CHAPTER V:
"Aku harus ke Azkaban."
Sebenarnya dia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya ke Azkaban untuk berbicara dengan Lucius Malfoy. 'Mungkin nanti aku akan bertanya saja pada Mr Croake. Petunjuknya telah membawaku sampai sini.'
Harry melihat pada tiga orang Death Eater yang kini tidak sadarkan diri. Dia menghampiri Death Eater yang pertama kali dia lumpuhkan. Dia membungkuk dan hendak melepaskan topeng Death Eater itu.
"Mari kita lihat wajah di balik topeng ini."
Ketika tangan Harry baru saja menyentuh topeng putih itu, suara dari belakangnya menghentikan dia.
"Jangan bergerak!" Suara itu adalah suara seorang laki-laki. Walaupun suaranya berat, tapi nadanya tampak mengancam.
"Letakkan tongkat anda di tanah dan berdiri perlahan-lahan!"
'Apakah masih ada Death Eater lagi? Tapi dia sepertinya terlalu sopan untuk seorang Death Eater.' Meski bingung, Harry melakukan apa yang diminta oleh orang itu. Entah bagaimana dia tahu kalau dia tidak sedang dalam bahaya.
"Sekarang, berbaliklah! Perlahan-lahan!"
Harry membalikkan badannya, dan dia dapat melihat bahwa tidak hanya ada satu orang yang berada di belakangnya, tetapi lima orang. Semua dengan tongkat teracung ke arahnya.
"Mr Potter?" Salah satu dari penyihir di hadapannya mengenali Harry. Tidak meragukan dia melihat bekas luka berbentuk kilat di dahi Harry.
Harry mengangguk. "Kalian auror?" Harry melihat rombongan penyihir yang berada di depannya memakai seragam resmi auror yang berwarna merah.Walaupun Harry sudah pernah bertemu dengan beberapa orang auror. Tapi dia tidak mengenali satu pun dari mereka.
"Benar." Satu-satunya wanita dari rombongan itu berkata. Wanita itu menurunkan tongkatnya dan segera diikuti oleh yang lain. Semua menurunkan tongkatnya kecuali penyihir pria yang berdiri yang paling depan. Dia tampaknya yang tadi berbicara.
"Apakah anda benar-benar Harry Potter? Apa yang anda lakukan di sini?" Pria itu masih belum menurunkan tongkatnya.
"Menurutmu apa yang sedang kulakukan? Mengunjungi makam orangtuaku tentu saja, sebelum diganggu Death Eater." Kalimat terakhir dia katakan dengan bisikan.
"Apakah mereka bertiga dilumpuhkan oleh anda?" Auror yang masih mengacungkan tongkatnya bertanya sambil melirik tubuh death eater yang tergeletak di dekat kaki Harry.
Harry mengangguk. "Tapi, satu orang lolos. Bellatrix Lestrange. Dan sebelumnya juga ada beberapa Dementor yang telah kuusir."
"Berapa jumlah Dementornya?"
"Tiga."
Auror yang bertanya pada Harry tersebut tampak berpikir keras sebelum berkata, "baiklah, anda harus ikut kami ke markas untuk dimintai keterangan."
Harry tidak setuju. "Keterangan apa lagi? Aku tidak punya waktu banyak. Tanya saja apa yang mau kau tanyakan sekarang."
"Anda harus ikut kami ke markas. Kami harus mengkonfirmasi bahwa anda adalah anda."
"Oh, ayolah Perkins. Dia jelas sekali Harry Potter." Penyihir wanita tersebut berkata kepada auror yang ingin membawa Harry.
"Bisa saja dia Death Eater yang memakai Polyjuice. Kita harus memastikannya."
"Bagaimana kau akan memastikan identitasku?"
"Kami akan mengawasimu selama satu jam. Kalau dalam satu jam anda tidak berubah wujud, berarti memang anda tidak memakai Polyjuice."
"Apa tidak ada cara lain yang lebih cepat?" Tanya Harry putus asa.
"Kita bisa memeriksa tongkat anda dan mencocokannya dengan data yang kami miliki." Seorang auror yang berkulit hitam berkata.
Harry berpikir sebentar. "Baiklah. Ayo kalau begitu. Aku sedang terburu-buru."
Perkins menurunkan tongkatnya dan memberikan instruksi kepada auror yang lain. "O'Brien, Gibbons. Kalian bawa Mr Potter untuk ditanyai. Setelah sampai, kirim beberapa healer untuk menangani para penjaga di depan. Kami akan menangani para Death Eater ini."
Dua orang auror mendekati Harry. Salah satunya adalah auror wanita yang tadi. "Maafkan Perkins ya. Dia memang agak-agak paranoid. Tidak heran mengingat mentornya yang dahulu adalah Mad-eye Moody. Namaku O'Brien, Mellina O'Brien. Senang bertemu denganmu, Mr Potter."
Mereka berdua berjabat tangan. "Tidak apa-apa. Kita memang harus selalu waspada pada masa perang ini. Dan panggil saja aku Harry."
"Baiklah, Harry. Pegang lencana ini. Ini akan membawa kita langsung ke markas auror." Mereka bertiga memegang lencana itu dan O'Brien mengatakan. "Aktifkan."
Harry lenyap dari Godric's Hollow dengan sebuah tarikan dari belakang pusarnya.
Harry tiba dengan mendarat dengan kedua kakinya. 'Huh. Ini yang pertama.' Mereka kini berada di ruangan dengan puluhan ruangan kerja kubik yang cukup ramai oleh suara-suara orang berbicara dan tertawa. Memo-memo kecil beterbangan di antara tiap ruangan kubik tersebut.
"Ke sini, Harry. Gibbons, kau beritahu tim healer kita." Gibbons meninggalkan mereka berdua. Dan kini Harry mengikuti auror wanita ini yang membawa dia ke salah satu ruangan kubik yang terletak di tengah-tengah ruangan.
"Silakan duduk." Ruangan kerja O'Brien cukup rapih untuk seorang auror. Mungkin karena dia seorang wanita. Foto-foto para kriminal terpampang di dinding ruangan. Di antaranya, Harry melihat foto Severus Snape yang berusaha sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya dengan menaikkan kerah bajunya. Tapi sebuah tangan berusaha keras menurunkan tangan Snape supaya wajahnya terlihat. Tangan Harry terkepal marah melihat foto pembunuh mentor kesayangannya itu.
"Nah, pertama-tama. Aku akan memeriksa dulu tongkat anda." O'Brien menulis sesuatu di selembar memo dan memo itu terbang keluar ruangan setelah O'Brien melepaskannya.
"Kemana memo itu perginya?" Tanya Harry terkesan.
"Aku mengirimkannya ke bagian 'catatan dan informasi'. Aku membutuhkan informasi tentang tongkat anda."
Harry kemudian menyerahkan tongkatnya kepada O'Brien dan wanita itu meletakkan tongkat Harry di sebuah alat yang sama dengan yang digunakan petugas keamanan di pintu masuk Kementrian.
"Dua puluh tujuh setengah senti, inti bulu Phoenix. Baiklah, kini tinggal menunggu memo itu kembali." Ucap O'Brien setelah memeriksa tongkat Harry dan menyerahkannya kembali.
"Lebih baik kita mulai saja Q&A-nya." O'Brien mengambil sebuah perkamen dengan tanda auror.
"Yang pertama, kenapa anda ada di Godric's Hollow?"
"Aku ingin mengunjungi makam orangtuaku."
"Apa anda tahu bahwa Godric's Hollow adalah tempat terlarang?"
"Tidak sampai pagi tadi."
"Darimana anda tahu caranya untuk ke Godric's Hollow yang asli?"
"Seseorang dari Kementrian memberitahuku."
"Siapa orang tersebut?"
Harry ragu-ragu sebelum menjawab. "Apa orang tersebut akan mendapatkan kesulitan karena telah memberitahuku?"
O'Brien berpikir sejenak. "Sebenarnya iya. Tapi, kasus kali ini berbeda karena dia memberitahu anda yang sebenarnya punya hak untuk mengetahui tempat tersebut. Jadi, aku rasa tidak. Dia tidak akan mendapatkan masalah."
"Kalau begitu tidak ada gunanya juga kalau kuberitahu bukan?" Harry tersenyum.
O'Brien juga tersenyum. "Tapi aku harus tetap mengetahuinya. Prosedur."
"Kalau begitu tuliskan saja nama Professor Dumbledore. Dia sudah meninggal. Jadi, Kementrian tidak bisa berbuat apa-apa juga."
"Sangat Slytherin sekali kau. Kudengar asramamu adalah Gryffindor."
"Terima kasih. Topi seleksi bilang aku bisa hebat di Slytherin." Dia bahkan tidak memberitahukan ini pada kedua sahabatnya.
Kemudian sebuah memo masuk ke dalam ruangan tersebut. Memo tersebut mendarat di meja kerja O'Brien dan dia membacanya.
"Hmm. Tampaknya tongkat anda sesuai dengan apa yang ada di catatan kami. Kurasa anda memang Mr.Potter."
"Kalau begitu, aku boleh pergi sekarang?" Tanya Harry senang.
"Oh, tidak. Ada beberapa pertanyaan lagi yang harus anda jawab. Seperti apa yang terjadi ketika..."
O'Brien tidak sempat menyelesaikan pertanyaannya karena suaranya tenggelam oleh suara laki-laki yang bergema ke seluruh markas auror.
"PERHATIAN. INI AUROR DAWLISH. SEMUA AUROR TINGKAT III DAN DI ATASNYA HARUS SEGERA MENUJU AZKABAN. DEATH EATER SEDANG MENYERANG TEMPAT TERSEBUT DENGAN PASUKAN YANG DIPERKIRAKAN BERJUMLAH LEBIH DARI LIMA PULUH ORANG. ADA KEMUNGKINAN JUGA MEREKA MENDAPAT BANTUAN BEBERAPA RAKSASA."
Setelah pengumuman itu selesai, dengan segera Harry mendengar bunyi gemuruh dari sekelilingnya. Suara tawa yang tadi terdengar berubah menjadi suara orang-orang yang berbicara cepat dengan nada panik.
"Oh. Aku harus pergi." O'Brien membereskan beberapa perkamen di mejanya dengan terburu-buru dan berdiri.
"Harry. Kau boleh pergi!" Hanya dengan kata-kata itu, O'Brien langsung keluar dari ruang kerjanya yang kecil itu.
"Voldemort menyerang Azkaban?" Harry berkata pada dirinya sendiri. Kemudian dia menyadari sesuatu dan tersenyum kecil. 'Kebetulan sekali.'
Harry bangkit dari tempat duduknya dan langsung keluar dari ruang kerja milik auror O'Brien.
Ketika sudah keluar, yang dapat dia lihat adalah para auror yang tergesa-gesa menuju ke arah di mana Harry tadi pertama kali datang. Dia dapat mendengar sekilas gumaman-gumaman mereka seperti "Setengah dari auror sedang libur akhir pekan...kita kurang orang..."
Harry hendak menegur salah satu di antara mereka ketika terdengar suara orang yang jatuh dari belakangnya.
"Aduh! Kenapa ini harus terjadi pada saat genting!" Harry mengenal suara itu. Dia mengulurkan tangannya untuk membantu auror yang ceroboh itu.
Auror itu menerima tangan Harry dan berdiri. "Terima kasih. Aku tidak tahu kenapa aku masih saja suka..." Dia berhenti berbicara ketika melihat orang yang telah membantunya.
"Harry?" Tonks membelalakan matanya. Dia sangat terkejut melihat Harry seakan-akan dia baru saja bertemu dengan Voldemort.
"Wotcher, Tonks." Harry tersenyum.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kudengar kau kabur dari Grimmau..."
Harry langsung menutup mulut Tonks dengan tangannya. Hampir saja Tonks menyebut markas order.
"Yang benar saja, Tonks. Bukan gerakanmu saja yang ceroboh. Tapi mulutmu juga ceroboh. Aku tak tahu bagaimana kau bisa menjadi seorang auror." Harry berkata dengan sedikit nada humor.
Tonks yang berada di hadapannya kini sangat berbeda dengan terakhir kali dia melihatnya. Tonks yang sekarang tampak telah menemukan 'warnanya' kembali.
"Auror Tonks. Apa yang kau lakukan? Cepat, kita harus segera ke sana!" Seseorang berteriak kepada Tonks dari ujung ruangan.
Tonks tampak bingung. Tapi dia mengambil sikap tegas layaknya seorang auror. "Harry. Kau tetap di sini sampai aku kembali! Molly sangat mengkhawatirkanmu."
Tonks melangkahkan kakinya tapi Harry menahannya dengan memegang bahunya. "Tunggu Tonks. Biarkan aku ikut."
"Apa kau gila? Ini sangat berbahaya. Kau juga bukan auror."
"Kumohon, Tonks. Kudengar kalian kekurangan orang. Aku bisa membantu. Lagipula aku harus berbicara dengan salah satu tahanan. Bagaimana kalau dia sampai kabur?"
Tonks menyipitkan matanya. "Siapa?"
"Lucius Malfoy." Jawab Harry singkat.
"Ada perlu apa dengan aristokrat sombong itu?"
"Tak ada waktu untuk menjelaskannya. Yang pasti dia sangat penting bagiku dalam menyelesaikan misiku. Misi yang merupakan keinginan terakhir dari Professor Dumbledore."
Mendengar nama Dumbledore membuat Tonks sedikit luluh. Tapi dia masih bersikeras menolak Harry ikut serta. "Tidak bisa Harry. Kau belum lulus sekolah."
"Apa memang sekolah Hogwarts bakal terus dilanjutkan?" Harry berargumen.
"Tapi..."
"Ayolah, Tonks. Tidak sampai satu jam yang lalu aku berhasil mengalahkan tiga orang Death Eater dan hampir berhasil mengalahkan Bellatrix. Aku merasa yakin dengan kemampuanku."
Tonks terkejut lagi mendengar Harry. Dia masih tetap keberatan Harry untuk turut serta. Tapi diri auror dalam dirinya mengatakan bahwa mereka membutuhkan bantuan sebanyak mungkin. Dan dari cerita yang sering dia dengar, dia tahu Harry punya keahlian khusus dalam menangani penyihir-penyihir gelap. Tapinya dia agak tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar dari Harry tentang bagaimana dia berhasil mengalahkan tiga orang Death Eater. Tidak mungkin Harry sejago itu.
Harry melihat tanda ketidakpercayaan dari wajah Tonks. "Kau tidak percaya ucapanku barusan? Tanya saja pada auror O'Brien, atau auror Gibbons."
Tonks mengangka alisnya. Dia ingin melontarkan argumen lagi, tapi dia kembali ditegur oleh rekan aurornya untuk segera bergegas. Dia akhirnya mengambil keputusan.
"Baiklah, Harry." Tonks mengeluarkan tongkatnya dan menggunakan mantra pemanggil. Dengan segera sebuah jubah berwarna merah gelap terbang mendekat dan ditangkap oleh Tonks.
"Pakai jubah ini. Bila ada yang tanya, bilang saja kau rekrutan baru dari divisi Scotland." Tonks menyerahkan seragam auror itu kepada Harry yang langsung memakainya. Tonks mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Pakai juga bandana ini untuk menutupi parut di dahimu itu."
Harry memasang bandana tersebut dan mereka berdua mulai bergerak.
"Aku bisa kehilangan pekerjaanku kalau begini." Gumam Tonks.
Harry dan Tonks setengah berlari menuju tempat dimana Harry tadi tiba. Di sana sudah menanti seorang auror laki-laki yang tampaknya sepantaran dengan Tonks.
"Apa-apaan kau! Kenapa lama sekali! Dan siapa dia?" Auror itu menunjuk Harry.
"Dia rekrutan baru dari divisi Scotland. Namanya Har...rold. Harold. Harold, ini auror Willcox. Partnerku." Tonks memperkenalkan Harry dengan nama bohongan.
Willcox memandang curiga pada Harry. Tapi tampaknya yang ada di pikirannya saat ini adalah secepat mungkin menuju Azkaban. Mereka bertiga sepertinya adalah rombongan yang terakhir.
Willcox menjulurkan sebuah Portkey yang berbentuk sebuah buku kepada Harry dan Tonks. Dengan segera mereka bertiga telah berdiri di depan sebuah gerbang tinggi yang tampak terbuka dengan paksa dan hampir terlepas.
"Oh, tidak. Mereka telah berhasil masuk."
