Thanks to : Ambudaff, potters clan, and avrengel for the review. Keep them coming.

CHAPTER IV:

Godric's Hollow

Ron dan Hermione memasuki sebuah desa yang belum pernah mereka datangi sebelumnya. Desa ini dihuni oleh para muggle. Ron mengalami kesulitan untuk tampil tidak mencolok, mengingat dia kini memakai pakaian khas penyihir yang ujungnya menyeret tanah.

Sebuah papan terpampang di pintu masuk desa itu. Selamat datang di Godric's Hollow.

"Nah, kita sudah sampai. Kira-kira Harry di mana, ya?" Tanya Ron sambil melihat-lihat ke sekelilingnya.

"Desa ini tidak terlalu besar. Mungkin kita bisa bertanya tentang rumah yang hancur sekitar 15 tahun yang lalu." Jawab Hermione.

"Kalau begitu, ayo kita tanya pada pak tua yang berada di sana. Dia kelihatannya sudah seumur hidupnya berada di sini. Dia pasti tahu." Ron menunjuk ke arah seorang kakek yang sedang duduk di kursi goyangnya di beranda rumahnya.

Mereka berdua menghampiri kakek yang sedang merokok melalui pipanya itu.

"Permisi." Hermione yang berbicara. Kakek tua itu hanya memberikan gerutuan sebagai tanda bahwa dia mendengarkan.

"Kami ingin bertanya. Apa anda tahu tentang sebuah rumah yang hancur di desa ini pada 15 tahun yang lalu?"

Hermione merasa dia melihat sesuatu yang aneh pada mata kakek tua itu setelah Hermione bertanya. Tetapi dia tidak mempedulikannya karena kakek tersebut langsung menjawabnya.

"Rumah yang hancur itu terletak di ujung desa ini. Ikuti saja jalan ini sampai mentok. Sisa-sisa rumah itu masih ada." Dia mengatakan semua ini dengan nada yang datar tanpa ekspresi, malahan seakan-akan bukan suara yang datang dari seorang kakek-kakek.

Tapi, Ron dan Hermione begitu senang mendengar hal ini sehingga mereka langsung berterima kasih dan menelusuri jalan yang dimaksud kakek itu.

Godric's Hollow tampak seperti desa muggle biasa. Orang-orang berseliweran melaksanakan tugasnya sehari-hari, dan saling menyapa apabila mereka berpapasan dengan orang yang mereka kenal.

Desa ini memang tidak begitu besar. Terbukti, Hermione dan Ron hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari sepuluh menit hingga mereka mencapai tempat tujuan mereka. Kini sebuah reruntuhan rumah terpapar di hadapan mereka. Rumah itu hampir tidak bersisa kecuali batang-batang kayu yang terbakar di sana sini. Tapi mereka tidak melihat Harry dimanapun.

"Mana Harry? Apa dia sudah pergi lagi?" Tanya Ron.

"Mungkin. Dia kan sudah berangkat beberapa jam lebih dulu dari kita." Rasa kecewa terlihat jelas dari wajah Hermione.

"Bagaimana dong? Kita tidak tahu dia akan kemana berikutnya setelah ke Godric's Hollow."

"Bisa saja dia belum datang. Mungkin dia harus mencari tahu dulu tentang tempat ini. Gimana kalau kita tunggu saja selama satu jam?"

Ron setuju dan mereka berdua mencari tempat untuk duduk yang terdekat.

Satu jam kemudian

"Ada tanda-tanda Harry?" Hermione bertanya.

Ron menggelengkan kepalanya. "Bagaimana kalau kita tunggu lebih lama lagi?" Tapi Hermione tidak menjawab.

"Hermione?"

Ron melihat Hermione sedang memasang muka tanda dia sedang berpikir dengan serius. Dia sedang berpikir tentang sesuatu yang mengganggu pikirannya semenjak dia datang ke desa ini. Selama satu jam ini dia terus mencoba mencari tahu apa itu dan baru sekarang dia menyadarinya.

"Ron?"

"Ya?"

"Ku-kurasa kita tidak sedang berada di Godric's Hollow."


Godric's Hollow, waktu yang sama,

Harry Potter membungkuk untuk memeriksa dua orang penyihir yang sedang berbaring di tanah tepat di depan sebuah gerbang. Gerbang itu bertuliskan, Wilayah terlarang, dilarang masuk.

"Hei, kau tak apa-apa?" Harry mengguncang tubuh penyihir yang berusia cukup muda. Dia lalu menyadari bahwa mata dari penyihir itu terbuka dan dia masih bernapas.

"Hei, jawab aku. Apa kau tidak apa-apa?"

Setelah gagal membangunkan penyihir itu, Harry beralih ke penyihir yang satu lagi. Penyihir ini usianya kurang lebih sama dengan yang sebelumnya dan kondisinya juga sama, mata terbuka dan bernapas.

Harry mengacungkan tongkatnya. "Finite Incatatem." Tapi tidak ada reaksi sama sekali dari penyihir itu.

"Aneh, dia tidak terbius dan tidak juga terkena mantra pengikat." Harry bergumam. "Apa yang terjadi pada mereka?"

'Mereka sepertinya sadar. Tapi, mereka seperti tidak bisa memberikan reaksi sama sekali. Seakan-akan mereka tidak mempunyai jiwa lagi.' Sebuah kenyataan langsung meng-klik di otak Harry.

'Jiwa? Jiwa mereka hilang? Hanya satu yang bisa menyebabkan itu. Dan itu adalah...'

Sebuah perasaan dingin mulai menyelimuti Harry bersamaan dengan sebuah kata yang keluar dari mulut Harry berikutnya, "Dementor."


Godric's Hollow?

"Apa maksudmu kita sedang tidak berada di di Godric's Hollow?" Ron melihat Hermione seakan-akan penyihir wanita itu sudah hilang ingatan.

"Ada sesuatu yang mengganjal pikiran semenjak kita datang ke sini." Ucap Hermione tanpa menoleh ke arah Ron.

"Apa itu?"

"Desa ini masih berpenghuni."

"Memangnya kenapa kalau desa ini berpenghuni?" Ron tidak mengerti sama sekali apa maksud dari perkataan Hermione.

"Seharusnya Kementrian Sihir sudah menetralisir tempat ini dari para muggle sejak dulu."

"Kenapa begitu?"

"Oh ayolah, Ron. Kau pasti tahu. Godric's Hollow kan tempat bersejarah dimana Voldemort lenyap?" Ron masih saja berjengit mendengar nama Voldemort disebutkan.

"Dan bukan itu saja. Godric's Hollow pastinya jadi tempat yang amat berbahaya setelah Voldemort jatuh. Pengikutnya pasti banyak yang datang ke Death Eater untuk mencari tuan mereka. Penduduk Godric's Hollow kemungkinan besar diungsikan oleh Kementrian."

"Mungkin saja kan penduduk itu sudah kembali lagi?" Ron beralasan.

"Hampir tidak mungkin, Ron. Lebih mudah menyuruh para muggle untuk meninggalkan desa mereka daripada menyuruh mereka pergi dan mengembalikan mereka ke sini. Itu pekerjaan double untuk para obliviator."

"Tapi, Hermione..."

Hermione memotongnya seakan-akan dia tidak mendengarkan. "...Dan itu juga terjadi di tempat di mana Dumbledore mengalahkan Grindelwald."

Ron tampak agak percaya ketika mendengar ini. Tapi dia butuh lebih banyak bukti. Hermione menyadari ini dan menarik tangan Ron. "Ikut aku."

"Hermione. Mau ke mana?"

Hermione menghampiri penduduk terdekat tidak jauh dari tempat mereka berada sebelumnya.

"Permisi. Apakah anda tahu tentang sebuah rumah yang hancur di desa ini 15 tahun yang lalu?" Hermione melontarkan pertanyaan sama seperti sebelumnya kepada kakek-kakek di dekat pintu masuk ke desa.

Wanita paruh baya yang ditanyai Hermione langsung menjawab dengan nada datar. "Rumah yang hancur itu terletak di ujung desa ini. Ikuti saja jalan ini sampai mentok. Sisa-sisa rumah itu masih ada."

"Terima kasih." Hermione meninggalkan wanita itu dan kembali menyeret Ron.

"Nah, apa yang kau ketahui dari cara bicara wanita itu?" Tanya Hermione kepada Ron.

"Di-dia mengatakan hal yang sama persis dengan kakek itu. Nada bicaranya juga sama." Ucap Ron masih dengan tidak percaya.

Mereka tidak saling berbicara selama beberapa menit sampai Ron memecah kesunyian. "Menurutmu apa yang sebenarnya terjadi di sini, Hermione?"

Hermione tampak serius sekali. "Kurasa, Godric's Hollow diberi semacam mantra penolak muggle, sehingga para penduduknya meninggalkan desa mereka."

"Dan mereka pindah ke sini?"

"Tidak. Sepertinya mereka menyebar ke berbagai tempat. Kementrian pasti memilih desa ini untuk menggantikan Godric's Hollow di catatan resmi. Reruntuhan rumah itu sepertinya sengaja dibuat dan setiap penduduknya dimodifikasi ingatannya sehingga apabila ada yang mengatakan tentang rumah yang hancur. Jawaban mereka otomatis sama."

"Kalau begitu, dimana Harry sekarang?"


Godric's Hollow (asli)

'Tidak bisa. Tidak akan kubiarkan Dementor mengotori tempat kematian orangtuaku.' Dengan determinasi luar biasa, Harry berlari memasuki Godric's Hollow yang terlarang untuk umum.

Tidak tampak sama sekali bahwa di tempat ini sebelumnya ada desa penuh dengan muggle. Yang ada hanyalah sebuah padang rumput yang luas dan ditengahnya terdapat jalan setapak yang terbuat dari batu. Kementrian telah mengatur tempat ini dengan baik.

Perasaan dingin terasa semakin menjadi-jadi di tengah sinar matahari yang cukup terang. Tanda bahwa Harry semakin mendekati para Dementor.

Jalan menjadi menanjak seakan-akan Harry mendaki bukit. Ketika dia sampai di ujung tanjakan. Harry dapat melihat sebuah menara berukuran kecil di kejauhan. Di bawah menara itu ada tiga Dementor yang mengitari menara tersebut seakan-akan mereka sedang menunggu sesuatu.

Harry berlari dengan cepat sekarang. Jalanan menurun kembali. Kecepatan larinya tidak menurun meskipun perasaan dingin dan takut karena efek dari Dementor semakin menjadi-jadi.

Ketiga Dementor itu menyadari kehadiran Harry dan mulai meluncur ke arahnya. Harry menghentikan langkahnya dan meneriakan. "Expecto Patronum!" Sebuah sinar yang luar biasa terang keluar dari tongkat Harry. Rusa jantan perak yang dihasilkan Harry kini amatlah besar. Patronus itu menerjang ketiga Dementor dengan cepat.

Ketika Rusa perak itu bertabrakan dengan Dementor yang pertama, dementor itu sepertinya berteriak kesakitan dan terlempar jauh dari tempat dia sebelumnya. Tak lama, Dementor kedua dan ketiga juga lenyap dari tanah Godric's Hollow.

"Dan jangan kembali lagi!" Harry berteriak. Amarahnya memuncak karena para Dementor itu berani mengotori tempat yang dulunya ditinggali oleh orangtua Harry.

Kini Harry berdiri di hadapan menara yang tadi dia lihat. Setelah dekat dia tahu bahwa ini bukanlah sebuah menara, tapi sebuah tugu. Tugu peringatan. Di bagian bawah tugu itu terdapat sebuah papan yang bertuliskan "Tugu ini dibangun untuk memperingati jatuhnya seorang penyihir yang karena kejahatan dan kekuatannya terlalu mengerikan, tidak ada yang berani mengucapkan namanya."

Harry mendesah. 'Mereka bahkan tidak berani menuliskan nama Voldemort di sebuah papan.'

Di sebelah tugu itu terdapat sesuatu yang menjadi tujuan Harry datang ke sini. Kuburan orangtuanya.

Dua batu nisan yang megah ditanam berdampingan. Harry berlutut agar dapat melihat tulisan di batu nisan itu dengan lebih jelas.

James Edward Potter

1960-1981

Ayah tersayang dari Harry James Potter

dan teman terbaik.

Lily Evans Potter

1960-1981

Ibunda tersayang dan salah satu

Penyihir paling berbakat

Setitik air mata mengalir di pipi Harry. Tangan kanannya kini memegang batu nisan ibunya. Dia berkata dengan penuh tekad. "Aku pasti akan membalas kematian kalian. Aku berjanji."

Tanpa disadarinya, air mata yang dia teteskan tadi jatuh ke tanah. Setelah itu, Harry merasakan reaksi yang aneh dari bekas lukanya. Ini sama sekali berbeda dari biasanya. Perasaan dari bekas luka di dahinya itu kini terasa hangat tapi juga sejuk. Harry tidak mengerti. Yang jelas dia tahu reaksi ini muncul bukanlah dari Voldemort yang selalu menyakitkan.

Dengan perlahan, Harry mulai kehilangan kesadarannya dan dia tersungkur di tanah tepat di depan kuburan orangtuanya.


"Lily, bawa Harry pergi! Itu dia! Pergilah! Lari! Akan kucoba menahannya..."

"Tdak! Aku tidak akan meninggalkanmu!"

"Kau harus pergi! Pikirkan anak kita! Jangan pedulikan aku! Cepat pergi! Pergilah ke markas Orde! Cepat!"

James Potter keluar dari kamar tidurnya dan langsung berlari ke arah ruang tengah dari tempat tinggalnya. Yang dia temukan di ruang tengah itu adalah seorang penyihir paling ditakuti di dunia saat ini.

"Ah, James. Akhirnya kutemukan juga kau. Sekarang, mana anakmu. Serahkan dia kepadaku."

"Tidak!"

"Oh ayolah, James. Menurutmu kesempatanmu sebagus apa untuk mengalahkanku? Serahkan anakmu dan aku akan mengampuni nyawamu dan nyawa darah lumpur istrimu itu."

"RECTUMSEMPRA!" Teriak James

Voldemort hanya mengayunkan tongkatnya untuk memblok serangan dari James. Voldemort memutar-mutar telunjuknya. "Tck, tck, tck. Tipikal Gryffindor. Bertindak sembarangan tanpa memikir terlebih dahulu. Crucio!"

James berhasil menghindari kutukan cruciatus itu dengan berjungkir balik ke sampingnya. "Deletrius!"

Voldemort kembali memblok serangan yang datang. "Avada Kedavra!"

Seekor elang yang sebelumnya sudah ditransfigurasi oleh James dari sebuah lampu meja terbang ke hadapan James dan hancur terkena kutukan pembunuh.

"Bagus sekali, James. Avada Kedavra!" Sinar hijau meluncur ke arah James dan kali ini seekor anjing yang melompat ke hadapan James dan menerima efek penuh dari kutukan itu.

"Maherius!" James tidak hanya mengirimkan kutukan ke arah Voldemort, tapi juga mengirimkan dua ekor singa berukuran kecil kepada Voldemort.

Ekspresi terkejut terpancar dari wajah Voldemort ketika James melancarkan serangannya. Dengan cepat dia menggambar sebuah sinar biru memanjang di depannya dan sinar itu berubah menjadi tiga buah tombak yang dia gunakan untuk menghentikan tiga serangan dari James.

Ketika ketiga serangan dari James sudah musnah. James tiba-tiba sudah berapparate ke belakang Voldemort dengan tongkat teracung. "Avada Kedavra!"

Voldemort terlihat tidak menghindar dan James yakin bahwa dia akan berhasil membunuh Voldemort. Tetapi, sinar hijau dari tongkat James tidak menghantam tubuh Voldemort melainkan hanya melewati tubuhnya seakan-akan tubuh Voldemort hanyalah sebuah kabut.

"Mantra bayangan!" James mengeluarkan suara panik.

"Tertipu kau, James." Tongkat Voldemort hampir menyentuh punggung James. "Avada Kedavra!"

Tetapi kutukan pembunuh Voldemort juga hanya melewati tubuh James. "Apa?" James juga melakukan mantra yang sama dengan Voldemort.

"Tipuan dibalas dengan tipuan lagi." James kini berdiri di samping Voldemort dengan tongkat mengarah ke kepala Voldemort. "Avada Kedavra!" Tapi kutukan tersebut tidak keluar dari tongkat James.

Voldemort langsung tertawa lepas. "Kau terlalu sembarangan menggunakan kutukan pembunuh, James. Seharusnya kau tahu kalau kutukan pembunuh adalah kutukan yang membutuhkan kekuatan sihir paling besar." Voldemort melanjutkan tawanya. "Dan tampaknya kekuatan sihirmu sudah habis. Inilah akhirnya."

"Tidak juga." Ucap James. "Fyr Pisk!" Sebuah cambuk api keluar dari tongkat James dan berusaha untuk mengikat Voldemort. Tapi belum juga cambuk itu menyentuh Voldemort. Cambuk itu langsung hilang.

James menyerang lagi. "Alei-sublimino, syre pil, paxiramonious, reducto." Empat macam kutukan keluari secara bersamaan dari tongkat James.

Voldemort menyihir sebuah perisai perak dan seluruh kutukan yang datang tertangkis balik, bahkan ada yang berbalik ke arah James sehingga dia harus melompat untuk menghindarinya.

Keletihan mulai menghinggapi James. Tapi dia tidak akan memberi Voldemort kepuasan dengan menunjukkannya.

James mengangkat tongkatnya ke atas dan melakukan gerakan-gerakan rumit dengan tongkatnya sebelum merapalkan. "Molojior!"

Kutukan ini langsung membuat rumah bertingkat dua ini berguncang. Perisai putih Voldemort menerima efek penuh dari kutukan ini dan membuat Voldemort terseret kebelakang. Dia terus terseret sampai punggungnya menyentuh dinding. Perisai perak Voldemort akhirnya tidak tahan dan hancur berkeping-keping. Tapi, Voldemort kelihatannya hampir tidak terpengaruh oleh kutukan yang kuat itu. Hanya bajunya yang menjadi sedikit rusak.

"Hebat. Hebat sekali." Voldemort tersenyum senang. "Itukah kutukan Palu Dewa Thor? Kutukan yang hanya diajarkan pada anggota keluarga Potter?"

James benar-benar sudah kehabisan tenaga. Lutut kaki kirinya kini menyentuh lantai.

"Terima kasih, James. Kau sudah menunjukkan kutukan itu padaku. Tapi kini permainan sudah usai. Avada Kedavra!"

Saking cepatnya Voldemort melancarkan kutukan pembunuh, James tidak bergerak sedikitpun sampai akhirnya sinar hijau tersebut mendarat di dadanya dan dia terbujur kaku dengan mata terbuka.

Voldemort menghampiri tubuh James. "Sungguh sia-sia. Kemampuan seperti itu tersia-siakan untuk melindungi para muggle dan darah lumpur.

Voldemort mengeluarkan sebuah sarung tangan dari sakunya. Sarung tangan itu terbuat dari kulit dan berwarna biru. Dan masih dalam kondisi sempurna. Dia mengacungkan tongkatnya ke arah sarung tangan itu. "horcruxciatumpera."

Sarung tangan itu terselimuti oleh sebuah sinar hitam untuk beberapa detik. Setelah sinar itu hilang, Voldemort agak terhuyung-huyung tapi akhirnya tetap bisa berdiri tegar.

"Wormtail."

Seorang penyihir bertubuh mungil masuk ke dalam ruang tengah yang kondisinya kini hancur lebur. Malah agak mengejutkan rumah ini masih berdiri dari segala kerusakan yang ditimbulkan oleh duel sebelumnya.

"T-tuanku?" Wormtail berjalan sambil membungkuk mendekati majikannya hampir sama seperti peri rumah. Matanya melihat tubuh James yang terbaring dan langsung membuang mukanya dengan jijik.

"Berikan sarung tangan ini pada Lucius. Dia tahu apa yang harus dia lakukan dengan sarung tangan ini. Aku masih harus membunuh si bayi Potter itu."

"A-anda tidak akan menyakiti Lily, kan? Se-sebelumnya anda bilang..."

"Bawa saja sarung tangan itu kepada Lucius, Wormtail!"


Mata Harry langsung terbuka. Dia tidak sadar dirinya sudah berbaring di tanah. Keringatnya mengalir deras dan bekas lukanya tidak memberikan sensasi apapun lagi.

'Apa itu tadi? Mimpi?' Harry bangkit dan duduk di tanah.

"Aaaaaah... apakah mengunjungi makam orangtuamu terlalu berat untukmu sehingga kau pingsan, Potter? Jangan khawatir, kau akan segera bergabung dengan mereka." Suara seperti anak kecil itu berasal tidak jauh dari tempat Harry berada kini. Dia tahu suara siapa itu.

Dengan sigap, Harry berdiri dan mengacungkan tongkatnya kepada ke arah suara itu.

"Bellatrix!" Desis Harry. Dia kini berhadapan dengan empat orang Death Eater yang tongkat mereka juga teracung ke arah Harry.

"Oooooh... aku senang sekali kau mengenaliku dari suaraku saja, Potter." Death Eater yang berdiri di paling kanan dari Harry berbicara.

"Apa yang kau lakukan di sini, Lestrange. Apa kau sudah bosan hidup?"

"Oooh. Potter kecil sekarang sudah bisa bicara besar rupanya. Tapi sayang sekali, bukan aku yang akan meninggalkan dunia ini dengan segera. Tapi kau, Potter."

"Kau juga yang mengirim Dementor?" Tanya Harry walaupun dia sudah tahu jawabannya.

"Pangeran Kegelapan sudah menduga kau akan kemari, Potter. Dan ternyata, kau terjebak lagi sama seperti ketika sepupuku yang terhina itu mati."

"Diam! Jangan bicara seperti itu tentang Sirius!" Amarah Harry naik lagi.

"Ooooh... apa kau masih suka menangis ketika... " Apapun yang akan dikatakan Bellatrix selanjutnya tidak penting karena Harry langsung berteriak. "Paxiramonious!"

Bellatrix hampir tidak sempat mengeluarkan mantra pelindung, dan masih ada sisa dari kutukan yang menembus pelindung Bellatrix dan mengenai tangannya. Hal ini membuat Bellatrix teriak karena sakit yang luar biasa dan tangannya menjadi kaku. Dia terjatuh.

Ketiga Death Eater yang lain langsung menyerang Harry yang diam ditempat. Tapi semua kutukan yang mengarah ke arahnya hanya menembus tubuhnya.

Death Eater yang berdiri di paling kanan tidak sempat terkejut karena Harry sudah menyerangnya dari belakang dengan mantra pembius. Death Eater itu terjatuh sedangkan dua yang lainnya membalikkan badan mereka dan kembali menyerang Harry, kali ini dengan mantra cruciatus.

Harry berguling ke samping untuk menghindari kutukan yang datang. Setelah berdiri, dia mentrasfigurasi sebuah batu besar yang berada di dekatnya menjadi seekor anjing labrador dan menyuruhnya menyerang salah satu Death Eater.

Ketika Death Eater yang diserang anjing itu berusaha menghalau, Harry menyerang Death Eater yang satu lagi dengan kutukan untuk menghancurkan batu. "Deletrius!"

Death Eater itu memang berhasil mengeluarkan mantra pelindung, tapi efek dari serangan Harry membuat Death Eater itu terlempar cukup jauh kebelakang. Ketika dia mencoba bangkit, Harry mengeluarkan sebuah cambuk merah dari tongkatnya dan melilit Death Eater itu yang berteriak kesakitan lalu jatuh pingsan.

Death Eater yang tersisa amat ketakutan melihat nasib rekannya. Dia terpaku di tempat berdirinya dan tidak bereaksi sama sekali ketika Harry menyerangnya. "Maherius!"

Death Eater itu berteriak kesakitan karena kutukan itu menyebabkan sensasi seperti ditusuk oleh pisau. "Stupefy!" Harry membauat pingsan orang itu dengan segera. Dia tidak tahan dengan teriakannya.

Belum sempat Harry memikirkan kenapa dia bisa melakukan ini semua, dia merasakan sebuah serangan datang dari belakangnya. Dia tidak sempat menghindar dan rasa sakit yang ditimbulkan oleh kutukan cruciatus membuatnya teriak.

"Bagus sekali, Potter. Kau bergerak seperti ayahmu dulu." Bellatrix telah berdiri dan melepaskan kutukannya dari Harry. Tangan kirinya masih belum dapat dia gerakan.

"Sekarang ikut denganku. Aku bisa saja menghabisimu sekarang kalau Pangeran Kegelapan tidak ingin membunuhmu dengan tangannya sendiri. Petrificus Total..."

Belum sempat Bellatrix menyelesaikan mantra pengikat, seekor elang menggigit tangan Bellatrix yang memegang tongkat sihirnya sehingga dia menjatuhkannya. Elang ini adalah elang yang ditransfigurasi oleh Harry sebelumnya hampir bersamaan ketika dia mentransfigurasi anjing labrador itu.

Harry bangkit dan ingin segera menyerang Bellatrix. Tapi ternyata Bellatrix sudah lenyap. Harry berteriak marah. "PENGECUT!"

Harry melihat sekelilingnya. Tiga orang Death Eater berbaring di dekatnya. 'Bagaimana aku bisa melakukan semua ini? Aku berhasil melumpuhkan tiga orang Death Eater dan aku juga hampir berhasil mengalahkan Lestrange jahanam itu yang notabene adalah salah satu anak buah Voldemort yang paling kuat.'

Sesuatu yang dikatakan Lestrange teringat oleh Harry. Kau bergerak seperti ayahmu. 'Tunggu dulu. Kutukan dan taktik yang kugunakan tadi sama seperti yang dilakukan oleh ayahku di dalam mimpiku tadi. Apa artinya ini? Aku bahkan belum pernah mendengar tentang kutukan-kutukan itu sebelumnya. Bagaimana aku bisa melakukannya?'

Harry terus mencari-cari hubungan antara kemampuan yang baru saja diperlihatkannya dengan mimpi itu. 'Mimpi. Benarkah itu mimpi? Bagaimana kalau itu sama dengan penglihatan yang kudapatkan kalau Voldemort marah atau senang? Tapi ... yang ini berbeda sekali. Kurasa ini bukan penglihatan dari Voldemort.'

Harry mengingat-ingat lagi mimpi tadi. Ayahnya menyuruh Ibunya untuk kabur membawa Harry. Ayahnya berduel dengan Voldemort. Harry kagum dengan kemampuan duel ayahnya. Satu-satunya yang pernah dia lihat bertarung seperti itu adalah Dumbledore. Kemudian ayahnya jatuh dengan mantra pembunuh. Voldemort mengeluarkan sebuah sarung tangan dan merapalkan... 'Tunggu dulu. Horcruxciatumpera? Apakah dia sedang membuat sebuah horcrux? Untuk membuat horcrux memang diharuskan membunuh seseorang.'

Semangat Harry bangkit. 'Ya. Itu pasti Horcrux. Sarung tangan itu pasti salah satu peninggalan dari salah satu pendiri Hogwarts. Di mimpi itu Vodemort menyuruh Wormtail memberikan sarung tangan itu kepada ...'

Harry langsung tahu apa rencana dia berikutnya. "Aku harus ke Azkaban."


Author's note : Okay, Harry dapat kekuatan James. Semoga ini orisinil.

Hey, give me some feedback.