Heyyyyyyyyy, Readers!
Hayoloh hayoloh Author mampir nih~
Kalau dah mampir, biasanya ada chapter baru
Nyeheq, mulai penasaran?
Dah yuk baca
Boboiboy milik Monsta
Plot milik Author
"Dengar lara ku~": berbicara
'Ku ingin marah, melampiaskan': berfikir/membatin
Enjoy~
Dengkuran pelan terdengar di sebuah kamar. Cahaya tidur dengan memegang erat tangan Petir seperti tidak ingin ia pergi.
Si sulung yang jadi korban ke-moean-ralat-maksudnya-wajah-biasa-aja dari si bungsu sedang berfikir keras. Iya berfikir keras sampai wajah bapak – bapak muncul. Dia ingin melepas genggaman Cahaya, tapi baru juga dia mau melakukan itu Cahaya seperti akan bangun. Alhasil, dengan berat hati Petir harus berdiam disitu hanya ditemani oleh buku kesayangannya disertai penyiksaan batin, 'Anjir, pingin ke kamar mandi!'
Lama Petir membaca sambil merenungi hidup, hingga ada bunyi kunci dibuka dengan dengungan mesin.
"Ochobot!" teriakan Petir terdengar oleh si robot kuning yang dapat melayang. Si robot kebetulan mampir kerumah untuk mengambil beberapa bahan yang tertinggal. Dia segera menuju lantai dua dan melihat Petir jadi pawang Cahaya.
"Haaaaaa? Nggak salah liat aku nih? Pastilah aku nih kurang oli!"
"Mau kulempar? Mumpung dilantai dua nih"
"Ehehehe canda, Petir..." Ochobot pingin sembunyi. Si doi rada takut dengan Petir yang terkenal garang.
"Eh bentar, ini kan belom waktunya pulang! Kok kamu bolos Petir? Terus sih Cahaya kenapa itu?"
"Aku nggak bolos! Cahaya sakit jadi aku yang membawanya pulang" Petir pingin banget nyetrum nih power sphera.
"Oh, gitu. Lalu gimana kondisinya sekarang?"
Petir menatap Ochobot dengan pandangan 'yang benar saja masak lu kagak paham?'
Nggak heran sih Ochobot nggak peka, dia kan robot.
"Cek nih anak"
"Maksudmu kau ingin aku mengscan Cahaya gitu?"
"Ya. Mungkin saja ada sangkut pautnya dengan kuasa yang kau berikan pada kami. Awas saja kalau terjadi sesuatu pada adikku, kau yang bakal ku setrum sampai gosong" Petir menatap angker ke arah Ochobot yang mulai ketakutan dilirik ama setan berwujud manusia.
Hardware yang mulai berisik menandakan Ochobot melaksanakan tugasnya. Ia meng-scan Cahaya yang masih bobok meskipun tadi Petir sempat berteriak.
"Aneh..." hologram bermunculan memberitahukan status Cahaya.
"Apanya yang aneh?"
"Kuasanya agak memberontak atau melonjak emmm meningkat?"
"Maksudmu?"
"Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya padamu Petir..." Ochobot dapat deathglare dari Petir dan jika saja tangannya sedang tidak digenggam Cahaya, kemungkinan Ochobot harus cari sirkuit baru.
"Oke oke! Bakal kujelaskan! Jadi entah mengapa kuasa milik Cahaya mengalami peningkatan luar biasa yang mengakibatkan Cahaya demam tinggi. Tubuhnya tidak mampu mengikuti kinerja kuasa yang melonjak drastis"
Informasi itu membuat Petir khawatir. "Apa dia akan baik – baik saja?"
"Tenang, ini akan berakhir mungkin sehari atau dua hari"
"Serius lu?"
"Dua rius malah Bang" Ochobot kena lempar buku dari Petir.
"Huff, kali ini aku percaya" Petir menggaruk kepalanya gusar. Dia harus memberitahu Tanah soal ini.
"Nanti malam akan aku cek lagi. Kalau begitu aku mau kembali ke kedai Atok"
"Jangan kasih tahu Atok kalau aku pulang duluan, nanti Atok kaget. Dan ambilin air sebeleum lu pergi"
"Emm... kenapa nggak ngambil sendiri?"
Petir memperlihatkan tangannya yang sedang digenggam oleh Cahaya. Ochobot ber-oh dan mengambil pesanan Petir.
Bel berbunyi sangat kencang membuat para murid girang bukan main. Mereka segera menaruh perlengkapan perang mereka ke tas masing – masing lalu berhamburan ke luar sekolah, sama dengan si kembar Boboiboy yang buru – buru balik pulang karena khawatir dengan kondisi saudara mereka.
"Ini aneh! Cahaya kemaren baik – baik saja denganku" Api angkat bicara di perjalanan menuju tumah.
"Cahaya kemaren mambantu Daun menanam bunga juga!" Daun juga ikut merasa aneh.
"Mungkin kecapekan?" Yaya menyahut.
"Ih, biasanya juga dia ikut jadi babu Tanah"
"Kak Angin..." yang ditatap cuman cengengesan.
"Hahhhh... tadi pagi emang ada yang aneh?" Tanah beralih ke Air yang diam saja. Ya gimana nggak diam, dia lagi menikmati es teh hangatnya.
"Selain dia ngomong kalau bahan ekperimennya jatuh, malam tadi nggak kenapa napa malah sempet selfie bejibun, sampai sakit mataku kena flashlight, terus di upload ke sosmed" Air sudah menghabiskan 4 gelas es teh hangatnya.
Tanah mulai mengulang kejadian kemaren di otaknya dan tidak menemukan jawaban sama sekali.
"Awas kembung minum terus" Api mengingatkan kembarannya.
"Kan kuasanya air? Mana mungkin kembung" Gopal membalas.
"Aku masih manusia lah! Lagi pun butuh banyak air untuk menurunkan adrenalin" Air menjawab males dengan pikiran pingin rebahan sampai dirumah.
"Kok panas ya?" Daun mengibas –ngibaskan tangannya.
"Iya nih" Tanah mengambil buku di tasnya dan mengibaskannya layaknya kipas.
"Huuhhhh, mataharinya terik banget!" Fang buru – buru menutupi lengannya dengan baju, takut belang dia.
'Nggak salah nih?' Kedua cewek memandang Fang aneh.
"Kok aku nggak kerasa panas?"
"Dey, kuasamu kan api" Gopal menatap datar api yang dengan santai berjalan tanpa keringat sedikit pun.
"Hadoh lama – lama aku meleleh" Air mengeluh.
Tanpa sepengetahuan mereka, Angin menggunakan kuasanya memanggil wind untuk membawa udara dingin kearah mereka.
"Wah sejuknya~" mereka serempak berkata.
"Pinter juga otakmu Angin!" Ying memberikan jempol.
"Ehe, sekalian latihan"
"Semoga Cahaya nggak papa"
"BANG PETIR!"
"Diem lo biang kerok!" terdengar teriakan dari arah kamar Air dan Cahaya. Mereka semua langsung keatas
"Bang, saya kira situ tsun ternyata perhatian ya~"
"Mau gua renjat anda?"
Goda Angin saat melihat sang kakak tertua sedang pegangan tangan dengan Cahaya.
"Avvvv aku jadi nges-"
"Dilanjut, Kakak ku lempar dari lantai ini!" Tanah langsung menampol Angin yang pemikirannya mulai sesat.
"Hishhh, cepet gantian pegang nih tangan! Aku mau kekamar mandi!"
"Biar Daun kak!" Daun megusulkan dirinya, keduanya dengan pelan – pelan berganti posisi. Cahaya hampir saja terbangun saat secara insting tangannya tidak merasakan apapun.
"Ada apa ini Kak Petir?" tanya Tanah.
"Nanti aja aku jelasin" Petir secepat kilat menghilang.
"Lah kita ditinggal"
"Ya udah bersihin diri dulu sana!" Tanah mengusir para adik dan kakak yang mengerubungi tempat tidur menyisakan Daun dan Air.
"Wuisssshhhhh panasnya..."
"Masa sih?" Air meraba kening Cahaya.
"Adaw panas! Kayak megang api aja!" Air segera meletakkan tangannya di baskom.
"Napa manggil aku!" yang merasa punya nama muncul dong gaes.
"Ih siapa lagi manggil anda, ke gr-an"
"Dasar muka es!"
"Tolong sadar diri kita punya muka yang sama"
"Abang! Ada yang sakit, jangan rame!" Daun menegur dengan wajah imut.
"Tumbenan kalian kelahi" Petir nongol sambil minum jus jeruk.
"Lah Bang, kok cuman bawa satu? Bagi dong Bang~"
"Ih ambil sendiri sono"
"Bisakah kita kembali ke topik pembicaraan?" dengan munculnya Tanah dan Angin maka Petir mulai menjelaskan asumsi Ochobot.
"Tapi kok tiba – tiba meningkat? Buktinya kita nggak papa" ucap Air sambil rebahan di lantai. Menurutnya rasanya ada sesuatu yang mereka lewatkan.
Cahaya dan Daun baru mendapatkan kuasa mereka sekitar 2 hari yang lalu. Jika ditarik garis untuk siapa yang mendapat kuasa pertama yakni Petir, Angin, dan Tanah. Lalu disusul oleh Api dan Air seminggu setelah si trio. Terus Cahaya dan Daun 2 minggu setelah kuasa Api dan Air diberikan.
"Seharusnya kita juga merasakan peningkatan kuasa seperti Cahaya" Air melanjutkan.
Tanah dan Angin saling bertatapan. Mereka tahu kalau Air itu malaznya tingkat samudra pasifik, tapi baru kali ini mereka melihat Air berfikir sedemikian terperinci.
Jadi dapet tatapan aneh kan lu, Kebo
"Lu kesambet apa?"
"Ini beneran si Polar Bear?"
"Yeuh, bukannya bangga ini malah disindir"
"Mungkin gegara Cahaya sukanya begadang muluk jadinya dia drop?" Angin menimpali.
"Mungkin saja" Tanah menyauti sambil mengganti kompres.
Para kembaran menatap wajah Cahaya merengut dalam tidurnya.
"Mimpi apa sih sampai kek gitu mukanya?"
"Kak Api jangan usil dong ke Cahaya" Daun dengan tatapan innocent berkata pada kakaknya yang mau berulah. Daun nggak akan segan – segan membanting Api kalau dah kayak gitu. Tentu saja dibantu dengan si sulung pastinya~
"Oh ya Kak Tanah! Bagaimana dengan membantu Atok?"
"Eh astaga lupa ama Atok!" Angin berteriak gaje.
"Wadoh wadoh bakal di jitak ama Atok nih!" si kompor ikut – ikutan panik.
"Astaga woy! Diem! Ato anda berdua saya siram!"
"Nah ini nih pertanyaan yang daritadi nggak keluar – keluar" ucap Tanah memegang kepalanya seperti melupakan sesuatu.
"Ya udah gini aja biar nggak ribet dan simple, karena shift nya sekarang aku, Angin dan Tanah... yang lain bakal jaga Cahaya"
"Tapi Bang Petir! Aku mau mainnnn ama Bang Angin ama Bendul!"
"Ih kamu tuh apa salahnya menjaga orang sakit?" Air nyeletuk.
"Membosankan! Kita hanya menatap si orang sakit... padahal Cahaya nggak bakal kemana – mana!" Api tetap kukuh pada pendiriannya. Petir pingin banget buang nih anak ke tong sampah. Beda lagi dengan Tanah. Dia menghitung angka sampai 10 supaya nggak melempar saudaranya ke langit.
"Wey Api! Bukannya game mu itu belum selesai?! Gimana kalok kamu selesain biar nanti pas aku datang kita bisa langsung ngelawan bossnya"
"Woh iya! Ide bagus, tenang aja Bang Angin. Gua bakal membawa kita pada kemenangan!"
'Kenapa anda nggak merayu tuh anak dari tadi?!' teriak batin para kembaran yang harus tersulut emosi mereka. Well kecuali Daun yang fokusnya masih ama Cahaya.
"Nah masalah satu udah usai sekarang masalah yang lain adalah bagaimana menjelaskan ini pada Atok?"
Ke tujuh kembaran terdiam. Mereka melirik ke si Sulung.
"Kenapa harus aku?"
"Kau kan yang tua~" Angin dan Api meringis senang melihat Petir menderita.
"Pingin gua coret dari KK"
Yang pasti pada saat ketiga kembaran tertua memberitahukan berita itu ke Tok Aba, si kakek hampir aja menjatuhkan gelas super mahal yang hanya dia gunakan untuk Ice Choco Extra Special Deluxe. Tak lupa Tok Aba melirik tajam kearah Ochobot. Si bola mah dia sembunyi dibelakang Tanah.
Ke empat kembaran yang ada dirumah untungnya tidak membuat kerusuhan. Api bermain game seperti yang diusulkan Angin sambil teriak – teriak gaje diruang tengah. Sementar Daun dari tadi curi – curi pandang ke jendela.
"Siram dulu tumbuhanmu, Daun. Sini gantian sama aku"
"Makasih Kak Air. Daun bakal cepet – cepet!"
"Nggak usah keburu – buru, nanti kalau kau kenapa – napa aku juga yang disalahin ama Gledek. Dah sana nanti tanaman mu pada merengek" Daun dengan perlahan melepaskan genggaman tangan Cahaya dan mengalihkannya pada Air. Air melihat Daun bergegas meninggalkan kamar. Kini tinggal Air dan si putra tidur di kamar.
"Apa yang terjadi padamu, Cahaya?"
Bersambung
Jeng jenggggg~
Sampai jumpa~
