Yoooooooooooooo, My readers!
Kalian menunggu fanfic ini?
UwU Author bawa chapter baru nih!
Boboiboy milik Monsta
Alur? Punya Author dong UvU
"Kamu sehat?": berkata
'Utang dibayar woy!': berfikir/membatin
Enjoy!
"Kau memang-! Lihatlah apa yang telah ide cemerlang mu perbuat itu! Jika tahu begini akhirnya, tidak seharusnya kita mengikuti rencanamu!"seorang remaja menamparnya dengan keras hingga ia jatuh tersungkur.
Rasa sakit dipipinya tidak sesakit apa yang hatinya rasakan.
Amarah dan kebencian di mata itu, tak akan bisa Solar lupakan. Yang akan menghantuinya bahkan sampai hembusan terakhir. Tidak akan pernah terlupakan.
"Hentikan Kak! Tidak ada yang tahu jika jadinya begini! Ini bukan salah Solar! Kita yang masuk perangkapnya!"
"Ma-ma-maaf kan aku..."
"Tapi, Gempa! Orang ini lah yang menyebabkan semua masalah ini! Jika saja itu dia yang mati!"mata saphire memandang bengis ke arahnya berharap bukan kembarannya yang mati melainkan orang yang ditamparnya.
"A-aku..."
"..."
"Baru juga aku muncul disini udah disuguhi pemandangan yang sangat menakjubkan" Seseorang menepuk kepala Cahaya membangunkannya dari memori kelam yang menyeretnya dalam rasa sakit yang hampa.
Solar terperanjat, matanya disambut oleh sebuah dunia yang tak pernah ia ketahui tapi selalu dia andaikan.
"Dimana ini?"
"Bisa dibilang ini adalah alam kesadaranmu"lantai berubin putih dengan langit malam berpendar bintang serta galaksi mengitari mereka. Memang indah di atas, namun di bawah tidak ada apapun selain tumpukan buku dan kertas yang berserakan serta retakan disana sini.
"Hmmm, tempat yang cukup bagus untuk makhluk seukuranmu"makhluk yang membangunkan Solar itu bergumam sekaligus berkomentar pada keseluruhan dimensi yang akan menjadi tempat tinggalnya.
"Bagaimana kau bisa disini? Bukankah kau menghilang?"pandang Solar selidik. Makhluk itu adalah sosok yang sama yang memberikannya kesempatan untuk mengubah takdir kakak – kakaknya. Soleil, si pelaku yang melemparnya ke masa lalu.
Tolong ya, Solar tidak butuh tambahan beban pikiran dan juga otaknya bukan hotel yang bisa direservasi seenak duit yang keluar.
"Kata siapa? Kau pikir menggunakan kuasa Bintang itu gampang, apa? Kalau memang gampang aku tidak perlu susah – susah mencari penerus untuk kuasa ini" Ucap Soleil dongkol. "Aku akan membimbingmu, jadinya aku harus menempat disini" sambungnya sambil duduk diatas tumpukan buku usang.
Solar menatap sengit Soleil yang konsentrasinya entah kemana. Solar lebih memilih melanjutkan pemikiran pada dimensi yang dipijakinya.
"Aku tidak tahu kalau ada dimensi di dalam pikiran"
"Itulah manusia, makhluk yang baru belajar tentang semesta. Terlambat banget"ejek Soleil yang dibalas oleh lemparan buku dari Solar. Sayangnya si buku malah melayang bukannya mengenai Soleil.
"Dimensi ini adalah dirimu atau imajinasi yang otakmu salurkan untuk menggambarkan keadaanmu saat ini"
"Maksudmu buku – buku dan kertas ini ada sangkut pautnya dengan diriku gitu? Kayak mereka merepresentasikan pengetahuan yang kupelajari gitu?"seharusnya Solar muak melihat ada makhluk hinggap di otaknya, tapi entah mengapa dia membiarkan tuh makhluk.
"Hm? Ya bisa jadi. Bintang di langit itu adalah pengetahuan dan pengalaman sedang buku ini adalah ingatan, kenangan, emosi, perasaan, dan lain – lain "Soleil membuka sebuah buku dimana terdapat foto hitam putih seseorang yang tak terlihat jelas wajahnya. Buku itu sendiri memiliki bekas terbakar.
"Lalu mengapa mereka berdebu, robek, terbakar, dan...?"Solar tak melanjutkan ucapannya. Alam pikirannya bagai kapal yang terkena badai, tidak terorganisir.
"Bukankah kau salah satu manusia yang ber-IQ tinggi? Pastilah paham"Cahaya/Solar paham betul dengan maksud Soleil.
Buku yang berdebu mengibaratkan ingatan atau kenangan yang mulai terlupakan. Buku yang robek mengartikan bahwa ada ingatan yang ingin dia hilangkan ingin dia buang. Buku yang terbakar melambangkan penyesalan.
Hampir seluruh buku di tempat itu terkoyak robek dan hangus terbakar.
Solar memejamkan matanya sejenak. Tak ingin mengingat itu lagi. Tepukan dari Soleil menghilangkan semua pemikiran kalut Solar.
"Lalu mengapa langit sangat gelap padahal banyak bintang diatas?" Solar menatap sendu ke arah langit. Dia teringat pada waktu lampau, dimana semuanya baik – baik saja. Dia sering menatap alam semesta dengan semua keindahannya. Berpikir dengan penasaran dan semangat tentang apa yang tersembunyi di dalamnya. Hanya saja apa yang dia temukan malah membawa malapetaka pada mereka. Malapetaka yang kian lama menjadi penyesalan yang selalu membayangi.
"Langit gelap karena semua hal yang telah kau lalui. Kau menganggap semua itu pahit. Kau terlalu terpuruk dalam amarah, kesedihan, penyesalan, dan semua emosi negatif, sampai membuat bintang yang semula terang menjadi redup, hingga matahari yang bersinar kehilangan kuasanya" ucap Soleil menoleh ke arah Cahaya. Remaja berjiwa dewasa itu menatap angkasa raya yang dulu dia banggakan.
"Jika kau ingin menyelamatkan mereka, ku sarankan agar kau mulai untuk melepaskan mereka"
"... itu mustahil.."
"coba lah dulu, selangkah demi selangkah lebih baik daripada tidak sama sekali. Ah, kita bahas tentang kuasanya nanti saja. Mereka sudah menantimu"
"Maksud-?"
Yang Solar tahu sinar lampu menyilaukan matanya yang perlahan terbuka.
"w Wah syukurlah Cahaya bangun!" ujar Daun girang bukan main saat melihat kembaran terdekatnya terbangun dari alam mimpi.
Awalnya Cahaya terlonjak kaget. Ingin sekali bersembunyi dibalik selimut yang menutupi tubuh. Dia masih belum siap melihat mereka semua, tapi omongan Soleil mengingatkannya untuk mencoba melepaskan mereka.
'Mana bisa...'
"Cahaya?" Daun bingung. Biasanya kembarannya yang satu ini bakal mengoceh tiada henti memamerkan kehebatannya yang nggak bisa diganggu gugat. Nah diamnya Cahaya malah membuat Daun tak enak sendiri. Di depannya, Cahaya menunduk bagai tak ingin melihatnya.
"Udah bangun?" Air masuk membawa beberapa gelas minuman. Dia duduk dikasur. Matanya melihat pergerakan aneh yang Cahaya lakukan. Sama persis dengan yang di sekolah.
"Ada apa Cahaya? Kalau kau punya masalah ceritakan pada kami"
Air bukan tipe orang yang suka membujuk. Biasanya yang melakukan ini Tanah atau Angin, tapi untuk kali ini saja demi adeknya tersayang, Air akan mengorbankan waktu tidurnya.
Yang ditanya hanya menatap tangannya sendiri.
Solar-ehem maksudnya Cahaya sangat gugup. Dia takut, gelisah, resah harus bagaimana. Harus memulai darimana? Pemikirannya sudah kemana – mana.
Daun melirik ke Air, tersirat kekhawatiran disana. Jika saja bukan karena cubitan kecil yang menyakitkan dipaha, Air pasti sudah mengeluarkan gurauannya dan ya itu yang dia lakukan.
Air mengamit tangan Cahaya dan menggenggamnya lembut.
"Ada apa nih dengan adek Air yang paling ganteng melebihi Abang Jutek?~ nanti followermu ku embat loh Cahaya~"
Wajah Cahaya mengerut mendengar followernya bakal diambil Air, ya gitu dia seneng juga karena ada yang mengakui bahwa dia lebih ganteng daripada si sulung!
'Ha! Butuh kalian semua mati terus kembali ke masa lalu untuk di akui bahwa diri ini ganteng'
Muka Cahaya tambah muram mengingat itu.
Daun menyenggol Air yang godaannya tidak berpengaruh. Jika sudah begini, pasti sesuatu yang besar tengah melanda Cahaya. Entah apa yang dipikirkan otak jenius itu sampai berani tidak memperdulikan muka comel dan imut Daun yang ikut memayunkan bibirnya melihat si bungsu diam tak berkomentar mengenai candaan garing Air. Kalau Cahaya yang normal bakal berkata "Idih, enak aja! Usaha dong jangan jadi kebo muluk" yang nantinya di hadiahi lemparan air baskom. Yang dilihat Daun sekarang adalah Cahaya yang... abnormal!
"Hahhhh... Maaf jika kakak – kakakmu ini punya salah padamu, Cahaya. Maafkan aku yang pastinya punya salah, jadi jangan takut untuk menatapku Cahaya" Air makin resah melihat Cahaya yang seperti ini. Dia berasumsi ini mungkin salah mereka.
"Maafkan Daun juga Cahaya, jika bikin Cahaya marah" Daun juga mengikuti langkah kakaknya.
Cahaya kaget dong, kok tiba – tiba kakaknya pada minta maaf. Salahkan pemikirannya yang masih sempet – sempetnya pergi ke ingatan tersegel yang kian lama terbuka akibat menyadari bahwa mereka hidup dan berbicara, menanggapi segala omongannya bukan yang sering dia buat – buat dalam angan.
Mulutnya bergetar ingin menjawab, tapi hatinya dulu yang menjawab.
'Ini bukan salah kalian! Ini salah ku! Semua ini salah ku!'
Menelan semua perkataan yang hampir saja terlontar, Cahaya menjawab"K-ka-kakak nggak salah apa – apa kok"dengan nada serak, berusaha menahan limpahan emosi yang ingin ikut keluar.
"Kalau memang begitu tatap mata kami"
Cahaya memberanikan diri untuk melihat keduanya. Cahaya merasa deja vu pernah melihat wajah khawatir dan mengalami gestur yang sama yang pernah Air dan Daun lakukan padanya.
"Kami berjanji tak akan meninggalkan mu sendiri"
Senyum keduanya sedikit memberikan kelegaan tersendiri pada hati Solar. Namun itu semua sirna.
'Pada akhirnya kalian meninggalkan ku sendiri'
Reflek tangannya menarik kedua orang itu ke dalam pelukan erat dengan kebahagian bahwa mereka tidak akan mengalami apa yang ia alami. Bahwa semuanya akan berubah. Bahwa dia, Cahaya bisa mematahkan kutukan masa depan yang membelenggu mereka pada akhir yang menyedihkan.
"Hiks... hiks... sob.." isakan tangis Cahaya membuat Air dan Daun bingung harus bagaimana. Mereka membalas pelukan Cahaya sambil mengusap dan menepuk pelan punggung Cahaya. Membisikkan kata – kata penenang untuk si bungsu yang trauma entah karena apa.
"Hushhh... adekku, semuanya akan baik – baik saja"
"Kami semua ada disini"
"Kami tak akan meninggalkan mu, Cahaya"
Bersambung
Kerasa angstnya kah?
Sampai jumpa lagi Readers~
