Naruto Fanfiction
Super Special Scum
by Gloomy Sadly Author
Disclaimer Naruto is own by Masashi Kishimoto
The Writer is not taken any benefit from this work
Warning: AU, Crime Story, put in Mature because it may contain any crime and blood scene that not suitable to be read by children
Don't Like? Don't Read!
Happy Reading!^^
Pria bersurai pirang itu memandang kosong ke arah jalanan raya di bawah gedung tempatnya berada. Tanah terasa begitu rendah dan jauh. Meski begitu tidak ada rasa takut di dalam diririnya. Padahal sekarang ia sedang duduk di atas pagar beton rooftop dari gedung berlantai 27 itu dengan tubuh menghadap ke arah luar. Orang-orang pasti akan salah paham kalau melihat posisinya seperti itu, mengira ia akan melakukan percobaan bunuh diri dengan meloncat dari atas gedung.
"Aku selalu bertanya-tanya bagaimana kau bisa ada di sini, padahal pintu di belakang sana terkunci."
Naruto Namikaze, pemuda yang sedang duduk di pagar itu, menoleh saat mendengar suara berat seorang pria dari arah belakang. Naruto bisa melihat seorang pria muda dengan setelan kemeja berjalan menghampirinya. Naruto pun membalikkan badan kemudian melompat untuk mendarat di lantai rooftop, menunggu hingga pria itu sampai di hadapannya.
"Latihan parkour. Aku meloncat dari gedung itu. " Naruto menunjuk gedung-gedung di sebelah timur yang jarak rooftopnya tidak begitu jauh (menurutnya). "Sekarang bukan jam istirahat kan, Morino? " sindir Naruto.
"Aku mau merokok. Lagipula aku yakin kau akan lewat Markas Besat ini lagi. Aku pikir aku bisa membantumu jika penjaga keamanan menangkapmu gara-gara mampir ke sini tanpa izin." Morino mengambil sebatang rokok dari sakunyadan menyalakan dengan korek yang ia ambil dari saku yang lain.
Naruto terkekeh. "Aku sudah kenal dengan Hiro-san, dia tidak akan menangkapku. Lagipula kalau sampai anak buahnya menangkapku, aku tinggal menunjukkan lencanaku, dan semua akan beres, " ujar Naruto dengan entengnya.
"Kau yakin? Kupikir lencanamu tidak berguna lagi." ejek Morino setelah menghembuskan asap rokoknya ke atas. Dia tahu betul lelaki muda tampan di hadapannya ini sedang dibebastugaskan. Makanya dia terus-terusan berkeliaran di daerah kantor tempat ia bekerja ini.
Morino tidak berani bertanya alasan "senggang"nya Naruto. Meski pria dengan mata sewarna safir itu terlihat easy going, tapi dia tetap tampak misterius. Memang itulah bagian dari menjadi intel pasukan khusus kan? Menyembunyikan apapun kecuali hal yang tidak penting.
"Aku hanya divakumkan, bukan dipecat. Meski begitu setidaknya jabatanku lebih tinggi darimu, Detektif Morino." canda Naruto sambil terkekeh.
Morino menghisap rokoknya sebelum mengembuskan asap tebal ke langit dari mulutnya. Dia setuju. Level Naruto memang berbeda jauh di atasnya. Dia juga tidak pernah menyangka Naruto menjadi pasukan khusus di usianya yang baru 24 tahun. Padahal mereka masuk akademi kepolisian di usia yang sama, sebelum Naruto mendaftar menjadi anggota khusus satu tahun setelah di terima di akademi, kemudian menjadi salah satu pasukan khusus terbaik di usia yang terbilang muda.
"Ya ya ya, terserahmu, Rubah kuning. Aku heran, kenapa kau tidak beristirahat di rumah saja atau pergi liburan sampai ditugaskan kembali? Jarang -jarang kan kau diberi waktu libur seperti ini." usul Morino. "Kau malah parkour dengan meloncati berbagai gedung. Ada-ada saja."
"Aku tidak tahan di apartemen, sangat membosankan-ttebayo!" Naruto merenggangkan tangannya ke atas, hal yang selalu ia lakukan saat bosan. "Lagipula aku harus terus melatih otot-ototku supaya tidak kaku kalau-kalau harus langsung mengejar penjahat." canda pemuda itu sambil tersenyum lebar.
Morino menggeleng. Ungkapan Naruto terasa seperti sindiran. Otot-otot pemuda itu sudah sangat besar dan kokoh, buat apa dilatih lagi. Sepertinya yang harus melatih otot itu adalah Morino yang memang sudah lama sekali tidak datang ke gym karena berbagai alasan.
"Apa kau sedang menangani kasus baru, Morino? Kudengar polisi Tokyo sedang sibuk akhir -akhir ini." ujar Naruto santai.
"Begitulah. Ada kasus hilangnya beberapa orang tanpa sebab. Awalnya hanya tiga orang, tapi akhir-akhir ini banyak yang melapor ke polisi kalau teman atau salah satu keluarganya sudah lama tidak terlihat. Sekaranglah bagian yang mengurus DPO jadi harus lembur."
"Kedengarannya bukan kebetulan. "
"Begitulah. Sayangnya baru dilaporkan akhir-akhir ini. Padahal ada yang sudah hilang sejak satu tahun yang lalu. Ini membuat masalah menjadi semakin rumit. "
DRRT!
Morino merasakan getaran di saku celananya, ada yang menelpon rupanya. Dia memberikan isyarat kecil pada Naruto untuk mengangkat telpon itu sebentar.
Naruto sebenarnya tidak bilang pada Morino kalau sebenarnya dia memang diberhentikan untuk sementara. Sudah hampir dua minggu ini Naruto memang hanya membuang-buang waktunya hanya untuk mencoba menerima kenyataan bahwa ia hampir diberhentikan. Dia tidak tahu apakah akan kembali dipanggil bertugas atau tidak. Tidak ada kejelasan seberapa lama ia diskors begini Ketidak pastian ini membuatnya sangat frustasi karena terus menerus memikirkan kemungkinan terburuk, yaitu diberhentikan.
Ini semua karena ulahnya yang terlalu sering ingin menyelamatkan orang lain sekalipun itu target yang seharusnya ia bunuh.
Naruto sangat bangga menjadi seorang intel pasukan khusus, tapi dia paling benci ketika disuruh untuk membunuh. Walaupun dia bisa melakukannya dengan mudah, hatinya akan merasa tidak tenang. Dia lebih memilih mengikuti kata hatinya daripada perintah atasannya. Dan inilah akibat yang diterima karena membelot dari tugas.
Sekarang Naruto mulai menyesali dirinya yang keluar dari akademi kepolisian. Kalau saja ia menjadi polisi, ia tidak perlu diharuskan membunuh orang lain. Mungkin dia harus melukai penjahatnya, tapi tidak perlu sampai membunuh. Seperti Morino sekarang yang selalu ditugaskan hanya untuk mengayomi masyarakat dan memenjarakan pelaku, bukan melukai mereka.
Tapi menjadi intel pasukan khusus sudah menjadi pilihannya. Dia tidak boleh mengeluh, termasuk saat ia dibebastugaskan seperti ini.
"Naruto, sepertinya aku harus kembali bekerja. Kepala polisi sudah marah -marah ditelpon." ujar Morino sedikit menyesal.
Naruto tersenyum lebar, merasa maklum. "Jangan bolos terus, nanti kau jadi pengangguran. "
Mereka berdua tertawa, kemudia berpisah dengan Morino keluar dari rooftop dengan melalui pintu, sementara Naruto memilih meneruskan kegiatan parkour-nya.
Meski terlihat gelap, hampir puluhan orang berkumpul di lokasi pabrik yang sudah lama ditinggalkan itu. Gedung itu memang sudah tua, namun tidak lapuk dan malah terkesan terawat. Gedung bekas pabrik itu memang bukan tempat tinggal para tuna wisma atau para pengemis. Lebih dari itu, di sana tempat berkumpul para orang-orang hebat yang ingin bersenang-senang. Minum, beradu martial arts, berjudi, menjual sejata illegal-hal-hal itulah yang menjadi kegiatan utama di sana. Pengunjungnya beragam, mulai dari makelar illegal, bos-bos muda, pembunuh bayaran, atau orang-orang dunia hitam yang jarang terdengar gaungnya di masyarakat awam.
Dari luar gedung itu tampak suram di tengah siang hari, karena hanya lampu-lampu neon berwarna kuning redup merupakan sumber penerangannya. Meski begitu lampu-lampu itu ditata seadanya, namun cukupdengan sangat baik untuk menerangi spot-spot penting , salah satunya ring kecil tempat mengadu teknik martial arts. Orang-orang lebih banyak berkerubunberkerumun di sana, bersorak-sorak melihat dua orang pria sedang beradu tinju, —lebih tepatnya salah satunya berusaha menghabisi lawannya.
lelakiLelaki bersurai raven terus menerus memukul wajah lawannya, yang sepertinya rahangnya sudah sedikit bergeser. tangannyaTangannya berlumuran darah yang berasal dari wajah lawannya. Ekspresi pria muda itu tidak berubah, tetap dingin dan tenang seolah-olah dia sedang melakukan hal sepele. tidak ada belas kasihan pada lawannya yang sudah kepayahan dan hampir pingsan itu.
Sebelum pukulan selanjutnya melayang lagi ke wajah lawannya, dia merasakan seseorang menarik dengan kekuatan penuh lengannya dari arah belakang.
"Cukup Uchiha, kau akan membunuhnya kalau terus begitu!" bentak pria bertubuh besar dengan warna rambut orange menyala. dia sudah tidak tahan melihat kebrutalan salah satu temannya itu.
Sasuke Uchiha, pria muda yang aksinya berusaha dihentikan itu hanya dia untuk beberapa detik. Dia memutuskan untuk mengalah dan menjauh dari lawannya yang sudah tidak berdaya menuju ke ujung ring. pria yang menghentikannya berteriak pada orang-orang yang menonton bahwa pertandingan sudah selesai dan sebaiknya seseorang merawat luka dari lawan Sasuke.
Sasuke hanya bergeming. diaDia berjalan ke arah sofa kulit berwarna hitam yang sengaja di letakan di tempat itu untuk beristirahat. di kursi itu juga ia meletakkan barang-barangnya sebelum bertanding. Sambil meneguk air mineral, ia menglapmengelap tubuhnya yang berkeringat dengan handuk kecil, sekaligus mengelap tangannya yang berdarah.
Sasuke menengadah ketika melihat sloki mengarah ke kepalanya. Sloki berisi vodka itu ditawarkan oleh lelaki berambut orange yang tadi menghentikannya di ring. Sasuke mengambil minuman keras itu dan meneguknya sekaligus.
"Kulihat kau sering sekali ke sini minggu ini. Apakah intel sepertimu sesenggang itu?" Tanya Jugo, pria berambut orange itu yang memutuskan duduk di kursi kulit sebrang Sasuke. "Aku khawatir tidak aka nada lagi yang bertarung di ring kalau kau ke sini terus." Lanjutnya menyindir kelakuan Sasuke yang sudah membuat beberapa orang lawannya masuk rumah sakit karena tinjuannya.
"Semua orang menyukai caraku bertanding, kecuali kau," ujar Sasuke dingin sambal meletakkan sloki di meja kaca di sampingnya.
"Mereka selalu senang kecuali mereka menjadi lawanmu di ring itu." Jugo menunjuk ring tempat Sasuke bertanding tadi. Jugo adalah salah satu penjual senjata illegal dan bisa dikatakan salah satu pendiri tempat ini. Tempat yang seharusnya menjadi tempat bersenang-senang ini malah menjadi tempat Sasuke melampiaskan nafsu membunuhnya. Dan Juga tidak menyukai hal itu.
"Mereka lemah. Kalau mereka kuat, mereka tidak akan kalah."
"Menurutku, seharusnya kau sadar kalau kau terlalu kuat, sehingga mereka tidak bisa mengalahkanmu. Kenapa kau tidak mencari lawan yang sepadan saja?"
Sasuke mendengus. Itu kemauannya. Dia tahu memang bukan di sini tempatnya mencari lawan yang sepadan itu. Seharusnya ia berada di tempat latihan intel, bukan malah di sini. Tapi itu mustahil karena sekarang ia sedang dibebastugaskan.
Dia sempat menelpon Kakashi, komandan intel negara itu sekaligus atasannya, untuk berlatih di markas. Meski dibebastugaskan, Sasuke masih belum resmi dikeluarkan dari tubuh intel negara. Maka seharusnya dia masih punya hak untuk datang ke markas. Tetapi Kakashi tidak mengizinkannya untuk datang ke sana walaupun hanya untuk menggunakan fasilitas latihan. Kakashi malah mengingatkan bahwa dia harus berada di rumah untuk memikirkan kesalahannya. Pria berambut abu-abu itu malah menyindirnya bahwa statusnya saat ini masihlah belum jelas apakah akan tetap menjadi intel atau diberhentikan. Sasuke langsung menutup telpon itu tanpa perlu mengucapkan salam.
Kaicho sialan! Makian itu terus dilontarkan olehnya setiap ada kesempatan. Darahnya mendidih setiap mengingat dia akan diberhentikan dari satuan khusus intel negara. Mereka anggap apa usaha kerasnya selama ini? Mereka seharusnya berterima kasih pada Sasuke yang selalu menuntuskan misi bahkan tanpa ada penjahat yang tersisa.
Untuk melampiaskan kekesalannya, Sasuke selalu menantang siapapun di ring. Dia tidak segan menghabisi lawannya sampai sekarat. Dan hal ini sudah berlangsung hampir dua minggu lamanya. Setelah puas, dia akan minum dan kembali ke apartemennya seolah tidak ada yang terjadi.
Sasuke belum memberitahukan tentang pembebastugasannya itu pada Jugo. Meski terlihat seperti gangster, Jugo merupakan orang yang cukup bijaksana. Dia pasti akan menceramahi dan melarang Sasuke masuk ke tempatnya ini. Sasuke tidak ingin dilarang melakukan apa yang dia suka, jadi dia lebih memilih berpura-pura sedang "Tidak ada misi" saja.
"Kau tahu tidak, orang yang barusan kau pukuli itu adalah Ebisu, salah satu polisi yang sedang bertugas mengusut kasus penting. Kalau dia masuk rumah sakit, dia tidak akan meminta intel membantu kepolisian melacak para pelakunya." Canda Jugo sambal terkekeh.
"Polisi seharusnya melakukannya sendiri. Kalau tidak, mereka harus menghapus bagian detektif dan opsir dari bagian kepolisian." Ejek Sasuke sambal melepas kausnya yang basah, membuatnya bertelanjang dada dan memperlihatkan tubuh kekar dengan enam tonjolan di bagian perut.
Jugo terdiam karena sedikit heran. "Aku pikir itu kasus yang besar, bukan? Apa sebenarnya tidak sebesar itu?" Jugo bertanya serius kali ini pada Sasuke.
Sasuke menatap Jugo, dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan. "Kenapa kau bertanya padaku?"
"Tentu kalian para intel sudah tahu bukan? Bahkan kudengar Suigetsu, rekanmu itu sedang ditugaskan di daerah Yokohama."
Sasuke terdiam. Sejujurnya dia tidak tahu apapaun soal kasus yang dimaksudkan oleh Jugo. Dan Suigetsu, orang yang dibicarakan Jugo, adalah salah satu pasukan khusus intel. Kalau dia ditugaskan untuk suatu kasus, berarti kasus itu bukan kasus biasa, bahkan bisa dikategorikan classified alias khasus rahasia.
Sasuke tidak mungkin menanyakan ketidaktahuannya itu pada Jugo, bisa-bisa berita pembebastugasannya itu ketahuan. Jadi SAsuke memutuskan untuk bertanya langsung pada Suigetsu di apartementnya nanti lewat email khusus. Karena itu dia pun memakai kaus bersih, kemudian membereskan barang-barangnya.
"Kau pulang? Tapi ini belum waktunya anak malam pulang kan?" canda Jugo.
"Ya." Sasuke mengenakan ranselnya. "Ada hal penting yang harus kulakukan."
Jugo hanya mengangkat bahu, membiarkan Sasuke pergi dari sana.
"Haruno-san, tolong buatkan obat ini ya."
Gadis berambut pendek dengan warna soft pink itu menoleh ketika namanya dipanggil. Kanede, apoteker yang mempekerjakannya menyerahkan selembar kertas resep tulisan tangan dokter dari bilik kaca tempat ia bekerja meracik obat. Sakura berhenti menumbuk bubuk obat dan meraih resep itu.
"Hai, Kanede-san!" Sakura menaruh resep itu di papan tempat menggantung resep, kemudian dia melanjutkan meracik obat. Kanede, pemilik apotek ini juga cukup sibuk melayani pembeli di counternya, dibantu karyawan lainnya. Entah kenapa hari cukup banyak pesanan obat dari beberapa dokter umum. Pekerjaannya menjadi menumpuk hari ini.
"Haruno-san, istirahatlah dulu. Aku sudah membuat ocha dan membeli dango untuk camilan." Seorang gadis berambut hitam muncul di pintu ruang kerja, membuat Sakura menoleh.
"Apa tidak apa-apa? Pekerjaanku masih lumayan banyak." Sakura sedikit ragu meninggalkan pekerjaannya, meski perutnya sudah cukup lapar.
"Kanede-san yang memintaku untuk menyuruhmu istirahat. Kau pasti lelah kan di station ini selama berjam-jam? Ayo makan dango, enak lho."
Sakura mengangguk cepat, tanda ia sangat senang. Gadis itu melepas cap, sarung tangan lateks, masker, dan jas labnya, menaruhnya di tempat masing-masing, kemudian mengunci ruangannya. Tujuannya adalah meja makan yang terletak di dekat pantry apotek ini. Kedua gadis itu pun duduk kemudian meminum teh yang masih menguarkan uap panas itu.
"Aah, nikmat sekali!" Sakura memuji teh bikinan Megumi. "Setelah bekerja keras seharian, teh ini membuatku bersemangat lagi." Sakura kemudian mengambil dango dan memakan sebutir camilan dari tepung beras itu. "Hm, oishii desune!"
"Hehe, terima kasih pujiannya. Ini spesial karena Haruno-san sudah mengajariku meracik obat kemarin." Megumi tersenyum penuh syukur karena Sakura sangat menyukai tehnya.
"Bukan apa-apa, Megumi-san juga mudah mengerti, jadi aku tidak perlu banyak mengulangi perkataanku," ujar Sakura lalu menyuapkan sebutir dango lagi ke mulutnya.
"Itu karena Haruno-san juga sangat pintar! Aku masih tidak menyangka lulusan sekolah kedokteran seperti Haruno-san mau bekerja di apotek ini." Puji Megumi lagi. "Oh iya, bagiamana soal izin praktek klinik Haruno-san? Apakah masih ada kendala?" Tanya Megumi.
Sakura hampir tersedak teh ketika mendengar pertanyaan Megumi. Untung saja dia bisa mengendalikan diri. "Ya, tahulah birokrasi Jepang ini bagaimana. Dokumen-dokumen bakal klinikku kan harus diperiksa dengan teliti sebelum diizinkan untuk prakter," bohong Sakura senatural mungkin. "Oh ya, bagaimana soal obat yang stoknya mulai habis itu?" Sakura pun mengalihkan pembicaraan agar Megumi tidak membahas lagi soal klinik.
Megumi sepertinya tidak menyadari kebohongan Sakura. Dia pun menjawab pertanyaan Sakura dengan riang, kemudian mengobrol lagi hal-hal soal dunia apotek.
Sakura memang berbohong pada Kanede maupun Megumi tentang praktek dokter yang ia buka. Dia juga tidak bilang bahwa profesi sebelumnya adalah seorang dokter forensik di markas besar kepolisian. Saat melamar menjadi apoteker, dia hanya menunjukkan data-data saat ia dari kedokteran. Sakura bilang kepada Kanede dia sedang dalam proses mengurus pembukaan kliniknya, dalam waktu senggangnya dia mau saja membantu Kanede di apoteknya.
Padahal sebenarnya Sakura tidak bisa membuka klinik sendiri. Ini karena Sakura belum pernah ikut koas. Ketika masih menjadi mahasiswa kedokteran, dosennya membawa Sakura dan teman-temannya yang lain melakukan studi mengenai forensik di kepolisian Tokyo. Ketika ditanya siapa di antara mereka yang mau menjadi dokter forensic, hanya dia satu-satunya mahasiswa yang tertarik. Akibatnya dia langsung ditarik oleh kepolisian untuk mulai belajar di bagian forensic kepolisian, hingga kemudian menjadi dokter forensic di markas besar di saat teman-teman seangkatannya yang lain masih sibuk menjadi koas di rumah sakit.
Sakura tentu bangga menjadi seorang dokter forensik di usia yang masih sangat muda. Dia bisa menghasilkan uang sendiri dari profesinya dulu. Pekerjaannya pun masih terbilang tidak selelah dokter spesialis lainnya karena di hanya bertugas ketika memang benar-benar dibutuhkan. Prestasinya juga sangat baik, sehingga di usia muda dia bisa menjadi salah satu bagian di markas besar kepolisian Jepang.
Tapi mimpinya hancur seketika karena Kabuto, seniornya di bagian forensic markas besar kepolisian. Lelaki sombong itu mengeluarkannya hanya karena dia melakukan hal-hal yang selangkah lebih maju daripada rekannya yang lain. Sakura tahu alasannya dikeluarkan adalah karena Sakura bisa jadi akan dipromosikan menjadi kepala bagian forensic markas besar, menggantikannya. Komisaris kepolisian Jepang bahkan selalu memuji kerja kerasnya, tentu hal itu membuat Kabuto iri. Rasanya sekarang Sakura ingin menampar Kabuto lagi sampai puas.
Sambil memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya, dia pun memutuskan untuk mencari pekerjaan yang berhubungan dengan dunia kesahatan. Dan ketika membuka koran pagi, dia melihat lowongan pekerjaan menjadi apoteker di iklan baris. Apotek itu juga tidak begitu jauh dari apartemennya, jadi dia memutuskan untuk mengambil pekerjaan itu.
Pekerjaannya dahulu adalah mengidentifikasi kematian, sementara pekerjaannya sekarang malah berusaha mencegah seseorang menemui kematian. Sangat lucu kalau Sakura pikirkan.
"Yosh! Ayo kembali bekerja!" Sakura menaruh cangkir teh yang sudah kosong di atas meja. "Terima kasih Megumi-san untuk teh dan dangonya!"
"Douita, Haruno-san."
Sementara Megumi membereskan piring dan cangkir, Sakura kembai lagi ke station tempatnya meracik obat.
Pukul 7 malam, jalanan masih sangat ramai. Sakura melangkah perlahan di tengah hilir mudik orang-orang. Dia cukup lelah dan ingin cepat sampai di apartemennya yang nyaman, tapi kakinya berjalan lambat sekali. Sambil berjalan dia memikirkan akan makan apa malam ini. Mungkin ikan panggang dan nasi hangat akan menyenangkan, ditambah sup miso di kulkas yang tinggal dihangatkan sebentar. Sakura menghela napas lega saat melihat pintu masuk gedung apartemennya.
Apartemen Sakura ada di lantai 12. Lift berjalan cukup cepat dengan beberapa orang di dalamnya, para tetangga yang tidak Sakura kenal. Dia turun di lantai 12 sendirian. Saat mencoba mengambil kunci apartemennya di dalam tas, dia melihat seseorang berdiri di depan pintu apartemennya. Dilihat dari pakaiannya, sepertinya seorang kurir jasa ekspedisi kilat. Dengan merasa sedikit heran, Sakura berjalan secepat yang ia bisa untuk menghampiri orang itu.
"Konbanwa," sapa Sakura sopan saat tiba di hadapan kurir itu. Dia sejujurnya sedikit bingung apakah paket itu untuknya atau tidak. Seingatnya, dia tidak berbelanja online, mustahil ada paket untuknya.
"Konbanwa. Haruno-san gaK?" Tanya kurir itu, memastikan nama Sakura.
"Hai. Apakah ada paket untuk saya?" Tanya Sakura sambal mengernyit melihat box yang dipegang oleh tangan kurir itu. "Padahal Anda bisa kembali saja esok hari untuk mengantar paket, atau menitipkannya di meja resepsionis," ujar Sakura sopan.
Kurir itu melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar mereka. Jantung Sakura mulai berdegup, firasatnya tidak enak. Kurir itu terlalu mencurigakan. Wanita berhelaian soft pink itu mendur selangkah, mengantisipasi apa yang akan dilakukan kurir itu.
Kurir itu merogoh saku di dada kirinya, kemudian menunjukkan sebuah benda yang Sakura hapal betul. Lencana Kepolisian.
"Perkenalkan nama saya Lee dari markas besar kepolisian." Kurir itu menatap Sakura dengan mata bulatnya yang besar. Suaranya dipelankan untuk mencegah ada orang lain kecuali Sakura yang mendengarnya. "Mungkin Anda tidak mengenal saya, Haruno-san, tapi saya tahu tentang Anda sebagai mantan tim forensic markas besar."
Sakura menutup mulutnya yang ternganga, kaget bercampur bingung mendengar pernyataan Lee, sekaligus melihat lencana kepolisiannya. "Untuk apa Anda ke sini, Lee-san?" Tanya Sakura sambil mengernyit dengan nada hampir berbisik. "Saya bukan lagi bagian dari tim forensic, saya sudah keluar."
"Ya, saya tahu. Saya hanya ditugaskan untuk mengantar paket ini," Lee mengangkat sedikit kotak di tangannya.
"Apa itu?" Tanya Sakura gusar.
"Saya tidak tahu. Silakan Anda buka kiriman dari markas besar kepolisian ini di dalam apartemen Anda. Saya akan tetap di sini menunggu paket ini kembali diberikan kepada saya setelah Anda memeriksa isinya."
"Maksudmu kau akan tetap di sini sampai aku memeriksa isi paket ini?" Tanya Sakura kesal.
"Anda benar. Jadi jika Anda tidak ingin membuat tetangga Anda curiga, sebaiknya Anda cepat-cepat."
Sakura mulai kesal. Apa maksudnya orang-orang dari markas besar ini? Seenaknya saja main perintah sekalipun Sakura bukan lagi bagian dari mereka.
"Cepat berikan padaku," ujar Sakura jengkel. Lee memberikan kotak itu, diambil dengan cepat oleh Sakura. Gadis itu kemudian membuka pintu apartemennya dan menutupnya kembali. Penasaran, dia pun mengintip di lubang intip apartemennya, dan semakin kesal melihat Lee ternyata tetap berdiri di depan pintu apartemennya seperti seorang stalker. Sakura menggerutu dan langsung menuju ke meja makan untuk membuka paket itu.
Kotak itu dibungkus dengan berbagai macam solasi yang sedikit menyulitkan untuk dibuka. Sakura bahkan harus mengambil gunting dan mengguntingnya dengan seksama. Bagiamanapun dia tidak ingin kotak itu rusak karena ia masih harus mengembalikannya pada Lee.
Isi kotak itu hanya satu, yaitu sebuah map coklat dengan cap Classified merah besar di permukaannya. Sakura mulai bingung, jantunya mulai berdebar-debar saat menyentuh map itu. Dengan sedikit takut, ia membuka map itu dengan hati-hati. Beberapa kertas menuntut untuk dibaca.
Dan Sakura tidak bisa tidak menganga lebar setelah membaca semuanya. Di akhir lembar kertas, sebuah tulisan tegas meminta jawaban darinya, untuk diberikan pada petugas yang masih menunggu di depan apartemennya.
"Shannaro!"
Di tempat lain, Naruto terkejut luar biasa ketika melihat sebuah map coklat dengan cap Classified merah besar diletakan di dalam kulkasnya. Ia melihat itu ketika ia ingin mengambil susu di kulkas, dan map itu seolah baru saja berada di sana. Naruto melihat sekeliling, rupanya ada seorang agen yang menyusup ke apartemennya untuk mengirimkan paket ini, meski ia bertanya-tanya kenapa harus menaruh dokumen penting ini di dalam kulkas. Naruto kemudian membuka dengan cepat map itu, dan membaca isinya. Kedua mata biru membesar dan senyuman lebar tergambar jelas di sana.
"Jadi masa bebas tugasku sudah berakhir?" ucap Naruto pada dirinya sendiri. "Baiklah, aku akan segera ke sana, Kakashi-kaicho!"
Naruto berlari kecil, mengambil sweater berwarna jingga, mengenakannya sambil mengambil kunci motor Harley miliknya dari nakas. Dia pun berjalan dengan riang menuju parkiran apartemennya, ingin cepat-cepat ke markas intel.
Sasuke menatap dingin map coklat bercap Classified yang diletakkan di bawah bantalnya. Dia menggerutu kesal pada siapapun orang yang meletakkan map penting itu di bawah bantalnya, dan membuatnya kesal saat dia baru mengetahui ada benda sepenting ini saat dia akan tidur. Pria bersurai raven itu kemudian membuka map itu dengan cepat, membaca isinya, kemudian menorehkan seringai di bibir tipisnya.
"Aku tahu mereka pasti sangat membutuhkanku," ujarnya pada diri sendiri.
Sasuke kemudian berdiri, kemudian bergegas mengambil dan memakai jaket kulit hitamnya, mengambil kunci mobil Mercedes miliknya, kemudian keluar dari apartemen menuju parkiran. Dia akan pergi ke markas besar secepat kilat.
To Be Continued
Author's note:
Hey hey hey minna-san! Balik lagi nih sama aku yang bawa lanjutan fict Super Special Scum. Gimana kabarnya nih minna-san? Semoga selalu sehat dan terhindar dari virus Corona ya. Aamin.
Udah tiga tahun nih aku nggak nulis di FFN, dan kangen banget rasanya. Aku minta maaf banget buat para reader yang mungkin nungguin kelanjutan fict ini. Aku memutuskan untuk melanjutkan fict-fict ongoing yang ada di akun aku. Karena menurut aku lanjutan cerita ini adalah hutang, jadi harus aku lunasin. Wkwk Jadi akan akan mulai ngelanjutin fict-fict aku sampai tamat, dimulai dari cerita "Super Special Scum" ini.
Tapi aku nggak yakin sih akan update seberapa sering soalnya aku juga lagi sibuk nyelesaian skripsi aku (maklum kejar target lulus cepet). Tapi aku akan berusaha nulis ketika senggang demi melunasi hutang-hutangku wkwk.
Aku minta maaf kalau tulisan aku rasanya kurang enak dibaca atau gimana. Maklumin soalnya udah lama nih aku nggak nulis. Wkwk Ini fict pertama aku setelah kembali di dunia FFN.
So, enjoy teh story and let me know to improve this story, my lovely readers! ^^ See you in the next chapter!
