Selamat datang kembali, my Readers
Of course desu~ Imma lov you all
Author membawa chapter baru untuk book ini
Kalian penasaran? Monggo dibaca
Boboiboy milik monsta
"Dirinya menduakanku….": berbicara
'Ayang – ayangku~': berpikir/membatin
Enjoy~
Darah dimana – mana. Tangan, baju, serta salju menjadi merah menyala. Tangannya gemetar melirik seseorang yang dia kenal tengah bersimbah dengan warna itu.
"S-o-"
"Cahaya!" Si pemilik nama terkaget saat tubuhnya ditarik oleh Air ke tempat duduk.
Air tidak ingin adiknya itu kena marah Cikgu Mama karena berdiri terus. Dia melihat wajah Cahaya pucat, keringat berlebih disana – sini, dan mata cokelat yang penuh dengan ilmu pengetahuan itu meredup kosong.
'Ada apa ini?' terpampang jelas dipikiran Air.
Fang didepan mereka juga ikut cari pandang ke arah Cahaya. Menurutnya saat ini Cahaya sangat aneh.
"Ca-"
"Ehem?" Cikgu Mama menatap tajam kearah Air yang langsung kicep ditatap.
'Ishhhh lahhh nanti aja...' Air membatin. Susah payah dirinya untuk tetap konsentrasi pada pelajaran Matematika yang diajarkan Cikgu Mama. Apalagi pelajaran ini memakan waktu banyak. Air selalu berfikir mengapa tidak ada pelajaran khusus untuk tidur, kan mantap jiwa.
'Ayolah cepet selesai!' si tukang kebo ingin melaporkan kejadian ini ke kakak ketiganya. Mengapa Tanah? Karena dia adalah satu – satunya orang dirumah yang dapat menjinakkan Geluduk sekalipun. Sedari tadi Air melihat gerak gerik Cahaya yang hanya terdiri dari menunduk menatap meja saja.
'Apa yang menarik dari meja? Apa Cahaya lagi memikirkan tuh eksperimen yang gagal gegara jatuh? Pantas sih kalau si narsis mewek... tapi biasanya nih putih cuman ngadu ke Mama Gemgem terus nanti dikasih coklat panas dah sumringah lagi... iiiiihhhhhhhhhhh napa dah nih orang?!' sungguh ini menyiksa Air,
Tiba – tiba suasana ruang kelas mendadak mencekam. Air meneguk ludah karena sedari tadi tidak mendengarkan penjelasan Cikgu Mama. Yup, Cikgu Mama tengah memberikan pertanyaan kepada para murid yang sayangnya para murid tidak ada yang bisa menjawab alias gagal paham. Mereka berharap seseorang akan menyelamatkan mereka dari situasi yang sangat berbahaya ini. Beberapa siswa curi – curi pandang ke bangku Air. Si mager milih bodo amat karena dia juga kagak tahu jawabannya.
Biasanya kuis seperti ini bakal disikat oleh Cahaya tapi sepertinya Cahaya sedang berkelana di dimensi yang berbeda. Akhirnya, Fang yang sudah menunggu Cahaya dari tadi menjawab soal itu. Semua siswa dikelas menghela nafas lega saat jawaban Fang benar. mereka sangat terhura atas pengorbanan Fang dan pelajaran pun berlanjut.
Bel istirahat berbunyi memberikan kelegaan tersendiri kepada Air. Waktunya untuk menginterogasi Cahaya.
"Cahaya kau tidak apa?" Air mulai khawatir dengan Cahaya yang sedari tadi diam tak bersuara.
"Cahaya apa kau sakit? Kalau iya kita ke UKS sekarang," tanyanya kembali saat tidak menerima jawaban dari si empunya. Cahaya tetap tidak menjawab tapi dia memberikan respon berupa gelengan kepala.
"Kalau begitu ayo kita bertemu dengan yang lainnya dikanti, keburu ludes semua makanan" masih sempet – sempetnya si tukang mageran ini mikirin makanan dikala adiknya kek gini.
"Wey, napa dah dengan mu? Nggak biasanya you macam ni, lagi mimpi buruk kah?" Tanya Fang asal ngomong.
Sekelebat ingatan buruk menjalar dipikiran Cahaya, membuat si bungsu bangun dari tempat duduknya dan melangkah mundur dari mereka.
"TIDAK!" teriak Cahaya mengagetkan beberapa siswa yang masih di dalam kelas termasuk Fang dan Air.
"Apa maksudmu Ca-...," belum sempat menyelesaikan ucapannya, Cahaya berlari keluar dari kelas dengan meninggalkan Air dan Fang yang melongo disana.
"Tunggu Cahaya!" Segera Air berlari mengejar Cahaya. Fang yang merasa bersalah dengan omongannya ikut mengejar kedua temannya.
Disebuah lorong sepi seseorang tengah berjalan dalam renungannya. Siapa lagi kalau bukan mantan tukang swag kita. Si doi lagi mengalami simalakama, merasa dirinya sangat bersalah atas perlakuannya pada abang dan temannya. Khawatir iya, takut iya, malaz iya, lega iya, senang juga iya. Semuanya bercampur aduk menjadi emosi yang nggak karuan rasanya. Ditambah lagi kenangan – kenangan kecut bermunculan disana – sini membuat Cahaya stress bukan main.
Dia nggak sadar kalau kakinya mengarah kesebuah tempat sunyi dibelakang gudang sekolah. Duduk dengan risau, lalu komat – kamit nggak jelas bagai manggil makhluk halus.
"Gaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh!" si penyuka putih ini menepuk pipinya keras.
"Aku bukan pengecut! Kenapa aku lari dari mereka?!" ingin rasanya Cahaya menjedukkan kepalanya ke dinding terdekat tapi sayangnya kepala sudah cenat – cenut duluan.
'Dasar otak nggak tahu diri!'
Gelisah sedang melanda tubuhnya sampai – sampai si putih merinding sendiri.
'Ini lagi... dasar tubuh nggak mau kompromi!'
Dan memilih untuk menatap rumput yang bergoyang untuk menenangkan hati.
'Pasti yang lain bakal marah dan mencariku...'
Setelah dirasa cukup tenang, Cahaya memutuskan untuk bertemu dengan yang lain. Namun na'as nasib Cahaya, dia malah bertemu anak berandalan dibelakang sini.
'...bodoh...'
"Heeeee~ kita ketemu si culun yang nggak guna"
Karena merasa dirinya yang paling keren dari mereka Cahaya memilih diam dan nyelonong melewati mereka.
"Eits, tidak segampang itu kutu buku" Pundak Cahaya dicengkeram oleh salah seorang berbadan besar tapi punya otak kecil.
'Ih jijik, ngapain nyentuh – nyentuh?!' Cahaya menepis tangan si bocah dan meliriknya tajam. Dia sudah bersedia untuk melawan anak – anak yang kelewat bandel ini.
"Hoooooo~ harus kah aku takut ditatap kek gitu?"
"Kalian bukan levelku," ucapnya ketus.
"Kami banyak, kau secuil. Yakin bisa melawan kami? Lagipula saudaramu tidak bersamamu, tidak akan ada yang melindungimu"
"Hahahaha iya kan? Kau kan yang terlemah diantara mereka? Pikirkan saja mereka sering babak belur gara – gara kau," gerombolan anak – anak itu tertawa.
Kau lemah, tak berguna! Untuk apa aku mempunyai anak sepertimu?!
Ingatan kelam itu muncul lagi membuat kepalanya bertambah sakit.
"Ayo dah serang dia, sebelum saudaranya datang," segerombolan anak itu mulai mengahajar Cahaya. Cahaya tidak mungkin menggunakan kuasanya untuk menyerang bocah ingusan macam mereka jadi yahhhh dia hanya menolak dan menangkis. Awalnya dia dengan mudah menghindar tapi tubuhnya tiba – tiba berkomplot dengannya jadinya dia menerima pukulan yang cukup kuat dibagian perut.
"Ughhff!" si bungsu terjungkal kebelakang.
"Benar – benar payah! Gini aja sudah tumbang! Dasar lemah!
Mengapa kau yang hidup?! Bukankah kau yang paling kuat?! Mengapa?!
Cahaya diam tak bergerak. Dia pernah mendapatkan perkataan itu dari orang yang dia tunggui keberadaannya. Seketika itu juga, tubuhnya merasa panas sekaligus dingin berlebih, menggigil akibat rasa panik melanda.
"Issh, mana si bohlam itu?!"
Air dan Fang mencari Cahaya. Mereka berlarian kecil menelusuri koridor yang Air sering lewati saat mencari saudaranya yang paling terakhir itu. Terlihat dipojok ruangan beberapa anak sedang mengerumuni seorang bocah yang sedang memegang perutnya.
"Cahaya! Woy! Lu semua mau ngapain ke adek gua?!" dan kebar – baran yang ditutupi oleh Air pun muncul. Siapa yang nggak geram melihat adek sendiri jadi bahan pembulian disekolah.
"Woy jan maen pisau lu!" Fang dengan refleknya yang expert menendang jauh pisau dan tidak segan – segan meninju muka salah satu anak berandalan.
Air juga nggak mau kalah, dia menendang area privat lawannya lalu menendang dadanya. Dan perkelahian pun tak terelakkan, ini kalau ada Blaze lebih ricuh lagi acara baku hantamnya. Dirasa Fang mulai membabi buta, Air segera kesisi Cahaya melihat kondisi adeknya.
"Cahaya!" Si pemilik nama merasakan pundaknya dipegang erat oleh seseorang. Dia tidak bisa berkata apapun, hanya deru nafas tak beraturan keluar dari mulut yang bergetar itu. Peluh membasahi tubuhnya. Mata kosong menatap Air serta wajah pucat dan hawa panas.
"Cahaya, tenang aku ada disini. Tenang Cahaya," Air berusaha menenangkan sang adik dengan memeluknya dan mengelus punggungnya, tapi itu malah membuat Cahaya semakin menjadi. Cahaya sendiri sudah tidak bisa lagi mengontrol apa yang terjadi dengan tubuhnya. Dia tidak tahu mengapa tubuhnya tidak bisa tenang menerima perlakuan dari Air.
Fang dibelakang mereka yang selesai menyeleding para pembuli mulai khawatir. Dia melihat kalau Cahaya sudah diambang kesadaran.
"Fang! Cari Kak Petir atau Kak Tanah! Cepat!" jujur saja Air tidak mempunyai bakat untuk menangani situasi seperti ini, melihat adiknya membuatnya tambah khawatir. Fang segera bergegas mencari Petir melalui jalan tadi dan saat berbelok si maniak wortel berpas – pasan dengan sang pengendali listrik.
"Apa?"
Bersambung
Shishishishi~
OwO? Gimana gimana penasaran kan?
Ditunggu ya kelanjutannya~
