Disclaimer : I just borrow Harry Potter universe for my own amusement and for those who kind enough to read this.

CHAPTER XII : MISSION IMPOSSIBLE

Sepasang kaki tidak henti-hentinya bergerak di atas tanah hutan Durmstrang. Pemilik kaki tersebut selama lima menit terakhir memang sudah mondar-mandir karena dilema yang dihadapinya.

Harry Potter belum mencapai keputusan tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya. Dia memerintahkan sel-sel otaknya untuk bekerja.

"Bagaimana ini? Horcrux atau orangtua Hermione?" dia berbicara sendiri.

Setelah beberapa menit, otaknya telah mencapai kesimpulan. "Horcrux. Itu yang penting. Semua ini akan segera berakhir begitu Voldemort mati. Dan itu hanya bisa terjadi kalau aku menemukan horcruxnya."

Dia sudah merasa mantap akan keputusannya. Tapi kemudian, hatinya menginterupsi dengan memberikan bayangan-bayangan wajah Hermione pada pikirannya. Dimulai pada saat dia pertama kali bertemu dengan Hermione di Hogwarts Express, kemudian ketika Hermione mengikutinya turun ke dalam pintu jebakan setelah melewati Fluffy, sampai ketika dia terakhir kalinya melihat Hermione ketika teman pintarnya itu berdansa dengan Ron di pesta pernikahan Bill dan Fleur.

"Agghhh. Aku tidak bisa melakukan hal itu pada Hermione. Dia tidak akan pernah memaafkanku." Harry mengubah keputusannya, "baiklah, orangtua Hermione kalau begitu."

Tapi beberapa detik setelah itu, dia baru sadar masalah yang dia hadapi. Dia tidak mungkin bisa ke rumah Hermione di Manchester dengan tepat waktu. Tidak hanya karena dia tidak bisa berapparate keluar dari Durmstrang, tapi juga dia harus pergi ke Kementrian Rusia untuk menggunakan Portkey menuju Kementrian di London. Walaupun dia bisa menghindari tangkapan Kementrian, dia akan sangat terlambat ketika sudah sampai.

"Bagaimana ini?" kepalanya mulai berdenyut-denyut.

Ketika Harry sudah mulai menyerah, sebuah suara kecil di kepalanya berkata, 'saat bingung, tanyakan pada Mr Croake.'

"Oh, iya." Harry mengeluarkan cermin komunikasinya dan menghubungi kontaknya di Departemen Misteri, "Allison. Allison Umbridge."

Kali ini Allison langsung merespon. "Potter? Apa yang..."

"Allison..." Harry memotongnya. "Kau sedang berada di Kementrian?"

Allison mengangguk. "Bagus. Segera beritahu kesatuan auror kalau death eater akan menyerang rumah orangtua temanku Hermione. Cepat."

Terdapat ekspresi bingung dari wajah Allison. "Apa maksudmu? Darimana kau tahu hal ini."

"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya," ucap Harry tak sabar. "Death eater akan segera menyerang dalam waktu dekat ini, cepat beritahu para auror."

"Uhh...itu akan sulit Potter," ucap Allison dengan hati-hati.

"Apa? Kenapa?"

"Kesatuan auror tidak akan percaya dengan perkataan kami. Semua ini karena aksi tutup mulut kami."

"Apa maksudmu?" nada bicara Harry semakin meninggi

"Mereka tahu kau punya hubungan dengan Departemen Misteri. Dan mereka menanyai kami tentangmu."

"Apa? Bagaimana mereka bisa tahu tentang hal itu?"

"Aku tidak tahu pasti," kata Allison. "Kemungkinan besar ada yang melihatmu datang kemari, atau bisa juga karena namamu tujuan kedatanganmu tercatat ketika kau memasuki gedung Kementrian."

"Tapi ini hal yang darurat!" ucap Harry histeris. "Bukankah kewajiban auror untuk turun tangan apabila ada serangan dari penyihir hitam?"

"Percuma, Potter. Seminggu ini kami sama sekali tidak bisa melakukan kontak tidak hanya dengan Kesatuan Auror, tapi juga dengan Departemen yang lainnya. Kurasa ini..."

"Sudah cukup!" Harry memotong dengan keras dan mendapatkan gerutuan keras dari Allison.

Harry kembali berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan.

"Apa kau bisa mengirim Portkey kepadaku? Biar aku sendiri yang pergi ke sana," ucap Harry dengan cepat.

Umbridge muda dari balik cermin tidak langsung menjawabnya. Dia sepertinya masih kesal dengan sikap kasar Harry. "Allison?"

Setelah mendesah beberapa kali, Allison menjawab dengan kesal, "apa kau tidak belajar apa-apa selama di Hogwarts, Potter? Tidak semudah itu mendapatkan Portkey. Tidak hanya karena butuh ijin untuk membuat Portkey, tapi juga karena sulit sekali untuk membuatnya. Setahuku tidak lebih dari setengah lusin orang di Kementrian Sihir yang bisa membuatnya."

"Tapi kalian kan Departemen Misteri. Pastinya kalian bisa membuat Portkey, kan?" Tanya Harry dan mendapatkan anggukan pelan sebagai jawabannya.

"Kalau begitu apa masalahnya? Segera kirim kepadaku."

"Tidak seperti keyakinanmu selama ini, Potter." Allison menggeratakkan giginya, "Departemen Misteri tidak berada dibawah pengaruhmu. Kami bukan budakmu yang bisa begitu saja disuruh-suruh."

Harry kaget mendengar perkataan Allison. 'Benarkah dia berperilaku seperti itu?'

"Aku tahu itu, Allison. Tapi..."

Allison menyelanya, "hanya Mr Croake yang bisa membuat portkey yang tidak bisa terdeteksi oleh Kementrian. Dan beliau sedang tidak ada."

'Baiklah. Metode dengan menggunakan Portkey telah tertutup.'

"Apa yang harus kulakukan kalau begitu? Ada saran?" Tanya Harry.

"Ada satu cara," Allison menjawab dengan segera.

"Apa itu?"

"Kau punya peri rumah, kan?" Tanya Allison.

"Iya, tapi kenapa kau...?" Harry menyadari apa maksud Allison. "Itu dia. Aku bisa meminta Dobby untuk meng-apparate-ku. Dia bisa ber-apparate dengan mudahnya di Hogwarts. Berarti dia bisa juga ber-apparate kemari." Hati Harry dipenuhi harapan.

"Hanya saja..." Allison ragu-ragu berkata. "Sihir peri rumah agak sedikit berbeda dengan kita. Dampaknya akan buruk sekali bagi tubuhmu apabila kau melakukan side along apparation dengan peri rumah."

Harry memikirkan sebentar apa yang dikatakan lawan bicaranya. "Tapi itu mungkin untuk dilakukan, kan?" Tanyanya.

"Mungkin saja. Tapi..."

"Kalau begitu tak ada masalah lagi. DOBBY!"

Hanya sedetik berselang dari teriakan Harry, sebuah suara crack terdengar di sampingnya menandakan kedatangan Dobby. Harry pun memutuskan komunikasi dengan Allison setelah mengucapkan terima kasih dengan cepat.

"Mr Harry Potter sir memanggil Dobby?" Tanya Dobby dengan sigap. Tidak ada keraguan maupun rasa heran dari Dobby meskipun dia kini sedang berdiri di sebuah hutan yang lebat dan tidak jauh dari situ ada seseorang terbaring tak sadarkan diri.

"Benar," Harry tersenyum. "Dobby. Aku ingin kau mengantarkanku ke rumah temanku Hermione di Manchester."

Dobby terlihat bingung mendengar ucapan Harry. "Dobby tidak mengerti apa maksud Harry Potter. Bagaimana bisa Dobby mengantar Harry Potter ke rumah temannya?"

"Caranya sama dengan cara kau berapparate kemari. Hanya saja kali ini aku ikut," jawab Harry simpel.

Mata Dobby yang besar semakin besar setelah mendengar perkataan Harry. "Tidak, tidak. Maksud Harry Potter, Harry Potter ingin ikut dengan Blinking-nya Dobby?"

Dobby mengangkat-angkat tangannya. "Jangan Harry Potter sir. Itu sangat berbahaya. Dobby pernah melakukannya dengan tuan Dobby yang sebelumnya. Dan tuan Malfoy sampai harus dirawat di St. Mungos selama seminggu. Dobby sampai direbus kakinya sebagai hukuman."

Harry tidak ada waktu untuk bersimpati. "Aku tahu bahayanya, Dobby. Tapi aku tidak punya cara lain. Kalau tidak cepat-cepat. Orangtua Hermione bisa terbunuh. Cepat lakukan, Dobby."

Dobby terdiam. "Apa itu adalah suatu perintah, Mr Potter? Dobby tidak akan melakukannya apabila tidak diperintah secara langsung."

""Benar itu perintah," jawab Harry tegas. "Sekarang, bawa aku ke rumah Hermione." Harry menjulurkan tangannya.

Dobby meraih tangan Harry dengan hati-hati seakan-akan sedang mendekati seekor binatang buas. Tangan mereka akhirnya saling tergenggam. "Bersiap-siaplah Harry Potter, sir."

Harry benar-benar tidak siap akan apa yang sedang dirasakannya kini. Cara berapparate seperti ini, atau blinking menurut Dobby, ternyata jauh lebih menyakitkan daripada apparasi yang biasa dia lakukan. Apabila berapparate terasa seperti ada yang menekannya dari segala penjuru tubuh, maka blinking adalah kebalikannya. Dari dalam tubuhnya seperti ada yang memaksa keluar dengan paksa. Dan ini Harry rasakan di setiap titik tubuhnya, tiap nadi, dan dari tiap tetes darah.

Lebih parahnya lagi, kondisi seperti ini berlangsung lebih lama daripada sensasi yang diberikan oleh apparasi biasa. Harry bersumpah rasa sakit yang dia rasakan sekarang bahkan lebih parah daripada kutukan cruciatus dari Voldemort.

Setelah siksaan yang terasa seperti selamanya, kaki Harry akhirnya menginjak daratan dan dia terjerembab dengan mukanya menyentuh rumput basah.

"Harry Potter sir. Bagaimana keadaan Harry Potter," suara khawatir Dobby terdengar dan dia berusaha membalikkan badan Harry.

Harry membalikkan badannya, dia mengerang. Rasa sakit di tubuhnya masih terasa. Dugaannya benar, kutukan cruciatus tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang dia rasakan saat ini.

"Jangan bergerak Harry Potter sir," Dobby meletakkan tangannya di dada Harry dan menggumam-gumamkan sesuatu yang tidak dapat dimengerti Harry. Setelah itu rasa hangat mengalir di sekujur tubuh Harry dan rasa sakitnya berkurang sedikit demi sedikit.

Dobby menghentikan apa yang dia lakukan. "Bagaimana sekarang rasanya Harry Potter sir?"

Harry tidak menjawab. Rasa sakitnya memang telah berkurang paling tidak setengahnya. Tetapi ketika dia mencoba bersuara, mulutnya memuntahkan semua yang dia makan pada hari itu.

"Harry Potter sir," nada suara Dobby terdengar panik

"A-aku tidak apa-apa Dobby," ucap Harry lemah. Dia bangkit berdiri dengan susah payah dan melihat sekelilingnya. Dia berada di sebuah halaman rumah berukuran sedang. Dia melihat pintu depan dari rumah itu hancur berantakan.

"Oh, tidak. Mereka telah datang." Harry bergerak mendekati rumah.

Dobby menahannya, "jangan Harry Potter sir. Kondisi Harry Potter masih lemah."

"Aku tidak apa-apa, Dobby. Pergilah ke sebuah desa bernama Baillago dan carilah seseorang yang bernama Stanislav Shovkovsky. Lindungi dia sebisamu sampai aku memanggilmu kembali."

"Tapi..."

"Itu perintah!" Ucap Harry. Dobby langsung menghilang.

Harry bergerak hati-hati dengan tongkat teracung ketika dia hendak memasuki rumah keluarga Granger. Tepat ketika dia melintasi ambang pintu, suara teriakan orang yang kesakitan langsung terdengar.

'Mereka pasti menggunakan mantra peredam suara,' pikir Harry.

Harry bergerak lebih cepat walaupun itu membuatnya merasakan kembali rasa sakit di tubuhnya. Sambil meringis, dia mencari sumber dari suara yang membuat hatinya mencelos.

Akhirnya dia sampai di tempat kejadian. Harry melihat empat orang penyihir berpakaian Death Eater di ruang tamu sedang menyiksa dua orang yang terbaring di karpet dengan kutukan cruciatus. Dua orang itu tidak diragukan lagi adalah Mr dan Mrs Granger.

"Expelliarmus!" Harry berhasil melucuti tongkat sihir Death Eater yang sedang menyiksa ibunya Hermione. Yang lain segera menyadari kehadiran Harry dan langsung menyerang Harry dengan berbagai macam kutukan yang berbahaya.

Harry mencoba menghindar, tetapi reaksi tubuhnya amat lamban sehingga dua kutukan mendarat di lengan dan bahu kirinya. Dia langsung berguling berlindung di balik sebuah sofa tunggal. Lengannya terasa remuk dan bahunya sepertinya terkena kutukan pemotong.

"Keluar kau Potter!" ucap salah seorang Death Eater.

Harry tidak berkata apa-apa. Dia mencoba mengingat-ingat mantra apa yang harus digunakan untuk menyembuhkan lukanya.

"Dasar Potter. Selalu saja ingin menjadi pahlawan," ucap Death Eater yang lain. "Keluar Potter! Kami beri waktu 10 detik untuk menampakkan dirimu atau laki-laki muggle kotor ini akan segera bertemu dengan penciptanya."

Death Eater itu mulai menghitung mundur. Dan entah karena berani atau apa, Harry keluar dari tempat persembunyiannya dan berhadapan dengan empat orang Death Eater.

"Bagus Potter. Kau juga akan segera bertemu dengan penciptamu segera setelah kami..." death eater itu berhenti bicara. Dan walaupun dia menggunakan topeng, Harry bisa tahu bahwa tiga orang bawahan Voldemort itu terkejut akan sesuatu. Dari mata mereka, Harry menyimpulkan apapun yang membuat mereka terkejut bukanlah dirinya, tapi apa yang ada dibelakangnya.

Hal yang terjadi berikutnya tidak jelas. Harry hanya tahu bahwa ada seseorang yang menjatuhkannya dari belakang dan terlihat kilatan-kilatan cahaya. Selama beberapa detik Harry hanya bisa tengkurap menghadap lantai karena orang yang menjatuhkannya itu kini menekan badannya ke dirinya agar tidak bangkit. Harry bisa merasakan napas orang yang menahannya dan juga aroma strawberry dari rambut orang tersebut tercium olehnya.

Setelah terdengar beberapa kali teriakan kesakitan dan sumpah serapah, keadaan normal kembali dan siapapun yang berada di atas Harry kini telah bangkit.

Harry langsung bangkit sambil menahan sakit. Dan berikutnya yang dia lihat membuatnya terkejut. Dia melihat dua orang penyihir laki-laki muda mengenakan jubah berwarna biru gelap sedang berlutut di lantai, sepertinya sedang memeriksa keadaan Mr dan Mrs Granger. Keempat Death Eater yang tadi menyiksa mereka sudah tidak kelihatan lagi.

Tapi bukan itu yang paling membuatnya terkejut. Dia merasakan ada seseorang di belakangnya dan segera berbalik. Dia menemukan Allison Umbridge berdiri di sana.

"Allison? Apa yang..."

"Jangan berbicara, Potter." Allison menarik lengan Harry dan menyuruhnya duduk di sofa. Pegawai muda Departemen Misteri itu langsung mengarahkan tongkatnya ke luka yang di badan Harry.

Tidak ada yang berbicara selama beberapa menit saat Allison mencoba mengobati luka Harry.

Dengan segera luka potong di bahu Harry mulai menutup dan tulang lengannya yang remuk terasa lebih baik.

"Terima kasih," ucap Harry. Dia melihat ke wanita di hadapannya dan meminta penjelasan, "apa yang kau lakukan di sini?"

Allison tidak melihat kepada Harry karena salah seorang dari penyihir berjubah biru menghampiri mereka.

"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Allison. Harry dapat mendeteksi nada khawatir dari suaranya.

"Nyonya itu berada dalam siksaan kutukan cruciatus yang cukup lama. Tapi nyawanya masih bisa diselamatkan. Sementara suaminya..." ucapannya menggantung dan melihat kepada Harry dengan hati-hati.

Harry mendapat firasat buruk setelah melihat ekspresi di wajah penyihir yang kelihatannya sepantaran dengan Allison, "kenapa? Dia baik-baik saja kan?"

Penyihir pria itu menggelengkan kepalanya, "sepertinya mereka memaksa muggle itu untuk menelan ini," dia memperlihatkan kepada Harry apa yang ada di genggaman tangannya yaitu sebuah botol kecil yang kosong.

"Apa itu?" Harry mengambil botol tersebut dari tangannya.

"Racun. Racun yang sangat kuat."

"Jadi, Mr Granger...?"

Penyihir itu mengangguk pelan.

Harry kembali terduduk dengan lemas. Dia menutup wajahnya dengan tangannya. 'Ya tuhan, apa yang harus kukatakan pada Hermione? Maafkan aku Hermione, aku terlambat.'

Setelah dirinya tenang, Harry kembali melihat ke arah penyihir berjubah biru tersebut. Dua-duanya kini berdiri bersebelahan. "Siapa kalian berdua?"

Allison yang menjawab, "mereka berdua temanku. Lance..." penyihir yang tadi berbicara kepada Harry mengangguk. "...dan Sebastian," penyihir yang satu lagi mengangguk. "Mereka berdua adalah Hit-Wizard," tambah Allison.

"Hit-Wizard?"

Melihat ekspresi Harry, Allison berkata, "jangan khawatir. Mereka sedang bebas tugas. Mereka tidak akan melaporkanmu."

Sebenarnya bukan itu yang akan ditanyakan Harry, dia ingin bertanya apa itu Hit-Wizard? Tapi kemudian Harry sadar masih ada misi yang belum dia selesaikan.

Harry berdiri dan memanggil Dobby. Suara crack langsung terdengar yang membuat terkejut tiga orang yang berada di ruangan itu.

"Mr Harry Potter sir, Harry Potter tidak apa-apa?" Tanya Dobby yang bajunya kini terlihat sangat lusuh.

Harry mengangguk, "kau berhasil menemukan Stanislav?"

"Dobby berhasil menemukan orang yang disebutkan Harry Potter. Tapi sekarang rumah orang tersebut sedang diserang oleh segerombolan werewolf."

Mata Harry menajam, "aku harus segera ke sana. Ayo Dobby."

"Tunggu!" Allison menahan. "Kau tidak berpikiran untuk melakukan apparate lagi dengan peri rumahmu kan?"

Harry memberikan pandangan yang bisa dimengerti oleh Allison.

"Apa kau gila?" Allison berteriak. "Kau hampir tidak bisa berdiri dengan benar. Kalau kau melakukannya lagi. Kau bisa mati."

"Apa lagi yang bisa kulakukan?" suara Harry menyamai lawan bicaranya. "Kalau tidak cepat-cepat. Hilanglah kesempatan bagiku untuk mengalahkan Voldemort."

Sebastian dan Lance berjengit mendengar nama Pangeran Kegelapan. Tapi tidak demikian halnya dengan Allison.

"Lagipula...sejak kapan kau mengkhawatirkan keselamatanku. Bukankah kau membenciku?"

Allison menyilangkan tangannya, "terserah kau saja kalau begitu. Kalian Gryffindor memang selalu bertindak ceroboh."

"Hei!" Lance tersinggung. Sepertinya dia juga dulu merupakan seorang Gryffindor.

Setelah tidak ada yang menahannya lagi, Harry meraih tangan Dobby yang tidak lagi mencoba menahan Harry. Dia tahu keteguhan hati Harry tidak akan bisa tergoyahkan. Dengan suara crack yang keras, mereka berdua menghilang.

Harry bahkan hampir tidak merasakan siksaan dari melakukan blinking yang kedua kalinya. Sebelum sampai di tujuannya, Harry sudah pingsan.