Disclaimer: I own nothing but the story and characters them self. Semua tokoh yang terlibat dalam cerita ini murni imajinasi penulis. Cerita ini dibuat untuk kesenangan penulis semata. Bukan demi kepentingan komersil. Penulis sama sekali tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari cerita ini. Enjoy :)


Chapter 60: The Force Stream

Di bawah cuaca terik sore hari beriring semilir angin sepoi, gua bersila dan Faranell bersimpuh di atas permadani alam. Kami cari pohon terdekat yang cukup menaungi dua orang. Dia bawa spidol serta papan tulis kecil 30x30 cm dari bunker pemulihan yang disematkan ke batang pohon guna permudah sesi belajar. Jade talk udah terpatri di telinga Si Grazier biar penyampaian dari kedua belah pihak lebih maksimal.

"Apa definisi force?"

Gua cengo dengar soal kilat Faranell. Berusaha buat gali kembali ingatan semasa akademi.

Definisi ... force? "Tenaga dalam yang kita pake buat perkuat serangan atau pertahanan. Mungkin?"

Mata kuning Si Grazier melebar diiringi ekspresi wajah seakan baru ketemu pencerahan, "Jadi begitu. Bellatean nggak pernah diajarkan force dengan benar."

Alis gua terangkat sebelah dengar pernyataan sepihak perempuan ini. Kok bisa-bisanya dia ambil kesimpulan cuma berdasarkan apa yang dia dengar dari seorang Ranger Bellato yang minim dapat pelatihan force?

"Okay, Cebol. Aku bakal coba semampuku buat jelaskan sesederhana mungkin," kata Faranell percaya diri sembari gambar orang yang di dalam badan ada bulatan dengan tulisan 'force' di papan tulis, "force bukan cuma sekedar 'tenaga dalam buat baku hantam', melainkan energi murni kehidupan yang hubungkan segala sesuatu di alam semesta. Inilah energi yang menggerakkan dan menghubungkan kita. Energi ini bukan dibuat dalam diri, tapi emang udah ada di sekitar kita.

Corite, Bellatean, monster, hewan, tumbuhan. Selama makhluk tersebut bernapas dan punya organel sel Mitiklaran di tubuh, mereka punya force. Dan kita semua yang ada di alam semesta ini terhubung olehnya."

Kemampuan gambar Faranell benar-benar di bawah ala kadar. Bentukan orangnya kocak, proporsi sama sekali kagak beres. Cuman cukuplah buat kuatin penjelasan barusan.

"Tunggu. Semua makhluk hidup punya force? Tapi kenapa banyak juga orang nggak bisa pake?"

"Lebih tepat disebut nggak pandai, tapi mereka selalu punya potensi. Sekarang fokus sini." Dia hapus sebagian gambar di papan tulis, "Force, di tingkat fundamental, adalah energi murni. Nggak bisa diciptakan atau dihancurkan. Cuma bisa diubah, atau dialirkan menuju satu titik ke titik lainnya. Ini yang jadi landasan istilah 'aliran force (force stream)'."

Okay, sampe sini masih gampanglah. Gua bertanya, "Jadi, Mitiklaran itu sumber force?"

"Salah satu fungsinya, iya. Mengubah sumber pangan dan oksigen jadi energi murni yang dibutuhkan untuk pompa jantung, ganti sel rusak, dan fungsi organ lain. Bayangkan tubuh kita seperti sungai. Ribuan Mitiklaran yang tersebar di tubuh kita ibarat hulu (force upstream), sedangkan jaringan syaraf adalah hilirnya (force downstream).

Saat kita mau pakai force murni, kita buka satu aliran. Saat kita manipulasi elemen, kita buka dua aliran. Saat kita pakai elemen iterasi, kita buka tiga aliran. Semakin banyak elemen yang mau kita pakai atau makin banyak hal yang mau kita lakukan, maka makin banyak aliran yang akan terbuka. Tapi mengontrol beberapa aliran sekaligus dalam satu waktu nggak mudah. Karena begitu konsentrasimu lebih condong ke satu aliran, aliran yang lain akan tertutup."

Modar. Auto garuk pala, "Faranell, time out. Otak gua panas."

Dengan jelas mata gua menangkap raut aneh Faranell. Antara heran atau kagum atas kegoblokan gua atau campuran keduanya, "Aku udah berusaha sederhanakan ini sebisanya buatmu lho."

"Sederhana jidat lu melintir." mata gua cermati papan tulis yang udah penuh lagi dengan coretan Si Grazier, "Ini mah bahan bakal thesis."

"T-tapi ... ini pelajaran bocah-"

"Nggak bisa ya kita skip ke bagian nebas apa pun pake force?"

"Nggak!" respon ngegas tiba-tiba bikin gua tersentak, "Banyak hal yang belum kamu pahami sampai bikin aku ragu buat ajarin kamu, tapi kamu malah meremehkannya."

"... Maap."

Faranell diam beberapa saat, cuma menatap gua kecewa sambil hela napas panjang sebelum lanjut gambar lidah api, "Bagi kami, Corite, kegelapan adalah iterasi api. Walau sepintas berbeda, tapi kegelapan masih bawa sifat force induknya. Kesamaan utama yang dimiliki keduanya; sama-sama melahap. Api melahap secara fisik. Membakar, menyebar, menghancurkan, panas, nggak bisa disentuh. Dan kita selalu bisa liat kerusakannya dengan mata kita.

Kegelapan ... melahap secara psikis. Kegelapan akan membakar, menyebar, menghancurkan dari dalam. Menyerang mental serta emosi. Matamu nggak akan pernah bisa liat semua itu sebelum benar-benar terlambat."

Penjelasan Si Grazier bikin gua meneguk ludah. Menakutkan, dingin, dan menusuk kalbu biar pun gua tau Faranell sama sekali nggak berniat begitu.

Tapi masa iya gua mundur? Setelah apa yang udah gua lalui dan semua usaha untuk sembuh cuma demi satu kesempatan?

"Lu udah pernah terjun ke dalam diri gua, 'kan?" tanya gua sembari balik menatap sepasang mata kuning itu dalam-dalam, "Lu udah tau apa yang gua pikirkan, hadapi, yang gua alami. Lu udah tau kesalahan apa yang bikin hati gua hancur. Liat mata gua, Faranell. Bilang ke gua, apa gua nggak pantas dapat kesempatan dari lu?"

Dia nggak kasih jawaban apa pun kecuali berdiri. Anggun sekali. Kembali ingatkan gua betapa menawan sosok Corite satu ini.

Tetiba force ungu muda membentuk tombak di tangannya, dia langsung lempar tombak force itu ke dada gua tanpa peringatan sama sekali!

Naluri bertahan hidup dan reflek bertindak lebih cepat dari pikiran rasional! Gua langsung berguling ke samping, maju menyergap Faranell dan himpit lehernya ke batang pohon tempat kita bernaung. Papan tulisnya sampe jatuh gegara tersenggol.

"Lu mau bunuh gua!?"

"Ng-nggak. Kamu?"

Gua heran dengan ringisan Faranell sebelum akhirnya sadar kalo itu gegara gua! Tangan kiri gua menekan pangkal lehernya cukup keras, sedangkan telapak tangan satu lagi mengepal kuat sampe urat lengan terlihat, udah ancang-ancang mau menumbuk muka Faranell sekuat tenaga.

Buru-buru gua lepas himpitan dan mundur teratur.

"Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu mau pukul mukaku sampai nggak berbentuk? Apa kamu mau benturkan kepalaku ke pohon ini sampai pecah? Kalo pedangmu di tangan, apa kamu mau tusuk leherku? Apa kamu mau bunuh aku?"

Lidah mendadak kelu, mulut seakan kena gembok. Napas makin cepat, jantung berdebar. Gua jatuh berlutut.

"Semua orang punya sisi gelap. Bagi pengguna force kegelapan, sisi gelap akan lebih kuat dalam bisikkan hasrat. Satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan punya kontrol penuh. Kami, Corite, mengontrol kegelapan dalam diri dengan mengabdikan sebagian besar hidup kami untuk Decem. Taati aturan, ajaran serta hukumnya yang berlaku, hingga kami sanggup menolak bisikan-bisikan tersebut.

Makanya aku ragu untuk ajarin kamu. Selama ini kamu menahan diri dari banyak hal supaya nggak lakukan sesuatu yang akan kamu sesali di masa depan. Kamu punya kontrol diri, kuakui itu. Tapi kamu tetap orang luar."

Muka gua cuma bisa nunduk. Faranell menepuk-nepuk lengan panjang plus roknya lalu ambil papan tulis dan spidol yang tergeletak gegara tindakan gua.

Si Grazier lanjut berkata, "Bukan berarti kami makhluk sempurna. Nggak semua Corite patuhi hukum Decem sepenuhnya. Bagi yang jatuh terlalu dalam, akan jadi kayak Anclaime Sada. Gampang dikendalikan sisi gelap dan tunduk pada hasrat."

Nama itu sukses bikin tenggorokan gua tercekat, "Gu-gua bukan dia. Gua ... nggak mau jadi kayak dia."

"Pelajaran hari ini selesai. Kita lanjut besok." Dia sodorkan papan tulis itu.

Gua nggak ngomong apa-apa. Sekedar ambil sodorannya dan menatap figur indah Si Grazier yang langsung berbalik dan menjauh dari bunker pemulihan.

Hari yang aneh. Hari pertama keluar menghirup udara segar, dan belajar force kegelapan. Padahal perasaan mood Si Grazier masih bagus pas tiba di sini. Tapi semua runyam. Kayaknya gua emang murid payah. Bisa-bisanya bikin guru kecewa di hari pertama.

Malam terasa lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Gua bakal tidur pake jaket kalo gitu. Sebenarnya mah ogah, berhubung jaket di sini nggak terlalu nyaman. Kasar. Kayak pake karung. Benar-benar bikin kangen jaket sport Ranger Corps. Cuman mau gimana? Daripada menggigil semalaman.

Selepas mandi niat mau langsung tidur, tapi sebelum lelap gua coba cermati ulang coret-coretan di papan tulis sambil tiduran.

Gambar orang-orangan ada di sisi kiri, tiga garis tercoret berurutan dari tubuhnya menuju keluar.

Force murni, satu aliran.

Manipulasi elemen, dua aliran.

Elemen evolusi, tiga aliran.

"Apa kamu mau bunuh aku?" Ugh! Shite! Muka gua tertimpa papan tulis gegara pegangan terlepas.

Jawaban gua tadi sore sebenarnya penyangkalan. Bisikan-bisikan yang dia omongin, dorongan untuk bunuh dia ... gua dengar. Kecil memang, tapi ada. Makanya gua diam. Gua takut. Tubuh gua bereaksi sendiri, cuman untungnya masih bisa tahan tindakan.

Akhirnya gua coba paksa tidur buat alihkan pikiran buruk.

Besoknya gua sengaja bangun lebih siang. Mager. Gua kira pikiran bakal lebih jernih, eh malah makin jelimet. Faak.

Bangkit dari kasur, gua langsung ambil sikat gigi sambil ngaca. Rambut kelabu yang udah panjang lagi gegara nggak dicukur-cukur ngejabrik ke mana-mana.

"Goblok banget dah lu," umpat gua ke refleksi di seberang sana.

Gagal. Bikin kecewa guru, bahkan nyaris menyakitinya. Runyam udah semua kesempatan buat belajar jadi lebih kuat. Kalo aja gua bisa tarik keluar kemampuan itu seperti saat di Solus, gua udah berangkat buat rebut Elka kembali.

Gua udah coba berkali-kali selama beberapa bulan, ingat baik-baik sensasi saat force kegelapan mengalir ke tangan hingga ujung Twin Razer Blade, tapi nggak ada hasil. Moment itu, saat pedang gua sanggup membelah zirah Accretia begitu mudah. Dan yang lebih penting ... gua bisa pake Accel Walk tanpa rasa sakit sama sekali.

"... tapi kamu malah meremehkannya."

"... kamu tetap orang luar."

Kedua tangan gua menampar kedua pipi begitu keras. Pantaslah kalo Faranell ragu dan kecewa. Biar kata punya darah Corite, gua tetap nggak tau apa-apa soal mereka. Supaya bisa kontrol force kegelapan, gua harus mulai dengan langkah kecil; mulai pahami budaya, gaya hidup, ataupun cara berpikir ras paling good looking sejagad raya.

Nggak lama, telinga ini menangkap suara pintu bunker terbuka dan terdengar langkah turuni tangga. Faranell! Buru-buru gua selesaikan sikat gigi, cuci muka, sekalian basahin dan rapihin rambut. Gua harus minta maap lebih tulus kali ini.

"Fa-", Begitu gua mau keluar, ternyata udah dicegat depan pintu kamar mandi!

Tubuh super mulus ciri khas wanita corite terbalut armor lengkap Grazier yang kekurangan bahan terpampang jelas depan mata gua! Shite! Siapa yang nggak ngiler liat pemandangan begini pas baru bangun? Untung gua nggak buka jaket celana di tempat.

Rambut perak panjang tergerai di belakang punggung makin menegaskan betapa menarik rupa perempuan ini.

Eh? Pe-perak!?

Berbulan-bulan gua tinggal di mari, nggak ada satu pun selain Faranell yang datang berkunjung. Baru sadar setelah meneliti posturnya, tamu ini lebih tinggi dan langsing dari Faranell. Gua tengok wajahnya, berhias senyum jenaka dengan mata biru sebening safir.

Suasana tetiba tegang karena gua merasa ada makna tersembunyi di balik senyuman itu, "Wh-who?"

"Paket!"

Seketika, insting reflek lagi-lagi ambil alih tubuh gegara rasakan ancaman! Gua banting pintu depan mukanya biar pandangan terhalang. DUAAARRR! WADDAFAAK! Badan gua sempat melipir ke dinding sebelum wanita gila ini meledakkan pintu plus bak mandi entah pake mantra apaan tadi.

Gua terjang ke depan dan menabrak Corite nggak dikenal itu pake bahu sekuat tenaga.

"Ufft," dia mengerang pas terjungkal ke tanah.

Buru-buru gua cari tempat berlindung mumpung ni orang lagi tiduran, tapi nggak ada! Kampreet! Cuma ada meja stainless steel yang langsung gua lompatin dan balikin hadap perempuan itu.

Napas gua otomatis memburu.

Apa-apaan dah!? Kenapa gua sering jadi incaran perempuan bahenol!? Mending amat kalo jadi gebetan, lah ini jadi target penyerangan! Apa nyerang orang mendadak lagi trend di kalangan wanita Corite!? Kerjaan Faranell? Nggak mungkin! Si edan ini meledakkan kamar mandi! Dia jelas berusaha lenyapkan gua.

"Woi, apa yang lu mau!?" Tadi Bahasa Bellatean terucap dari mulutnya, makanya gua ogah repot pake Bahasa Corite.

Jantung gua coba pacu lebih keras, berusaha manipulasi adrenalin buat balik melawan. Tapi kok ... nggak bisa!? Ayolah, Accel Walk! Kenapa nggak aktif di saat kayak gini!?

"Ah, aku? Nggak mau apa-apa kok. Cuma mau cari kawan aja," jawabnya enteng.

Siapa Corite ini? Fasih banget Bahasa Bellateannya padahal nggak ada jade talk di telinga. Ja-jangan dia salah satu komplotan Vednala!?

"Banyak cara buat cari kawan." Sembari terus cari sesuatu yang bisa gua pake buat senjata, mata gua lirik kamar mandi yang udah nggak karuan, "Meledakkan kamar mandi orang di siang bolong bukan salah satunya!"

"Maap deh, aku nggak sengaja. Kudengar dari temanku ada Bellatean penyusup, jadi aku penasaran dan pengen cek sendiri." PENYUSUP!? SEMBARANGAN! Gua korban penculikan woi!

Jarum-jarum suntik berserakan dari laci meja yang tadi gua balikkan. Nggak ada pilihan!

"Ngomong-ngomong, aku nggak mau kelahi sama kamu. Cuma pengen tanya sesuatu." Langkah perempuan itu terdengar makin dekat.

Jaket kasar macam karung ini gua lepas dan gulung-gulung buat persiapan serangan kejut.

"Ngomong sana sama kamar mandi gua!" Sambil ngedumel, gua keluar dari posisi berlindung dengan cepat dan sambit jarum pertama.

Dia agak tersentak, tapi tetap bisa menghindar tanpa kesulitan.

Belum selesai! Jaket kasar macem karung gua lempar buat tutupi kepalanya. Selagi pandangan terhalang, gua langsung mendekat dan lumpuhkan perempuan ini! Idealnya sih gitu, cuman semua nggak selalu sesuai rencana.

"Glimmer." Jaket itu nggak sampe sasaran, hanya tutupi pandangannya aja beberapa detik gegara terbakar pas masih di udara hasil rapalan mantra.

Tapi beberapa detik pengalih cukup buat sambitan jarum susulan! Kali ini gua lempar semua yang ada di tangan, mampus lu!

Si Corite tetap tenang, "Isis."

Shite. "Grazier!?" Ya elah, usaha gua cuma gelitikin animusnya doang.

Gua menunduk saat Isis ayunkan kedua pedang dengan gesit, hancurkan perabotan dan goreskan dinding ruangan pemulihan ini. Okay, waktunya rencana B. Kabur!

"Lho, kok kabur? Tadi berani."

Abis sukses menyingkir dari serangan Isis, gua langsung lari ke pintu keluar secepat mungkin. Nggak balas omongannya, nggak ada senjata, nggak ada armor dan peralatan pendukung. Ogah amat berurusan lebih lama!

"FAARGH!" Faak! Begitu sampe luar, baru juga injak rumput, muka gua ditinju keras banget dari samping.

Sakit cuk! Gua terjatuh akibat tenaga pukulan tersebut.

"Kena lu, bedebah." Perlahan skill kamuflase sosok itu terkuak. Tubuhnya mulai keliatan. Bellatean berarmor tipe Ranger, rambut coklat agak panjang mencuat sebagian dari pelindung kepala, "Di mana dia!?"

Belum sempat berdiri, dia udah menindih badan gua supaya nggak bisa bangun. Mata merah memancar amarah, dia meninju muka lagi.

Bused dah, otak gua nggak dikasih kesempatan olah informasi dan keadaan.

"Lu nggak bisa terus sembunyikan dia!" Kepalan tangannya terayun lagi. Kali ini gua coba angkat kedua lengan buat bertahan, "Dia bakal terima balasan perbuatannya!"

Mulut tutup rapat-rapat, emosi tahan kuat-kuat. Jangan sampe terpancing, dia berusaha menjerat pikiran lawan! Gua tepis tinjuannya diiringi sundulan tepat ke hidung buat goyahkan Ranger ini. Dia terjungkal.

Setelah bangkit, gua langsung maju buat balas tinjuannya tadi, tapi dengan lihai dia malah balikin tinjuan lawan jadi kuncian dan bikin gua terjerembab ke tanah lagi.

Sialan! Kunciannya lumayan juga, tapi nggak sempurna. Badan gua masih bisa berontak.

Sekuat tenaga tubuh gua bangkit dan banting Si Ranger dari atas badan! Gua kasih satu pukulan telak tepat di rusuk sebagai balasan yang tadi. Dia meringis. Mumpung dia masih kesakitan di bawah, kaki gua udah ancang-ancang mau ubah struktur wajahnya.

Si Ranger berguling, hindari injakkan gua dan langsung berdiri.

"Lu lebih suka cara keras, hah? Darah beringas benar-benar mengalir di nadi lu," ejeknya, masih mencoba ternyata. Silakan. Gua udah pernah termakan trik lu sebelumnya, jangan harap cara yang sama berhasil dua kali, "Dia berani ancam nyawa sahabat gua dan lawan perintah atasan buat turunkan senjata. Gua nggak bisa diam dan biarkan dia bebas keliaran. Gua cuma mau cari persembunyiannya dan nyeret dia ke pengadilan militer."

Dada gua turun-naik atur napas. Coba enyahkan kelelahan serta redakan sakit biarpun sedikit. Pandangan gua terkunci padanya, enggan lengah karena di depan gua berdiri prajurit anggota intelijen berbahaya.

"Nggak perlulah kita gelut begini. Gua nggak mau Grymnystre punah di sini." Perlahan dia keluarkan busur hitam dengan corak keunguan dari inventorinya, "Tapi semua tergantung pilihan lu," force ungu gelap membentuk panah di busur itu. Lace menodongkan senjatanya ke gua, "Gua tanya sekali lagi ... di mana Elka?"

Mata gua melebar dengar nama yang keluar dari mulut Lace. Rasanya emosi makin bergolak. Jadi yang dari tadi dia omongin Si Elka!?

Ditodong senjata seolah nggak ada sensasi takut, justru gua pasang kuda-kuda perlawanan. Biar kata pake tangan kosong dan nggak bisa pake Accel walk, nggak peduli. Dia mau celakakan Elka. Langkahi dulu mayat gua! "Kalopun tau ... gua nggak sudi kasih tau lu."

"Okay, ini pilihan lu." Kekesalan jelas tergambar di ekspresinya. Lace ambil ancang-ancang mau lepas tembakan, "Jangan salahkan gua."

"Entangle!" Sebelum panah gelap meluncur, akar-akar tanaman cepat mendobrak permukaan tanah. Merambat sekujur tubuh Lace.

"A-apa!?" Udah pasti Si Ranger kaget. Tapi di tengah perjuangan buat bebas dari ikatan, masih sempat-sempatnya nembak!

Sosok perempuan Corite sigap menangkap proyektil itu di tengah luncurannya! Wah gila ni bocah!

"Drainage!" Bukannya terluka, panah ungu gelap di genggaman tangan kiri justru menguap bak asap.

"Mu-mustahil. Panah force gua!?" Reaksi Lace amat wajar. Karena jujur, gua juga kaget Faranell bisa gitu.

Dia berdiri di ruang kosong antara gua dan Lace.

"Jangan sentuh muridku." bangkee! Dari mana doi belajar sok keren gini!? Fix ketularan Rokai! "Aku bentengi tempat ini dengan perisai sihir sejauh 50 meter supaya nggak bisa terdeteksi." Si Grazier arahkan tongkat pada Lace, "Siapa kamu, Bellatean? Gimana bisa ketemu tempat ini?"

Mendadak, akar-akar tanaman dilapisi es menyeruak dari kaki dan mengikat gua! "Shite! Tolong!"

"Gampang kok." malah suara lembut wanita yang respon pertanyaan Faranell. Corite berambut perak jalan santai dari dalam bunker, bibir sumringah seraya pamerkan proyeksi bola dunia dikelilingi diagram lingkaran sihir. Proyeksi tersebut mirip hologram, melayang di atas telapak tangan kanan si rambut perak, "Mantra pelacak. Guna banget ya."

Faranell terhenyak nggak percaya, "A-Ariel?"

"Hai, Faranell." Sapanya, senyum masih belum pudar sedari tadi.

"Lu kenal dia?" tanya gua.

"Dia ... cukup terkenal," jawab Faranell pelan.

"Lama banget sih. Ngapain aja dari tadi?" Omel Lace.

"Rapih-rapih kekacauan yang tadi kita buat di bawah sana. Dia mainnya hebat," perempuan yang dipanggil Ariel mengedip sebelah mata ke gua. Dafuq? Mainnya hebat pala lu rengat!

"Ariel, apa yang- kenapa kamu bersama, Ka-kamu berhasil kuasai mantra pelacak!?" Kekagetan masih selimuti gesture Faranell sampe bingung mau nanya apa dulu, "Itu 'kan salah satu mantra yang sulit di- ... kok bisa?"

"7 bulan terakhir kuhabiskan buat menguasainya. Lumayan susah emang. Harus dekripsi banyak perkamen tua dan gambar ulang ratusan diagram sihir," balas perempuan rambut perak.

"Tunggu, tunggu, TUNGGU! Mantra pelacak!?" seru gua kaget campur kesal, "Artinya-"

"Aku bisa temukan semua orang di planet ini selama nggak ada kekuatan sihir lebih kuat yang lindungi tempat orang tersebut berada."

Penjelasan Ariel jelas bikin gua makin naik pitam. Gua teriak pada Ranger Bellato yang sama-sama lagi terikat, "Terus ngapain lu nanya gua di mana Elka, HAH!? Harusnya lu minta teman lu pake mantranya!"

"Kalo bisa, gua nggak bakal ke sini buat cark lu, tolol!" Lace nggak kalah ngotot. Dia berusaha berontak dari ikatan, tapi nggak bisa. Makin berontak, akar Faranell makin kuat menjerat, "Kalo bisa, gua udah di tengah jalan buat balas perbuatannya."

"Haish, tenanglah cowok-cowok. Nggak perlu ngegas. Dasar, nggak capek apa ribut mulu?" Grazier berambut perak menengahi, seolah lupa dirinya yang pertama kali rusuh, "Dengar ya. Mantra ini mungkin terdengar hebat, tapi percayalah. Mantra ini menyebalkan. Aku butuh nama asli target dan nama Ayah kandungnya."

"Hah? Buat apa nama Ayah kandung?" timpal gua heran.

"Untuk cegah kesalahan pencarian. Nama yang sama bisa dimiliki individu berbeda," Faranell menyambung penjelasan rekan Corite, "kelemahannya nggak sampai situ. Mantra pelacak akan mengunci 2 mantra lain yang kita kuasai selama 1-7 hari secara acak."

"Menyebalkan, 'kan? Terlalu mahal buat cari orang doang. Mantra penghancur dan pemulihanku terkunci 2 hari demi mencarimu," keluh Grazier berambut perak, "Ngomong-ngomong, itu yang mau kutanyakan, Uban. Siapa nama asli rekanmu yang dia cari? Oh, dan Ayah kandungnya juga btw."

"Tanya sana sama teman lu. Dia lebih kenal orang lain daripada orang lain mengenal diri mereka sendiri,"

Pandangan tajam Lace nggak sedetikpun lepas dari gua, "Lu nggak tau apa-apa tentangnya, ya?"

DEG! Pertanyaan provokasi itu lagi-lagi nyaris bikin gua terpancing. Kalo aja nggak lagi terikat, mungkin kami udah bertumbuk ronde 2. Dia masih kukuh berusaha bajak pikiran gua rupanya.

"Kamu rela mantramu terkunci untuk cari Lake. Kenapa sampai sejauh itu, Anclaime Ariel?" Sadar ada sesuatu nggak beres, Faranell langsung alihkan topik. "Kenapa kamu bersamanya?" tangan Grazier berambut ungu menggestur pada Lace.

Sepasang mata biru safir menatap kami berdua dari ujung kepala hingga kaki.

"Aku bisa aja tanyakan hal yang sama padamu, Feawen. Tapi dari tadi kutahan-tahan. Okelah, mumpung lagi baik, aku penuhi rasa penasaranmu," Dia berujar. Ariel mendekat ke Lace dan menepuk pucuk kepalanya, "Kami udah kenal cukup lama. Katakanlah kami berbagi visi yang sama. Makanya kami kerap bertukar informasi terkait apapun yang terjadi di kedua belah pihak. Biar update terus. Dan kali ini, dia minta bantuanku. Jadi ya kubantu. Nggak salah 'kan bantu kawan?"

"K-kamu ... mata-mata? A-aku nggak nyangka kamu-"

"Hmm? berkhianat? Ohho, aku nggak serendah itu, percayalah. Aku 'kan bukan bantu Bellatean yang udah bunuh rekan kita." Dia marah atau nggak sih? Benar-benar nggak bisa bedain. Ekspresi dan intonasi bicaranya santai dan riang, tapi kok aliran force di sekitar terasa mencekam? "Oh ya, itulah kenapa aku meledakkan kamar mandimu, Uban. Aku cuma mau menyapa. Normalnya aku nggak suka kekerasan. Aku nggak dendam kok, nggak dekat juga lagian dengan rekan kami yang tewas di tanganmu. Tapi aku cukup dekat lho dengan kekasihnya. Liat gimana keadaan dan kesedihannya ... . "

Kata-kata Ariel mencengkram udara yang kami hirup.

"Lake," Bisik Faranell. Ketegangan belum hilang dari wajah, "begitu kubebaskan ikatanmu, lari secepat mungkin. Aku nggak cukup kuat hadapi dia."

"Nggak mungkinlah tinggalkan lu di sini!"

"... bikin aku pengen mengenalmu lebih jauh," lanjut Ariel.

Silau bola force di tongkatnya memancar ke segala penjuru, seakan bisa membutakan mata.

"I deserved to die this year, Croiss. Twice. I was saved twice by my own men." - Gatan (Ch. 58)



A/N: Hai. Lupa ya jalan ceritanya? Jangankan kamu, yang nulis aja lupa. Hahaha. Selamat menjalankan ibadah puasa ya! Semoga amal ibadah kita di Ramadhan taun ini diterima semua!

Kevin: thanks udah terus keep up sama cerita ini! Yes, sama2! Cerita2mu cool sih, smoga aja suatu saat dilanjut ya.

Sehat selalu buat semua pembaca!

Regards,

Mie.