CHAPTER VII: FIGHT FOR AZKABAN PART II
"Draco."
Death Eater yang berada di hadapan Harry ini ternyata tidak lain adalah Draco Malfoy. Orang yang sudah bermusuhan dengan Harry semenjak mereka berdua baru memulai bersekolah di Hogwarts.
"Apa yang kau lakukan di sini, Potter? Dan memakai seragam auror?" Malfoy muda mengatakan ini dengan nada penuh kebencian yang hanya bisa disaingi oleh kebencian Voldemort pada Dumbledore.
"Bukan urusanmu apa yang kulakukan di sini. Justru kau yang tidak harus ada di sini. Membebaskan papimu yang tersayang rupanya."
"Crucio." Draco menyerang.
Harry hanya menggeser badannya sedikit untuk menghindari kutukan cruciatus yang datang. Harry yang sekarang sama sekali bukan tandingan si musang.
Harry menyeringai. "Ini kedua kalinya kau menggunakan kutukan tak termaafkan padaku, Malfoy. Dan hasilnya ternyata sama saja. Sebaiknya kau menurunkan tongkatmu sebelum hal yang sama terjadi seperti sebelumnya."
Tapi Draco malah tambah marah. "Crucio...crucio..."
Harry seperti berdansa menghindari kutukan dari Malfoy. Sesekali dia mengirimkan mantra pembius pada Malfoy yang membloknya dengan mudah. Entah kenapa insting Harry memutuskan untuk tidak segera melumpuhkan Malfoy.
"Sudah hentikan kalian berdua." Suara Malfoy senior terdengar dan mereka berdua berhenti saling menyerang.
Lucius Malfoy melihat kepada Harry. "Potter, apa yang kau lakukan di sini?"
Harry menimbang-nimbang dulu jawabannya sebelum menjawab. "Suruh dulu anakmu keluar dari sini."
"Tidak bisa, Potter. Kau pikir dirimu siapa? Kau kalah jumlah, kaulah yang harus keluar." Ucap Draco.
Harry mendengus. "Aku kalah jumlah? Aku kalah jumlah dengan Death Eater junior dan ayahnya yang tidak memiliki tongkat? Kau salah besar Malfoy."
Draco bahkan tidak melihat Harry menggerakkan tongkatnya sebelum dia terkena kilatan cahaya merah dan terjatuh ke lantai tak sadarkan diri. Topengnya pun terlepas dan memperlihatkan wajah pucat Draco Malfoy.
"Apa yang kau lakukan, Potter?" Lucius menghampiri anaknya yang terkapar di lantai sel.
"Tenang. Aku hanya menggunakan mantra pembius. Kini kita bebas untuk berbicara."
"Apa sebenarnya yang mau kau bicarakan?" Ucap Lucius Malfoy masih berlutut untuk memeriksa keadaan anak satu-satunya.
"Pada malam ketika orangtuaku meninggal. Voldemort menyuruh Wormtail untuk memberikan suatu benda padamu. Aku ingin tahu di mana benda itu berada kini." Malfoy berjengit mendengar nama Voldemort. Tapi ekspresi wajahnya lebih menandakan kebingungan bagaimana Harry bisa tahu itu semua.
"Maksudmu buku harian Tom Riddle?"
Sepertinya Malfoy hendak menguji sejauh mana Harry tahu. "Buku harian itu sudah hancur, Malfoy. Aku tidak butuh mengetahui tentang buku itu lagi. Yang aku bicarakan adalah benda yang lebih menyerupai sarung tangan."
Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat.
"Kita asumsikan saja aku tahu tentang apa yang kau bicarakan. Apa untungnya bagiku?" Malfoy bertanya sambil mengangkat tubuhnya berdiri.
"Maksudmu?"
"Aku seorang Slytherin, Potter. Kami tidak pernah melakukan sesuatu kecuali sesuatu itu ada keuntungannya bagi kami." Ucap Malfoy dengan licin.
"Apa yang kau inginkan?" Harry merasa jijik harus bernegosiasi dengan orang sejahat Lucius Malfoy.
"Tidak banyak. Aku hanya menginginkan satu hal. Keluar dari penjara ini."
"Itu tidak mungkin terjadi." Harry menjawab secepat mungkin.
"Kalau begitu aku tidak akan memberitahu apa-apa padamu. Tidak ada yang bisa kau tawarkan padaku selain kebebasan dari penjara ini untuk membantu seorang Gryffindor."
"Bagaimana kalau aku menawarkan untuk tidak membunuh anakmu?" Tawar Harry dengan dingin.
Lucius tertawa kasar. "Ancaman kosong. Aku sangat meragukan kau mampu membunuh seseorang."
"Kau tidak tahu sejauh mana kemampuanku, Malfoy." Tapi nada bicara Harry kurang meyakinkan.
"Aku tidak ragu kau cukup kuat untuk membunuh. Tapi, mentalmu bukanlah mental seorang pembunuh. Aku bisa lihat dari matamu. Aku bisa tahu orang yang siap untuk membunuh hanya dari matanya. Dan matamu tidak menunjukkan itu. Setidaknya belum."
Harry tahu Malfoy benar. Tidak mungkin Harry membunuh, walaupun orang tersebut adalah Draco Malfoy. Salah satu orang yang paling Harry benci, dan juga orang sama yang mencoba membunuh Dumbledore sepanjang tahun lalu yang mengakibatkan hampir tewasnya Ron dan Katie Bell. Tapi Harry tahu Draco melakukan semua itu karena ancaman dari Voldemort untuk membunuh keluarganya.
"Aku tetap tidak bisa membiarkanmu kembali pada Voldemort."
Lucius tertawa lagi. Kali ini agak dipaksakan. "Percayalah padaku, Potter. Lebih baik aku tetap membusuk di tempat ini daripada kembali kepada Pangeran Kegelapan."
Harry mengerutkan dahinya. "Kau tidak akan kembali pada Voldemort? Bagaimana aku bisa tahu kau benar-benar tidak akan kembali padanya?"
Lucius menyeringai. "Kau tidak bisa tahu, Potter."
"Bagaimana dengan anakmu? Dia datang untuk membawamu kembali padanya." Mata Harry melirik ke arah terbaringnya Draco.
Lucius mengibaskan tangannya. "Anakku bodoh. Dia barusan mengatakan padaku bahwa Pangeran Kegelapan akan menyambutku kembali dengan tangan terbuka. Tapi aku lebih tahu tentang tuanku daripada siapapun. Dia akan menyiksaku dan membunuhku di hadapan Death Eater lainnya untuk dijadikan contoh bagi mereka apabila mereka gagal melaksanakan tugas mereka."
Harry tahu dia harus membuat keputusan dengan cepat. Apakah dia akan mengambil resiko membebaskan Lucius Malfoy dari penjara? Walaupun memang benar dia tidak akan kembali kepada Voldemort, tetap saja Harry akan membahayakan dunia sihir dengan melepaskan salah satu penyihir hitam paling kejam. Dan apabila Kementrian tahu tentang andil Harry membebaskan Lucius, dia pastinya juga akan menjadi buronan Kementrian.
"Cepat putuskan. Sebelum Death Eater yang lainnya datang atau auror yang datang. Tergantung siapa yang memenangkan pertempuran. Aku tidak terlalu peduli."
Harry telah mencapai keputusan. Dia menghampiri tubuh Draco Malfoy dan menyadarkannya setelah mengambil tongkatnya terlebih dahulu.
"Enervate." Ketika sadar, Draco langsung mencari-cari tongkatnya. Kemudian dia melihat tongkatnya berada di genggaman Harry yang mengacungkan tongkatnya kepada dirinya. Hal ini membuat dia menggeram marah.
"Dengar Draco. Potter dan aku telah mencapai kesepakatan." Dengan menyadarkan Draco, Lucius tahu apa keputusan Harry.
"Kesepakatan? Seorang Malfoy tidak bersepakat dengan seorang Potter! Kau sendiri yang mengatakan itu padaku, ayah." Draco memandang ayahnya seolah-olah ayahnya itu gila.
"Benar. Tapi kita juga seorang Slytherin. Aku juga selalu mengatakan padamu kalau seorang Slytherin harus mengambil semua kesempatan yang bisa menguntungkan kita. Dan itulah yang kulakukan."
"Keuntungan apa yang bisa kita dapatkan dari Potter?"
"Kalian berdua akan membantuku kabur dari tempat ini dan kita bersama-sama dengan ibumu akan 'menghilang' dari dunia ini." Ucap Lucius kepada anaknya.
"Menghilang? Menghilang? Untuk apa kita menghilang? Kejayaan Pangeran Kegelapan sudah di depan mata." Teriak Draco.
"Itu benar. Tapi kita tidak akan ikut menikmatinya. Begitu aku kembali ke markas, Pangeran Kegelapan akan segera membunuhku. Dia juga akan membunuhmu. Dan percayalah padaku kau tidak ingin tahu apa yang akan dilakukan Pangeran Kegelapan pada ibumu."
Mendengar tentang ibunya mampu membuat Draco menutup mulutnya. Dia hanya menggeratakkan giginya.
"Jadi apa yang harus kita lakukan?" Tanya Draco dengan berat.
Lucius tersenyum. "Seperti yang kukatakan tadi. Kalian berdua akan mengawalku pergi dari sini. Kalian harus bisa bekerja sama kali ini."
Draco melihat ke arah Harry dengan pandangan jijik seakan-akan dia baru saja menelan pil pahit. Dia bertanya pada ayahnya lagi. "Apa yang membuatmu yakin dia akan membunuh kita sekeluarga?"
Tapi yang menjawab pertanyaan ini adalah Harry. "Malfoy, Malfoy. Kau sangat naif. Kau kira Voldemort akan membiarkan kalian hidup setelah kegagalan kalian? Aku tahu tabiat Voldemort lebih dari siapapun. Percayalah padaku kalau kalian akan segera dilenyapkan begitu kalian kembali."
"Ayahku mungkin pernah gagal. Tapi aku tidak." Umpat Draco.
"Maksudmu Voldemort tidak marah ketika mengetahui bahwa Snape-lah yang akhirnya harus membunuh Dumbledore?" Tantang Harry.
Draco berjengit. Dan dari ekspresinya, Harry tahu dia sudah mengatakan hal yang tepat.
"Sudah. Tidak ada lagi waktu untuk berdebat. Draco, kau harus menurutiku. Kalau tidak, kau tidak akan merasakan lagi cipratan emas keluarga Malfoy. Bayangkan apa yang akan dilakukan Pangeran Kegelapan padamu kalau kau kembali kepadanya tanpa akses pada kekayaan Malfoy." Lucius sudah bersiap-siap untuk pergi.
Draco masih berdebat. "Kalau begitu dia tidak akan membunuh kita dong. Dia akan kehilangan dukungan finansial keluarga Malfoy kalau membunuh kita."
"Dia akan menyuruh kita memberikan seluruh kekayaan keluarga kita terlebih dahulu untuk ditukar dengan nyawa kita. Tapi dia akan tetap membunuh kita setelah mendapatkan emas kita." Ucap Lucius dengan tak sabar. "Dewasalah sedikit, Draco. Potter, bagaimana keadaan di luar. Siapa yang unggul?"
"Para auror sedikit lebih unggul." Ucap Harry.
"Tidak. Gelombang kedua Death Eater belum masuk. Masih ada dua puluh orang Death Eater lagi yang sedang menunggu giliran mereka." Ucap Draco Malfoy.
"Tapi anggota Order of Phoenix juga belum datang." Harry berkata. "Dengan kemampuan anggota-anggota order, aku yakin Death Eater akan mundur."
"Memangnya ada berapa anggota order yang akan datang?" Tanya Draco tanpa melihat kepada Harry. Dia tampaknya tersinggung pihak Death Eater akan kalah.
Harry mengingat-ingat lagi jumlah anggota order yang sering dia lihat di Grimmauld Place. "Mungkin sekitar dua puluh atau tiga puluh orang yang akan datang. Dan di antara mereka ada Mad-Eye Moody dan Remus Lupin. Sedangkan di pihak Death Eater kekurangan anggota-anggota inti mereka. Bellatrix juga tidak ada di antara mereka."
"Bagaimana kau tahu bisa tahu tante Bella tidak datang?" Draco memandang Harry dengan curiga.
Harry tersenyum bangga. "Kau kira siapa yang melukainya pagi ini?"
"Baiklah, ini rencana kita. Potter, kudengar kau mempunyai jubah gaib." Tanya Lucius. Harry mengangguk. "Kau membawanya?" Harry mengangguk lagi. Dia masih belum melupakan nasihat Dumbledore untuk selalu membawa jubah gaib kemanapun dia pergi.
"Aku akan memakai jubah tersebut dan kalian akan membuka jalan bagiku."
"Kenapa kau tidak ikut bertarung?" Tanya Harry.
Lucius Malfoy mengangkat tangan kirinya. Pertama-tama Harry tidak apa yang harus dilihatnya, tapi setelah lebih seksama,dia melihatnya. Di pergelangan tangannya, terdapat semacam gelang berwarna perak yang berukuran cukup besar. Dari hanya melihatnya saja, Harry tahu kalau gelang itu lebih dari sekedar aksesoris.
"Apa itu?"
"Ini Potter, adalah penemuan terbaru Kementrian yang dinamakan 'magical suppresor', atau penahan sihir. Aku sama tidak bergunanya seperti muggle sekarang."
"Bagaimana melepaskannya?" Tanya Draco.
"Jangan khawatir. Seorang ahli Rune seperti ibumu pasti dapat melepaskan gelang ini. Sekarang, berikan jubahmu Potter." Lucius menjulurkan tangannya.
Dengan berat hati Harry menyerahkan peninggalan satu-satunya dari ayahnya kepada seorang Death Eater terkenal. Setelah dapat, Lucius dengan segera memakaikannya dan dia sekarang kasat mata.
"Ayo kita keluar. Draco, kau harus menyamar menjadi seorang auror seperti Potter."
"Apa! Kenapa aku harus melakukan itu?" Draco kaget seakan-akan dia baru saja disuruh untuk memakai baju ballet dan berdansa di aula besar Hogwarts dengan Crabbe sebagai pasangannya.
"Kalian harus menyamar menjadi pihak yang sedang unggul. Itu akan memudahkan kita keluar dari sini. Kalau Death Eater yang unggul, maka Poter juga harus memakai baju Death Eater."
Harry juga jijik apabila membayangkan dia harus menyamar menjadi salah satu pelayan Voldemort.
"Kau bisa mengambil jubah auror dari dua auror yang kau lumpuhkan di pintu masuk lantai ini." Ucap Harry kepada Draco sambil mengembalikan tongkatnya.
Draco Malfoy keluar dari dari sel paling duluan sambil menggerutu. "Tidak hanya harus bekerjasama dengan Potter. Aku juga harus memakai jubah auror? Apa yang akan dikatakan murid Slytherin yang lain kalau mereka mendengar ini?"
"Hei, aku juga tidak berteriak kegirangan dengan hal ini. Ingat, kau hampir saja membunuh Ron." Ucap Harry tajam.
Beberapa saat kemudian mereka bertiga sudah berdiri di hadapan auror yang tadi menunjukkan Harry ke arah sel Lucius Malfoy.
"Lepaskan jubahnya Draco dan pakailah." Perintah Lucius pada anaknya.
Draco melepaskan jubah si auror dan dia membuka jubah Death Eaternya. Dia memakaikan jubah auror ke tubuhnya dengan penuh keraguan dan perasaan jijik seakan-akan dia harus memakai jubah yang terbuat dari kulit manusia.
"Apa tidak sebaiknya kau menutup wajahmu? Kau juga buronan Kementrian, Malfoy." Saran Harry.
"Jangan khawatir. Dengan segala kekacauan yang terjadi, mereka tidak akan begitu memperhatikan wajah seseorang kecuali pakaian yang dipakai." Terang Lucius Mallfoy.
"Baiklah. Ayo kita turun." Ucap Harry setelah Draco memakai jubahnya.
Mereka turun ke lantai tiga. Di lantai ini ternyata keadaanya tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Walaupun jumlah tubuh yang berserakan di lantai bertambah banyak, jumlah orang yang bertarung juga tampaknya tidak berkurang. Dan keadaan tampak seimbang sekarang antara auror dan Death Eater.
"Dengar. Tidak boleh ada yang saling meninggalkan. Apabila salah satu di antara kalian ada yang kesulitan, yang lain harus membantu. Mengerti? Jangan terlalu terlibat dalam pertarungan. Tujuan kita adalah keluar dari sini." Ucap Lucius Malfoy dari balik jubah gaib.
Harry dan Draco langsung berlari menembus kerumunan penyihir-penyihir yang sedang bertarung. Mereka sebisa mungkin mencari jalan yang paling kosong untuk dilewati.
"Stupefy." Harry membius seorang Death Eater dari belakang yang sedang sibuk bertarung dengan seorang auror. Dari sebelahnya Harry melihat Draco juga mengeluarkan mantra pembius. Tapi dari arahnya, Harry melihat yang akan terkena mantra tersebut adalah seorang auror. Dengan segera Harry mengeluarkan mantra yang sama pada mantranya Draco dan membuat mantra tersebut berbelok arah dan mengenai seorang Death Eater.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menyerang auror itu?" Tanya Harry dengan mendesis.
"Maaf, itu hanya refleks. Aku sudah terbiasa menyerang auror. Kebiasaan itu tidak bisa segera hilang." Ucap Draco dengan tenang.
"Sekali lagi kau lakukan itu, aku akan melukaimu. Tidak peduli perjanjian dengan ayahmu." Geram Harry.
Lambat tapi pasti, Harry dan kedua Malfoy semakin mendekati tangga turun. Posisi auror yang sedikit lebih unggul memudahkan mereka bertiga.
Mereka menuruni tangga dengan segera. Dan ketika mencapai lantai dua, kutukan penghalang yang sebelumnya berada di dekat tangga, kini telah menghilang.
Keadaan di lantai dua sangatlah tenang. Sama sekali tidak ada orang bertarung. Yang ada hanyalah kumpulan para auror yang sedang berusaha membantu rekan-rekannya yang tergeletak di lantai, dan sebagian lagi berkumpul seakan-akan sedang diberikan briefing.
Harry, Draco, dan Lucius bergerak dan mau tidak mau mendekati mereka yang sedang dibriefing.
"Dengar. Sebagian dari kalian turun dan membantu orang-orangnya Dumbledore yang sedang bertarung dengan bala bantuan Death Eater. Sebagian lagi naik ke atas, masih banyak Death Eater yang harus dibereskan." Auror Dawlish yang memberikan perintah.
'Orang-orang Dumbledore? Anggota Order sudah datang?' Di satu sisi Harry merasa tenang anggota Order of Phoenix sudah datang. Tapi di sisi lain dia khawatir. Datangnya Order berarti datangnya Mad-Eye Moody. Dia bisa melihat Lucius Malfoy yang sedang berada di balik jubah gaib.
Para auror terbagi dua. Harry bergabung dengan mereka yang turun ke lantai satu. Harry berkata pelan kepada Draco dan ayahnya. "Dengar, sebisa mungkin kita harus menghindari Moody. Matanya bisa melihat ke balik jubah gaib."
Draco mengangguk dan mengikuti Harry menuruni tangga.
Ketika mereka sampai di bawah, keadaan lebih kacau daripada yang pernah mereka lihat sebelumnya di penjara ini. Sinar-sinar berkeliaran kesana kemari tak tentu arah. Jumlah penyihir yang ada di lantai ini juga tidak terhitung jumlahnya.
Harry bisa melihat beberapa anggota order yang dia kenal berada di tengah-tengah pertarungan. Di antaranya yang dia lihat adalah Lupin, Mr Weasley, dan Hestia Jones. Mereka semua berpakaian biasa dan mereka mengikatkan tali merah di lengan mereka sebagai tanda pengenal. Harry sedikit lega karena dia tidak melihat Moody.
Kali ini mereka bertiga lebih sulit untuk melewati medan pertempuran. Harry dengan cepat melumpuhkan beberapa orang Death Eater yang sedang bertarung dengan beberapa anggota order yang tidak dia kenal. Draco juga sedikit membantu dengan enggan.
Pergerakan mereka amatlah lamban untuk mencapai pintu utama. Karena sedikit saja mereka maju, selalu ada beberapa orang yang sedang bertarung menghalangi jalan mereka. Sampai saat ini tidak ada Death Eater yang menantang Harry dan Draco secara langsung. Mereka berdua hanya membantu dengan melumpuhkan Death Eater yang sedang bertarung dengan auror atau anggota order.
Sebuah tubuh melayang melewati Harry dan menabrak tembok dengan keras. Harry yakin dia mendengar bunyi tulang patah dari tubuh tersebut ketika mengenai tembok.
Harry melihat ke arah dari datangnya tubuh Death Eater tersebut dan melihat Hagrid sedang melawan dua orang Death Eater dengan ganas. Kutukan-kutukan dari Death Eater tampak tidak punya pengaruh pada kulit tebal Hagrid yang langsung memukul satu orang sampai jatuh dengan tangan kirinya dan dengan tangan kanannya mengangkat satu orang lagi lalu melemparkannya ke tempat yang sama dengan orang sebelumnya.
Harry menyadari seorang Death Eater yang berada didekatnya hendak mengeluarkan mantra pembunuh kepada Hagrid.
"Avada..." Harry langsung menyerang orang tersebut dengan mantra pengikat.
Perbuatan Harry ini membuat dua orang Death Eater menyiraminya dengan kutukan-kutukan. Harry hanya bisa memblok kutukan yang datang tanpa bisa membalasnya. Sementara itu, Draco Malfoy yang berdiri cukup dekat tidak membantu sama sekali.
"Apa yang kau lakukan? Cepat bantu Potter!" Harry samar-samar mendengar suara Lucius Malfoy.
Dengan ragu-ragu Malfoy membius salah satu dari Death Eater yang menyerang Harry. Death Eater yang satu lagi perhatiannya teralihkan dan dengan mudah dikalahkan oleh Harry.
"Terima kasih banyak atas bantuannya, Malfoy!" Umpat Harry dengan kesal. Tangannya memegang bahunya yang berdarah hasil dari duel sebelumnya.
"Cepat! Jalan sudah agak terbuka." Ucap Lucius.
Mereka bertiga bergerak agak cepat. Tetapi baru beberapa langkah, terdengar ledakan kecil di depan mereka. Ledakan itu menimbulkan sebuah asap dan Harry melihat lima orang Death Eater tertempel ke lantai oleh sebuah cairan berwarna hitam yang menggenang di lantai tepat setelah ledakan tersebut.
"Yesss. Selamat tuan-tuan Death Eater. Anda berhasil menjadi korban pertama bom perekat instan kami."
'Fred dan George.' Hati girang melihat mereka. Dengan berat hati dia mencoba untuk tidak dilihat mereka. Harry dan kedua Malfoy terpaksa mengambil jalan memutar untuk menghindari genangan perekat dari Fred dan George.
"Ahhhhh." Harry melihat seorang auror sedang menderita dari kutukan cruciatus. Tidak hanya dari satu Death Eater, tapi tiga.
"O'Brien!" Sesuatu dari dalam Harry meledak. Dengan insting, Harry mengangkat tangannya dan menggerak-gerakkan tongkatnya sama seperti yang dilakukan oleh ayahnya ketika melawan Voldemort.
"Molojior!" Kekuatan sihir yang keluar dari tongkat Harry mampu membuat lantai penjara Azkaban ini bergetar dan membuat semua orang berhenti bertarung.
Sementara itu tiga orang Death Eater yang sedang menyiksa auror O'Brien bahkan tidak sempat berteriak ketika mereka terlempar menabrak tembok dan orang yang melihat kondisi tubuh mereka tahu kalau tiga orang Death Eater itu tidak bernapas lagi. Tubuh mereka seakan-akan menandakan kalau mereka baru saja berada terlalu dekat pada bom yang meledak.
Keadaan sunyi hanya berlangsung sebentar sebelum pertarungan kembali berjalan. Tapi ada satu penyihir dari ujung ruangan yang masih diam terpaku karena dia tahu persis apa yang baru saja terjadi.
"Tidak mungkin...James?" Lupin berkata dengan penuh harap.
Harry langsung merasa lelah sekali seakan-akan dia baru saja lari puluhan kilometer. Seluruh tubuhnya terasa ngilu. Seluruh indera perasanya terasa kacau balau. Harry meletakkan kepalanya di kedua tangannya. 'Ya tuhan. Aku baru saja membunuh mereka.'
Dia sama sekali tidak menyadari ada seorang Death Eater yang merayap di belakangnya.
Death Eater ini tadi melihat bahwa auror muda yang mengenakan bandana inilah yang mengeluarkan kutukan yang kuat tadi. Dia harus membunuhnya.
"Avada Kedav..."
"Avada Kedavra!" Hampir bersamaan ketika dia merapalkan ini, seseorang sudah mendahuluinya dan membunuhnya.
Harry menoleh kebelakang. Dia melihat tubuh Death Eater yang tadi hendak membunuhnya. Dan di belakangnya, berdiri juga seorang Death Eater.
'Tidak mungkin. Kenapa Death Eater membantuku.?'
"Pergi dari sini, Potter! Draco, bawa Potter dan ayahmu pergi. Cepat!"
Harry mengenali suara itu. Itu adalah suara yang selalu dia benci. Suara dari orang yang telah mengkhianati mentor kesayangan Harry dan membunuhnya. Tapi tidak mungkin. 'Kenapa dia membantuku.'
"Snape!"
"Cepat, Potter! Jangan buang-buang waktu!"
Harry merasa tubuhnya diangkat oleh sebuah tangan. "Ayo, Potter!" Ternyata Draco Malfoy.
Snape membalikkan badannya.
"Tunggu Snape! Jangan harap aku akan berterima kasih padamu. Aku pasti akan membalas dendam atas perbuatanmu pada Professor Dumbledore!" Ucap Harry dengan nada tegas penuh dendam.
Snape membalikkan badannya kembali dan diam sejenak sebelum menjawab. "Balas dendam hanya akan melahirkan dendam-dendam yang lainnya, Potter. Pergi sekarang sebelum aku berubah pikiran."
"Oh ya? Aku tidak tahu apa maksudmu dengan menyelamatkanku. Tapi aku tetap akan membuat perhitungan denganmu dan Voldemort. Katakan padanya, jangan pernah melukai apa yang tidak bisa kau bunuh." Dengan perkataan itu, Harry berjalan dengan susah payah sambil dituntun oleh Malfoy.
"Mau kemana kau, Potter, Malfoy, Senior dan Junior." Mad-Eye Moody menghalangi jalan Harry.
"Professor Moody." Harry merasa harapannya untuk mendapatkan informasi dari Lucius Malfoy hampir tidak mungkin.
"Apa yang kau lakukan, Potter? Bekerjasama dengan Death Eater dan membantu kabur salah satu Death Eater yang paling berbahaya. Aku hampir tidak mempercayai apa yang kulihat." Dari geraman Moody tersebut terpancar nada kecewa.
"Professor. Ini tidak seperti yang kau kira. Kumohon, biarkan kami lewat."
Belum sempat Moody menjawab, seseorang langsung menyerang Moody dengan kutukan Cruciatus. Tapi Moody berhasil menghindarinya dan dia balas menyerang.
"Snape!" Moody berseru. Snape dan Moody kini bertarung dengan keras menjauhi Harry.
"Pergi, Potter!" Snape kembali menyuruh Harry pergi.
Draco sampai harus menyeret Harry pergi yang enggan pergi karena mengkhawatirkan Mad-Eye. Harry tahu Mad-Eye adalah satu duelist terbaik, tapi fakta bahwa Mad-Eye harus bertarung dengan Snape karena dia menghalangi Harry akan membuat Harry merasa bersalah apabila terjadi sesuatu pada Mad-Eye.
"Gerakkan kakimu, Potter!" Bentak Draco.
Akhirnya mereka sampai juga diluar, Harry melihat raksasa yang tadi dilawan oleh auror Willcox sudah terkapar di tanah, entah mati atau hanya pingsan.
"Oh tidak." Draco berbisik.
"Ada apa?" Harry melihat ke arah di mana mata Malfoy tertuju. Kemudian dia melihatnya, ada satu raksasa lagi yang bahkan lebih besar dari sebelumnya yang bergerak ke arah mereka berdiri kini.
Bum-bum-bum. Raksasa itu bergerak cepat. Tapi baru saja setengah jalan, raksasa itu diterjang sampai jatuh oleh satu raksasa lagi yang tiba-tiba muncul dari dekat Harry. Suara raksasa yang jatuh itu benar-benar memekakkan telinga.
Raksasa yang tadi menerjang melihat kepada Harry dan Draco. "HERRY!"
"Grawp." Harry mengenali raksasa itu. Grawp ternyata ikut datang ke pulau ini untuk membantu order.
Raksasa yang tadi diserang oleh Grawp telah bangun dan kedua raksasa berkelahi lagi dengan berguling-guling di tanah.
"Ke sini, Potter!" Draco menyeret Harry menjauhi perkelahian yang membahayakan itu. Mereka bertiga akhirnya bersembunyi di balik sebuah batu besar.
"Baiklah, Potter. Ini saatnya kita berpisah." Lucius Malfoy membuka jubah gaibnya dan mengembalikannya pada Harry.
"Bagaimana dengan janjimu?"
"Tenang. Kau bisa menarik ingatanku mengenai sarung tangan itu, dan kau bisa melihatnya di pensieve. Kau tahu cara untuk mengambil ingatan bukan?"
Walaupun dia tidak pernah melakukannya, tapi Harry mengangguk. Dia mentransfigurasi sebuah kerikil menjadi botol kecil. Lalu dia menempelkan ujung tongkatnya di pelipis Lucius.
"Bagus. Dengan mengambil sendiri kau bisa yakin aku tidak memberikan informasi yang salah. Fokuskan saja pikiranmu pada sarung tangan itu."
Harry menarik tongkatnya dan benang-benang perak ingatan keluar dari pelipis Lucius. Harry memasukkan benang-benang perak yang tidak begitu panjang tersebut ke dalam botol yang tadi dia transfigurasi dan menutupnya.
"Kurasa perjanjian kita telah dilaksanakan, Potter. Draco, kau membawa Portkey darurat kita?"
Draco mengangguk pada ayahnya dan mengeluarkan sebuah Galleon mengkilat dari sakunya dan tanpa kata-kata lagi, mereka berdua pergi.
Harry juga sudah merasa ini waktunya untuk pergi. Dia menarik keluar sebuah portkey yang berbentuk sebuah medali dengan lambang Gringgots dan mengucapkan kata sandinya. "Potter's Place."
Dengan tarikan dari belakang pusarnya, Harry menghilang dari Pulau Penjara Azkaban.
Knockturn Alley No 57
Harry jatuh terjerembab di lantai keramik ketika sampai di lantai dua sebuah toko yang merupakan sebuah flat berukuran sedang yang rapih dan amat bersih.
"Harry Potter sir! Harry Potter tidak apa-apa?" Suara melengking Dobby terdengar. Dia kaget melihat Harry yang pakaiannya selain kotor juga berlumuran darah di bagian bahu.
"Tenang. Aku tidak apa-apa Dobby." Harry berdiri dengan susah payah.
"Harry Potter terluka."
"Hanya luka ringan. Aku akan mengobatinya setelah tidur. Aku lelah sekali. Dobby, taruh ini di lemari penyimpanan." Harry memberikan botol yang berisi ingatan Lucius Malfoy.
Harry masuk ke kamarnya dan langsung tidur ketika tubuhnya menyentuh matras halus tempat tidurnya, masih dengan seragam auror melekat di badannya.
Author's Notes : Oh, uh. Snape baik? Jangan gembira dulu Snape lovers. Snape punya rencana sendiri. Dan bukan. Rencananya bukan jadi dark lord berikutnya. Fiuhh, ini chapter tersulit & terpanjang yg pernah kubuat.
Next chapter summary : Rapat Order of Phoenix dan flashback ke waktu Harry belum pergi dari Grimmauld Place.
