"Aku penasaran."
"Apa?"
"Saat aku berhasil mendapatkan one nigh stand-mu, siapa yang akan menjadi bottom? Aku... atau kau?"
Kai mengangkat kepalanya, memandangku dengan senyum meremehkan.
"Hahaha. Asal kau tahu, Aku selalu berada di atas. Aku pemegang kendali. Jika harus menjadi bottom, kau yang lebih pantas melakukannya. Wajahmu sangat cocok." Dia tersenyum, menghisap rokoknya lagi, kemudian mengembuskannya dengan sengaja di wajahku. "Tapi, jangan terlalu berharap. Aku tidak melakukannya dengan sesama pria."
"Benarkah? Kata-katamu saja yang besar. Aku dengan suka rela akan menjadi bottom-mu, jika kau ingin melakukannya denganku. Tapi Aku ragu, sepertinya kau tidak pernah tidur dengan seseorang sebelumnya. Baik itu wanita sekalipun." Aku menatap matanya. Dia terlihat sedikit tak nyaman, dan mengalihkan pandangannya dariku.
"Kau sangat sok tahu."
"Kau mungkin pernah berada dalam satu ranjang dengan seseorang. Tapi, kau tidak melakukan apapun."
"Dari mana kau mengambil kesimpulan seperti itu, tuan sok tahu?"
"Matamu selalu memancarkan kewaspadaan saat berhadapan denganku. Seperti seorang perawan yang menghindari pemerkosa saja."
"Ketertarikanmu yang tidak normal yang aku waspadai." Kai menumpukan paha sebelah kirinya ke paha sebelah kanan. "Kau benar-benar ingin melakukannya, denganku?" sambungnya. Kai melipat tangannya di dada, dan menatapku.
"Kau tahu jawaban dari pertanyaanmu."
"Kalau begitu, ayo... Lakukan..."
Dangerous Offer
Main Pair : KaiSoo
Warning: Typo(s), Kata-kata Kasar, Plot dan Ide masih dipikir sambil ngetik, Obrolan dewasa, OCC, kata-kata ga jelas dan gak pas bertebaran dimana-mana, DLL. Penulis baru, berantakan, harap maklum.
Disc: EXO belong to EXO-L
Don't Like, Don't Read
.
.
.
Happy Reading ^^
Chapter 4
"Kalau begitu, ayo... Lakukan..."
Aku sejenak tak mempercayai pendengaranku. Lakukan? Aku menatapnya dengan penuh tanya dan rasa penasaran.
"Mungkinkah, kau..." aku menggantung perkataanku. Dia menerima tawaranku? 'Ayo Lakukan' Hanya seperti itu? Dengan semudah itu?
"Ah, aku tahu. Sepertinya kau salah mengartikan kata-kataku."
"Maksudmu?"
"Ayo, lakukan. LAKUKAN dengan tanganmu sendiri! Aku tidak keberatan jika menjadi objek mimpi panasmu." Jawab Kai. Shit! Bocah ini...
"Kau penuh dengan kejutan, Kai-ah. Apa kau tahu, banyak wanita yang menginginkanku. Wajahku, uangku, kekuasaanku,-"
"Aku ini Pria."
"Kau sangat naif jika menolak uang dan kekuasaanku. Sebutkan saja nominal uang yang kau butuhkan. Bukannya kau bekerja begitu keras untuk mendapatkan uang, huh? Coffe Shop itu, tempat dimana kau memohon-mohon untuk tidak dipecat, aku bisa membelinya."
"Tidak bisa di pungkiri, aku membutuhkan uang. Tapi seks dengan sesama pria? Berpikir seribu kali pun tidak akan merubah keputusanku. Tidakkah kau berpikir bahwa itu... Entahlah, aku tidak bisa menemukan kata yang sedikit lebih sopan untuk menggambarkannya. It's Disgusting."
"Terjebak dengan pesona seorang pria juga sesuatu yang baru bagiku."
"Itu masalahmu! Jangan memaksaku untuk ikut terlibat dengan orientasi seksualmu yang tidak normal!" Kai menatapku tajam. Pria ini sangat membenciku sekarang.
"Aku tidak akan berhenti tanpa membawa hasil, Kai-ah. Kau harus mencari cara untuk menghentikanku. Karena aku tidak akan melewatkan begitu saja sesuatu yang telah menjadi obsesiku." Aku membalas tatapannya. Memberikan senyuman terbaikku. Kai membalasnya dengan senyuman sinis. Ia segera berdiri dan berjalan ke tempat dudukku. Aku menengadah, menatapnya. Ia sedikit membungkuk dan meraih wajahku dengan tangan kanannya, kemudian mencengkram pipiku dengan keras.
"Dyo-ah, aku sudah sangat sabar menghadapimu." Aku bisa mencium kesegaran mint dari nafasnya. Wajahnya sangat dekat denganku sekarang. Aku hampir tak bisa berpikir. Apa seperti ini perasaan wanita jika berhadapan dengan pria yang di sukainya? Oh, fuck it! "Hidupmu mewah dan elegan. Menjadi seorang direktur utama dengan usia yang begitu muda. Aku penasaran, Bagaimana jika media dan publik tahu bahwa kau, memohon-mohon untuk ditiduri kepada seorang pria penari bar?" Sambung Kai.
"Apa kau juga sering mengancam teman tidurmu jika berada di ranjang, Tuan Kim Jongin?"
"Sepuluh menit. Waktumu sudah habis untuk mengobrol denganku. Ini adalah peringatan terakhir untukmu. Jika kau tidak ingin reputasimu hancur, menjauh dariku!" Kai segera berbalik arah, bermaksud untuk meninggalkan percakapan ini.
"Aku sudah berusaha memberikan penawaran yang layak untukmu, Kai-ah." Kataku geram.
"Cari saja pelacur di bar ini, dan berikan penawaran mahalmu untuknya. Mungkin dia lebih membutuhkannya." Kai berjalan menjauh dari tempat dudukku, masuk kembali kedalam lautan manusia yang berada di dance floor.
Benar saja, aku segera menyewa seorang pelacur mahal dari Black Pearl, sesaat setelah obrolan singkatku dengan Kai. Aku menghabiskan sisa malamku di hotel, menyerukan nama Kai di setiap sentuhan yang ku dapatkan. Sial! Kai sepertinya hanya bisa terjangkau dalam angan-anganku. Pria itu, tidak tertarik sama sekali denganku. Dengan terpaksa, akhir pekanku berakhir seperti biasa, di ranjang dengan wanita yang berbeda.
Minggu siang, aku pulang ke apartemen. Sejak semalam, Baekhyun hyung belum menghubungiku. Dia juga belum ada di apartemen. Aish, si cabe itu, kemana lagi dia?
Aku segera menghubunginya, namun tak ada jawaban. Oke, baiklah. Apartemenku akan bebas dari suara kegaduhan yang di ciptakan oleh Baekhyun hyung, setidaknya sampai si cabe itu menampakkan dirinya lagi.
Rasa khawatirku mulai muncul saat jam dinding sudah menunjukkan pukul 21.00. Aku sudah menghubungi Paman dan Bibi –Orangtua Baekhyun Hyung-, dan kata mereka, Baekhyun hyung juga tidak berada di rumah. Bagus! Datang seenaknya, dan menghilang seenaknya.
*** Windzhy Kazuma ***
Dua hari berlalu, dan Baekhyun hyung belum juga menghubungiku. Aku sudah memerintahkan kepada orang-orang kepercayaanku untuk mencarinya. Dia seharusnya telah masuk kerja kemarin. Tapi hingga saat ini, batang hidungnya pun belum nampak.
Aku mengemudikan mobilku, berniat untuk pulang. Di tengah perjalanan, aku membeli beberapa makanan untuk makan malam dan juga yang bisa disimpan lebih lama di lemari pendingin. Setelah itu, aku mengemudikan mobilku menuju apartemen.
Terdengar bunyi 'Klik' setelah aku menekan password pintu. Aku segera masuk dengan langkah lesu, dan terus ke dapur untuk menyimpan makanan di lemari pendingin.
"Dyo-ah!" Aku merasakan tepukan yang keras di bagian pundakku. Aku sangat kaget, hingga beberapa buah apel yang akan ku tata rapi ke dalam lemari pendingin, berjatuhan. Aku membalikkan tubuhku, dan kulihat Baekhyun Hyung sedang berusaha dengan keras menahan tawanya.
"YAKK! HYUNG! Kau mau mati, huh?" Baekhyun berbalik dan bersiap untuk lari, tetapi aku menarik lehernya dan menjepitnya di perpotongan lenganku.
"Dyo-ah, lepaskan tanganmu, kau bisa membunuhku." Baekhyun memukul-mukul tanganku sambil terbatuk beberapa kali. Cabe ini, dari mana saja dia? Menghilang dua hari dan tiba-tiba muncul di kegelapan apartemen?
Aku melepaskan tanganku dari lehernya. Dia kembali terbatuk sambil mengelus lehernya yang sedikit kemerahan.
"Yakk! Kau benar-benar ingin membunuhku, huh? Brengsek kau!"
"Kau dari mana saja? Handphone mu tidak bisa ku hubungi! Menghilang selama dua hari dan tiba-tiba muncul di apartemen. Dan lagi, bagaimana caramu masuk?"
"Password apartemenmu, sebaiknya kau menggantinya. 888888? Password macam apa itu?" Baekhyun hyung berjalan ke arah sofa dan duduk. "Aku berada disini sejak tadi pagi. Kau sudah berangkat kerja saat aku tiba."
"Lalu, apa yang kau lakukan selama dua hari? Handphone-mu juga tidak kau angkat!" tanyaku. Baekhyun memamerkan senyumnya.
"Handphone-ku tertinggal di Black Pearl. Aku mengurus apartemen baruku. Membeli perabot, menata ruangan, dan sebagainya. Kau bisa jalan-jalan ke apartemenku, letaknya dua lantai dari sini."
"Apa? Gedung yang sama?"
"Yeah. Kenapa? Kau keberatan?"
"Ya."
"Apa hak mu? Aku menggunakan uangku sendiri!" Baekhyun hyung menjulurkan lidahnya. Aku kembali memungut apel yang berserakan di lantai dan mengaturnya ke dalam lemari pendingin. Setelah itu, aku membawa bungkusan makan malam ke ruang tengah, tempat Baekhyun hyung duduk.
"Kai. Siapa dia?" tanya Baekhyun setelah aku duduk di sampingnya, ikut mencicipi makan malamku.
"Penari Bar." Jawabku. Aku menyalakan TV dan mencari siaran yang bagus.
"Maksudku, siapa dia? Apa hubungannya denganmu? Aku tak percaya, kau mengangkat tanganmu dan menjadi salah satu penantang pada malam itu. Kau ingin pamer bahwa kau bisa dance? Kau ingin bersaing dengan penari bar? Kekanakan. Kau ini CEO ExoPlanet!"
"Aku mengincarnya."
"Siapa? Kai?"
"Ya."
"Untuk?"
"Menemaniku tidur."
"APA?!"
"Menemaniku tidur."
"Menemanimu tidur? Kau tertarik dengannya?"
"Ya."
"Kau menyukainya?"
"Ya."
"Kau... Jatuh cinta, ya?"
Aku hampir saja tersedak makananku.
"Kesimpulan macam apa itu? Menggelikan. Kau tidak lebih tertarik dengan kenyataan bahwa aku menginginkan seorang pria di kamar tidurku?"
"Apa yang luar biasa dari hal itu? Kau bisa menemukan puluhan bahkan ratusan orang dengan orientasi seksual yang abnormal di London." Baekhyun berbicara sambil mengunyah makan malam. "Ah, jadi yang 'kau nantikan' datang ke apartemenmu itu adalah Kai?" Sambungnya.
"Ya. Tapi sepertinya dia tidak tertarik sama sekali denganku. Aku bahkan sudah memberinya penawaran yang mahal. Kau tahu kan, semua teman kencanku tanpa ku minta pun, mereka akan secara suka rela datang dan berbaring di tempat tidurku. Tapi Kai, dia sangat keras kepala."
"Dia menolakmu?" Baekhyun menatapku dengan penasaran. Aku mengangguk. "Berapa kali kau memberikan penawaran?" sambungnya lagi.
"Beberapa kali. Entahlah. Dia pada akhirnya tetap menolakku. Bahkan terakhir kalinya, dia mengancamku." Kataku. Aku mengambil cumi kering dan melahapnya.
"BWHAAHAHA! Tak ku sangka, ada juga yang menolakmu. Aku perlu memberikan penghargaan kepada Kai." Baekhyun tertawa dengan keras, wajahnya terlihat antusias dengan obrolan ini.
"Yakk! Pulanglah ke Apartemenmu!"
*** Windzhy Kazuma ***
Tiga minggu terhitung sejak acara ulang tahun Black Pearl, Kai tak pernah lagi terlihat di Bar. Aku sudah bertanya pada Chanyeol, tetapi dia juga tidak mengetahui keberadaan Kai saat ini. Bahkan, Chanyeol telah berkunjung ke rumah sewaan yang selama ini menjadi tempat tinggal Kai, namun ternyata Kai sudah lama pindah dari tempat itu.
"Aku rasa, saat ini dia sedang memiliki masalah. Dia akan menghilang tanpa memberitahu seorang pun, hingga masalah yang dihadapinya terpecahkan. Aku tak bisa menghubunginya. Nomor teleponnya tidak aktif, dan tempat tinggalnya saat ini juga tidak jelas." Kata Chanyeol siang itu. Aku mengajaknya makan siang di dekat kantorku.
"Kau sudah mencari di tempat kerjanya yang lain? Mungkin saja dia mendapatkan pekerjaan baru, sehingga dia tak lagi bekerja di Black Pearl."
"Yang benar saja! Gaji yang didapatkannya jika bekerja di Black Pearl lebih banyak dua kali lipat dibandingkan menjadi waiter ataupun pegawai di toko lain."
"Kau sudah mengunjungi kampusnya? Katamu, dia masih menjadi mahasiswa tingkat dua, kan?"
"Aku lupa, tingkat dua atau tingkat tiga, ya? Aku tidak begitu tahu mengenai kehidupan kampusnya. Yang jelas, dia masih mahasiswa."
Menghilang setelah memberikan ancaman? Apa-apaan ini?
*** Windzhy Kazuma ***
Sebulan telah berlalu. Saat ini aku disibukkan dengan proyek yang ku jalankan bersama rekan bisnisku, Lay. Proyek ini sudah rampung sekitar 80%. Aku tak memiliki banyak waktu untuk berkunjung ke Black Pearl, bahkan pada akhir pekan sekalipun. Namun, aku tetap menghubungi Chanyeol, mengecek apakah Kai telah muncul di Black Pearl. Tetapi belum ada kabar sama sekali mengenai Kai. Bocah itu, kemana dia?
Aku sedang memeriksa kembali data dan berkas-berkas proyek saat ku dengar ketukan dari pintu ruanganku.
"Ya. Silahkan masuk."
Irene masuk ke dalam ruanganku sambil membawa kumpulan dokumen di dalam portfolio. Pekerjaan lagi!
"Sajangnim, ada beberapa dokumen yang harus di tandatangani hari ini." Irene meletakkan portfolio itu di atas mejaku. Aku mulai memeriksa setiap dokumen. "Ah, Sajangninm, ada seseorang di ruang lobi sedang menunggu anda." Sambung Irene.
"Siapa?"
"Wajahnya sangat asing. Dia bukan salah satu dari keluarga, teman, ataupun kolega bisnis anda. Saya tidak pernah melihatnya sebelumnya, sajangnim."
"Abaikan saja. Suruh saja dia pulang. aku masih memiliki banyak pekerjaan."
"Staf yang berada di lobi sudah memberitahunya bahwa anda sangat sibuk dan tidak bisa ditemui hari ini. Tapi, dia tetap bersikeras dan tidak keberatan untuk menunggu anda."
"Siapa namanya?"
"Kim Jongin, sajangnim."
"K-Kim Jongin?"
"Ya. Apa anda mengenalnya, Sajangnim? Dia sudah menunggu sekitar 2 jam yang lalu."
"Perintahkan kepada staf yang berada di lobi untuk mengizinkannya masuk ke ruanganku. Kim Jongin itu, bawa dia bertemu denganku."
"Baik, sajangnim." Irene kemudian keluar dari ruanganku.
Aku hampir tak percaya. Kim Jongin itu, dia adalah Kai, kan? Kai yang telah menghilang selama sebulan lebih? Untuk apa dia bertemu denganku? Tak bisa dipungkiri bahwa ada rasa senang luar biasa muncul dalam pikiranku. Aku menunggu kurang lebih dua setengah menit, hingga ku dengar ketukan dari arah pintu.
"Ya, silahkan masuk." Irene masuk dengan diikuti oleh seseorang yang berada di belakangnya.
"Sajangnim, ini adalah Kim Jongin yang ingin bertemu dengan anda."
"Baik. Kau bisa kembali ke ruanganmu, Irene." Kataku. Setelah Irene menggeser posisinya dan meninggalkan ruangan, aku bisa melihat Kai dengan jelas. Dia memakai kemeja biru kelam yang dipadukan dengan celana jeans dengan robekan kecil di beberapa bagian. Dia juga memakai sepasang sepatu kets hitam yang warnanya sudah agak kusam, tetapi tetap terawat. Syukurlah, dia terlihat baik-baik saja, kecuali wajahnya yang sedikit lebih tirus dari sebelumnya juga raut wajahnya. Sangat lesu, tidak seperti Kai yang enerjik dan angkuh yang selama ini ku kenal. Kai tak bergeser sedikit pun dari posisinya. Dia hanya berdiri mematung menatapku.
"Silahkan duduk, Kai-ah." Aku mengarahkan Kai untuk duduk di kursi yang berada di depan mejaku. Hening. Kai tak menanggapi ucapanku dan terus menatapku. Sesekali ku dengar helaan nafas berat darinya. Aku kembali memperhatikan dokumen-dokumen yang dibawa oleh Irene yang belum selesai ku periksa. Lima menit berlalu dan aku juga tenggelam didalam kesibukanku memeriksa dokumen. Hanya ada bunyi dari gesekan lembaran kertas yang ku baca.
"Mengenai penawaranmu, apa masih berlaku?" Kai memecah keheningan. Aku menutup dokumen dan meletakkan dagu ku diatas tanganku yang bertaut di atas meja.
"Penawaran?"
"Aku bersedia menerima penawaranmu. One night stand."
"Hey, bicarakan secara perlahan." Aku berjalan ke arah sofa yang selalu ku gunakan jika kolega bisnisku berkunjung. Letaknya beberapa langkah dari tempat Kai berdiri. Aku menyamankan diriku duduk bersandar. "Duduklah terlebih dahulu, Kai-ah." Sambungku. Kai dengan sedikit ragu duduk didepanku. Aku hampir tertawa. Posisiku saat ini persis seperti kejadian-kejadian yang lalu di Black Pearl, saat aku ingin mengajak Kai ngobrol.
"Sebulan menghilang, dan kemudian muncul di depanku, berbicara tentang 'penawaran'. Mengapa begitu tiba-tiba?"
"Aku butuh sejumlah besar uang."
"Untuk?"
"Kau tidak perlu mengetahui secara rinci. Itu adalah urusanku. Yang jelas, saat ini aku membutuhkan sejumlah uang yang cukup besar."
"Kau harus menceritakannya secara rinci, Kai-ah. Bisa saja kau terlibat sebuah kasus, yang mungkin dapat menyeretku masuk. Kau tidak terlibat dalam kasus narkoba, kan? Pria seumuranmu sudah banyak tertangkap karena-"
"Aku tidak terlibat dalam kasus kejahatan apapun."
"Lalu, untuk apa uang itu?" Kataku menginterogasi. Kai lagi-lagi menghela nafas panjang.
"Tidak bisakah kita hanya melakukannya saja, dan setelah itu kau memberiku uangmu?! Aku jamin, aku tidak terlibat dalam kasus kejahatan apapun. Pikiranmu terlalu jauh." Ucap Kai frustasi. Aku terdiam beberapa saat.
"Baiklah. Tapi, aku ingin memperbaharui penawaranku."
"Memperbaharui?"
"Aku ingin kau menjadi teman kencanku selama dua bulan. Kau, tubuhmu menjadi milikku selama 2 bulan."
"Kau gila! Aku bahkan berpikir puluhan kali sebelum datang kesini. One night stand denganmu saja sudah cukup sinting bagiku. Dan sekarang, kau ingin aku menjadi teman kencanmu dan itu selama dua bulan? Yang benar saja!" Sisi arogan dari Kai kembali muncul.
"Itu sebanding dengan penawaran yang ku berikan." Aku berdiri dan berjalan ke meja kerjaku. Mengambil sebuah cek dan meletakkannya didepan Kai. "Aku memberikanmu selembar cek kosong. Kau bisa mengisi nya, berapapun nominal yang kau minta. Bagaimana?"
*** Windzhy Kazuma ***
Aku melihat beberapa lembar dokumen perjanjian yang telah ditanda tangani oleh Kai, tersusun rapi diatas meja. Cek yang kuberikan kepada Kai tinggal menunggu dicairkan. Penawaran ini seperti transaksi bisnis saja. Kai masih berada di depanku.
"Irene akan memberikanmu uang muka saat kau keluar dari ruanganku." Kai hanya mengangguk. "Mulai hari ini sampai dua bulan kedepan, kau menjadi milikku. Bagaimana perasaanmu, kau gugup?" Kai mendengus dan tersenyum sinis mendengar pertanyaanku.
"Baiklah. Bisakah kau memberikanku sebuah ciuman penyambutan?" Kai mematung di tempatnya. "Kalau kau tidak bisa, aku yang akan melakukannya pertama." Aku berjalan dan duduk di sampingnya. Aku menarik bagian belakang kepalanya dengan lembut dan menekan bibirku diatas bibirnya. Kai menatapku dengan geram, sambil mengepalkan tangannya. Bocah ini, dia masih menolakku.
.
.
.
To Be Continued
*** Windzhy Kazuma ***
Merindukanku? :D
Apa masih ada yang nungguin ff ini? Hhehehe # . Maaf, baru bisa update. Makasih buat teman-teman yang udah review chapter kemaren. Love you guy's. :') :* :D
Makasih untuk semangatnya, makasih komen-komennya, makasih buat sarannya. Dangerous Offer masih banyak kekurangan dan keberantakannya. Author baru. Yang ingin memberikan kritik, saran dan koreksi yang membangun, saya persilahkan. Annyeong!
.
.
.
Post your Opinion. Review, Please!^^
