Disclaimer : No, no, no. Harry Potter isn't mine. I'm just borrowed it. Fiuhhhh.
CHAPTER XIV: SECOND SOLDIER DOWN
HARRY POTTER MEMIMPIN SERANGAN
KE DESA KECIL DI UTARA UKRAINA, 96 TEWAS
Sebuah desa kecil yang tenang bernama Baillago tidak lagi tenang. Desa ini telah berubah menjadi ladang pembantaian. Pada akhir pekan lalu, ratusan inferi dan selusin werewolf membanjiri desa yang seluruhnya dihuni oleh kaum penyihir ini.
Pada saat serangan memang sedang berlangsung bulan purnama. Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh para Werewolf amatlah hebat.
Atas keterangan sejumlah saksi yang selamat, dalang serangan ini tidak lain adalah Harry Potter, yang terkenal karena kemenangannya atas kau-tahu-siapa ketika dia masih bayi. Tentunya aksi Potter ini merupakan perpanjangan tangan dari kau-tahu-siapa sendiri.
Tercatat dua orang saksi yang menyaksikan Harry Potter secara pribadi menyerang rumah kediaman kepala desa Baillago, Sergei Shovkovsky. Shovkovski dan dua orang anaknya juga tercatat dalam daftar korban yang tewas. Sementara itu, Mrs Shovkovsky sedang tidak berada di tempat ketika kejadian itu berlangsung. Dan kami masih berusaha untuk meminta keterangan dari beliau.
Sementara itu, nama Harry Potter dinaikkan menjadi buronan paling berbahaya saat ini tepat setelah Lord ... kau tahu siapa yang kami maksud. Sejumlah pemerintah sihir di Eropa juga telah beraliansi dengan pemerintah Muggle untuk menangkap penyihir muda berbahaya ini.
Kementrian Sihir Rufus Scrimgeour mengatakan...
"Omong kosong. Ini semua omong kosong," Remus Lupin meremas-remas koran Daily Prophet yang dia baca dan melemparkannya ke tempat sampah.
"Remus. Kau masih membaca koran itu? Itu koran seminggu yang lalu," Tonks memasuki ruangan dapur.
"Kalau sudah seminggu kenapa koran itu masih ada di sini? Kukira aku sudah menghancurkan semua koran edisi itu," ucap Lupin dengan kesal.
"Kau tidak bisa begitu saja merobek semua koran Daily Prophet yang kau jumpai. Ingat waktu kau merobek korannya Kingsley? Dia masih kesal sampai sekarang. Di koran itu ada fotonya the weird sisters," kata Tonks sambil tersenyum.
"Tapi Prophet benar-benar sudah keterlaluan. Bagaimana mungkin Harry memimpin serangan itu?"
"Aku tahu Remus, kukira juga..."
"Bukan hanya itu," Remus melanjutkan seolah-olah tidak mendengar perkataan Tonks. "Menurut informasi yang kita dapatkan, hanya ada dua orang yang selamat dalam serangan itu. Dan sampai sekarang dua orang itu masih dalam kondisi koma. Bagaimana mungkin ada saksi?"
Raut wajah di Tonks berubah, "oh ya? Aku belum pernah dengar itu."
"Itu dibahas di pertemuan semalam."
Tonks mengangguk, "begitu. Aku belum membaca rangkuman hasil pertemuan semalam."
Untuk pertama kalinya, Lupin memandang wajah kekasihnya itu. "Baru kali ini aku melihat rambutmu berwarna hitam begini."
"Yah, aku sebenarnya tidak suka. Tapi, ini sesuai dengan acara yang akan kita hadiri," Tonks mengatakan ini dengan getir.
"Apa semua sudah siap?" tanya Lupin.
"Hermione, Ron dan Molly sudah berada di rumah duka sejak pagi. Kita bisa langsung ke lokasi pemakaman."
"Baiklah kalau begitu," Remus bangkit dari tempat duduknya. "Oh, iya. Jangan lupa sampaikan pada yang bertugas jaga agar jangan membiarkan orang Kementrian datang."
"Hei, aku juga kan orang kementrian," Tonks memukul bahu Lupin dengan lemah.
"Kau tahu apa yang kumaksud. Mereka pasti ingin menginterogasi Hermione dan Ron tentang Harry. Ini hari terberat dalam hidup Hermione. Jangan sampai bebannya bertambah.
Tonks mengangguk sigap dan mereka berdua keluar dari ruangan.
Pemakaman Drg. Matthew Granger berlangsung dengan khidmat. Tidak banyak anggota order yang hadir. Hanya Molly Weasley, Ron, Ginny, Tonks, dan Lupin sendiri penyihir yang berada di situ. Hal ini dimaksudkan agar para muggle yang hadir di pemakaman tersebut tidak terganggu dengan kehadiran penyihir yang di mata para muggle pakaiannya nyentrik.
Lupin melihat Hermione sedang menyandarkan kepalanya di bahu Ron Weasley. Matanya bercucuran air mata. Seingat Lupin, akhir-akhir ini dia sudah terbiasa melihat Hermione dengan air mata di pipinya.
Mengalihkan perhatiannya dari mantan muridnya itu, Lupin memeriksa keamanan di sekitar pemakaman yang dilakukan oleh anggota order.
Sebagai seorang werewolf, Lupin dapat mendeteksi kehadiran seseorang dari jauh karena penciumannya yang tajam. Dia juga dapat mengingat aroma seseorang dan dapat tahu siapa yang berada di balik jubah gaib. Menjadi seorang Werewolf memang ada juga keuntungannya.
Lupin mengecek anggota order yang berlindungkan jubah gaib. Di sebelah kanan jauh pemakaman, tepatnya di dekat sebuah makam yang besar, Lupin mengetahui bahwa Kingsley berjaga-jaga di situ. Lima puluh meter dari auror itu, berdiri seorang penyihir wanita berkewarganegaraan Asia yang Lupin rekrut sendiri sebulan yang lalu. Lupin mengenali setiap penyihir yang mengenakan jubah gaib di pemakaman tersebut.
Tapi Lupin baru sadar bahwa dia melewatkan satu orang. Tidak jauh dari prosesi pemakaman yang telah mencapai tahap akhir itu, Lupin mendeteksi seseorang berdiri di bawah sebuah pohon besar. Orang ini bukanlah anggota order. Dan dia jelas sekali tidak berada di situ untuk mengamankan jalannya proses pemakaman. Tapi orang tersebut tidak berada di situ untuk mengacaukannya, Lupin yakin akan hal itu karena Lupin amat mengenal aroma orang tersebut. Orang itu adalah Harry.
Secara insting, Lupin bergerak ke arah Harry. Dia menginginkan penjelasan dari Harry. Bila perlu dia juga akan memaksa Harry untuk kembali bersamanya ke Grimmauld Place. Keadaan sudah di luar kendali. Lupin harus memastikan Harry baik-baik saja. Dia harus mempertanggungjawabkan keselamatan Harry kepada James, Lily, dan juga Sirius apabila nanti dia bertemu mereka kembali di alam sana.
Tetapi baru saja kakinya mencapai langkah yang ketiga, hidungnya sudah tidak dapat mendeteksi Harry lagi.
Harry melemparkan jubah gaibnya secara sembarangan ketika dia tiba di flatnya dan dia langsung duduk di sofanya.
Dia merenungkan apa yang baru saja terjadi. Lupin bisa tahu kehadirannya. Tadinya dia pikir bahwa Mad-Eye Moody lah yang akan mengetahui keberadaannya di pemakaman itu. Tapi ternyata penciuman Lupin yang melakukannya. Harry lupa akan tajamnya penciuman seorang werewolf.
Tapi kenapa tadi dia langsung pergi ketika Lupin mendekatinya? Seminggu terakhir ini, Harry sudah mempertimbangkan untuk kembali ke markas order. Harry tahu dia akan disambut dengan tangan terbuka oleh para anggota order. Mereka pasti tidak percaya dengan apa yang tertulis di koran-koran belakangan ini.
Selain karena rindu dengan kedua temannya, dia juga membutuhkan bantuan. Sudah tiga hari semenjak dia kembali dari perawatan para Goblin, dan Harry sampai sekarang belum mengetahui apa yang harus dia lakukan dengan horcrux ketiga yang berada di dalam sarung tangan Ravenclaw tersebut.
Dia tahu kalau dia harus menghancurkannya, tapi bagaimana? Pihak Departemen Misteri menyarankan agar dia membawa sarung tangan tersebut kepada mereka untuk diteliti. Tapi dengan statusnya kini, Harry tidak bisa begitu saja datang ke sana karena untuk mencapai Departemen Misteri harus melewati Kementrian. Portkey secanggih apapun tidak bisa digunakan, Kementrian sudah memastikan hal itu. Menyuruh Allison untuk membawa benda itu juga tidak mungkin. Benda yang berbahaya tersebut pasti akan langsung menghidupkan detektor sihir hitam yang ditaruh di segala penjuru gedung Kementrian.
Jadi tidak ada pilihan lain selain menunggu para peneliti Departemen Misteri menemukan cara menghancurkan horcrux tersebut. Tetapi menurut pendapat Croake, akan sulit sekali menemukan catatan penyihir-penyihir sebelumnya yang pernah menghancurkan sebuah horcrux.
"Tunggu dulu," Harry duduk tegak di sofanya. "Astaga, aku bodoh sekali."
Harry berdiri dan dengan setengah berlari dia menuju kamarnya. Dia membuka lemari penyimpanan dan mencari sesuatu. Tidak lama dia menemukan apa yang dia cari. Kumpulan botol berisi memory yang ditinggalkan Dumbledore untuknya. Di tiap botol itu tertempel sebuah label dan dia membaca label di tiap botol dengan teliti.
"Ini dia," kata Harry penuh kemenangan. Dia menarik keluar sebuah botol yang labelnya bertuliskan Cincin Slytherin.
Harry langsung mengeluarkan pensieve yang juga terdapat di lemari tersebut dan menuangkan isi dari botol ke dalamnya. Dengan cepat Harry memasuki pensieve.
Pemandangan yang berantakan, itu yang dia lihat ketika Harry memasuki pensieve. Dia melihat rumah kumuh yang sebelumnya juga pernah dia lihat melalui sebuah pensieve. Dan kali ini dalam rumah tersebut, dia juga melihat Dumbledore.
Dumbledore tampak sama dengan yang terakhir dia lihat, hanya saja tangan kanannya belum menghitam. Tentunya penyebab terlukanya tangan tersebut akan segera Harry lihat.
Dumbledore dalam pensieve terlihat semakin memberantakkan rumah yang tidak terurus tersebut. Dia memindahkan benda-benda yang berserakan untuk melihat apa yang tersembunyi di baliknya. Tampak jelas bahwa Dumbledore tidak tahu harus dimana mencari cincin Slytherin tersebut.
Tetapi akhirnya ketika Dumbledore membalikkan sebuah pot kosong, terdengar suara dentangan. Dia telah menemukan apa yang dia cari dan mengambilnya, sebuah cincin berukuran besar yang terbuat dari emas.
Tidak ada raut muka ramah sama sekali dari wajah Dumbledore. Dia memandang cincin tersebut dengan tajam. Dumbledore lalu meletakkan kembali cincin tersebut di lantai dan dia mengeluarkan tongkat sihirnya.
"Reducto," ucap Dumbledore pelan. Walaupun itu hanyalah sebuah memory, Harry dapat merasakan betapa kuatnya mantra reduksinya Dumbledore. Cincin tersebut terlontar dari lantai dan mendarat beberapa meter kemudian.
Untuk sesaat tidak terjadi apa-apa, tetapi begitu Dumbledore hendak menyerang kembali, cincin tersebut mengeluarkan sebuah cahaya hitam berbentuk kilat ke arah Dumbledore. Salah satu penyihir terkuat sepanjang masa ini bereaksi cepat dengan mengeluarkan sebuah mantra pelindung berwarna putih.
Pada awalnya, mantra tersebut kelihatan dapat menahan kutukan dari cincin. Tetapi mantra pelindung Dumbledore tertembus dan kilat hitam tersebut mengenai tangan Dumbledore yang memegang tongkat.
Dumbledore meringis kesakitan dan tongkatnya terjatuh. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Dumbledore mengambil kembali tongkatnya dengan tangan kirinya dan bersiap untuk menyerang cincin itu lagi.
"Avada Kedavra," Dumbledore mengeluarkan kutukan pembunuh. Harry tidak menyangka penyihir beraliran putih seperti Dumbledore bisa menggunakan kutukan paling hitam tersebut.
Sebelum cahaya hijau itu menyentuh cincin, benda itu kembali mengeluarkan kilat hitamnya yang langsung melenyapkan kutukan pembunuh dengan mudahnya dan bergerak ke arah Dumbledore.
"Awas!" teriak Harry walapun dia tahu betapa bodohnya dia berteriak pada sebuah ingatan.
Melihat ekspresi terkejut dari wajah Dumbledore, Harry yakin penyihir tua itu tidak akan bisa menghindar, tetapi Dumbledore menghilang dan berpindah tempat ke seberang ruangan. Terlambat sedikit saja, Harry yakin Dumbledore tidak akan selamat.
Dumbledore menyerang lagi dengan mantra yang tidak dikenal Harry. Mantra ini juga tidak mempan terhadap cincin Slytherin itu. Dumbledore berappate lagi untuk menghindari serangan yang datang.
Dumbledore mencoba berbagai macam mantra dan berapparate kesana kemari. Tak satupun mantra ada yang berhasil dan Harry bisa melihat reaksi Dumbledore sudah mulai melambat. Keringat bercucuran di dahinya.
Kondisi fisik Dumbledore tampak mencapai batasnya. Penyihir berjanggut putih panjang itu sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit di tangan kanannya. Lutut kanannya kini menyentuh lantai.
Cincin Slytherin menyerang kembali dengan kilat hitamnya. Dari tangan kirinya yang gemetar, Dumbledore meneriakkan mantra dengan keras, "VINIDICI."
Kemudian keadaan berlangsung dengan cepat. Sebuah cahaya kuning bertabrakan dengan kilat hitam dan cahaya kuning itu berhasil menembusnya sampai mengenai cincin Slytherin. Terdengar ledakan keras dan cahaya menyilaukan setelah cincin tersebut terkena mantra dari Dumbledore.
Harry membuka matanya yang kesakitan karena cahaya silau tersebut. Dia melihat Dumbledore bangkit dan berjalan mendekati tempat cincin yang telah melukainya itu. Dumbledore mengangkat cincin tersebut dan tersenyum lebar.
Satu jam setelah Harry melihat memory Dumbledore, dia tetap termenung di kursinya. Dia menganalisis satu demi satu kejadian yang baru dia lihat tadi.
'Jadi cincin tersebut bisa melindungi dirinya sendiri. Tapi apa itu kemampuan asli dari cincin itu atau itu kemampuan horcruxnya?' pikir Harry.
'Buku harian Tom Riddle melindungi diri saat aku menusuknya dengan taring basilisk. Tapi jiwa dan ingatan Tom Riddle bisa mengendalikan basilisk dan hampir membuatku dan Ginny mati.'
"Aku butuh bantuan." Harry bangkit dari tempat duduknya dan pergi mengambil cermin dua arah dari kamarnya untuk menghubungi kontaknya di Departemen Misteri.
Setelah dia terhubung dengan Allison Umbridge, Harry bersikeras untuk berbicara langsung dengan Edmund Croake. Setelah adu kata yang cukup lama dengan wanita berkacamata itu, akhirnya wajah Mr Croake muncul dari balik cermin.
"Hallo, Harry. Ada masalah?" ucap wakil ketua Departemen Misteri tersebut.
Harry kemudian memberitahunya tentang apa yang baru saja dia lihat di pensieve peninggalan Dumbledore. Dia juga mengatakan apa yang terjadi ketika dia menghancurkan horcrux di buku harian Tom Riddle pada tahun keduanya di Ruang Rahasia.
Setelah selesai, Croake menggaruk-garuk dagunya sambil bergumam, "menarik, menarik."
"Jadi? Bagaimana pendapat anda? Apa aku juga akan menghadapi hal yang serupa dengan sarung tangan Ravenclaw?" tanya Harry.
Croake tidak berkata apa-apa dalam waktu yang menurut Harry amat lama. Tetapi ketika dia melihat jamnya, waktu baru berlalu tidak lebih dari lima menit. Unspeakable tingkat VII dihadapannya tampak berpikir dengan keras.
"Kau ingin tahu pendapatku secara pribadi?" dia akhirnya bicara dan mendapat anggukan dari Harry. "Menurutku horcrux memang akan melindungi diri sekuat mungkin apabila ada yang ingin menghancurkannya."
"Tapi buku harian Tom Riddle tidak menyerangku ketika aku menusuknya."
"Kau bilang tercipta Tom Riddle berusia 16 tahun dari buku itu? Mungkin karena itulah kau bisa menusuk buku itu tanpa diserang balik. Esensi buku itu sudah hampir seluruhnya keluar," Mr Croake menjelaskan.
"Begitu," hanya itu yang diucapkan Harry.
"Kutukan apa yang digunakan cincin itu? Kenapa kutukan pembunuh saja tidak bisa menahannya."
"Sebenarnya tidak ada mantra atau kutukan yang bisa menghadang apalagi menghilangkan kutukan pembunuh seperti yang kau ceritakan tadi."
'Kecuali terjadi priori incatatem,' pikir Harry.
"Jadi, kurasa," Mr Croake melanjutkan. "Karena kutukan itu berasal dari sebuah horcrux yang notabene merupakan benda sihir 'terhitam' yang pernah ada, kutukan pembunuh menjadi kalah 'hitamnya'. Kutukan Cleopatra yang biasa tidak mungkin bisa menandingi kutukan pembunuh."
"Kutukan Cleopatra?" tanya Harry penasaran.
"Ya. Berdasarkan deskripsimu, kurasa yang keluar dari cincin itu adalah kutukan Cleopatra," jelas Mr Croake.
"Kalau begitu mantra apa yang digunakan Dumbledore sehingga bisa mengalahkan kutukan itu?"
Mendengar pertanyaan ini, Mr Croake tersenyum kecil. "Kau ingin mendengar sedikit cerita sejarah, Harry?" tanyanya.
Harry tidak mengerti apa maksud penyihir paruh baya itu, tapi dia mengangguk saja.
"Kira-kira tiga abad yang lalu," Mr Croake mulai bercerita. "Di Inggris terdapat dua keluarga kuat yang saling berselisih. Keluarga Pitsher dan keluarga Goldram."
" Kedua keluarga berpengaruh ini memiliki anggota-anggota keluarga yang amat berbakat dalam sihir, dan sering terjadi polemik antar dua keluarga ini."
Mr Croake berhenti berbicara dan Harry melihat dia tampaknya sedang melancarkan tenggorokannya dengan tegukan air.
"Puncak ketegangan terjadi ketika putra sulung dari keluarga Pitsher terbunuh pada suatu duel oleh salah satu anggota keluarga Goldram."
"Graham Pitsher, yang amat murka atas kematian putra kesayangannya itu bersumpah akan membalas dendam. Dia mengisolasikan dirinya selama bertahun-tahun untuk melatih diri dalam sihir."
"Dan ketika dia telah siap, kepala keluarga Pitsher ini mengajak duel orang yang telah membunuh putranya, yaitu kepala keluarga Goldram sendiri, Christopher Goldram. Dalam duel itulah pertama kalinya Graham Pitsher mempergunakan kutukan Cleopatra dan berhasil membunuh Goldram."
"Sisa keluarga Goldram merasa mereka tidak akan mampu mengalahkan Graham Pitsher dalam kondisi ini. Maka mereka memutuskan untuk menciptakan kutukan yang bisa menandingi kutukan Cleopatra."
"Dan mereka berhasil melakukannya bertahun-tahun kemudian dengan menciptakan sebuah kutukan yang bernama kutukan Caesar."
"Kutukan Caesar?" Tanya Harry.
"Benar. Kurasa mereka berpendapat itu adalah nama yang amat cocok untuk kutukan yang berlawanan elemennya dengan kutukan Cleopatra."
"Maksudnya?" Harry tidak mengerti.
"Setiap mantra atau kutukan memiliki elemen dasar atau sifat yang khas. Contohnya adalah kutukan cruciatus, elemen dasar dari cruciatus adalah rasa sakit. Apa kau tahu apa yang berlawanan dengan kutukan cruciatus, Mr Potter?"
Harry memikirkannya sejenak, "cruciatus menyebabkan orang yang terkenanya mengalami rasa sakit yang luar biasa. Jadi lawannya pasti mantra yang menyebabkan orang mengalami rasa senang. Apakah mantra ketawa?" Harry ragu-ragu dengan jawabannya.
"Benar sekali," kata Mr Croake dengan senang. "Mantra ketawa adalah kebalikan dari kutukan cruciatus."
"Maksud anda kutukan cruciatus bisa dilawan dengan mantra sesederhana itu?"
"Tentu saja tidak," Mr Croake menjawab dengan cepat. "Kurasa itu hanya berlaku apabila kutukan itu berasal dari sebuah horcrux."
"Kalau begitu," Harry menimbang-nimbang. "Kutukan Caesar itu bukanlah kutukan yang berbahaya?"
"Tidak benar. Kutukan Cleopatra dan Caesar amat berbahaya. Makanya sekarang sudah tidak ada lagi anggota keluarga Pitsher dan Goldram yang tersisa."
"Tapi kedua kutukan itu berlawanan kan? Kalau begitu kenapa..."
Mr Croake menyelanya. "Tidak selamanya sebuah sihir hitam berlawanan dengan sihir putih. Bisa saja mereka berlawanan dengan sihir hitam yang lain. Itu juga berlaku bagi sihir putih."
"Baiklah. Jadi kesimpulannya aku harus menggunakan sihir yang berlawanan dengan apapun kutukan yang nantinya keluar dari sarung tangan itu kan?"
Ekspresi wajah Mr Croake menjadi aneh setelah mendengar ini. "Kau tidak bermaksud untuk melakukan itu seorang diri kan?"
Harry tidak berkata apa-apa.
"Itu terlalu berbahaya, Harry. Biarkan aku membantumu. Aku akan segera datang ke tempatmu."
Harry tersenyum, "terima kasih atas tawarannya Mr Croake. Tapi ini tanggung jawabku." Harry memutuskan hubungan.
Harry bersiap-siap untuk berangkat. Pertama-tama dia memanggil Dobby terlebih dahulu untuk memberitahukan kepergian.
"Harry Potter harus mengajak Dobby. Dobby bisa membantu Harry Potter," ucap si peri rumah dengan semangat.
"Terlalu berbahaya Dobby, kau tinggal saja di sini."
"Tapi Dobby bisa membantu. Bukankah Dobby terbukti berguna pada minggu lalu?"
Harry menghela napas panjang. "Baiklah. Mungkin aku memang akan membutuhkan bantuan di sana. Tapi ingat, apabila keadaan sudah dimulai kendali, kau harus segera pergi, mengerti?"
Dobby mengangguk, "kita akan kemana?"
"Hutan terlarang."
Harry berapparate langsung ke bagian dari hutan terlarang yang terjauh dari Hogwarts. Dia dan Dobby berusaha mencari tempat yang agak lapang agar memudahkan gerak mereka.
Harry dan Dobby akhirnya sampai pada sebuah padang rumput yang cukup luas. Mereka memutuskan ini akan menjadi tempat yang sempurna untuk memusnahkan Hocrux.
Harry meletakkan di tanah sarung tangan Ravenclaw yang hendak dia hancurkan secara hati-hati. Setelah itu dia bergerak mundur cukup jauh.
"Baiklah. Kita coba dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Dumbledore," ucap Harry lebih kepada dirinya sendiri. "Lebih baik kau menjauh Dobby."
"Reducto."
Sesuai perkiraan, mantra reduksi Harry hanya membuat sasarannya bergerak sedikit. Dan balasan dari horcrux yang bernaung di sarung tangan itu datang tidak lama kemudian.
Sebuah sinar hijau memancar dari sarung tangan Ravenclaw menuju Harry dengan kecepatan yang luar biasa. Saking cepatnya, Harry tidak sempat untuk melakukan apparasi dan hanya menjatuhkan dirinya ke arah kanan.
"Itu kutukan pembunuh," seru Harry. 'Apa yang berlawanan dengan kutukan pembunuh?'
Belum sempat rasa kagetnya mereda, sarung tangan itu kembali menyerang. Kali ini Harry secara insting menggunakan tongkatnya, "ascendio." Dia terangkat dari tanah setinggi beberapa meter dan cahaya hijau yang datang melewati bagian bawahnya.
Harry baru sadar bahwa tindakannya ini amat bodoh. Sebab terbang dengan cukup tinggi tersebut mengakibatkan dia terlambat untuk menghindar kutukan yang berikutnya ketika dia mendarat.
Cahaya kutukan pembunuh hanya beberapa senti lagi dari Harry, dan anak Potter yang terakhir ini sama sekali tidak bereaksi.
Ketika dia sudah yakin dirinya akan mati, terdengar teriakan, "TIDAK."
Sesuatu menghalangi pandangan mata Harry yang tadinya memandang cahaya hijau yang semakin mendekatinya. Kemudian terdengar sebuah ledakan keras dan intensitas cahaya hijau tadi semakin tinggi sehingga menyilaukannya. Harry merasakan ada sesuatu yang menabraknya dari depan sehingga membuatnya terlempar ke belakang.
Harry langsung bereaksi ketika matanya kembali normal. Dia melihat apa yang tadi telah menabraknya. Sepertinya yang telah menabrak tubuhnya tadi adalah sesuatu yang sama dengan yang telah menghalangi pandangannya. Dan sesuatu itu adalah Dobby. Tidak, tetapi tubuh Dobby yang sudah tidak bernyawa.
"DOBBY!"Harry mengguncang-guncang tubuh Dobby. Tetapi firasat awalnya yang mengatakan bahwa Dobby telah tiada sepertinya benar.
"DOBBY! SADARLAH DOBBY!" Tidak ada reaksi sama sekali. Setiap detik yang berlalu bagaikan siksaan bagi Harry.
"Dobby, tidak," dia memeluk tubuh kecil peri rumah kesayangannya itu. Tetesan air mata Harry jatuh membasahi topi Dobby yang warna-warni.
Harry membaringkan tubuh Dobby perlahan-lahan di tanah. Dia hendak melihat apa yang terjadi pada sarung tangan Ravenclaw. Harry mendekati titik di mana tadi dia menaruh sarung tangan biru itu.
Tetapi yang dia temukan hanyalah sebuah asap kecil dan bercak-bercak hitam tanda adanya api. Horcrux itu telah hancur beserta dengan sarung tangannya.
Seharusnya Harry merasa gembira atas keberhasilan ini. Tetapi tidak. Harga yang harus dibayarnya untuk menghancurkan satu horcrux ini terlampau tinggi. Apakah dia harus mengorbankan satu nyawa temannya setiap kali dia menghancurkan horcrux?
Harry kembali melihat tubuh tak bernyawa Dobby. Wajahnya tampak tenang. Dobby adalah prajurit kedua setelah Dumbledore yang harus kehilangan nyawanya karena perburuan horcrux.
