Disclaimer : Naruto dan seluruh karakternya BUKAN milik saya.
.
Hello, Mr. Wolf! © Vandalism27
.
Warning : SASUNARU, BOYSLOVE! YAOI! OOC (ini fanfiksi, BUKAN MANGA ASLI), alur kecepetan, gak jelas, typo(s), dan segala kekurangan dan kecacatan lainnya. Kalo gak suka, NGGAK USAH CAPER :v
.
Note : sekali lagi aku ingatkan, jurus yang dipakai untuk bertarung dan hal-hal lain tidak selalu sesuai sama manga/animenya, ya.
.
Sinopsis : Naruto dihukum sang ayah karena selalu membuat masalah. Dia dikirim ke peternakan milik teman ayahnya agar tahu rasanya bekerja demi sepiring nasi. Bagaimanakah nasib pemuda itu?
.
.
SELAMAT MEMBACA!
.
.
Seorang pemuda berambut pirang menghela napasnya dengan keras. Ia duduk bersila di atas tanah dengan tampang bosan. Pemuda itu melirik seseorang yang sedang duduk diam di sebelahnya sambil menutup mata.
"Kau tidak merasa bosan, Sasori-danna?"
"Tidak," jawab pemuda bernama Sasori itu. "Kalau kau bosan, kembali saja ke kastil."
"Kau bercanda? Ketua akan membunuhku!"
"Tidak akan," Sasori membuka matanya, lalu mengacak rambut Deidara. Dia mengerti, pemuda berambut pirang itu pasti merasa bosan karena mereka ditugaskan untuk mengintai Itachi dan kawan-kawannya.
Sasori adalah pasangan Deidara. Sama seperti Pein dan Konan, mereka berdua bertemu ketika Klan mereka dibantai oleh Uchiha Madara. Sebenarnya, Sasori tidak begitu berambisi untuk membunuh anggota Klan Uchiha yang tersisa, ia hanya mengikuti Deidara yang sangat berambisi untuk membunuh Uchiha Itachi dan juga adiknya.
Dia pernah dengar, Pein adalah wolf yang berbahaya. Dan ketika Deidara memutuskan untuk bergabung dengan Akatsuki, Sasori memutuskan untuk ikut. Dia akan melindungi Deidara dari apapun yang mengancam keselamatannya. Termasuk Pein.
"Aku tidak akan kembali seorang diri, lalu meninggalkanmu di sini," ucap Deidara.
"Iya, aku tahu."
Dua pasangan wolf ini memang unik. Deidara memiliki sifat yang blak-blakan dan cenderung meledak-ledak, sedangkan Sasori lebih dewasa dan tenang. Justru sifat mereka yang bertolak belakang itulah, yang membuat mereka seolah saling melengkapi.
"Mereka sudah bergerak."
Sasori terkesiap ketika mendengar mindlink yang dikirimkan oleh Zetsu.
"Mereka sudah bergerak, Dei. Sebentar lagi mereka akan melewati daerah perbatasan ini, dan kita akan merebut Kristal Bulan sesuai dengan perintah Ketua. Bersabarlah sedikit lagi."
Deidara menggembungkan pipinya. "Ya, baiklah," katanya.
Sasori mendengus geli. Deidara memang sedikit manja dan egois, tapi dia juga sering mengalah demi Sasori. Deidara hampir tidak pernah membantah kata-kata atau pun perintah yang diberikan oleh pasangannya itu.
Sedangkan Sasori, meskipun terlihat dingin dan tak berperasaan, sebenarnya ia pun memiliki sisi hangat yang hanya ia tunjukkan pada Deidara. Biarpun terlihat biasa saja, tapi sebenarnya Sasori sangat mencintai pasangannya. Hanya Deidara yang tidak pernah terkena amarah Pein, karena Sasori selalu menanggung semua kesalahan yang diperbuat Deidara. Tentu saja tanpa sepengetahuan pemuda pirang itu.
"Aku mengantuk," ucap Deidara, sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Sasori. "Boleh aku tidur sebentar?"
"Tidurlah. Aku akan membangunkanmu nanti."
"Bagaimana kalau kita berburu setelah ini? Aku lapar."
Sasori mengangguk. "Apapun yang kau mau."
Deidara tersenyum, lalu memejamkan matanya. Pemuda itu bersyukur, ia memiliki pasangan yang walaupun pendiam dan berwajah datar, namun memiliki sikap hangat yang hanya ditunjukkan pada dirinya.
Nanti, setelah Itachi dan kawan-kawannya kembali ke perbatasan Hutan Timur dan Hutan Barat, Deidara berjanji akan membantu Sasori menyelesaikan misi mereka sebaik-baiknya, yaitu merebut Kristal Bulan.
.
.
.
Shikamaru mengikuti Karin dalam diam. Pemuda itu berjalan di belakang, seolah mengawasi agar Karin tidak berbuat macam-macam pada mereka. Ia melirik ke sebelahnya, dimana Neji berjalan dengan tampang bosan.
"Apa masih jauh, Karin?" Shikamaru bertanya. Ia memainkan ranting yang tadi dipungutnya dari tanah, sekedar untuk mengusir rasa bosan.
"Iya. Apa kalian lelah?" kata Karin tanpa menoleh ke belakang.
"Aku sih, tidak. Kau lelah, Neji?" tanya Shikamaru, yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Neji.
Neji enggan berkomentar. Ia tidak begitu suka mengobrol dengan orang yang baru saja dikenalnya. Pemuda itu lebih memilih untuk diam sambil mengawasi sekitar. Ia baru tahu, hutan ini ternyata begitu luas. Ini adalah kali pertama ia masuk sejauh ini ke dalam hutan.
"Di depan sana ada sungai, kalau kalian mau, kita bisa istirahat di sana," Karin membalikkan tubuhnya, menatap Shikamaru dan Neji bergantian.
"Terserah saja," Neji akhirnya bersuara.
"Baiklah, ikuti aku."
Mereka kembali berjalan, menembus pepohonan hutan yang seakan tidak ada habisnya. Cuaca sedang mendung, udara di hutan sedikit lebih dingin dari biasanya. Neji merapatkan jaket yang dipakainya ketika angin berhembus kencang.
"Bagaimana kalau setelah ke sungai, kita mencari tempat berteduh?"
"Tempat berteduh?" Shikamaru membeo.
Neji menunjuk ke atas. "Sepertinya, sebentar lagi turun hujan."
Shikamaru dan Karin ikut mendongak ke atas, lalu mengiyakan permintaan Neji untuk mencari tempat berteduh terdekat.
Sesampainya di sungai, Neji dan Shikamaru duduk di bawah pohon, membiarkan Karin yang merupakan satu-satunya wanita di antara mereka, untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Sungai itu adalah sungai yang sama ketika Karin kabur bersama Obito dan Naruto dari kastil Pein.
Shikamaru duduk sambil meluruskan kakinya. "Aku baru pertama kali masuk sejauh ini ke dalam hutan. Bagaimana denganmu, Neji?"
"Aku juga baru kali ini masuk sejauh ini."
"Ternyata hutan ini luas juga, ya."
Neji mengangguk, membenarkan ucapan Shikamaru. "Pantas saja Naruto tak kunjung ditemukan, hutannya saja membingungkan, seperti labirin."
"Tapi kenapa Karin seolah mengetahui seluk beluk hutan ini, ya?"
"Duh, kau ini. Dia itu werewolf, tidak mungkin dia tidak mengenal hutan ini!"
Kedua pemuda itu terus mengobrol sampai Karin muncul dengan tubuh yang lebih segar. Bekas darah di tubuhnya sudah menghilang, menampakkan kulitnya yang putih dan bersih.
"Kalian tidak jadi mandi?" tanya Karin heran, ketika kedua pemuda yang sedang duduk di bawah pohon itu malah bengong sambil menatapnya.
"Jadi," Neji menjawab, sambil mencolek lengan Shikamaru. Kemudian, kedua pemuda itu pun pergi ke sungai untuk membersihkan tubuh mereka, tak lupa membawa ransel mereka untuk diletakkan di pinggir sungai.
Well, mereka tidak kenal Karin. Siapa yang akan bertanggung jawab, seandainya Karin mencuri ransel mereka?
Selesai mandi, Karin membimbing kedua pemuda itu menuju ke gua kecil yang terletak tidak jauh dari sungai karena rintik-rintik hujan mulai turun. Tepat ketika mereka sampai di gua, hujan turun dengan deras.
Gua itu kecil, tetapi cukup untuk melindungi mereka dari hujan yang turun dengan deras.
"Sebenarnya, kalian ini siapa? Kenapa kalian berniat mencari Naruto?" Karin bertanya.
Shikamaru melirik Neji sekilas sebelum menjawab. "Aku dan Neji adalah teman Naruto sejak kecil. Dan, Naruto jatuh tercebur ke sungai ketika ia bermain di sungai bersamaku. Keluarga kami sudah mengupayakan segala cara untuk mencari Naruto, tapi tak kunjung ditemukan. Makanya aku, dibantu Neji, akan mencari Naruto sampai ketemu."
"Kalau Naruto sudah ketemu, apa yang akan kalian lakukan?"
Kening Shikamaru mengernyit ketika mendengar pertanyaan Karin yang sedikit aneh. "Tentu saja membawanya pulang. Ayahnya sakit gara-gara Naruto belum ditemukan."
"Tapi Naruto tak akan kembali ke rumahnya. Dia akan tinggal di kastil Uchiha."
"Apa maksudmu? Bukankah Klan Uchiha sudah tewas di bantai?" Neji menyela. Dia pernah dengar dari Nenek Chiyo, bahwa Klan Uchiha yang seharusnya memegang kendali atas werewolf, tewas dibantai oleh sekelompok werewolf pemberontak.
"Oh, kau tahu tentang kabar itu?" seru Karin. "Ya, Klan Uchiha memang sudah tewas dibantai, tapi masih ada beberapa orang yang tersisa, yaitu Uchiha Itachi, Uchiha Sasuke, Uchiha Obito dan satu werewolf dari klan lain yang menjadi pasangan Itachi, namanya Kyuubi."
Neji memasang wajah terkejut. "Benarkah? Lalu di mana mereka sekarang?"
"Ada di Hutan Barat, bersama Naruto."
"Lalu kenapa Naruto akan tinggal di kastil Uchiha? Dia harus pulang, dia punya rumah."
"Tidak bisa, Rambut Panjang! Dia adalah pasangan Uchiha Sasuke!"
"Pasangan? Maksudnya?" tanya Shikamaru. Tatapan pemuda itu menajam, wajahnya tampak berkerut kesal. Pasangan apanya, setahunya Naruto tidak punya pacar. Pacar manusia saja tidak punya, apalagi werewolf.
"Jadi, wolf itu ditakdirkan untuk memiliki satu pasangan selama mereka hidup. Kami dapat mengenali siapa pasangan kami dari aroma tubuhnya. Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail karena aku sendiri belum bertemu dengan pasanganku, yah aku sedikit kesulitan karena tidak bisa berubah ke wujud wolf."
"Tapi Naruto kan manusia!" Seru Shikamaru. Dia tidak terima Naruto diklaim seenaknya oleh makhluk berbulu itu.
"Sebagian dari diri kami adalah manusia, Rambut Nanas!" seru Karin. Dia tidak terima dibentak tiba-tiba oleh pemuda berambut menyerupai nanas itu.
Neji tertawa kecil mendengar julukan Karin untuk Shikamaru. Kemudian, pemuda itu terdiam. Dia ingat sesuatu. "Oh iya, Karin. Tadi kau bilang, Naruto di Hutan Barat? Untuk apa dia kesana? Bukankah Hutan Barat sangat berbahaya?"
"Mereka sedang menjalankan misi penting, tapi aku tidak bisa memberitahumu. Terlalu beresiko kalau aku mengatakannya di sini, bisa saja makhluk aneh sedang menguping pembicaraan kita. Tapi kau tenang saja, Naruto dikelilingi orang-orang yang kuat, tak akan terjadi sesuatu padanya di Hutan Barat," jawab Karin. Gadis itu memeluk dirinya semakin erat ketika angin bertiup, sepertinya dia kedinginan.
Shikamaru membuka ranselnya, lalu mengambil selimut yang ia bawa dari rumah. Tidak tebal tapi cukup untuk menghangatkan badan. Ia menyerahkan selimut itu pada Karin. Yah, dia memang kesal karena Karin seenaknya mengatakan kalau Naruto adalah pasangan Uchiha Sasuke, tapi Karin tetaplah seorang gadis.
Karin menatap Shikamaru dengan wajah heran. "Kenapa kau memberiku selimut?"
"Kau kedinginan, kan? Katamu kau tidak bisa berubah jadi wolf? Berarti, tubuhmu tidak ada bedanya dengan tubuh manusia biasa, kan? Sekarang ini kau pasti kedinginan, bajumu tipis begitu."
Karin menunduk, pipinya sedikit merona. Dia jarang menerima pelakuan baik dari orang lain. "Terima kasih," gumamnya.
Shikamaru tersenyum tipis. "Terima kasih kembali."
Shikamaru menyandarkan punggungnya ke dinding gua. Ia mendengus ketika melihat Neji yang saat ini sedang memejamkan mata, mungkin tertidur. Mata hitam pemuda itu kemudian memandang hujan yang sedang turun dengan deras.
Sambil memejamkan matanya, Shikamaru berharap ia bisa segera menemukan Naruto.
.
.
.
Naruto sedang duduk sambil melihat pemandangan melalui jendela kapal. Sebenarnya tak ada yang bisa dilihat, mengingat lautan sangat gelap ketika malam tiba. Pemuda itu berbalik ketika ia melihat pantulan diri Sasuke di kaca jendela, sedang berdiri di belakangnya sambil membawa dua gelas teh hangat.
"Terima kasih," gumam Naruto ketika menerima sodoran gelas dari Sasuke.
"Kau tidak ingin tidur? Tempat tujuan kita masih jauh."
Naruto menggeleng. "Aku tidak bisa tidur."
"Kenapa? Kau mabuk laut?"
"Bukan," jawab Naruto sambil tertawa kecil. "Tiba-tiba saja aku merasa gugup harus masuk ke Uzushiogakure hanya berdua saja bersama Kyuubi."
Sasuke terdiam. Ia mengamati wajah Naruto. "Tidak usah khawatir. Sakura-san bilang, tidak akan terjadi sesuatu pada kalian," katanya.
"Kalau monster itu membunuhku, bagaimana?"
"Maka aku akan datang untuk menyelamatkanmu. Kau tidak sendiri, Naruto."
Naruto menoleh, ia menatap wajah Sasuke sambil tersenyum kecil. "Kau benar, aku tidak sendiri. Ada kau, Kyuubi, Itachi, dan yang lainnya."
Sasuke mengangguk. "Sudah lebih baik?"
"Sudah."
Naruto menyesap tehnya sambil menatap sekeliling ruangan kapal ini. Hampir seluruh rekannya sedang tidur, kecuali Jiraiya yang sedang sibuk dengan kemudi, dan Kyuubi yang saat ini sedang berjongkok sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.
Naruto meletakkan gelas tehnya, lalu menghampiri Kyuubi yang tidak tampak baik-baik saja. "Kau baik-baik saja, Kyuubi? Apa kau sakit?"
Kyuubi menatap Naruto dengan kening berkerut. Ia hanya menggeleng sebagai jawaban. Naruto terkesiap ketika menyadari wajah Kyuubi terlihat pucat, keringat dingin membanjiri keningnya.
"Eh, tunggu. Jangan bilang kau mabuk laut?" seru Naruto.
"Perutku tidak enak, Naruto," jawab Kyuubi dengan nada lemah. Pemuda itu kembali menutup mulutnya dengan telapak tangan seperti sedang menahan sesuatu. "A-aku mual."
"Tunggu di sini."
Naruto menghampiri Sasuke, lalu memberitahukan kondisi Kyuubi. Ia minta tolong pada Sasuke untuk membuatkan satu gelas teh lagi untuk Kyuubi, agar rasa mualnya segera menghilang. Ia tak enak membangunkan Itachi yang tampak tertidur dengan wajah lelah. Lagipula Kyuubi melarangnya untuk membangunkan Itachi.
Naruto kembali menghampiri Kyuubi, lalu menyuruh pemuda itu untuk berbaring saja. Naruto mengelap dahi Kyuubi yang basah karena keringat. "Kenapa kau tidak bilang kalau kau mabuk laut?"
"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah naik kapal laut selama ini sebelumnya," jawab Kyuubi lirih. Pemuda itu memiringkan badannya untuk mencari posisi yang nyaman.
Sasuke menghampiri Naruto sambil menyodorkan segelas teh hangat. Naruto menerimanya kemudian menyuruh Kyuubi untuk meminumnya. "Kyuubi, minumlah teh ini. Perutmu akan terasa lebih baik," kata Naruto.
Kyuubi menurut. Tanpa banyak protes, dia meminum teh itu. "Terima kasih," gumam Kyuubi.
"Sama-sama."
Kyuubi kembali berbaring. Kepalanya pusing, dia harus tidur untuk meredakannya. Itachi tidak boleh tahu kalau dia sakit, atau pasangannya itu akan panik. Bisa-bisa mereka disuruh putar haluan untuk mencari obat.
Baru saja Kyuubi hendak memejamkan mata, tiba-tiba kapal mereka oleng, seperti sedang dihantam ombak yang sangat besar.
"Sial!" umpat Jiraiya.
Itachi membuka matanya karena kepalanya terantuk jendela. "Ada apa, Jiraiya-san?" tanya Itachi sambil mengusap kepalanya.
"Sebentar lagi kita akan memasuki sarang mermaids," jawab Jiraiya.
Itachi mengangguk. Kemudian kepalanya berputar kesana kemari karena tidak menemukan Kyuubi di sebelahnya. Ternyata Kyuubi sedang duduk di sofa dekat kamar mandi bersama Sasuke dan Naruto. Kening pemuda tampan itu mengernyit ketika dilihatnya wajah Kyuubi yang sedikit pucat.
Ia menghampiri Kyuubi, lalu mengelus kepala pasangannya itu. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Tidak apa-apa," Kyuubi menepis tangan Itachi dengan halus. Dia tak ingin membuat pasangannya khawatir. "Hanya sedikit pusing."
"Kau yakin?"
"Yakin."
"Itachi-kun!" Jiraiya memanggil. "Tolong matikan seluruh penerangan!"
Obito dan B terbangun ketika mendengar teriakan Jiraiya. B berdiri, lalu memperhatikan sekitar melalui jendela. B adalah monster, matanya bisa melihat kegelapan dengan lebih baik.
"Mermaids," seru B. "Baru pertama kali ini aku melihatnya secara langsung."
Obito hendak membantu Itachi, tetapi perhatiannya teralih ketika ia melihat selimut yang membungkus tubuh Sakura tersingkap, pahanya yang putih dan mulus sedikit terlihat. Obito berdecak, gadis ini tidur tanpa pertahanan sama sekali. Bagaimana jika ada yang berniat jahat? Akhirnya, pemuda itu pun membenarkan selimut Sakura.
"Obito, sedang apa kau?" Sasuke bertanya.
"Hm?" Obito menggumam. "Tidak ada."
"Jangan berbuat mesum pada Sakura-san."
"Jangan berkata yang tidak-tidak. Aku tidak mesum sepertimu," sahut Obito.
Penerangan sudah dimatikan. Kapal melaju dengan perlahan. Naruto mengintip dari jendela, berusaha melihat laut yang tampak gelap. Dia penasaran dengan mermaids.
Tiba-tiba, Naruto merasakan kedua matanya terasa nyeri. Ia menutup kedua matanya dengan telapak tangannya, berharap nyerinya segera menghilang. "Ngh," Naruto mengerang lirih.
Pendengaran tajam Sasuke mendengar erangan Naruto. Ia menghampiri pasangannya itu. "Kau baik-baik saja, Naruto?" tanya Sasuke.
Naruto terkesiap pelan. Rasa sakit di matanya entah mengapa tiba-tiba menghilang, ketika Sasuke duduk di sebelahnya, lalu menepuk punggungnya dengan lembut.
"Aku baik-baik saja, Sasuke," jawab Naruto. Ia menatap Sasuke lalu tersenyum.
Sasuke tertegun ketika ia melihat mata Naruto yang tampak berbeda. Bukankah seharusnya mata Naruto berwarna biru? Kenapa mata Naruto berwarna oranye seperti mata Kyuubi?
"Sasuke?" Naruto memanggil, ketika Sasuke malah bengong sambil menatap matanya.
"Huh?" Sasuke mengerjapkan matanya. Mata Naruto sudah berubah kembali menjadi biru. Apa dia salah lihat? "Matamu …"
"Mataku? Kenapa dengan mataku?"
"Ah, tidak. Tidak apa-apa," kata Sasuke. "Tidurlah, Naruto. Kau perlu istirahat."
Narut refleks mencengkram bahu Sasuke ketika kapal mereka tiba-tiba berguncang, seperti ditabrak sesuatu. Bukan ombak, tapi sesuatu yang keras dan bergerak di lautan.
"Mermaids," bisik Sasuke.
Naruto kembali menatap keluar jendela. Pemuda itu mengucek matanya, tiba-tiba saja pandangannya berubah jernih, dia bisa melihat pemandangan di luar jendela yang tadinya tampak gelap.
Dikejauhan, ia melihat beberapa orang wanita sedang mengapung di atas air. Wajah mereka sangat cantik, dengan rambut hitam bergelombang yang panjang dan kulit putih mulus. Bagian atas tubuh mereka menyerupai gadis manusia, tetapi bagian pinggang ke bawah menyerupai ekor paus, dengan ukuran yang lebih kecil.
"Itukah mermaids? tanya Naruto pada Sasuke.
"Ya, itu adalah–" ucapan Sasuke terhenti. "Kau bisa melihatnya?"
"Tentu saja, aku tidak buta. Mereka cantik sekali, ya."
"Bukan itu maksudku. Di luar sangat gelap, manusia biasa tak akan bisa melihatnya, kan?" Sasuke berkata dengan heran. Pasangannya ini benar-benar manusia, kan?
"Eh, iya juga ya," gumam Naruto. Bukahkah tadi ia tak bisa melihat pemandangan gelap di luar sana? Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan kedua matanya yang terasa nyeri tadi?
"Sssshhh! Jangan berbicara keras-keras!"
Naruto dan Sasuke berhenti berbicara ketika Jiraiya berbisik, memperingatkan mereka untuk tidak berisik. Mermaids bisa menyerang kapal mereka. Membalikkan kapal ini bukan hal yang sulit bagi mereka.
Naruto duduk merapat pada Sasuke. Dia tidak ingin duduk dekat jendela, bisa-bisa mermaids itu menarik kepalanya lewat jendala. Dia teringat film horror yang pernah ditontonnya. Kepala korban ditarik lewat jendela, lalu tewas dengan kondisi mengenaskan.
Pemuda itu bergidik ngeri, lalu tanpa sadar semakin merapat pada Sasuke. Semoga saja, mereka bisa melewati sarang mermaids ini tanpa perlu ada pertumpahan darah.
.
.
.
Naruto tidak tahu kapan mereka melewati sarang mermaids. Ketika ia membuka matanya, hari sudah terang. Ia bahkan tidak ingat kapan ia jatuh tertidur. Pemuda itu melotot horror ketika sadar, dia tertidur di bahu Sasuke.
"Kau sudah bangun?" Sasuke menyapa, senyum tipis hadir di wajah tampannya.
Naruto mengusap sudut bibirnya. Bisa gawat kalau dia ngiler. Ah, untunglah tidak basah. Pemuda itu menatap ke jendela, pemandangan berupa lautan biru menyapa matanya. "Apakah perjalanan kita masih jauh, Sasuke?"
"Tidak, Jiraiya-san bilang sebentar lagi kita sampai." jawab Sasuke. "Kau mau sarapan?"
"Sarapan?"
Sasuke menunjuk ke sebelah kirinya. Di sana, teman-temannya duduk bersila di lantai sambil menikmati makanan lezat yang entah didapatkan dari mana. Naruto memutuskan untuk bergabung, perutnya lapar dan dia ingin makan sesuatu yang hangat.
"Waaah, sepertinya enak. Dapat dari mana semua makanan ini, Sakura-san?" Naruto bertanya pada Sakura yang sedang menyendok sup yang masih mengepulkan uap, membuat perut Naruto tambah keroncongan.
"Dengan sihir!" Sakura membalas dengan ceria. Moodnya sedang bagus. Dia tidur nyenyak semalam, sama sekali tidak terganggu, padahal Ino bercerita bahwa semalam kapal mereka ditabrak mermaids.
"Sihir?" Naruto tidak mengerti, tapi ia menerima sodoran mangkuk sup dari Sakura. Masa bodoh, yang penting sekarang makan sampai kenyang. Sejak dia tercebur di sungai laknat itu, ia belum pernah menyentuh makanan enak. Makanan enak yang pernah disentuhnya hanya makanan buatan Sakura.
Selesai makan, Sakura kembali merapal mantra lalu bekas-bekas makanan itu hilang tak berbekas. Dia memang memiliki kemampuan untuk mengambil atau mengirim barang ke dimensi lain. Hanya saja dia tidak bisa melakukannya pada manusia. Bukannya tidak bisa, sih, tapi Sakura takut melakukannya, ia tak berani ambil resiko.
"Kita sudah hampir sampai!" seru Jiraiya.
Daratan mulai terlihat di kejauhan. Sakura berlari ke dek kapal, gadis cantik itu memekik senang karena akhirnya ia bisa menikmati pemandangan lautan yang cantik. Obito tertawa kecil melihat tingkah Sakura.
Naruto memutuskan untuk menyusul Sakura. Sudah lama dia tidak menikmati pemandangan lautan seperti ini. Terakhir kali ia pergi berlibur ke pulau dengan laut yang indah adalah satu tahun yang lalu, ia pergi ke Maldives bersama sang ayah.
"Kau suka laut, Sakura-san?" tanya Naruto.
"Tentu saja! Pemandangannya sangat cantik! Apa kau pernah pergi ke laut sebelumnya, Naruto-kun?"
Naruto mengangguk. "Pernah. Aku pernah ke Maldives, aku juga pernah ke pulau tropis kecil bernama Bali. Pemandangan di sana sangat indah!"
"Maldives? Bali? Dimana itu?"
"Sangat jauh dari sini."
Sakura menekuk wajahnya. Ia iri pada Naruto yang bisa pergi kemana pun yang ia mau. Sakura sangat ingin pergi berkeliling dunia, tapi menurut apa yang pernah didengarnya, di dunia manusia dibutuhkan dokumen-dokumen seperti identitas. Dia kan tidak punya identitas.
Akhirnya mereka sampai di Uzushiogakure.
Desa itu terletak di sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni. Sebenarnya, dahulu pulau ini berpenghuni. Hanya saja pulau ini menjadi terbengkalai akibat bencana alam yang terjadi beberapa puluh tahun yang lalu.
Naruto menatap sekelilingnya yang tampak terbengkalai. Sepanjang mata memandang, hanya ada puing-puing bangunan dan pepohonan yang terlihat. Tidak ada satupun manusia, atau makhluk hidup lainnya yang tinggal di desa ini.
"Desa ini sepi sekali. Jangan-jangan nanti ada zombie yang muncul?" komentar Naruto.
"Zombie? Apa itu?" tanya Ino.
Naruto menggerakkan jari-jarinya untuk menakuti Ino. "Mayat hidup," katanya. Dia terpingkal ketika Ino kabur, terbang mendekati Obito yang sedang mengamati salah satu puing bangunan.
"Kita berhenti di sini," seru Sakura. Ia menatap Kyuubi, lalu Naruto. "Kalian berdua, berjalanlah ke arah sana."
Sakura menunjuk deretan pepohonan yang sedikit lebih rimbun. Tempat itu tampak mengerikan, membuat bulu kuduk Naruto meremang. Pemuda itu tak begitu suka pada hal-hal yang menakutkan, apalagi hal-hal berbau gaib.
Kyuubi menatap deretan pepohonan itu dengan antusias. Entahlah, tapi deretan pepohonan itu seperti menantangnya. Kyuubi sudah pernah melewati masa-masa mengerikan selama masa kecilnya, jadi menghadapi satu monster saja bukan masalah besar untuknya.
Itachi mengelus kepala Kyuubi. "Berhati-hatilah," katanya.
Kyuubi tersenyum tipis. "Tenang saja. Aku pasti bisa mendapatkan kristalnya!" balas Kyuubi.
Sementara itu, Sasuke menatap jejeran pepohonan itu dengan tajam. Dia ingin sekali menemani Naruto, tetapi entah mengapa Sakura melarangnya. Sasuke menggertakkan giginya. Seandainya terjadi sesuatu yang buruk pada Naruto, Sasuke tak akan segan meratakan pulau tak berpenghuni ini dengan tanah.
Sasuke menahan pergelangan tangan Naruto yang hendak menyusul Kyuubi. "Apa kau yakin, kau akan baik-baik saja di sana?" tanya Sasuke. Nada bicaranya datar seperti biasa, tapi Naruto bisa melihat kekhawatiran di mata hitam itu.
"Aku akan baik-baik saja, Sasuke," Naruto menepuk bahu Sasuke dengan sebelah tangannya yang bebas, lalu tersenyum. "Kyuubi bersamaku."
Sasuke menghela napas, dengan berat hati dilepaskannya tangan Naruto. "Pergilah. Hati-hati, jangan lakukan hal bodoh!"
Naruto mengangkat tangannya lalu membuat pose hormat. "Siap, kapten!" katanya. Pemuda itu menyunggingkan senyum tiga jarinya, membuat Sasuke ikut tersenyum tipis.
"Naruto! Cepatlah!" Kyuubi berteriak. Naruto buru-buru menyusul sebelum mood Kyuubi berubah jelek. Percayalah, tidak mudah menghadapi Kyuubi yang sedang ngambek, kata-katanya bisa setajam pedang.
Kedua pemuda itu berjalan menembus deretan pepohonan itu dalam diam. Tidak ada diantara mereka yang membuka topik pembicaraan. Kyuubi sibuk mengamati keadaan, dia diberi tanggung jawab untuk menjaga Naruto.
Sebenarnya, Kyuubi bukanlah tipe orang yang mau diserahi tanggungjawab untuk menjaga orang lain, tapi pengecualian untuk Naruto. Selain karena Naruto adalah pasangan Sasuke, Naruto juga salah satu dari segelintir orang yang tidak menganggapnya aneh. Naruto juga bersedia membantunya ketika ia mabuk laut.
Mata biru Naruto memicing ketika ia melihat bangunan yang tampak utuh di kejauhan. Ia mencolek lengan Kyuubi. "Kyuubi, apakah rumah itu yang dimaksud oleh Sakura-san?"
Kyuubi mengikuti arah telunjuk Naruto. "Sepertinya iya. Ayo kita kesana!"
Kedua pemuda itupun pergi menuju ke bangunan yang tampak utuh, setidaknya tidak hancur lebur seperti bangunan di kanan kirinya. Rumah kecil itu memiliki atap berwarna merah cerah, sementara temboknya berwarna putih.
"Kira-kira, ini rumah siapa, ya?" tanya Naruto.
"Mana aku tahu," jawab Kyuubi.
Tangan Kyuubi terulur, ia mendorong pintu berwarna merah cerah itu. Ternyata tidak terkunci. Kyuubi memasuki rumah itu dengan hati-hati, diikuti Naruto. Bagian dalam rumah ini ternyata kosong, tidak ada satupun perabotan di dalamnya.
"Kyuu–gyaaaaah!" Naruto berteriak tiba-tiba, hingga mengagetkan Kyuubi. Naruto melihat sesosok pria sedang duduk di sudut rumah itu. Naruto mengelus dadanya yang berdetak kencang. Siapa dia? Hantu? Atau zombie?
Kyuubi mengerutkan keningnya melihat pria yang sedang duduk bersila sambil bersedekap itu. Matanya terpejam. Pria itu bertelanjang dada, seolah memamerkan tubuhnya yang terbentuk sempurna. Pria itu hanya mengenakan celana panjang berwarna cokelat.
Naruto menarik lengan baju Kyuubi. "Apa dia keluargamu?" tanyanya.
"Hah?" Kyuubi menatap Naruto dengan bingung. "Maksudmu? Aku tidak kenal dengannya."
"Wajahnya sedikit mirip denganmu," kata Naruto.
"Ada urusan apa kalian kemari?"
Naruto terperanjat ketika pria itu tiba-tiba bersuara. Untunglah, berarti dia bukan zombie. Pria itu membuka matanya, menampakkan irisnya yang berwarna oranye kecokelatan. Mulut Naruto menganga, wajah pria itu semakin mirip dengan Kyuubi ketika matanya sedang terbuka. Yang membedakan hanya rambut pria itu diikat satu, panjangnya nyaris mencapai pinggang. Sepertinya badannya lebih besar dan lebih tinggi dari Kyuubi.
"Maaf, Tuan, apa ini rumahmu?" Naruto bertanya dengan sopan, mungkin dia adalah penghuni rumah ini. Naruto merasa seperti seorang pencuri, ia masuk ke rumah orang tanpa permisi.
"Begitulah," jawab pria asing itu. Mata pria itu menatap kedua pemuda itu bergantian. "Siapa kalian?"
"Namaku Kyuubi, dan ini Naruto. Anda siapa, kalau kami boleh tahu?" Kyuubi menjawab. Benar kata Naruto, wajah pria ini mirip dengannya.
"Namaku Kurama," jawab pria itu. "Ada urusan apa kalian kemari?"
"Nggg, i-itu," Naruto menggaruk pelipisnya, merasa bingung harus mengutarakan niat mereka seperti apa. Menurut Sakura, Kristal Bulan disimpan di dalam rumah ini. Dan jika pria ini adalah pemilik rumah ini, berarti Kristal Bulan adalah miliknya, kan?
"Kami datang untuk mencari Kristal Bulan," Kyuubi menjawab terang-terangan.
Kurama menatap Kyuubi tajam. "Untuk apa kalian mencari Kristal Bulan?"
"Aku dengar dari salah satu temanku, Kristal Bulan memiliki kekuatan besar hingga ditakuti seluruh penyihir yang ada di dunia ini. Makanya, kami berniat mengambilnya untuk membantu mengalahkan Pein dan anak buahnya."
"Pein? Ah, perseteruan di Hutan Timur?" kata Kurama.
Kyuubi mengangguk. "Benar. Apakah Anda mengetahui tentang Kristal Bulan itu?"
Kurama menengadahkan tangan kirinya. Tiba-tiba, muncul cahaya berwarna kebiruan dari telapak tangan Kurama. Cahaya itu berubah menjadi sebuah berlian berwarna biru cerah. Berlian cantik itu berpendar kebiruan, ukurannya sebesar bola baseball.
"Inikah yang kalian cari?"
"Aku tidak tahu, tapi sepertinya iya. Bolehkah kami memilikinya, Paman?" Naruto berkata dengan polosnya.
"Aku akan memberikannya pada kalian," Kurama menyeringai. "Tapi kau–" Kurama menunjuk Kyuubi dengan sebelah tangannya yang bebas. "Kau harus mengalahkanku dulu, werewolf!"
Naruto meneguk ludahnya. Seringai pria bernama Kurama ini tampak kejam dan berbahaya. Mata biru Naruto melirik Kyuubi yang sedang menatap Kurama dengan tajam.
"Bagaimana ini, Kyuubi?" tanya Naruto.
"Aku akan coba mengalahkannya," kata Kyuubi.
"T-tapi, bagaimana kalau kau terluka parah?"
Kyuubi mendengus. "Aku tidak bisa berjanji kalau aku akan baik-baik saja, tapi setidaknya, aku akan berusaha untuk merebut Kristal Bulan. Ini demi mengalahkan Pein. Itachi selalu membantu dan melindungiku, jadi sekarang giliranku untuk membantunya," Kyuubi menoleh ke Kurama, lalu menatapnya dengan tajam. "Aku terima tantanganmu, tapi dengan dua syarat!"
"Katakan."
"Pertama, kau harus berjanji bahwa jika aku berhasil mengalahkanmu, kau akan memberikan Kristal Bulan itu padaku. Dan yang kedua, anak ini tidak boleh terluka sedikitpun," kata Kyuubi sambil menunjuk Naruto.
Kurama memiringkan kepalanya, dia menatap Naruto dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Setuju."
Naruto menggaruk kepalanya. Bagaimana ini? Itachi pasti akan mengamuk kalau sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Kyuubi! Apa yang harus dia lakukan?
.
.
TBC
.
.
Kyuubi dan Kurama adalah dua orang yang berbeda. Hayoooo coba tebak, Kurama itu siapanya Kyuubi?
Romancenya SasuNaru terlalu lambat ya? Atau lebih baik begini aja? Maksudku, kalo terlalu cepet kan aneh juga, secara mereka baru kenal. Masukannya dong. Maaf kalo chapter ini banyak typo ya, aku nggak sempet edit.
Oh btw, aku ngetik ini sambil dengerin lagunya Ed Sheeran yang Perfect, aku dengerin berkali-kali sampe adekku protes, wkwkwk. Lagunya enak didengerin sih :')
