Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
Gugure! Kokkuri-san: Midori Endo
.
.
.
Pairing: (belum diketahui)
Genre: mystery, supranatural, comedy, romance, dan action
Rating: M
Setting: Alternate Universe (AU)
.
.
.
Fic request for Mamang_Njul
.
.
.
Planetarium
By Hikasya
.
.
.
Chapter 2. Kokkuri bersedih?
.
.
Naruto masuk ke kamarnya. Pipi kirinya telah membiru akibat ditinju oleh Kushina, ibunya sendiri. Mengelus pipi kirinya. Perasaannya sedikit dongkol.
"Kenapa aku sial hari ini?" tanya Naruto melepaskan tas dan meletakkan tas ke ranjangnya, "aku mendapat nilai terburuk saat ujian semester dan harus mengikuti les tambahan sampai malam. Lalu diserang para youkai. Terakhir ditinju oleh Oka-san."
Kokkuri juga masuk ke kamar, dan menutup pintu. "Jangan mengeluh. Itu sudah takdirmu begitu. Kau harus menerimanya."
"Kenapa kau malah berbicara seperti itu? Membuatku menjadi semakin terpuruk saja."
"Maaf, aku tidak bermaksud berkata begitu. Maksudku yang sebenarnya ... ingin menghiburmu."
"Menghibur bukan seperti itu, tahu!"
Naruto melototi Kokkuri. Wajahnya garang. Membuat wajah Kokkuri memucat. Kemudian Kokkuri tersenyum dengan wajah yang berseri-seri. Berharap hati Naruto luluh karena ekspresinya itu.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan untuk menghiburmu, Naruto?" tanya Kokkuri melembutkan mata.
"Kau tidak perlu melakukan apapun," jawab Naruto membuka blazer, hanya menyisakan kemeja dan celana panjang, "kau pergilah dari sini. Aku mau mandi. Jangan pernah berniat mengintipku."
"Ya, aku pergi! Aku juga tidak mau mengintipmu!"
Kokkuri menghilangkan diri dengan meninggalkan kepulan asap. Dia berpindah tempat ke atap rumah Naruto yang berbentuk rumah adat Jepang tradisional. Dersik malam meniupnya. Hujan turun ganas, membasahi sekujur tubuhnya. Tidak merasakan kedinginan.
"Aaah, baru bertemu, Naruto langsung mengusirku. Dasar, dia memang tidak pernah berubah!" gerutu Kokkuri mengembus napas berat, seraya duduk berselonjor. Menopangkan kedua tangannya ke permukaan atap. Melihat ke langit merah karena terselimuti awan-awan Cumulonimbus.
"Tidak ada bintang malam ini," gumam Kokkuri dengan nada sendu. Tiba-tiba, dia merasakan kesedihan. Tampak dari matanya yang sayu. Entah apa yang membuatnya sedih.
Ada bayang-bayang masa lalu yang seolah terwujud di langit pekat itu. Bergerak laju seperti adegan film yang dipercepat dengan remote. Tidak bisa dipastikan siapa orang-orang yang tampak di ingatan Kokkuri.
Kokkuri cukup lama melamun seiring hujan terus mengguyurnya. Sampai gendang telinganya menangkap suara seseorang yang memanggilnya.
"Kokkuri-san, kau ada di mana? Datanglah, aku memerlukanmu." Itu suara Naruto. Naruto yang masih ada di kamar, mencari Kokkuri.
Kokkuri muncul di belakang Naruto saat Naruto membuka jendela. "Ya, ada apa?"
"Kokkuri-san, kau pergi kemana tadi?"
"Kau menyuruhku pergi tadi karena kau mau mandi."
"Oh iya, maaf."
"Dasar!"
"Jangan marah."
"Aku tidak marah."
Kokkuri tersenyum, seolah semburat merah muncul di dua pipinya. Dia sangat manis saat berekspresi seperti itu. Naruto saja tertawan sejurus, lalu menyodorkan buku pelajaran pada Kokkuri. Kokkuri yang telah mengeringkan badannya dengan sihir, melihat ke buku itu.
"Aku mau belajar ini," kata Naruto pura-pura terbatuk untuk memulihkan hatinya yang sempat berdetak keras saat terpesona karena senyuman Kokuri.
"Buku tentang apa ini?" tanya Kokkuri menyambar cepat buku itu. Memeriksa halaman satu persatu.
"Tentang sejarah Jepang. Oh ya, umurmu berapa sekarang?"
"Aku tidak mau jawab. Itu privasiku."
"Hah? Privasi?"
"Ya."
"Dasar, kau malu juga memberitahu umurmu berapa! Dasar!"
Giliran Naruto tersenyum, seraya memegang rambutnya yang basah dan acak-acakan. Kokkuri terdiam, memperhatikan saksama wajah Naruto. Diam-diam, matanya seakan kehilangan cahaya sebab perasaan sedih itu menyerangnya lagi.
Naruto tidak ingat dengan kejadian itu, batin Kokkuri.
Kokkuri mendekap buku itu ke dadanya. Menundukkan kepala. Gelagatnya yang aneh, membuat kening Naruto mengerut.
"Ada apa, Kokkuri-san?" tanya Naruto memegang kedua bahu Kokkuri.
"Ah, tidak ada apa-apa," jawab Kokkuri melihat tangan Naruto menyentuh bahunya. Dia cepat menghapus air mata sebelum dipergoki Naruto.
"Kalau begitu, kau jelaskan tentang keadaan di zaman Meiji."
"Hah? Menjelaskan?"
"Ya. Aku tidak begitu paham tentang pelajaran sejarah yang diterangi guru. Mungkin kau yang menjelaskannya, aku bisa mengerti."
"Kau pikir aku ini gurumu?"
Kokkuri memukul kepala Naruto dengan buku yang digulung. Naruto hanya menyengir. Wajah cerahnya membuat hati Kokkuri perlahan tenang.
"Ya. Kau sudah hidup berabad-abad, tentu tahu tentang sejarah Jepang," ujar Naruto duduk di dekat meja belajar. Menghadap Kokkuri.
Kokkuri sedikit membulatkan mata. "Tapi, aku tidak begitu tahu tentang sejarah Jepang."
"Kau jelaskan saja apa yang kau tahu saja."
"Itu ... ya. Dengarkan, baik-baik."
Kokkuri berdiri, bercerita bagai mendongeng untuk anaknya. Naruto mendengarkan, menopangkan kedua tangannya ke kepala kursi. Kedua kakinya melebar di kedua sisi kursi. Kepala kursi berada di tengah kedua kakinya.
Naruto memandang mata Kokkuri yang entah mengapa menyita perhatiannya. Mata yang indah dan lentik. Mengandung sesuatu yang tidak diketahui Naruto. Kadang mata Kokkuri bercahaya dan meredup.
"Naruto, kau mengerti, 'kan?" tanya Kokkuri tersenyum lebar. Tapi, malah dijawab dengan dengkuran halus dari Naruto. "Hah? Dia malah ketiduran! Dasar, dia itu!"
Kokkuri malah meledak kesal sendiri. Mukanya memerah padam. Alisnya menukik. Mengepalkan kedua tangan. Ingin menjitak kepala Naruto dengan buku yang tergulung. Tapi, saat melihat wajah Naruto, membuat niat Kokkuri hilang begitu saja bak api yang tersiram dengan air.
Kepala Naruto tertahan di atas kedua tangan yang melipat di kepala kursi. Wajahnya menghadap ke kiri. Tersirat keletihan yang tercermin di muka tampan itu. Napasnya yang keluar perlahan dari mulutnya, menerpa wajah Kokkuri.
Kokkuri menatap lekat-lekat paras Naruto. Dia menggerakkan tangan kanannya ke arah pipi kiri Naruto. Telapak tangannya yang nyaris mencapai pipi kiri Naruto, akhirnya terhenti karena pintu kamar dibuka paksa oleh seseorang.
"Naruto, kau makan dulu!" seru Kushina membawa nampan berisi makanan dan minuman, berdiri di ambang pintu, "eh? Dia sudah tidur?"
Kushina masuk dan meletakkan baki itu ke atas meja. Dia tidak menyadari keberadaan Kokkuri, padahal Kokkuri duduk di pinggir ranjang. Kokkuri hanya ada di mata Naruto karena Naruto mempercayai keberadaannya.
Kushina tersenyum, membelai rambut Naruto. "Naruto, bangun. Makan dulu, barulah kau tidur lagi."
Naruto pelan-pelan membuka matanya. "Ah, eh? Kokkuri-san, maaf, aku ketiduran."
"Kokkuri-san?"
"Hah? O-Oka-san, ya? Ah, bu-bukan siapa-siapa."
"Kau memasukkan perempuan ke kamarmu?"
"Tidak!"
"Jangan bohong, Naruto!"
"Aku tidak bohong. Kalau Oka-san tidak percaya, Oka-san bisa periksa sendiri. Apa ada perempuan di sini?"
Naruto bertampang datar. Matanya memicing. Hatinya sedikit dongkol karena ibunya selalu curiga padanya. Ibunya terkesan mengatur kehidupannya.
Kushina mengikuti apa yang diucapkan Naruto. Dia memeriksa ke setiap sudut di kamar itu. Tidak menemukan siapapun selain dirinya dan Naruto. Kemudian Kushina tersenyum malu.
"Kau benar. Tidak ada gadis di sini." Kushina mengelus rambut Naruto dengan tampang semringah. "Ya, sudah, kau makanlah. Setelah itu, tidur. Selamat malam, anakku."
Naruto mengangguk. "Iya, Oka-san. Selamat malam."
Kushina meninggalkan jejak ciuman di rambut Naruto yang harum. Dia bergegas keluar dari kamar. Menutup pintu, bertepatan Naruto melirik Kokkuri. Kokkuri tetap bungkam, duduk di atas ranjang.
"Sudah aman. Kau boleh berbicara sekarang, Kokkuri-san," ujar Naruto langsung mengambil sumpit dari sisi kanan mangkuk yang berisi nasi.
"Aaah, aku takut ketahuan oleh ibumu," tukas Kokkuri menghela napas lega.
"Kalau ibuku mempercayaimu, barulah dia bisa melihatmu."
"Benar juga."
"Oh iya, aku mau makan dulu."
"Ya, silakan."
"Ini untukmu."
Naruto menyodorkan mangkuk berisi nasi dan ikan panggang pada Kokkuri. Ternyata dia membagi dua makanannya agar Kokkuri bisa makan bersamanya. Karena Naruto memiliki sisi iba, tidak tega membiarkan orang lain meneguk ludah saat dia makan.
Kokkuri terpana, ternganga. "Ini untukku?"
Naruto mengangguk. "Ya, makanlah."
"Terima kasih, Naruto."
"Ya, sama-sama."
Kokkuri menerima mangkuk itu. Matanya bersinar terang. Tiba-tiba, muncul telinga rubah sewarna dengan rambutnya, di kedua sisi kepalanya. Ekornya yang berjumlah satu, juga menyembul dari bawah kimono-nya, terkibas pelan. Reaksi naluri youkai-nya muncul saat hatinya merasa bahagia.
Naruto yang sudah terbiasa dengan perubahan fisik spontan dari Kokkuri, hanya tersenyum. "Kau masih seperti dulu, Kokkuri-san. Telinga dan ekormu muncul ketika kau merasa bahagia."
"Benar. Aku bahagia sekali karena mendapatkan hadiah tak terduga darimu. Naruto, kau memang baik sekali." Kokkuri makan dengan gerakan anggun.
"Baguslah."
Naruto dan Kokkuri tersenyum. Mereka tetap berbincang-bincang selama makan. Hal itu akan menjadi awal kedekatan mereka yang terjalin untuk kedua kali.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
A/N:
Maaf, kalau cerita ini sempat un-publish karena saya salah target men-unpublish cerita. Untung juga, cerita ini nggak hilang. Lalu cerita ini, juga publish di Wattpad dan Fanfiction.
Oh iya, awalnya cerita ini berjudul A There Is A Something in the Past, saya pikir judulnya kurang menarik, jadi saya ubah menjadi Planetarium. Kenapa Planetarium? Karena Planetarium itu menjadi sesuatu yang berharga bagi Kokkuri nantinya. Ups, maaf, kelepasan.
Sampai di sini aja buat chapter 2. Sampai jumpa lagi di chapter 3.
Tertanda, Hikasya.
Sabtu, 11 September 2021
