"Setidaknya, kau sudah sedikit lebih bersahabat denganku. Selamat menikmati kebebasan. Aku pergi." Kataku sambil meninju dada bidangnya pelan.
"Hey! Jangan tertarik dengan seseorang sepertiku diluar sana. Jika tidak, kau akan kembali menyesal." Aku hampir mencapai gerbang saat dia berbicara.
"Itu urusanku." Balasku dengan suara agak keras, tanpa membalikkan badan ke arah Kai. "Orang sepertimu ataupun yang jauh lebih baik darimu, Aku bisa mendapatkannya hanya dengan menggunakan telunjukku."
Aku menarik nafas panjang dan kembali berjalan. Aku tidak akan menoleh kebelakang. Pesona Kai sangat kuat, bahkan bisa mengalahkan logikaku. Bermain dengan Kai cukup sampai disini. Jika tidak, aku yang akan dipermainkan.
Aku menutup gerbang.
Berakhir.
.
.
.
Do Kyungsoo POV - END
.
.
.
Dangerous Offer
Created by.
Windzhy Kazuma
Main Pair : KaiSoo (Kim JongIn - Do Kyungsoo)
Warning: Typo(s), Kata-kata Kasar, Plot dan Ide masih dipikir sambil ngetik, Obrolan dewasa, OCC, kata-kata gak jelas dan gak pas bertebaran dimana-mana, DLL. Penulis baru, berantakan, harap maklum.
Disc: EXO belong to EXO-L
Don't Like, Don't Read
.
.
.
Happy Reading ^^
Chapter 8
New POV
Kai / Kim Jongin POV
Dia adalah pria gila. Aku bertemu dengannya beberapa waktu yang lalu di Black Pearl, ―salah satu Night Club di kota ini― tempatku bekerja. Aku tidak pernah menyangka, pertemuanku dengannya bisa membawaku dalam sebuah kesepakatan tawar-menawar. Penawaran berbahaya.
Namanya Do Kyungsoo, CEO EXO Planet Corporation. Aku pikir, dia seorang pria yang beruntung. Aku pernah membaca majalah yang membahas tentangnya. Dia termasuk sebagai salah satu pria paling diinginkan wanita Korea. Terlahir sebagai putra pengusaha kaya, cerdas dan berwajah tampan. Berkarisma, memiliki karir yang bagus dan sangat mapan di usia yang masih muda. Semua tentangnya hampir sempurna. Hampir.
Kau akan terkejut jika mengetahui sisi lain darinya.
Pertama, dia seorang biseksual. Kedua, dia tertarik denganku ―yang adalah seorang pria―. Ketiga, ketertarikannya sangat tidak biasa, karena dia bahkan tertarik padaku secara seksual. Dia menginginkan petualangan liar dari tempat tidurku, yang kau tahu ―kami sama-sama PRIA―.
What the fuck is going on?!
See? Betapa gilanya dia, kan? He is absolutely totally Crazy!
*** Windzhy Kazuma ***
"Bagaimana kabarmu, sepupuku tersayang?"
"Sialan!" Aku langsung mengumpat dengan kasar saat melihatnya didepan pintu rumahku.
"Aku sangat tidak menyangka, kau bisa melunasinya. Semua utang-utang itu lunas pada tahun yang sama? Di tahun ini? Wuah, Daebak!" katanya berjalan dengan santai memasuki rumahku, tanpa melepas sepatunya. "Ku dengar, kau bekerja di sebuah bar? Apa kau menjual tubuhmu disana untuk membayar utang? Wah, Kim Jongin, bagaimana rasanya melakukan 'itu' dengan tante-tante girang?"
"Jika kau tidak memiliki urusan lain denganku, silahkan angkat kaki dari sini."
"Wooooah~ Hey, jangan galak-galak, Kai-ah. Kapan lagi kau akan mendapatkan kunjungan dari keluargamu? Jadi bersikap ramahlah denganku."
"Keluarga?" Aku mendengus kasar. "Satu-satunya keluarga yang kumiliki saat ini adalah diriku sendiri."
"Ah― ya, aku lupa. Kau sudah lama di depak dari daftar keluarga Kim."
"Aku sama sekali tidak keberatan dengan itu. Hidup didalam lingkungan keluarga seperti itu, benar-benar sampah!"
"Tolol! Asal kau tahu, gara-gara keserakahan kedua orangtuamu, kita semua harus menanggung kekacauan yang mereka tinggalkan. Mengemudi saat mabuk, bunuh diri dengan obat tidur... Apa hanya itu yang bisa dilakukan orangtuamu? Kumpulan orang-orang bodoh dalam satu keluarga. Kau, dan kedua orangtua tololmu yang sudah mati."
Kesabaran yang mati-matian ku tahan sedari tadi, menguap tak bersisa saat mendengar kalimat terakhirnya. Seperti seseorang yang kesetanan, aku berlari kearahnya, memegang kerah bajunya dan membenturkan badannya ke dinding rumahku. "Bajingan! Tarik kembali kata-katamu!" Aku menatap tajam matanya.
"Aku bilang, Kau, dan kedua orangtua tololmu yang sudah mat―"
Aku melepaskan bogem mentahku berkali-kali ke wajahnya yang menjengkelkan. Dia benar-benar cari mati mendatangi rumahku. Aku berhenti saat melihatnya terbatuk beberapa kali.
"Yakk! Sialan! Lihat saja, akan ku laporkan kau ke ibuku!" Dia menutup mulutnya sambil berbicara. Apa ada giginya yang lepas? Haha. Semoga saja.
"Laporkan saja, anak manja."
"Aku membawa pesan dari ibuku untuk menyuruhmu pulang. Tapi, setelah semua yang kau lakukan padaku hari ini, aku tidak yakin kau akan mendapatkan sambutan hangat di keluarga besar."
"Yang benar saja... Setelah mengetahui bahwa semua utang telah ku lunasi, mereka ingin aku kembali? Luar biasa! Kau dan seluruh keluarga besar Kim, benar-benar keparat! Angkat kakimu segera dari sini! Jika tidak, aku akan membuat kau kehilangan semua gigimu, brengsek!"
"A-apa? Beraninya kau! Yakk! Lihat saja, akan ku laporkan kepada seluruh keluarga. Kau tidak akan memiliki kesempatan untuk kembali dalam daftar keluarga Kim." Dia menendang pintu rumahku, dan berjalan keluar sambil menutup mulutnya.
"YAKK! BASTARD! Go away, Kim ―fucking― Tao!" Teriakku.
Shit! Aku tak habis pikir dengan orang-orang itu ―keluarga besar Kim―, apa yang mereka inginkan lagi dariku? Mereka telah mengambil semua yang ku punya. Semua peninggalan orangtuaku yang berharga telah mereka ambil. Aku juga sudah lama meninggalkan rumah dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka sangat terbebani dengan segala utang dan juga rasa malu akibat kematian orangtuaku. Itu sebabnya saat aku meninggalkan rumah, mereka tidak berusaha untuk mencariku.
Dan sekarang, ketika aku sudah melunasi semua utang orangtuaku yang tersisa, mereka ingin berbaik hati untuk menampungku kembali? Holy Shit, kemana saja mereka saat aku terkatung-katung di jalanan dengan kejaran para rentenir? What the hell!
Aku segera membereskan kekacauan yang tersisa akibat kedatangan Tao. Aku harus cepat, karena aku memiliki kelas siang ini. Lebih dari dua minggu aku tidak mengikuti perkuliahan, akibat luka memar yang disebabkan oleh anak buah si brengsek Hyun Sik. Orang itu, aku telah terbebas darinya. Dia tidak akan mengejar-ngejarku lagi. Semua utang telah ku lunasi. Aku cukup bekerja di Black Pearl untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan juga biaya kuliahku.
Setelah bersiap-siap, aku berangkat menuju Halte Bus terdekat yang akan membawaku ke kampus.
"Kai-ah!" begitu sampai di depan gerbang kampus, seseorang memanggil namaku dengan keras. Aku menoleh dan mendapati Sehun berlari kecil ke arahku.
"Sehun! Bagaimana kabarmu seminggu ini, man?" aku berjalan berdampingan dengan Sehun, sesaat setelah ia mendapatiku.
"Seharusnya aku yang bertanya. Gila! Kau bolos selama dua minggu! Kemana saja kau? Dan― what's wrong with your face, huh? Bekas luka dimana-mana."
"You know, seorang jagoan dengan wajah tampan sepertiku selalu memiliki musuh dimana-mana."
"Huh? Aku rasa dua minggu ini, kepalamu terbentur dengan sangat keras." Sehun menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ya, Oh Sehun yang sedang berjalan disampingku ini adalah satu-satunya sahabat dekatku di kampus. Dengan jam kerjaku yang padat, tak banyak waktu yang bisa ku gunakan untuk mendapatkan teman nongkrong. Bahkan di kelasku saja, masih banyak siswa yang namanya tidak kuketahui. Apa aku dari planet lain?
"Hari ini ada mata kuliah umum mengenai manajemen bisnis pertunjukan. Ada tiga orang yang diperkirakan menjadi pemateri. Dan kau tahu, salah satunya adalah Sandara Park!" Kata Sehun dengan mata berbinar. Saat ini kami telah memasuki ruang perkuliahan untuk mata kuliah umum.
"Sandara Park? Benarkah?"
"Ya! Entah dengan pemateri yang lain. Aku tidak peduli. Aku hanya memperhatikan nama Sandara Park. Dan aku harap Sandara Park benar-benar akan menjadi pemateri siang ini. Sa-rang-hae-yo San-da-ra! Sa-rang-hae-yo San-da-ra!"
Aku membiarkan Oh Sehun mengoceh mengenai bagaimana cantiknya Sandara Park. Dia benar-benar fanboy dari si business-woman, Sandara Park. Ocehannya terhenti saat semua mahasiswa telah duduk dengan rapi di dalam ruangan. Setelah itu kulihat, Mrs. Evelyn memberikan beberapa kalimat pembukaan untuk menyambut pemateri mata kuliah umum kali ini. Dan pemateri yang datang, bukanlah Sandara Park seperti yang diharapkan Oh Sehun. Dia seorang pria.
―Do Kyungsoo.
*** Windzhy Kazuma ***
"Hey, Do Kyungsoo Sajangnim." Aku berjalan di belakang Dyo, sesaat setelah ia keluar dari ruang dosen. Mata kuliah umum baru saja selesai beberapa menit yang lalu. Dyo menolehkan wajahnya ke belakang, dan segera tersenyum tipis melihatku.
"Kim Jongin. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu, hm?"
"Ini baru dua minggu sejak kau mengatakan tidak akan bertemu denganku lagi. So, apa yang kau lakukan di kampusku?" aku berbicara sambil berjalan beriringan.
"Korea itu kecil, Kai-ah. Kemungkinan bertemu dengan orang yang sama dalam dua minggu adalah hal yang memungkinkan."
"Jadi ini sebuah kebetulan?"
"Ya. Dan hari ini aku datang sebagai seseorang yang memberikan perkuliahan umum. Kau tahu kan, mata kuliah umum dap―"
"Kau? Di kampusku? Di angkatanku? Di kelasku? Sangat-sangat kebetulan."
"Manajemen bisnis pertunjukan adalah mata kuliah umum untuk mahasiswa tingkat tiga. Kau juga tahu kan, semua pemateri dari profesi yang sama, seorang business-man atau business-woman. Aku hanya mengikuti instruksi dari pihak kampusmu, dan aku tidak tahu bahwa kau mahasiswa tingkat tiga."
"Really? I think you stalking me again."
Dyo tiba-tiba menghentikan langkahnya, dan menatapku. Seperti biasa, ia menarik napas panjang dan tersenyum.
"Kelasmu sudah berakhir hari ini? Want to talk for a moment?" Tawarnya.
Dan disinilah aku berada, coffe shop tempat kerjaku dulu, dengan Dyo yang duduk di depanku. Jangan tanyakan bagaimana aku bisa sampai di tempat ini, karena aku juga tidak tahu. Yang aku ingat, aku masuk kedalam mobil Dyo dengan tenang, dan kemudian sampai di tempat ini.
"Kai-ah, aku pernah menemuimu disini saat kau masih menjadi karyawan. Apa kau ingat?"
"Yeah, dan saat itu adalah hari dimana aku dipecat."
"Dan kau sangat marah saat melihatku, seakan aku yang membuatmu dipecat."
"Hari itu adalah hari sialku. Dan melihatmu dengan penawaran aneh yang tercetak jelas di wajahmu adalah satu paket teror bagiku." Aku mengaduk cappucino yang ada di depanku. Sejak pertemuan pertamaku dengan Dyo hingga saat ini, entah berapa banyak kata-kata menyakitkan yang sudah aku lontarkan padanya.
Lima detik telah berlalu dan tak ada balasan darinya. Sial! Apa aku sudah keterlaluan? Mengingat bahwa dia bukan lagi seseorang yang terlibat sebuah kontrak dengaku, seharusnya aku tidak perlu sekejam itu sekarang. Aku mengangkat wajahku, penasaran dengan ekspresinya. Dan yang aku lihat adalah Dyo sedang tersenyum tipis dengan tangan yang menopang dagunya.
"Apa aku seburuk itu?"
"Yeah, Dulu... Kurasa."
"Sekarang?"
"Lebih baik."
"Kau semakin tenang dan lebih jinak padaku."
"Jinak? Shit! Aku bukan peliharaan." Dyo tertawa renyah mendengar umpatanku.
"Maksudku, kau lebih ramah. Jika aku kembali memberikan penawaran seperti sebelumnya, bagaimana menurutmu?"
"Yang benar saja..." Aku mendengus dan tersenyum sinis. "Apa kau kembali terpesona denganku?" sambungku.
"Apa kau ingin aku kembali terpesona denganmu?"
"Lupakan. Jadi kau sengaja, kan? Kedatanganmu ke kampusku, bukan sebuah kebetulan."
"Kai-ah..." Dyo memijit pelipisnya. "Aku benar-benar kehabisan kata-kata untuk menjelaskannya padamu. Aku, sama sekali tidak bermaksud mengikutimu. Aku bukan seseorang yang memiliki banyak waktu untuk bermain-main denganmu, apalagi mengganggu hari-hari tenangmu setelah perjanjian kita berakhir. Aku senang bertemu denganmu, sangat. Tapi ini benar-benar sebuah kebetulan." Dyo menjelaskan panjang lebar. Aku hanya mengangkat alisku mendengar penjelasannya.
Well, kau tahu kan, saat aku masih terikat perjanjian dengannya, aku pernah menemukan setumpuk foto dan dokumen tentangku. Obsesinya tentangku benar-benar berbahaya.
"Baik. Jika kau tidak percaya, tidak apa-apa. Yang pasti aku tidak berniat untuk mengganggumu ataupun mengusik privasimu. Sama sekali tidak." Sambung Dyo. "Jika kau bertemu lagi denganku di lain kesempatan, dan itu sangat membuatmu kesal, kau cukup berjalan lurus saja. Anggap saja... kita adalah dua orang asing yang tidak saling mengenal. Aku juga tidak akan menyapamu. Aku―" Perkataan Dyo terputus saat ponsel di saku celananya berdering dengan tidak sabaran, menunggu Dyo mengangkatnya. "Halo?― Ya, ya.― Aku sedang berada di luar.― Ah, Ya. Suruh saja menunggu di ruanganku.― Hm. Ya." Dyo menekan salah satu tombol di ponselnya, dan memasukkannya kembali kedalam saku celananya.
"Anyway, aku harus pergi."
"Ya, aku juga. Sampai jumpa." Aku berdiri dari kursi lebih dulu, dan kemudian berjalan gontai sambil meminum sisa cappucino-ku.
"Kau tidak ingin membuat sebuah perpisahan yang baik dan damai? Jika kita bertemu lagi di lain kesempatan, kita benar-benar tidak akan bertegur sapa, dan masing-masing dari kita berperan menjadi orang asing."
Aku menarik salah satu ujung bibirku, tersenyum remeh. Aku segera membalikkan badanku, menatap Do Kyungsoo yang masih berdiri di depan kursinya.
"Do Kyungsoo Sajangnim, kau harus mulai memerankan peranmu. Perpisahan yang baik dan damai?" Aku tertawa mengejek. Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh CEO EXO Planet ini? Kadang, dia sangat bodoh. "Kau pasti bercanda. Perpisahan tanpa meninggalkan kesan adalah hal terbaik jika kau ingin menjadi orang asing. Aish, benar-benar..." Aku menggelengkan kepala dan kembali berjalan menuju pintu keluar Coffe Shop.
*** Windzhy Kazuma ***
Akhir pekan. Aku telah sampai di depan pintu masuk Black Pearl, sambil membawa tas gitar yang ada di punggungku. Hari ini adalah penampilan pertamaku setelah beberapa minggu menghilang. Tak ku sangka, ada sedikit kerinduan yang kurasakan untuk tempat ini.
"Yo! Chanyeol!" Aku duduk tepat di depan Chanyeol yang sedang serius mencampur minuman.
"Kai-ah!" Chanyeol berseru dengan keras saat mengangkat wajahnya. "Yakk! Dari mana saja kau, brengsek? Kemari kau! Akan ku patahkan lehermu!" Chanyeol hampir saja meraih leherku dengan tangannya yang panjang. Syukur saja, masih ada meja yang menyelamatkanku. Aku tertawa melihat kekesalan pada wajah Chanyeol.
"Woah, Tubuhku ini aset, Chanyeol-ah. Jika kau mematahkan leherku, sama saja kau menendangku kembali ke jalanan."
"Ya, ya. Aku hanya bercanda. Lagi pula, itu semua salahmu! Apa-apaan kau?! Menghilang beberapa minggu tanpa mengabariku? Aku bersumpah benar-benar ingin mematahkan lehermu tadi."
"Aku minta maaf. Aku tidak ingin merepotkanmu dengan semua urusan-urusanku yang tidak begitu penting."
"Hey, tidak ada istilah 'merepotkan' untuk kau dan aku. Kau ini sudah seperti saudaraku sendiri, kau seharusnya memberitahuku jika terjadi sesuatu, keparat kecil!"
"Oke, oke. Baik, bos!" Aku mengatupkan kedua telapak tanganku di depan wajahmu, seakan memohon ampun dari Chanyeol.
"Kau mau minum apa? Akan ku buatkan."
"Seperti biasa."
Chanyeol segera mecampur vodka dengan beberapa jenis minuman, setelah itu menuangnya ke dalam gelas dan menyuguhkannya di depanku.
"Aku akan menghabiskannya dalam satu tegukan." Aku mengangkat gelas dan meneguknya dengan cepat.
"Hey, slowly boy! Perlahan. Kau masih memiliki malam yang panjang." Chanyeol menghentikanku. "Pergilah menyetel gitarmu dahulu. Setelah itu kau bisa kembali kesini menghabiskan minumanmu." Chanyeol menarik gelasku yang setengahnya masih terisi.
"Oke." Aku beranjak dari kursi menuju panggung dengan bersenandung kecil. Belum terlalu banyak pengunjung. Aku datang sangat cepat hari ini.
Setelah menyetel gitar dan mengganti kostum, aku kembali ke meja bar. Sudah ada beberapa orang pengunjung yang ikut duduk di meja bar. Tapi Chanyeol telah dibantu oleh dua karyawan lainnya. Dengan otomatis, Chanyeol menyodorkan minumanku yang tersisa saat aku kembali duduk di depannya.
"Thank's." Aku meneguk sisa vodka yang ada didalam gelas sampai habis.
"Lalu, bagaimana hubunganmu dengan'nya'?"
"Siapa?"
"Do Kyungsoo. Aku lihat beberapa minggu yang lalu, kau sering bersamanya."
"Do Kyungsoo..." Aku menyebut namanya dengan senyuman mengejek di wajahku. "Dia pria gila."
"Yakk! Jangan menyebutnya seperti itu! Dia sahabatku!"
"Hahaha. Maaf, maaf. Tapi dia benar-benar pria gila. Aku memang terlibat sebuah perjanjian dengannya. Tapi, kau tahu, dia bahkan memiliki semua informasi tentangku. Aku pernah menemukan setumpuk foto dan dokumen tentangku di kamarnya. Crazy, right?"
"Sudah sejauh itu ya... Berapa kali kau tidur dengannya?"
Aku terbatuk, tersedak dengan air liurku sendiri. Pertanyaan Chanyeol sangat diluar dugaanku.
"Hyung, W-what are you talking about?"
"Ah― jadi kau benar-benar sudah tidur dengannya? Rupanya Dyo berhasil mendapatkanmu. Asal kau tahu, dia sangat tertarik denganmu." Chanyeol tersenyum dengan mata berbinar. Sudah kuduga, bagaimanapun juga Dyo adalah sahabat karibnya.
"Hyung, aku masih suka dengan wanita. Aku masih suka dengan seseorang berdada besar. Terjebak dalam sebuah perjanjian dengannya adalah kesalahan besar yang pernah ku lakukan." aku bergidik.
"Hey, Kau pikir dia tidak menyukai wanita? Dyo adalah seorang Cassanova. Pengalamannya dengan wanita bahkan lebih banyak jika dibandingkan denganku apalagi denganmu. Dengar baik-baik Kai-ah, dia telah meniduri puluhan wanita sejak di bangku SMA. Dan kau tahu, tidak tanggung-tanggung, semua wanita-nya dari kalangan elite. Dia tidak perlu meminta, karena semua wanita akan datang dan memohon dengan sendirinya."
"Lalu? Kau berharap aku datang kepadanya dan memohon juga? Aku pikir kau bukan sekedar sahabatnya. Kau adalah fansnya!" Aku menggelengkan kepalaku. Chanyeol hanya mengangkat bahunya, tidak peduli. Chanyeol mempromosikan Dyo mati-matian kepadaku.
"Tapi... Kau... Kau benar-benar sudah pernah tidur dengannya?" Chanyeol berbisik.
"Menurutmu?" Aku menarik sudut bibirku, tersenyum misterius.
"Woaahh~ " Chanyeol menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Siapa yang menjadi pemegang kendali?"
"Menurutmu?" Aku semakin melebarkan senyumku.
"Woaahh~ Dasar kau keparat kecil!" Chanyeol mengambil sebuah gelas wine dan mengelapnya sampai bersih. "Jadi, bagaimana rasanya?"
"A-apa?"
"Do Kyungsoo."
"Hyung! Apa aku harus menjelaskannya?"
"Tentu! Aku tidak pernah membayangkan seorang Do Kyungsoo menjadi― Yeah, yang aku tahu, dia adalah pria penakluk. Aku tidak bisa membayangkan jika dia ditaklukkan."
"Sahabatmu itu, dia... Sangat kasar. Bahkan mencakar punggungku berkali-kali malam itu."
"W-what?! Seriously?!" Seru Chanyeol dengan keras. Kali ini aku yang mengangkat bahu. Chanyeol hanya menganga tak percaya.
Yeah, dia memang mencakar punggungku bahkan berkali-kali. Tapi, penyebabnya bukan karena betapa luar biasanya aktivitas malam itu. Itu semua karena mulut besarku yang membakar emosinya. Dia bahkan meninju wajahku. Jujur saja, malam itu aku senang melihat ekspresi kemarahan di wajahnya.
Seorang Dyo yang tenang dengan senyuman ala businessman-nya itu sangat membosankan.
*** Windzhy Kazuma ***
Sudah ku duga, ini akan terjadi. Sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan? Jelas-jelas dia membuntutiku, kan? Seperti malam ini. Dengan senyumannya, ia duduk di tempat VIP dan sedang menatap ke arahku. Dia memang tidak menyapaku. Tapi, pandangannya... Sejak ia masuk dan duduk di dalam bar malam ini, ia tidak pernah mengalihkan tatapannya dariku.
Apa dia sudah sinting karena aku?
Setelah jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan dance floor semakin dipenuhi oleh pengunjung, aku berjalan ke arah tempat duduknya. Di tangan kanannya terdapat sebatang rokok yang menyala, siap untuk diisap.
"So, apa lagi sekarang? Kebetulan lagi?" Aku duduk santai di depannya sambil mengangkat salah satu kakiku untuk bertumpu di kakiku yang lain. Tak ada jawaban darinya. Ia hanya menatapku dengan senyuman. Saat tangan kanannya bergerak untuk mendekatkan rokok dengan bibirnya, aku dengan cepat merebut rokok itu dari tangannya, kemudian menghisapnya.
"Do Kyungsoo sajangnim..." Aku menyebut namanya sambil menggepulkan asap rokok tepat di depan wajahnya. "Sepertinya kau harus menemukan alasan yang lebih baik lagi kali ini."
"Aku pikir kita adalah dua orang asing yang tidak saling mengenal. Tapi kau menyebut namaku lebih dulu."
"Kau menatapku sejak kau masuk dalam bar. Itu sangat mengganggu."
"Kau seharusnya tidak perlu merasa terganggu dan tidak perlu membalas tatapanku. Kau dan aku adalah orang asing."
"Siapapun akan merasa terganggu jika sedari tadi ditatap oleh orang asing, sepertimu." Jawabku ketus. Dyo tertawa sambil memegang kepalanya.
"Lalu aku harus melihat kemana, Kai-ah? Yang kau tempati adalah panggung. Jika itu yang kau permasalahkan, berarti kau harus melakukan protes juga ke pengunjung yang lain. Karena bukan hanya aku saja yang melihat ke arah panggung. Kau ini sangat lucu, Kai-ah." Dyo mengambil gelas yang berisi koktail didepannya dan meneguknya.
Damn! Lucu? Memangnya aku sedang membuat sebuah lelucon? Aku baru saja ingin membalas perkataannya, saat seseorang datang dan duduk di sebelahnya. Seorang wanita. Kira-kira berusia sekitar akhir 20.
"Kita melakukannya di apartemenmu?" Wanita itu bertanya pada Dyo. Melakukannya? Apartemen? Tunggu. Jangan-jangan―
"Pilihan ada padamu, Soojin noona. Tubuhku milikmu malam ini." Dyo menjawab pertanyaan wanita tadi, dengan pandangan yang masih mengarah padaku. Wajahnya datar, tak ada senyuman seperti sebelumnya.
Dan dengan tiba-tiba, aku―
Is this a joke?
Sialan! Aku tidak pernah menyangka akan merasakan ini hal seperti ini. Apa ini? Mengapa tiba-tiba... Aku...
―Cemburu?
.
.
.
To Be Continued.
*** Windzhy Kazuma ***
Merindukanku?
Annyeonghaseyonggg! ^^
Sebenernya aku lumayan ragu gitu mau posting. Kan aku baru coba pake Kai POV nih. Nah, gimana Kai POV-nya? Enakan pake Kai POV atau Kyungsoo POV? Tolong jawab yah.
Mengenai isi dari chapter ini, terutama tentang mata kuliah umum itu, sebenernya aku cuma ngarang doang. Abis aku kuliahnya psikologi, bukan seni. Jadi maaf kalo ada readers yang jurusan seni dan pas baca ff ini bawaannya: Ige Mwoya?! :3 :D
Well, aku minta maaf karena baru update lagi. Yang ga dapet feel-nya saat baca atau udah rada lupa jalan cerita ff ini, monggo baca lagi chapter-chapter sebelumnya. Hehehe.
Makasih buat readers dan reviewers yang masih setia pantengin ff ini. Ai Lafyuu :* Jangan bosen-bosen yah. Apalagi katanya ada yang sampe promosiin ff ini ke temen. Wah, makasih banget. Aku jadi terhura *ehh* Terharu :') Gomawonggg! :D
Buat new readers dan new reviewers, Welcome to the jungle! Wkwkwk :) Tetep stay yah.
Real life aku berjalan dengan, yah lumayan lah. *Menghembuskan nafas panjang* -_-"
Makasih buat semangat dan doa dari kalian. Aku pengen banget fast update. Pengeeeenn banget! Tapi, apa daya, masalah-masalah numpuk di real life. Bikin puyeng. Jadi susah dapet feel buat nulis *Ciyeelah* Gitu deh kehidupan, ga semua bisa berjalan dengan mulus.
Finally, aku minta maaf kalo chapter ini ga memuaskan, mengecewakan, atau jauh dari harapan. Makanya aku butuh kritik, saran ataupun masukan dari kalian.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya. :* :)
Read and Review, please. ^^
