Disclaimer: BoBoiBoy own by Monsta

Warning: BL, AU, Fireman!BBB, Typo, OOC, a collab work, dsb.

.

.

.

.

.

Fang dengan raut kesal dan tangan yang dilipat di dada menenggadah memandang dahan pohon. Dahan pohon yang tinggi itu adalah dimana tempat si pembuat onar kesayangan Fang tengah meringkuk.

"Begini kalau kau itu tidak pernah patuh, Harry," Serunya dengan sebal.

Beberapa orang yang menatapnya hanya tersenyum geli setengah iba.

Fang akan merasa malu untuk berbuat seperti itu, jika saja ia tidak sangat kesal sekarang.

Harry, kucing hitam kesayangannya, yang ia beri nama sesuai karakter novel fantasi kenamaan karena pada dahi kucing itu ada luka gores yang sama dengan karakter utama novel kesukaan Fang tersebut.

Dan sama seperti karakter utama dalam sebuah novel, kucingnya itu juga suka sekali terlibat dalam masalah.

Seperti yang sekarang ini terjadi. Kucingnya itu melomoat dari beranda kamar apartemennya yang ada di lantai dua menuju dahan pohon yang ada di depannya.

Dan tentu saja, sebagai orang paling hobi membuat Fang repot, kucing itu malah tidak tahu caranya turun.

Fang tak bisa memanjat. Lebih tepatnya tak ada pijakan yang cocok untuk dia panjat. Pohon itu dahannya lurus dan besar, baru bercabang di ujung dengan daun lebat yang meneduhi semuanya. Harry mungkin melompat dari beranda ke dahan pohon karena masih lincah-lincahnya sebagai kucing kecil.

Nakal memang.

"Aduh, Harry..." Fang mengeluh lelah dengan alis bertautan, lelah dengan keonaran kucingnya.

Dia tak tahu harus meminta tolong siapa. Nekat lompat dari beranda yang ada dia akan patah tulang dan tidak bisa bekerja. Apakah ada orang yang bisa memanjat dan menyelamatkan kucing menyebalkannya?

"Bagaimana kalau minta bantuan pemadam kebakaran saja Fang?"

Fang menoleh pada salah satu penghuni apartemen yang lain. Beberapa orang memang sudah berkumpul, menemani Fang yang sedari tadi mengomeli kucingnya dengan ekspresi marah walaupun sebenarnya khawatir akan keselamatan kucingnya itu.

"Apa bisa?" Fang bertanya ragu. "Ini bukan kejadian heboh dan besar semacam kebakaran atau kecelakaan kan."

Tetangganya itu hanya tersenyum. "Bisa. Mereka kan memang tugasnya untuk membantu. Lagipula," Ia menoleh pada pohon. "Tidak ada yang punya tangga setinggi itu untuk memanjat pohonnya, mereka kan punya tangga yang bisa sampai lantai gedung yang tinggi."

"Kalau dipikir benar juga." Gumam Fang mulai menyetujui.

"Aku akan hubungi. Tenang saja, Fang. Ini tidak akan merepotkan. Pemadam kebakaran sudah lumayan sering menangani masalah seperti ini." Ujar sang tetangga menenangkan. Tersenyum ceria, menenangkan hati Fang yang penuh keraguan.

Fang mengangguk sekali lagi percaya.

Sang tetangga mulai menghubungi kontak pemadam kebakaran. Menjelaskan masalahnya secara jelas dan memberitahu alamat yang dituju. Disahut dengan jelas oleh seberang sana juga membalasnya dengan tegas walau itu hanyalah menyelamatkan seekor kucing yang nakal dan tak bisa turun.

"Pemadam kebakarannya sedang menuju ke sini." Kata sang tetangga setelah memutuskan sambungan telepon dan menyimpan handphonenya.

Fang mengangguk dan mengucapkan terima kasihnya. Menghela napas dan kembali mendongak pada dahan pohon. Harap-harap cemas semoga kucingnya itu tidak jadi rewel dan mengakibatkannya terpleset dan jatuh dari atas pohon.

Lima belas menit kemudian, ia mendengar dengung nyaring sirine.

Jika tadi Fang merasa sama sekali tak malu mengomel sendiri di depan pohon, sekarang ia rasanya ingin mengubur diri. Beberapa orang dari toko dan rumah sekitar melongokkan kepala dengan raut ingin tahu. Memalukan bahwa faktanya truk pemadam kebakaran yang besar hanya datang untuk membujuk seekor kucing turun.

Fang mendelik ke arah si kucing hitam.

"Ini semua salahmu," Ketusnya.

Fang menghela napas dan berbalik. Mobil pemadam kebakaran itu sudah terpakir di komplek apartemennya.

Pintu terbuka dan dua orang pria turun. Hanya salah satu yang mendekat pada Fang.

Dan ketika ia berdiri di depan Fang, memberikan senyum lebar. Fang hanya bisa melongo.

Pria di depannya bagaikan dicopot langsung dari poster film Hollywood. Seraut wajah tampan dan muda dengan bahu lebar dan torso yang kokoh. Fang berharap matanya tidak menjelajah untuk mengerling pada lengannya, mencoba mencari tahu apakah lengan itu sama berototnya seperti yang ia bayangkan.

Jelas berotot. Bajunya saja sampai seperti terlihat sesak tak mampu menampung massa ototnya. Apakah semua pemadam kebakaran seperti ini? Jadi reflesi dari film-film yang Fang tonton itu benar dong.

"Selamat siang, saya dari pusat pemadam kebakaran pulau Rintis. Apakah ada masalah yang bisa kami bantu?" Tanya pria itu, suaranya dalam, sedikit serak, namun terkesan lembut dan sopan. Dan dilihatnya senyum lima jari yang berkilau memancar gemerlap bintang dan cahaya mentari di sana. Fang sampai harus menyipitkan matanya saking silaunya senyum itu.

Fang menggeleng cepat. Dia memijat pangkal hidungnya menyadarkan diri, "Ah, itu. Kucing saya lompat dari beranda dan sekarang ketakutan di atas sana. Dia tidak bisa turun." Jawab Fang menunjuk ke arah ranting tempat kucingnya Harry ketakutan, dia baru sadar kalau lupa membalas sapaan sang pemadam kebakaran.

Pemadam kebakaran itu mengikuti arah jari Fang.

"Tinggi juga ya, pantas kalian perlu tangga yang tinggi," Komentarnya.

Mendengar itu Fang kembali teringat dengan alasan memalukannya.

Pria di depannya sepertinya tidak menyadari konflik batin Fang yang sudah ingin mengubur diri dalam rasa malu, ia kembali menoleh pada Fang, menampilkan senyum yang ramah.

"Jangan khawatir, kami akan menurunkannya sesegera mungkin," Ucapnya riang.

Ia berbalik dan melangkah ke arah truknya. Berbicara sebentar dengan rekan kerjanya. Keduanya menaiki kembali truk, rekannya pada bagian depan sedangkan ia memanjat ke bagian belakang.

Tak lama, tangga yang ada pada truk itu naik bersamaan dengan petugas yang bicara dengannya tadi.

Sampai ujungnya, sang pemadam kebakaran, dapat meraih ranting tempat kucing yang ketakutan itu meringkuk. Bulunya berdiri semua. Harry mendesis pada sang pemadam kebakaran. Telinganya turun membentuk pertahanan.

"Tak apa, aku tidak akan menyakitimu." Ucapnya. Dia lepas sapu tangan kanannya dan mengulurkannya. Membiarkan Harry mencium dan mengenali baunya. Baru setelah Harry merasa familiar, walau masih defensif, dia mengusap kepala Harry dengan telunjuknya.

"Tenang... Tenang..." Lirih pria itu. Meraih dan menggendong si kucing kecil dalam pelukan dadanya yang bidang.

Dengan hati-hati, ia menuruni tangga. Waspada jika kucing itu terkejut dan melompat dari dekapannya.

Begitu turun dengan loncatan pelan dari truk, ia menghampiri Fang yang juga sudah berjalan ke arah mereka. Dengan senyum lebar menyerahkan Harry yang menggelinjang karena melihat tuannya.

Fang menerima kucingnya itu dengan napas lega. Menyandarkan tubuh kucing hitam tersebut pada pundaknya.

"Sepertinya dia tidak suka orang asing ya," Komentar itu membuat Fang mengalihkan perhatian dari Harry.

Fang menggeleng. "Bukan, kurasa dia hanya panik," Jawab Fang.

Harry memang bukan kucing paling ramah sedunia, tapi dia juga bukan kucing yang galak. Dia tidak membenci siapapun. Kecuali Abang Fang yang sesekali berkunjung dan itupun Fang maklum. Tidak ada makhluk yang lebih menakutkan daripada abangnya. Tidak peduli apa yang dikatakan para wanita sesama penghuni apartemen. Abangnya itu tetaplah Raja kegelapan yang tiran.

Lupakan tentang abangnya. Bodoh amat dengan makhluk tiran pemuja kekerasan itu.

Fang tersenyum kecil pada pria yang telah menyelamatkan Harry, "Terima kasih sudah menyelamatkan Harry. Apa yang bisa saya balas untuk kebaikan anda. Karena... Uhh... Mau datang untuk masalah seperti kecil seperti ini..." Lirih Fang malu, semburat merah di akhir membekukan pria kekar di hadapannya. Mimiknya membatu akan keterkejutan senyum kecil dari sosok yang meminta bantuan.

Dia berdehem membasahi kerongkongannya dan tersenyum ceria, "Bagaimana kalau... Berkencan denganku?" Tanyanya. Iseng sih, pria itu sadar dia sudah mendapat bayaran dari pemerintah. Juga yang ditawarkan ini laki-laki tulen. Pasti menolak dan berseru jijik.

Habis itu dia akan tertawa dan berkata kalau dia hanya bercanda.

Tapi begitu Fang mengangguk kecil dengan pipi merah malah ia terperangah.

"Eh, kau beneran mau?"

"Yah... Kalau permintaan mu itu sungguhan serius," Balas Fang menghindari kontak mata beberapa kali tapi tetap memandang petugas di depannya.

"Eh, eh, itu," Melihat pria itu kelabakan dan bingung sendiri, Fang mendengus.

"Kalau tidak mau juga tidak apa kok," Ketus Fang, rasa jengkel gagal tertahan dalam suaranya.

"BUKAN BEGITU KOK!" Pria itu buru-buru berteriak panik. Membuat orang-orang menoleh dengan heran.

Rekan kerja sang pemadam kebakaran menghampiri dan menepuk bahu lebar itu, "Boboiboy, sudah selesaikan? Kalau sudah ayo cepat balik. Kita tidak bisa lama-lama santai di sini."

Boboiboy, nama pria kekar yang mengajak Fang berkencan karena iseng, itu masih panik, "Sai?! O-oke oke. Kau duluan ke mobil. Aku bicara dengan dia sebentar."

Sai mendengus dan menaikkan bahunya acuh tak acuh, "Cepat ya. Kalau mendadak ada hal darurat bisa gawat."

"Ehehe... Iya..."

Sai berjalan kembali ke mobil. Sementara Boboiboy sendiri menghela napas lega. Dia kembali menunduk menatap pria yang dia yakin berketurunan Tionghoa, "Uhmm... B-Bagaimana kalau Senin sore? Di... Mall pulau Rintis. Uh, lebih tepatnya jam empat sore. Aku ada shift pagi soalnya."

"Kau serius kan?" Fang menyipitkan mata dengan skeptis.

Boboiboy mengangguk, kembali memasang senyum lebarnya. Fang masih merasa senyum itu sama cerahnya seperti ia pertama melihatnya.

"Serius, aku cuman kaget karena kupikir kau akan menolak," Cengirnya.

"Woi! Cepat!"

Keduanya berjengit kaget. Boboiboy menoleh dan memelototi rekannya yang berteriak dari dalam mobil.

"Sabar kubilang!" Balasnya berteriak. Ia menoleh pada Fang.

"Sori, aku harus balik kerja lagi, tapi kutunggu besok ya!" Seru Boboiboy, ia berbalik dan melambai pada Fang sambil berlari menuju membalas lambaian tangan Boboiboy. Dengan masih menggendong Harry.

Mobil pemadam kebakaran itu pergi kembali. Dan saat itu Fang sadar, "Ah, aku belum memperkenalkan namaku." Lirihnya. Dia lalu mengangkat tinggi-tinggi kucingnya seraya tersenyum, "Aku gak tahu harus memarahimu atau senang. Kau memang..." Fang menggeleng.

Dia pun kembali ke apartemennya setelah berterima kasih pada para tetangga. Memberi catatan juga akan mengunci pintu berandanya agar Harry tak macam-macam lagi.

~ Fin ~

.

.

.

A/N:

One shot collab ku dengan Valky-san~ tumbenan one-shot, biasanya kita kalau udah mulai sesuatu bisa jadi panjang gak keliatan ekornya hehehe… cuman ngetes fluff…

Readers suka? Silahkan tinggalkan komen untuk ngasih tahu pendapatnya :)