, padahal iblis lemahpun tidak terpengaruh oleh liontin ini. Akan sangat tidak menarik jika aku terus membawanya untuk melawanmu. Bawa ini Ino."
Aku merogoh kantung celana ku dan mengambil liontin didalamnya kemudian melemparkannya ke atas.
Muncul portal dan keluar tangan, menangkap liontin itu kemudian kembali lagi kedalam portal hingga menghilang.
Sekarang Issei dapat melihatku dengan jelas.
Tanpa basa basi dia melesat kearahku mengarahkan tinjunya langsung kewajahku.
Tidak mau wajah tampanku tertonjok, aku menangkap tangan yang berbalut gauntlet merah itu.
Aku menyeringai.
Aku melesat ke belakang membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjerumus ke depan. Aku memegang kepalanya dan membantingnya ke tanah.
Duar.
Aku melompat dan kembali mencoba melakukan tendangan kapak kepadanya.
Tidak mau terkena KO secara instan Issei menggulingkan tubuhnya ke samping sehingga tendanganku tidak telak mengenai kepalanya dan hanya kembali menghajar Paving jalan.
Issei melentingkan tubuhnya mengirim kedua kakinya kewajahku.
Pandanganku terhalangi oleh debu. Tapi aku dapat melihat jelas apa yang terjadi.
Tidak mau bekas tapak kaki melekat di wajahku, aku melakukan tolakan dan melompat kebelakang, sehingga kaki Issei hanya melewatiku begitu saja.
Tanpa ampun dia melanjutkan serangannya. Dia melesat kearahku kembali dengan tinjunya.
Dia melakukan combo 4 pukulan yang kesemuanya mengarah ke kepala dan dadaku.
Aku dapat menghindari semua serangannya dengan gerakan yang minimal,
Melihat semua pukulannnya meleset, dia melakukan tendangan dengan kaki kirinya.
Aku dapat menghindarinya dengan melompat. Tetapi itu adalah yang di tunggu nya. Tanpa mengubah posisi dia mengubah arah kaki kirinya keatas dan menjejakkan kakinya kearah perutku.
Aku menahannya dengan kedua telapak tanganku.
Aku kembali menapakkan kakiku di tanah.
Masih tidak mengubah posisinya dia menendang kembali aku dengan kaki kirinya yang dapat ku hindari dengan menjorokkan badanku kebelakang. Namun itu adalah hal yang di tunggunya. Dia memutar tubuhnya dengan cepat dan membawa tumit kaki kanannya kearah kepalaku.
Ini adalah kesempatan ku.
Aku menghindar dengan berjongkok lalu menjegal keki kirinya yang merupakan kaki tumpuan membuatnya dengan mudah kehilangan keseimbangan dan melayang di udara.
Dengan kesempatan yang mudah itu aku menegakkan tubuhku kembali mengangkat kedua tanganku dan menyatukan nya lalu memukulkannya ke perut Issei dengan telak.
Dush!
Brak!
"Cough!"
Pungung Issei mendarat terlebih dahulu diatas paping yang keras kemudian memuntahkan darah.
Pukulan itu sangat keras bahkan tubuh Issei sampai kembali memantul keatas.
Aku mempersiapkan kuda kuda tinju.
Tanpa ampun aku melakukan pukulan bertubi tubi kearah dada Issei.
"AaAAAAAAaaaaAAAaaaAAAaaAAAAaAaaAAAaaaAA!"
Dia menjerit dengan napas tersenggal senggal seirama dengan pukulanku.
Aku mengakhirinya dengan melakukan pukulan jab kearah perutnya dengan tangan kiriku.
Cough!
Dia kembali memuntahkan darah.
Kemudian dengan mulut Issei yang masih terbuka aku melakukan uppercut ke dagu Issei dengan tanganku.
Duak! Krek!
Suara pukulanku terdengar sangat keras diikuti dengan suara gigi bertabrakan.
Issei meluncur keatas dengan mata yang seperti tidak bernyawa.
Tidak berhenti, aku melompat dan melesat dalam sekejap sudah jauh diatas Issei.
Dari atas aku meluncur menuju tubuh Issei dengan kaki yang sudah siap melakukan tendangan kapak.
Gauntlet Issei mulai mengeluarkan Cahaya hijau. Lalu cahaya itu menyelimuti seluruh tubuh Issei, sesaat kemudian tubuh Issei kembali terlihat telah mengenkan full armor merah senada dengan gauntletnya.
Tetapi itu tidak menghentikanku.
Duak!
Krak! Krak!
Terdengar suara tabrakan antara tumitku dengan punggung Issei diikuti oleh dua suara retakan beruntun.
Issei meluncur kebawah.
Duar!
Tubuhnya menghantam paving dengan telak menyebabkan munculnya ledakan.
Aku berdiri agak jauh menghadap kearah tempat Issei mendarat dengan wajah datarku.
Aku menepuk nepuk Jas yang ku gunakan karena tertempel debu lalu memasukkan tanganku kembali kedalam kantong celana.
Apakah aku kelewatan?
Aku mendengar suara helaan napas dari Ino.
'Kau seharusnya menahan diri lebih dari Ini Uzumaki-sama'
Keringat sebiji jagung menggantung dikepalaku.
M-mah, mau bagaimana lagi. Dia tidak bisa merasakanku, tetapi bisa menghindari serangan kejutku. Tentu saja aku menjadi sedikit semangat.
'Tapi nggak gitu juga, kalau bukan karena Ini di dimensi buatan khusus yang menghalangi kalian dari kematian kecuali Instant kill, mungkin dia sudah mati.'
B-bukankah memang itu fungsi dari dimensi buatan ini, agar bisa melakukan pertarungan all out, asal tidak menggunakan serangan Instant kill. Jadi tidak masalah bukan.
Sekali lagi aku mendengar Ino menghela napas. Lalu tidak ada balasan lagi darinya.
Debu di sekitar Issei mulai menghilang, seluet Issei yang sekarat berbalut Armor yang bagian punggungnya sudah hancur mulai terlihat. Tubuhnya mulai menghilang menjadi serpihan cahaya.
Tubuhku juga mulai bercahaya. Aku memejamkan mataku. Sesaat kemudian aku merasa telah dipindahkan dari Dimensi buatan itu.
Aku tertegun melihat Rias bersimpuh memeluk Issei yang berbaring diatas pahanya tidak sadarkan diri.
Aku menghela napas.
'Lihat? Menyesal?'
Ino berceletuk padaku.
Tidak, aku tidak menyesal.
Berkat kegalauanku, aku bahkan melewatkan pengumuman kemenanganku atas Issei. Daripada terus galau aku memutuskan untuk mengalihkan direksi ku kepada Azazel. Aku menatapnya datar.
Menyadari tatapanku, keringat dingin menetes dipelipisnya.
Aku beralih kepada Sirzechs yang menyeringai tipis melihatku.
"Puas?"
Ucapku.
"..."
Tidak ada balasan darinya, seringai memuakkan nya malah tambah lebar.
Aku melepas jas ku dan menaruhnya diatas pundakku lalu berbalik dan berjalan keluar ruangan.
Saat aku berpapasan dengan Rias yang masih bersimpuh aku meliriknya lewat ekor mataku. Dia juga melirikku.
"Oiya, Sampai jumpa lagi Serafall-nee!"
Aku melambaikan tangan kiriku tanpa melihat kearah Serafall.
Aku berjalan keluar aula lalu langsung keluar dari kawasan Gremory.
...
...
...
Setelah dari Aula Gremory aku langsung bergegas ke Bar milikku.
Ini masih pagi dan kepalaku sedikit pusing. Aku ingin meminum kopi sekaligus akan bertemu dengan seseorang. Dan juga aku ingin melihat keadaan Chizuru, apakah dia senang dengan pekerjaan barunya sebagai pegawai di bar dan maid di Rumahku.
Klinting!
Suara bel pintu bar ketika aku membukanya.
Aku langsung menuju meja bartender dan duduk di kursi di depan meja bartender.
Ino yang hari ini menjadi bartender menatapku datar, dia memegang teko yang berisi kopi.
Dia selalu membaca fikiranku, tentu saja dia tahu apa yang kuinginkan.
Currr...!
Ino menuangkan kopi ke atas cangkir.
Sruput!
Aku langusung menyeruput sedikit kopi dari cangkir. Seketika gir gir lusuh di kepalaku langsung berputar kembali. Aku merasa fresh kembali.
Aku aku menaruh cangkir kopiku lalu kembali memerhatikan Ino yang sedang membereskan botol botol miras di rak.
Rambut Ino diikat ekor kuda seperti biasanya memperlihatkan leher putihnya yang mulus. Rambutnya menjuntai panjang sampai bokong. Dia menggunakan Kemeja putih berbalut rompi tuxedo dan celana hitam panjang. Dia terlihat seperti butler. Sangat cocok untuk seorang bartender.
"Kau terlihat cocok menggunakan pakaian seperti itu Ino."
Ino Tersenyum.
"Aku tahu."
"Tumben kau memakai Seragam butler. Tidak biasanya."
Tanyaku. Ino biasanya tidak menggunakan seragam butler. Dia biasanya tetap menggunakan seragam Maid walaupun ketika sedang menggantikan Gaara menjaga Bar.
Gaara saat ini sedang melakukan misi mencari seseorang dan memburunya, lebih tepatnya seorang dewa olympus, sang penguasa Lautan, Poseidon.
"Nggak ada apa apa, Cuma mau ganti suasana."
Balasnya.
Dia selesai menata botol miras lalu memutuskan untuk mengambil kursi dan duduk di depanku.
Alunan musik jazz membuat kami suasana menjadi santai dan berkelas.
Dia menatapku, dan aku menatapnya juga.
Dia mengalihkan perhatiannya ke cangkir yang baru saja ku gunakan lalu mengambilnya dan meminumnya.
Aku diam dan memerhatikan. Aku bukanlah remaja baru puber yang akan heboh sendiri hanya karena seorang lawan jenis berkualitas yang meminum air dari cangkir yang baru saja ku gunakan.
Aku memerhatikan hidungnya yang kembang kempis bernapas.
Aku melakukannya agak lama dan dia sudah pasti menyadarinya.
Dia melirikku lagi.
"Apa semenarik itu melihatku bernapas."
"Ohyeah, aku harap aku bisa terus menghirup setiap napas wangi yang kau hembuskan itu."
"Dasar mesum."
"Aku tidak mesum, aku romantis"
Ucapku sambil menggerakkan alisku.
"Yang seperti itu bukan Romantis, Baka. Kuberitahu apa itu romantis."
Ucapnya sambil mencondongkan tubuhnya kedepan, mendekat kearahku. Dia mengulurkan kedua tangannya kemudian membingkai wajahku dengan tangannya. Pipinya bersemu.
Dia menatapku dan aku menatapnya balik.
Dia ngapain sih.
Oke oke, kau cantik, kau mempesona. Kau tidak perlu melakukan itu untuk membuatku membuktikan kalau dirimu romantis, Ino.
Dia memasang wajah sebal. Bibirnya memanyun. Pasti karena kesal setelah membaca pikiranku.
Dia memajukan wajahnya.
Aku tahu yang dia inginkan dan hanya tersenyum.
Kami berciuman.
Kali ini aku memutuskan untuk menjadi pasif. Dia menyedot mulutku dengan ganas dan menggerak gerakkan lidah dengan liar.
Slurp slurp
Suara ciuman panas kami muncul di sela sela alunan musik jazz.
Klinting!
Suara bel berbunyi tanda ada pelanggan masuk.
Ino tidak peduli dan terus menciumku dengan ganas.
Aku melirik ke arah pintu masuk untuk melihat siapa yang datang.
Itu adalah seorang laki laki paruh baya dengan rambut nyentrik berwarna hitam poni pirang dan berjenggot yang menatap kami dengan seringai disampingnya adalah perempuan cantik seksi berisi, berpakaian formal seperti seorang guru, dan beriris mata lavender yang sedang menatapku tercengang dan menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Mereka adalah Azazel dan Hinata Hyuuga yang ku undang kemari.
Aku melepaskan ciuman panas kami dengan sedikit paksaan.
Puah!
Ino merengut dan menjilati bibirnya yang penuh dengan saliva.
Aku mengambil tisu dan mengelap mulutku lalu mengambil lagi dan mengelap bibir Ino.
Dia menolak dan hendak menerkamku lagi. Tapi aku menghindar.
"Sudah Ino, ada pelanggan itu."
Ino merengut kembali lalu memutuskan untuk menyerah dan membiarkanku mengelap mulutnya.
Mungkin bagi orang lain tindakan kami ini aneh, tapi bagiku sendiri ini hanyalah hal yang biasa kami lakukan.
Kau tidak perlu buru buru, nanti malam kita akan lanjutkan.
Membaca pikiranku, wajahnya cerah kembali.
"Aku tidak mengira kalian akan datang bersamaan, aku berencana untuk menemui kalian secara terpisah. tapi ya sudahlah, selamat datang di bar ku, Azazel, Hinata."
Ucapku.
"Yare yare, kalau begitu maafkan aku, kurasa kami datang disaat yang tidak tepat."
Balas Azazel.
Tentu saja ini mengarah pada ciuman panas yang kulakukan dengan Ino tadi.
"Kau tidak perlu memikirkannya,"
Ucapku acuh tak acuh.
"Ino siapkan botol wine."
"Baik, Uzumaki-sama."
Aku berdiri dan bersiap pindah dari meja bartender ke meja pelanggan.
"Mari kita duduk disana."
Aku menunjuk kearah meja di ujung ruangan, dekat dengan jendela.
...
...
...
Naruto, Azazel, dan Hinata duduk saling berhadapan.
Naruto menaruh Cangkir dan Teko berisi Kopi miliknya.
Alis Azazel naik sebelah.
"Kau suka kopi?"
Tanya Azazel heran.
"Suka, emangnya itu hal yang mengejutkan bagimu, Azazel?"
Naruto bertanya balik.
"Tidak, aku hanya terkejut ternyata seleramu cukup sederhana."
"Heh asal kau tahu, citarasa kopi itu tidak sederhana. Rasa pahit segar yang terus terngiang dikepala, perasaan lepas dan candu. Kopi adalah salah satu dari dua hal yang mengalahkan wine bagiku."
Ucap Naruto dengan mimik wajah yang di dramatisir.
Dia kembali meneguk kopinya lagi.
"He? Dua hal? Lalu apa satu nya lagi?"
Tanya Azazel.
Naruto memasang wajah sewot saat mendengar pertanyaan dari Azazel itu.
"Sungguh? Kau menanyakan hal itu pada seorang Vampir? Oh maafkan aku, apakah aku terlalu kasar kepada kepala negara Gregory ini?"
Wajah Azazel berkeringat dingin.
"Oh ayolah aku masih cukup waras untuk tidak menuntut kesopanan dari orang kuat gila sepertimu. Aku masih sayang nyawa untuk melihat berbagai ukuran payudara Gadis gadis cantik di dunia ini."
Balas Azazel dengan santai.
Naruto sweatdrop sedangkan Hinata secara reflek menutup dada besarnya dari pandangan Azazel.
Ino datang membawa nampan yang berisi 3 gelas dan sebotol wine lalu 3 gelas di setiap sisi meja. Kemudian dia membuka penutup botol kemudian bersiap untuk menuangkan Wine ke 3 gelas itu.
"A-Ano maafkan aku, tapi..."
Hinata dengan malu-malu menyela sebelum Ino menuangkan Wine ke gelasnya.
"Kenapa Hinata-sensei, kau tidak suka Wine?"
Tanya Naruto.
Hinata menunduk dia sedikit tidak nyaman berbicara santai dengan orang yang pernah dia hianati dulu. Ditambah dengan Naruto yang menyebutnya sensei, ia agak merasa agak tersindir walaupun mungkin Naruto tidak berniat menyindir sama sekali.
Hinata mengangguk dengan pelan meng iyakan pertanyaan Naruto.
"A-aku tidak membenci Wine, hanya saja baunya sangat menyengat dan juga sangat memabukkan. Aku tidak tahan dengan alkohol."
Ucap Hinata.
Naruto memindahkan kaki kanan nya keatas kaki kirinya, lalu menyatukan jari jari kedua tangannya menaruh siku nya diatas meja sehingga kedua tangannya itu menutupi mulutnya. Secara samar Hinata bisa melihat seringai dimulutnya.
"Bagaimana jika aku memaksamu untuk meminumnya, Hinata-sensei?"
Hinata ketakutan dan semakin menundukkan kepalanya.
Raut wajah Berubah menjadi ceria.
"Bercanda, kau tidak perlu setakut itu Uchiha-sensei."
Ucap Naruto.
Sekarang Hinata benar benar paham Naruto ternyata benar benar menghinakannya disini dengan menyebutnya Uchiha.
Rasanya Hinata ingin menangis di tempat.
"Ino, apakah ada jus Anggur tanpa alkohol milik Gaara di belakang?"
Tanya Naruto.
"Ada, Uzumaki-sama. Tetapi hanya tinggal satu botol dan hanya cukup untuk satu gelas saja."
Balas Ino.
"Ambilkan itu."
Ucap Naruto tegas, tetapi wajahnya terlihat memucat.
"Baiklah."
Ino undur diri untuk mengambil jus anggur.
"Aku tidak mau bertanggung jawab jika Gaara membunuhmu, Uzumaki-sama."
Celetuk Ino.
Naruto berkeringat dingin.
"Berisik."
Naruto menarik napas dalam lalu menghembuskanya lewat mulut.
Tak lama kemudian Ino kembali dan menuangkan Jus Anggur ke gelas Hinata. Setelah itu dia kembali berdiri disisi Naruto.
"Mari kita bersulang. Untuk kebahagiaan."
Ucap Naruto sambil mengangkat gelasnya.
Hinata dan Azazel mengangkat gelas mereka juga.
"Untuk Kebahagiaan,"
Ucap mereka.
Ting!
Suara dentingan 3 gelas beradu.
Naruto Langsung meneguk habis Satu gelas Wine.
Hinata dan Azazel terlihat kagum terhadap cara Naruto meminum Wine.
Ino kembali menuangkan Wine ke gelas Naruto.
Naruto meminumnya kembali. Kali ini dia menyisakan setengah gelas.
"Wow meskipun kau masih sangatlah muda, aku tidak mengira kau juga sangat kuat minum."
Naruto menggoyang goyangkan sisa wine di gelasnya.
"Tentu saja, Wine tidak lebih memabukkan dari darah perawan kau tahu."
"Boleh aku mengataimu untuk satu kali ini?"
Tanya Azazel.
"Katakanlah yang kau fikirkan tentangku Azazel."
"Kau masih sangatlah muda, dan kau sudah menjadi laki laki paling kuat, paling menarik, dan paling brengsek yang pernah kutemui."
"Haha, terimakasih atas pujiannya, Azazel. Tapi tahukah kau, aku tidak sebrengsek itu kau tahu."
"Aku tidak ingin mendengar itu dari orang yang telah melenyapkan setengah benua dan telah membuat Ophis kesal karena berulang kali mengusik rencananya."
Hinata terkejut mendengar itu, tetapi ia berusaha untuk menyembunyikan keterkejutannya dan mengunci rapat mulutnya untuk tidak menyela.
Tentu saja Naruto menyadari keterkejutan Hinata.
"Hahaha cukup tentang itu Azazel, terimakasih atas pujianmu yang berlebihan itu."
"Jadi kau ingin memulai Percakapan utama?"
"Ya, tapi sebelum itu aku harus menyelesaikan urusanku dengan Hinata-sensei terlebih dahulu."
Naruto beralih kepada Hinata yang menunduk kan kepala gugup.
"Hinata Hyuuga, jangan menunduk, tatap wajah orang yang berbicara denganmu."
Ucap Naruto dengan tegas.
Hinata menggelengkan kepalanya.
"T-tidak, Draculea-sama, aku.."
"Ini perintah."
Hinata mau tidak mau mengangkat kepalanya dan menatap wajah Naruto yang menatapnya datar dengan takut.
"Dengarkan aku, Hinata-sensei, pertama, aku kagum akan tindakan beranimu yang menentang keluargamu dan Kerajaan Rumania demi untuk bersama orang yang kau cinta. Kedua, aku membencimu, kau menjadikanku korban, aku tidak menyalahkanmu akan perbuatanmu yang menentang kerajaan, tetapi ketika kau menjadi istriku, kau bahkan tidak menolak pernikahan itu, kau tidak pernah mengatakan perasaanmu sebenarnya padaku dan secara langsung selingkuh di depan mataku lalu kabur begitu saja."
Tubuh Hinata bergetar hebat.
"Bagaimana menurutmu?"
"A-aku..."
"Ketiga, aku gembira, aku senang melihatmu ditinggalkan si pantat ayam itu begitu saja sesaat setelah kabur dari kerajaan Rumania. 'Haha, Rasakan itu lacur sialan'... begitulah perasaanku kau tahu."
Hinata menangis dalam diam.
"Tetapi aku berterimakasih padamu, berkatmu aku menjadi memiliki pengalaman dihianati. Dan sebenarnya aku cukup bersimpati padamu, kau sudah berjuang untuk mendapat kebahagiaanmu, tetapi orang yang kau cintai meninggalkanmu di negri asing."
"Draculea-sama, T-tolong maafkan aku, aku..."
"Terserahlah, aku tidak terlalu perduli, kau memiliki masalahmu sendiri, aku juga memiliki masalahku sendiri, aku hanya ingin memberi tahumu agar kau tidak perlu memikirkan kesalahanmu yang dahulu. Lagipula, aku tidak mencium bau laki laki melekat padamu yang artinya tidak ada laki laki yang dekat denganmu, kau juga masih perawan, aku jadi penasaran apakah kau dulu tidak sampai ke tahap bercinta dengan Sasuke? Tapi mempertimbangkan kau yang masih perawan, berarti Sasuke memang tidak memandangmu sebagai orang yang dicintainya."
Hinata menundukkan kepalanya lagi.
"Awalnya aku ingin memberitahumu dimana tempat Sasuke berada sekarang, namun kelihatannya itu tidak perlu. Bagaimana menurutmu, apakah kau tertarik?"
Hinata kembali mengangkat wajahnya dan menatap Naruto dengan wajah tertarik. Dia terlihat sangat penasaran.
"Benarkah? Kumohon beritahu aku dimana Sasuke-kun berada, Draculea-sama."
Ucap Hinata dengan wajah melasnya.
Naruto menghela napas.
"Sasuke sekarang tinggal di benua Elfheim, dia sudah menikah dengan seorang Elf bernama Sakura, dia adalah sahabat Ino. Dia sudah memiliki seorang putri. Bagaimana menurutmu?"
Naruto menyeringai.
Hinata tertegun, wajahnya terlihat kosong dan terlihat kehilangan harapan. Matanya kembali sembab.
"Sasuke-kun sudah menikah...?"
Gumamnya.
...
...
...
Bersambung
...
Author Note:
Halo kawan kawan kembali lagi dengan Fict ini, seperti biasa aku minta maaf karena selalu mempublikasikan Fict ini tanpa ku sunting sama sekali. Kali ini aku akan memberikan Update zero Squad.
Naruto Draculea, Posisi : Kerajaan Kuoh, Kediaman Zero Squad di Kuoh
Arthur Pendragon, Posisi : Britania, Camelot
Gaara, Posisi : Pesisir utara benua Lilith, Mencari Poseidon
Ino Acerola, Posisi : Kerajaan Kuoh, Kediaman Zero Squad
Mama (**4**t), Posisi : Kerajaan Kuoh, Kediaman Zero Squad
Musashi Miyamoto, Posisi : Tidak Diketahui
Atsushi, Posisi : Oda Empire, Memata matai kekaisaran
Sinon Nekomata, Posisi : Kerajaan Kuoh, Kediaman Zero Squad
Hanabi Hyuuga, Posisi : Selat Milla, Britania/Rumania
