CHAPTER XI : A HERO'S DILEMMA

Ketika kelopak matanya terbuka, hal pertama yang dilihat Harry adalah kaki sebuah pohon besar. Dia berada pada posisi terduduk. Tampaknya Harry masih berada di hutan Durmstrang.

Ketika dia hendak menggerakkan badannya, ternyata hal itu tak dapat dilakukannya. Harry menyadari tubuhnya kini terikat pada sebuah pohon.

"Sudah bangun, Potter?" suara Krum terdengar dari samping Harry. Dia melihat Krum sedang duduk di sebuah batu besar.

"Krum. Apa yang kau lakukan?"

Krum berdiri. "Aku membiusmu dan mengikatmu ke pohon. Apa itu terlalu sulit untuk dimengerti?"

"Tapi kenapa?" Harry masih harus mencerna apa sebenarnya yang baru terjadi. Kenapa Krum menyerangnya?

"Kau salah besar telah datang kemari, Potter. Apalagi dengan apa yang kau ketahui."

"Apa maksudmu?" Harry berusaha menggeliat, tapi ikatan talinya terlalu kuat.

Krum tidak menjawab dan dia diam terpaku selama beberapa menit. Harry tidak mengerti kenapa Krum diam saja tanpa mengatakan sesuatu dan tidak bergerak sama sekali.

"Apa kau seorang Death Eater?" ini harus ditanyakan Harry.

Krum akhirnya menggerakkan ototnya dan kembali berbicara, "kau tahu apa sebenarnya maksud Malfoy ketika dia menghampiriku di Hogwarts?"

Harry tidak mengerti apa maksud Krum. "Tentu saja untuk berbicara denganmu."

"Huh. Aku tidak mengerti kenapa Hermionny bisa berteman denganmu. Kau bahkan tidak memiliki setengah dari otaknya," kata Krum.

"Jangan menyebut-nyebut nama Hermione di hadapanku. Kalau saja dia tahu apa yang telah kau lakukan padaku," ucap Harry geram.

"Aku akan menyebut nama si darah lumpur itu sesukaku," bentak Krum.

"Jangan menyebut dia begitu," teriak Harry. "Bukankah kalian berteman. Apa yang terjadi denganmu. Apa kau dalam pengaruh imperius?"

Krum mengibaskan tangannya. "Sudah. Tak ada gunanya berbicara tentang kutu buku itu. Hari sudah semakin gelap."

Kini Krum menatap Harry dengan tajam. "Katakan padaku, Potter. Apa kau tidak menemukan sesuatu yang aneh dari percakapanku dengan Lucius Malfoy."

Harry benar-benar tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. "Satu-satunya yang aneh bagiku adalah betapa baiknya Malfoy memberikan salah satu peliharaannya pada orang yang baru pertama kali ditemuinya."

Krum tertawa. "Potter, Potter. Kau belum menyadarinya juga. Apa kau tidak tahu kalau tidak ada itu yang namanya kelelawar Transilvania."

"Apa!" Hary terkejut. "Kalau begitu...apa yang..."

Krum memotong perkataan Harry, "Malfoy mendatangiku pada hari itu bukan untuk berbasa basi, Potter. Apalagi sampai berbaik hati memberikan binatang peliharaannya. Dia datang untuk merekrutku."

"Merekrut?"

"Benar sekali. Apa Hermione tidak memberitahumu kalau ayahku juga dicurigai sebagai seorang Death Eater? Seperti Malfoy, ayahku tidak terbukti sebagai Death Eater. Tapi dia memang bawahan Pangeran Kegelapan. Dan dia mengajarkan padaku kode-kode rahasia Death Eater." Kata Krum.

"Kode seperti apa?"

"Yang dimaksud dengan kelelawar Transilvania itu adalah tanda kegelapan, Potter. Dia mendatangiku untuk memastikan aku bersedia menjadi Death Eater."

"Dan, k-kau menerimanya?" Harry tidak dapat mempercayai yang baru saja didengarnya. Viktor Krum seorang Death Eater?

"Dan sekarang. Dengan bodohnya kau mendatangi sarangku dan mengatakan kau mengincar benda milik Pangeran Kegelapan?" Krum tertawa lagi. "Kalau aku mengembalikan sarung tangan itu pada tuanku, dia pasti akan amat menghargainya."

Harry memikirkan apa yang baru saja didengarnya, "temanmu Stanislav bukan Death Eater?"

Krum mengelengkan kepalanya.

"Sekarang apa yang akan kau lakukan?" Tanya Harry.

Krum segera menjawab, "aku akan membunuhmu tentu saja."

"Apa kau yakin itu tindakan yang terbaik? Aku ingat salah satu death eater pernah bilang padaku kalau Voldemort ingin membunuhku dengan tangannya sendiri," kata Harry dengan penuh keyakinan.

Krum mengarahkan tongkatnya pada Harry. "Terlalu berisiko apabila membiarkanmu tetap hidup. Apabila cerita-cerita yang kudengar tentangmu dari Hermionny benar, apabila kau diberi sedikit saja kesempatan, kau bisa meloloskan diri. Keberuntunganmu sepertinya sama besarnya seperti sekolahmu itu."

Mereka berdua saling bertatapan. Harry tidak ingin menunjukkan bahwa dia takut.

"Ternyata Ron benar. Kau hanya mendekati Hermione untuk mendapatkan informasi tentang diriku."

"Tidak semua hal menyangkut dirimu, Potter. Percaya atau tidak, aku memang tertarik pada Hermionny apa adanya. Tapi setelah ayahku mengetahui aku berteman dengannya, dia berhasil meyakinkanku untuk memanfaatkan pertemananku dengan Hermionny."

"Hermione akan kecewa sekali denganmu," ucap Harry pahit.

"Hah! Aku tidak peduli. Salah sendiri kenapa dia lebih memilih si Weasel itu. Hari ini dia akan merasakan akibatnya, dia akan kehilangan sahabatnya. Dan tidak hanya itu," Krum tersenyum kejam.

"Apa maksudmu?" Harry khawatir apa yang akan dilakukan Krum pada Hermione.

"Di surat terakhirnya, Hermionny memberitahuku tempat tinggalnya di dunia muggle. Dia ceroboh sekali."

Harry memaksakan tertawa. "Percuma saja kau mengetahuinya. Hermione sedang tidak berada di sana."

Tapi senyuman Krum semakin lebar. "Tapi orangtuanya ada, Potter."

"Tidak..." Wajah Harry langsung pucat

"Aku tidak pernah berniat untuk membunuh Hermionny. Tapi kurasa akan lebih efektif apabila menyerangnya tepat di hati. Bayangkan apa yang akan terjadi apabila kedua orangtua dan sahabat terdekatnya tewas secara mengenaskan? Dia akan sama saja dengan mati."

"Kau tidak akan berani, Krum. Jangan ganggu keluarga Granger!" Harry memaksakan untuk membebaskan diri. Tapi rupanya tidak cukup hanya dengan kemarahan.

"Kenapa tidak? Apa yang akan kau lakukan? Esok hari Hermionny akan mendapatkan kabar kematianmu dan juga orangtuanya." Krum mendekat dan tongkatnya tepat terarah ke dada Harry.

Dia lalu mengeluarkan sebuah jam lipat dari sakunya dan melihat waktunya. "Tampaknya rumah Granger akan segera diserang. Kebetulan sekali. Aku tidak menyangka kau akan mati di waktu yang bersamaan dengan kedua muggle kotor itu. Itu sangat...puitis."

Harry harus melakukan sesuatu. Tapi dia tahu tidak ada yang dapat dia lakukan. Keadaannya kini sama ketika dia harus melihat terbunuhnya Dumbledore tanpa bisa berbuat apa-apa. Hanya saja yang akan terbunuh kali ini adalah dirinya sendiri.

"Ada kata-kata terakhir, Potter? Dengan senang hati aku akan meneruskannya pada si darah lumpur."

"Ada!", teriak Harry marah. "Kau tidak akan mati dengan normal, Krum. Ron dan Hermione akan mengumpankan tubuhmu pada anjing berkepala tiganya Hagrid. Anjing itu akan membagi-bagi tubuhmu lalu..."

Ucapan Harry terhenti. Tapi bukan karena tindakan Krum. Hal ini terjadi karena sesuatu terjadi dalam diri Harry.

Harry merasakan sesuatu yang liar dan buas dari dalam dirinya. Dan sesuatu ini ingin mengambil alih. Segala kemarahan yang dirasakan Harry sepertinya mempermudah hal itu terjadi.

Tubuhnya terasa panas, panas sekali. Harry bahkan sudah tidak mempedulikan keberadaan Krum yang hendak membunuhnya. Yang ada di pikirannya saat ini adalah keinginan agar sensasi ini segera berhenti. Tapi tubuhnya tidak mengijinkannya. Bahkan rasa panas di tubuhnya semakin menjadi-jadi dan seakan seakan-akan sekujur tubuhnya sedang diselimuti api seperti korban kebakaran.

Rasa panas kemudian ditambah dengan perasaan seperti ditekan dari segala arah. Sama seperti ketika ber-dissapparate, tapi tekanannya jauh lebih kuat dan menyakitkan.

Dari segala kesakitan yang dirasakan Harry, dia merasa tekanan yang terjadi pada tubuhnya bukan untuk membuatnya berpindah tempat. Karena dia merasakan tubuhnya mulai mengecil. Kepalanya terasa mengerucut, kakinya menempel begitu ketat dan bersatu, kedua tangannya serasa menempel dan bergabung dengan bagian pinggangnya. Kacamatanya pun terlepas.

Hal yang berikutnya yang dirasakan Harry adalah rasa lapar dan marah. Tubuhnya terasa menggeliat-geliat di atas tanah dan tali yang tadi mengekangnya. Yang dapat dilihat oleh matanya adalah rumput-rumput tebal yang jaraknya tidak jauh dari posisi matanya. Bukan itu saja, semuanya terasa serba kekuning-kuningan. Walaupun hari telah gelap, tentunya warna-warna sekitar tidak akan seperti ini.

Harry mendongakkan kepalanya. Dan ketika dia telah mendongak cukup tinggi, dia melihat wajah seseorang yang amat familiar. Dia tidak bisa menentukan siapa sebenarnya orang tersebut. Tapi ketika melihat wajahnya, rasa marah merasuki dirinya. Harry ingin orang tersebut untuk menderita, sesakit mungkin.

Harry melingkar-lingkarkan tubuhnya ke samping. Bagian belakang dari tubuhnya mengeluarkan suara menyeramkan terr terr terr. Lidahnya mendesis marah sama seperti ketika dia berbicara dengan ular.

Harry menerjang. Dia mengangkat seluruh tubuhnya dan mengincar tangan dari orang yang ada di hadapannya. Di tangan orang tersebut tergenggam sebuah tongkat yang mengarah kepadanya. Tapi gerakan Harry begitu cepat dan dia langsung membenamkan giginya di pergelangan tangan si pemegang tongkat. Orang tersebut berteriak kesakitan.

Harry kembali ke posisinya yang semula masih dengan mengeluarkan bunyi-bunyi dari bagian belakang tubuhnya. Dia melihat orang yang baru saja digigitnya tersungkur ke tanah. Harry merasa senang atas dominasinya atas orang tersebut.

Baru beberapa detik Harry merasa senang, tubuhnya kembali terjadi perubahan. Kini seakan-akan tubuhnya dialiri oleh angin dalam volume besar sehingga tubuhnya terasa membesar. Sensasi panas pun telah kembali lagi.

Ketika tubuhnya terasa semakin membesar dan semakin memanas, Harry dapat merasakan kembali tangan dan kakinya. Dia kini berada dalam posisi tengkurap. Wajahnya menyentuh rumput, dan dari mulutnya Harry dapat merasakan gumpalan darah yang amis. Dan ini bukan darahnya.

Dia membangkitkan tubuhnya. Harry melihat kini Viktor Krum juga terkapar di tanah sambil mengerang kesakitan dengan memegang tangannya. Pandangannya kabur. Dia mencari-cari ke sekelilingnya dan dia menemukan kacamatanya.

'Astaga, apa yang telah kulakukan?' Harry menyemburkan keluar darah dari mulutnya. 'Apa yang baru saja terjadi?'

Harry menghampiri Krum. Dia melihat wajahnya telah membiru. Harry tidak tahu apa yang terjadi pada Krum.

"Krum?"

Dari erangannya, Krum masih bisa berbicara. "P-Potter. A-aku tidak tahu k-kau seorang a-animagus."

"Aku animagus?" Harry tak percaya.

"J-jangan pura-pura b-bodoh." Krum semakin sulit berbicara. "K-kau baru saja berubah menjadi u-ular paling berbisa di dunia. Be-benar tak terduga."

Ingatan apa yang baru saja dilakukan Harry kembali mengisi otaknya. 'Ya tuhan. Bagaimana aku bisa berubah menjadi ular? Aku tak pernah belajar untuk menjadi Animagus.'

Erangan Krum semakin keras. Entah kenapa hal ini membuat Harry iba, "tunggu sebentar. Aku akan mencari bantuan."

Tapi Krum menggelengkan kepalanya. "Tidak p-perlu Potter...aku akan mati beberapa menit lagi."

"Tapi pasti ada yang bisa kulakukan. Tunggu sebentar..." Harry mencoba mengingat-ingat semua hal yang pernah dipelajarinya yang bisa berguna dalam keadaan sekarang. Tapi tidak ada. Bahkan kemampuan-kemampuan barunya juga tidak bisa membantunya.

"P-Potter. Stanislav tidak ada di k-kastil," kata Krum.

"Apa?"

"D-dia ada di pedesaan sihir yang bernama...B-Baillago. Di sebelah...u-utara Ukraina," ucap Krum dengan susah payah.

"Kenapa kau memberitahuku?" tanya Harry.

"J-jangan salah...aku b-bukan ingin ...membantumu. Aku h-hanya i-ingin melihat s-seorang pahlawan...d-dalam ke-adaan bingung. B-Baillago juga ...ak-kan di-diserang...malam ini oleh i–inferi dan we-rewolf."

"Apa?" teriak Harry. Kini keadaanya semakin rumit.

"A-pa yang a-akan kau lakukan P-Potter?" suaranya semakin tipis. "Me-nyelamatkan...orangtua s-sahabatmu atau m-menyelamatkan o-orang asing y-yang...me-megang informasi y-yang k-kau inginkan."

Setelah kata-kata itu, Viktor Krum, seeker terbaik di dunia menghembuskan napas terakhirnya.

Sementara itu, Harry Potter, seeker termuda abad ini harus membuat keputusan tersulit dalam hidupnya.