"Kita melakukannya di apartemenmu?" Wanita itu bertanya pada Dyo. Melakukannya? Apartemen? Tunggu. Jangan-jangan―

"Pilihan ada padamu, Soojin noona. Tubuhku milikmu malam ini." Dyo menjawab pertanyaan wanita tadi, dengan pandangan yang masih mengarah padaku. Wajahnya datar, tak ada senyuman seperti sebelumnya.

Dan dengan tiba-tiba, aku―

Is this a joke?

Sialan! Aku tidak pernah menyangka akan merasakan ini hal seperti ini. Apa ini? Mengapa tiba-tiba... Aku...

Cemburu?


Dangerous Offer

Created by.

Windzhy Kazuma

Main Pair : KaiSoo (Kim JongIn - Do Kyungsoo)

Warning: Typo(s), Kata-kata Kasar, Plot dan Ide masih dipikir sambil ngetik, Obrolan dewasa, OCC, kata-kata gak jelas dan gak pas bertebaran dimana-mana, DLL. Penulis baru, berantakan, harap maklum.

Disc: EXO belong to EXO-L

Don't Like, Don't Read

.

.

.

Happy Reading ^^


Chapter 10


Aku rasa aku mulai sinting. Entah apa yang merasuki pikiranku saat ini, sehingga dengan tiba-tiba aku menarik tangan Dyo yang berjalan melewati kursiku, saat ia berniat untuk pergi bersama wanita yang bernama Soojin itu. Aku baru menyadari tindakanku beberapa detik yang lalu ketika Dyo juga terdiam tanpa kata di sampingku. Aku bisa merasakan pandangan Dyo yang seakan menelanjangiku.

Sial! Terlalu malu untuk mengangkat wajah, aku memilih menunduk, menyembunyikan wajahku yang entah saat ini menampilkan ekspresi apa. Tanganku masih mencengkram tangan kiri Dyo dengan kuat. Tapi, dia masih saja terdiam dan tidak berusaha untuk menolak cengkramanku.

"Apa yang sedang kau lakukan, Dyo-ah?" suara Soojin menginterupsi.

"Soojin noona―" aku masih bisa merasakan tatapan Dyo kepadaku saat ia memanggil nama wanita itu.

"Ya?"

"Maaf noona, aku rasa aku tidak bisa menemanimu malam ini."

"Kenapa?"

"Sepertinya orang ini memiliki urusan denganku."

"―Ah. Sayang sekali..."

"Aku benar-benar minta maaf. Aku mengajakmu, tapi aku sendiri yang membatalkannya. Sekali lagi aku minta maaf, noona. Aku akan menepati janjiku lain kali."

"Oke, babe. Tidak masalah. Jangan sungkan untuk menelfonku lagi."

"Tentu. Sampai jumpa."

"Bye."

Hingar bingar lampu disko dan suara dentuman musik tidak dapat ku rasakan lagi. Suasana Club yang semakin malam semakin panas, tak lagi kupedulikan. Konsentrasiku tertuju pada seseorang yang saat ini tangannya sedang ku cengkram, Do Kyungsoo. Aish, otakku benar-benar sedang korslet.

"Orang asing sedang menahan tangan orang asing lainnya." Dyo perlahan merendahkan tubuhnya, duduk berjongkok di depan kursiku sehingga saat ini aku dapat melihat wajahnya. Ia tersenyum menggoda dan penuh percaya diri. "Mengapa kau menahanku?" Sambungnya.

Seakan tersentak kembali ke dunia nyata, aku melepas cengkramanku dan kemudian melipat tanganku ke dada.

"Jangan terlalu percaya diri, Dyo-ah. Berdiri dan kembali duduk di tempatmu." Kataku. Dengan acuh tak acuh, Dyo berdiri dan duduk kembali di kursinya yang berada di depanku. "Chanyeol hyung memintaku untuk menahanmu." Kataku berbohong.

Damn! Kebohongan apa lagi ini? Semua indraku bertindak diluar perintahku. Aku harap, Dyo tidak menyadari kepanikanku yang perlahan muncul.

"Chanyeol?" Dyo mengangkat alisnya, bingung. "Untuk apa?"

"Kau pikir aku tahu? Temui Chanyeol dan tanyakan sendiri!" Aku yakin, kali ini Chanyeol benar-benar akan mematahkan leherku dengan tangannya sendiri.

Dyo mengambil gelas koktail yang ada di depannya dan meminumnya dengan sekali teguk. Setelah itu ia berdiri.

"Kemana lagi kau? "

"Chanyeol." Dyo membuka satu kancing kemejanya yang paling atas. "Aku memiliki janji malam ini. Jika urusanku dengan Chanyeol selesai, mungkin saja aku bisa melanjutkan pertemuanku dengan wanita tadi, Soojin."

"Dia― Kekasihmu?"

"Apa? Kekasih?" Dyo menahan tawa. "Aku bukan seseorang yang terlibat dalam hubungan seperti itu. Kai-ah, apa kau lupa? Sekarang adalah akhir pekan. Aku sudah pernah mengatakan padamu, kan? Aku 'melakukannya' setiap akhir pekan." Dyo memasang senyum sinisnya.

"Wah~ Do Kyungsoo Sajangnim―" Aku berdiri sambil bertepuk tangan. "Kau benar-benar tahu cara menghabiskan akhir pekan. Good luck for your night." Aku tersenyum mengejek, dan membalikkan badanku. Dia berbahaya. Aku harus menghindari orang ini, sebelum semua indra dan kinerja otakku mengkhianatiku serta membuat kekacauan baru.

"Bagaimana denganmu, Kim Jongin?" aku baru akan melangkahkan kakiku saat Dyo kembali berbicara. "Katamu, kau akan melakukannya sekali dalam dua hari. Tapi, aku tidak melihat satupun wanita didekatmu malam ini."

Aku berbalik dan menatapnya.

"Kau masih mengingatnya dengan detail. Apa aku harus memberimu semacam penghargaan karena sudah begitu peduli dengan malamku?" Aku tersenyum mengejek.

"Tentu."

"Kau masih tertarik denganku."

"Yeah."

Aku terdiam beberapa saat. Orang ini, dia masih tertarik denganku. Dan aku mendapati diriku kebingungan, apa aku harus merasa marah atau senang mendengarnya. Fuck this shit.

"Jadi―" Aku menyunggingkan senyum sombong. Walau bagaimanapun, aku tidak boleh kehilangan diriku. "Apa kau menginginkan aku mengisi akhir pekanmu?"

"Tawaran yang sangat menggiurkan. Jujur, aku masih menginginkannya. Sangat." Dyo membalas dengan senyuman. "Sayangnya, perjanjian kita telah berakhir dan aku tidak punya hak lagi untuk meminta hal seperti itu. Lagi pula, aku sudah berjanji tidak akan berurusan denganmu. Dan aku bukan seseorang yang suka mengingkar janji."

"Benarkah?"

"Ya. Kecuali, jika kau yang memintanya. Jika kau yang menginginkanku."

"Bermimpi saja."

"Aku sudah terlalu banyak bermimpi tentangmu."

"Ah, ya. Aku tahu jenis mimpi apa itu."

Dyo hanya mengedipkan sebelah matanya dan mendahului ku pergi menuju arah meja bar, tempat Chanyeol sedang bekerja. Aku mengikutinya dari belakang.

"Chanyeol-ah!"

"Yo, Dyo-ah! Bersama Kai lagi?"

"Yeah. Kebetulan." Dyo duduk di salah satu kursi yang tersedia di depan meja bar. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Huh?" Chanyeol memasang wajah kebingungan sambil meracik beberapa minuman.

"Cepatlah. Kau tahu, aku membatalkan janjiku malam ini dengan seorang wanita. Kai mengatakan bahwa kau ingin berbicara denganku."

"Aku?" Chanyeol segera menyerangku dengan tatapan bertanya. Gawat! Aku hanya menggaruk tengkuk ku yang tidak gatal dan mencoba mengirimkan isyarat kepada Chanyeol untuk membantuku. "Ah― ya. Aku― Aku memang menyuruh Kai untuk menahanmu." Sambung Chanyeol dengan wajah masam.

"Ada apa?" Tanya Dyo lagi.

"Silahkan memesan minuman yang kau suka. Aku mentraktirmu malam ini, man."

"Serius? Ada apa ini? Apa kau menang taruhan dengan seseorang?"

"Hm― tidak."

"Kau berhasil berkencan dengan seseorang?'

"Hah?"

"Siapa yang berhasil menaklukkanmu? Apa gadis lucu dan ceria seperti Nana?"

"Tidak. Tidak ada gadis."

"Jadi, dia seorang― pria?"

"TIDAK. Tidak dengan gadis dan juga tentang kencan."

"Lalu, tentang apa?"

"Akan ku ceritakan. Tapi tidak sekarang. Kau harus minum banyak hari ini. Aku mentraktir mu."

Chanyeol benar-benar kewalahan menjawab pertanyaan Dyo yang seakan menginterogasi. Ia kemudian meletakkan sebotol bir mahal beserta dua gelas lengkap dengan es batu di dalamnya.

"Baiklah. Akan ku habiskan" Dyo mengangkat bahu tak peduli, kemudian menuang bir itu kedalam gelas. "Hey, kau! Apa yang kau lakukan? Kau ingin berdiri sepanjang malam disini?" tanya Dyo saat membalikkan kepalanya padaku.

Akhirnya, aku ikut minum menemani Dyo. Hanya saja...

Aneh. Tak ada obrolan.


*** Windzhy Kazuma ***


"Hey! Do Kyungsoo!" Aku mencoba membangunkan Dyo yang saat ini tertidur dengan kepala bersandar di atas meja bar. Entah sudah berapa kali aku mencoba membangunkannya, tapi tidak ada respon yang berarti. Hanya gumaman tak jelas yang keluar dari mulutnya. Sial! Dia benar-benar mabuk berat setelah menghabiskan beberapa botol bir sendirian. Untung saja aku masih waras untuk tidak mengikutinya.

"Antar dia pulang." Chanyeol menghampiriku dengan wajah galak.

"Aku? Hey~"

"Kau ingin aku yang mengantarnya? Yakk! Kau sudah membuatku berbohong. Dan ini semua ulahmu, kau harus membereskannya."

Aku menghembuskan napas panjang. Yeah, ini memang berawal dari kesalahanku. Tapi aku tidak menyuruhnya untuk minum banyak, kan? Aku baru saja ingin membuka mulutku untuk protes, saat Chanyeol menggeleng dan mempertahankan wajah galaknya.

"Aku akan memanggil taxi untuknya." Aku memberi tawaran solusi.

"No! Kau harus mengantarnya pulang. Dia seorang CEO. Nyawamu tidak sebanding dengannya."

"What the fuck?! Hyung!"

"Antar dia pulang. Kunci mobil ada di saku jasnya."

"Tapi―"

"Awas saja jika kau tak mengantarnya. Aku masih banyak pekerjaan. Pergi sana! Huss Huss" Chanyeol memotong perkataanku dan mengusirku dengan isyarat tangannya. Dasar!

Aku segera membawa Dyo keluar dari club setelah aku menemukan kunci mobilnya dengan setengah hati. Sialan! Karena kecerobohanku, aku harus berurusan dengan orang ini lagi. Dengan susah payah, aku membantu Dyo berjalan menuju arah parkiran, tempat mobilnya berada. Setelah Dyo tidur dengan nyaman didalam kursi mobil, aku mengambil alih kemudian melesat menuju apartemennya.

Sial. Sial. Sial. Sial. Penderitaanku tak sampai disitu saja, aku harus membopong Dyo masuk ke apartemennya. Untung saja, passwordnya masih sama.

"Hey! Do fucking Kyungsoo! Bangun! Kau sudah berada di apartemenmu. Apa kau menyuruhku untuk mengantarmu sampai di kamar? Huh? Kau sangat merepotkan." Aku tak berhenti mengeluh saat membuka pintu apartemen dan membawa Dyo masuk. Hampir saja aku menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan kasar, saat aku mendapati seseorang yang lain berada di dalam apartemen.

"K-Kai?"

"Ah― ya. Selamat malam." Aku berusaha membungkukkan badan, memberi salam perkenalan. Aku mengenalnya, Baekhyun. Ia beberapa kali terlihat di Club bersama Dyo dan Chanyeol. Aku rasa, dia juga kerabat dekat Dyo.

"Dyo?" Baekhyun menunjuk Dyo yang masih ku rangkul.

"Ya. Dia mabuk berat. Chanyeol menyuruhku untuk mengantarnya."

"Hm~ Aku mengerti." Baekhyun menganggukkan kepalanya. "Kau bisa membawanya sampai ke kamar? Aku tidak tega membiarkannya tertidur di sofa. Oh, ya― Kamarnya disana." Baekhyun menunjuk salah satu kamar. Aku tahu. Tentu saja, aku bahkan beberapa kali tidur di kamarnya.

"Baik." Aku membawa Dyo masuk ke dalam kamarnya, dan membaringkannya di tempat tidur. "Aish... Kau seperti bayi besar saja kalau sedang mabuk. Kau senang, huh?" Aku bersungut-sungut sambil membuka sepatunya dan menyelimutinya.

Setelah membereskan penyebab kekacauan malam ini ―Dyo―, aku bergegas keluar dari kamar untuk pulang. Aku mendapati Baekhyun masih duduk di depan TV.

"Dia sudah tidur?"

"Ya." Jawabku. "Hm, aku juga ingin pamit pulang."

"Hey~ tidak perlu terburu-buru. Kau biasanya pulang lebih larut dari jam ini kan?"

"Yeah, tapi―"

"Sebenarnya, aku ingin sedikit mengobrol denganmu. Duduklah sebentar, oke? Akan ku buatkan minuman. Kopi? Jus? Wine? Hm, susu?" Baekhyun berbicara tanpa jeda sembari bangkit dari sofa dan berjalan menuju dapur. Tak ada pilihan lain, aku duduk dengan manis.

"Tidak perlu repot-repot, Baekhyun-ssi. Tadi, aku sudah minum di Bar."

"Orange juice. It's ok?"

"Hm, ya." Jawabku setengah hati. Orang ini benar-benar keras kepala.

"Kau tidak keberatan kan untuk mengobrol denganku sebentar?" Baekhyun kembali dari dapur dan meletakkan dua gelas jus jeruk diatas meja. "Ini tentang adik sepupuku. Dyo."

"Tentu."

"Aku tidak bermaksud untuk menginterogasimu, tapi... Kau― bagaimana hubunganmu saat ini dengan adik sepupuku? Sepertinya kau sudah sangat dekat dengan Dyo, kau bahkan tahu passwordapartemennya."

"Tidak ada yang spesial, Baekhyun-ssi. Aku hanya kebetulan saja bertemu dengannya malam ini, dan Chanyeol hyung memintaku untuk mengantar Dyo pulang saat ia mabuk berat. Dan, mengenai password apartemen... Dulu aku beberapa kali datang ke apartemen ini."

"Wooah~ Benarkah? Dyo tak pernah menceritakannya padaku."

Aku hanya mengangkat bahu menanggapinya dan segera meneguk jus jeruk yang ada di depanku.

"Kai-ssi, sebenarnya aku tahu mengenai kontrak yang kau jalani dengan Dyo."

What the hell. Aku meletakkan kembali gelasku dengan hati-hati.

"Seberapa banyak yang kau tahu?"

"Entahlah. Aku tidak begitu yakin. Yang pasti, aku membantu Dyo untuk mendapatkan info tentangmu."

"Ah― jadi, Dyo menyuruhmu untuk memata-mataiku?"

"Lebih tepatnya, aku yang menawarkan. Kau yang tiba-tiba menyetujui kontrak dengan Dyo sangat mencurigakan, jadi aku menawarkan bantuan untuk menyelidiki sedikit informasi tentangmu. Aku minta maaf jika itu membuatmu tidak nyaman."

"Ya, Tidak masalah. Hanya saja―"

"Tenang saja, aku sudah berhenti memata-mataimu. Dyo menyuruhku untuk berhenti. Apa kalian baik-baik saja? Maksudku, kontrak yang kalian jalani― semuanya berjalan dengan lancar?"

"Aku sudah tidak terikat kontrak apapun dengan Dyo saat ini."

"Hah? Aku pikir kontrak itu untuk waktu yang lama, kan?"

"Dyo yang memutuskan kontrak."

"HAH? Benarkah? Dyo yang memutuskan kontrak?" Baekhyun tak percaya.

"Kau bisa menanyakan sendiri pada Dyo, Baekhyun-ssi." Aku tersenyum singkat sambil melirik jam tanganku. Aku harus kabur. "Sepertinya sudah sangat larut. Sebaiknya aku pulang." Aku berdiri bersiap untuk pulang.

"Kau sudah ingin pulang? Sayang sekali. Masih banyak yang ingin kutanyakan padamu."

"Aku minta maaf, Baekhyun-ssi. Mungkin kita bisa bertemu di lain kesempatan."

"Oh ya, sebelum kau pulang, aku ingin meminta bantuanmu. Yeah, jika kau tak keberatan."

Aku menaikkan sebelah alisku, respon refleks. "Bantuan?"

"Ya. Bisakah kau mendekati Dyo dengan suka rela?"

"Mendekati... Dyo?"


*** Windzhy Kazuma ***


Aku pulang dengan kepala yang penuh oleh ocehan Baekhyun. Dia berhasil menahanku sejam lebih lama di apartemen Dyo. Yeah, sepertinya aku harus membiasakannya mulai sekarang. Baekhyun-hyung. Dia menyuruhku untuk memanggilnya "hyung". Dan dia meminta bantuan dariku untuk mendekati Dyo.

Seriously? Me?

Aku mengingat dengan sangat jelas inti dari semua ocehan Baekhyun hyung.

Jika kau mengira bahwa Dyo adalah seseorang yang kuat, blak-blakan dan penuh percaya diri, you're wrong. Dia sama sekali tidak sekuat itu, dan tidak se-percaya diri itu. Dia hampir selalu merasa ketakutan sepanjang hidupnya.

Tuntutan untuk terus menjadi anak baik dan sempurna mengambil masa kecilnya. Dikelilingi oleh orang-orang dewasa yang hanya memikirkan harta, jabatan dan keuntungan membuatnya menjadi anak yang tak tahu cara untuk berinteraksi dengan sebayanya. Tidak memiliki teman, kesepian dan tertekan. Dan puncaknya saat ia remaja. Dia meledak, melakukan pemberontakan. Untung saja ia berteman dengan Chanyeol.

Chanyeol dapat mengalihkan perhatiannya dari pemberontakan yang dilakukannya jika aku tidak ada. Kau tahu apa jenis pemberontakan yang ia lakukan pertama kali?

Bunuh diri. Dia melakukan konsultasi kejiwaan beberapa kali. Hal ini juga sangat rahasia. Aku pikir, setelah kejadian itu, Ayah Dyo akan memberikan sedikit kelonggaran padanya untuk menarik nafas. Tapi... Entahlah, aku benar-benar heran.

Bukan tidak mungkin jika keinginannya yang satu ini dapat terulang kembali. Who knows? Dyo sangat ahli dalam menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Aku benar-benar panik saat akan dipindahtugaskan ke London. Bayangkan saja, dia dikelilingi oleh orang-orang yang tidak bisa dipercaya, bahkan Ayahnya sekalipun. Bagaimana mungkin seorang Ayah memperlakukan anaknya seperti sebuah robot? Sinting. Aku bahkan mendapatkan larangan untuk menghubunginya. Dan Dyo sama sekali tidak tahu tentang ini. Setelah 2 tahun bertahan tanpa menghubunginya, akhirnya aku mendapat ijin untuk menelfonnya. Itupun dengan rengekan kepada ayahku untuk membantuku berbicara dengan paman ―ayah Dyo―. See? Orang-orang disekeliling Dyo, mengerikan, bukan?

Kadang, dia memiliki banyak permasalahan yang tidak diungkapkan. Itu dapat memacu stress muncul kembali. Dia tidak boleh memendam dan menyembunyikan pikiran rumitnya terlalu lama. Aku menceritakan semua ini padamu, karena saat ini kau satu-satunya orang diluar aku dan Chanyeol yang bisa menarik perhatiannya. Aku pikir dia mempercayaimu, sejauh ini. Itu berarti, aku juga memberikan kepercayaan yang sama padamu. Sangat susah untuk mendapatkan kepercayaan dari Dyo. Dia sangat pemilih. Untuk itu, aku membutuhkan bantuanmu. Paling tidak, kau harus menjadi teman minum atau mengobrol Dyo.

Kau bisa, kan?

Dan aku juga mengingat dengan sangat jelas, aku menjawab pertanyaan Baekhyun hyung dengan anggukan. Sinting.

Aku tidak pernah menyangka bahwa kehidupan Dyo bisa se-sinetron ini. Yang benar saja, hal ini muncul di sinetron saja, kan? Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Pahlawan kesiangan, huh?

.

.

.

To Be Continued.


*** Windzhy Kazuma ***


Anyyeonghaseongg! Merindukanku?

AKU MINTA MAAF, AKU TAHU INI UDAH TELAT BANGET. Hehehe. :D Aku beneran super sibuk di real life. Suer! Sekeluarga udah pada nagih janji wisudanya aku, padahal skripsi aja belum kelar-kelar. Mana dosennya "Mrs. Perfect" lagi. Disuruh ganti ini, ganti itu, tambahin ini, tambahin itu. Seriously, itu Skripsi atau telur dadar? *Curcol*

Well, chapter ini lumayan pendek, sependek rok mininya girl band Korea. Tapi, ini beneran aku buat dengan susah payah, dengan mencari-cari waktu yang berkualitas untuk membuatnya. Walau hasilnya mungkin jauh dari kata "Lumayan" sekalipun, aku harap kalian bisa memaklumi dan minimal bisa ngasih senyumanlah setelah selesai baca. Semoga bisa ninggalin kesan "ada manis-manisnya gitu" di hati kalian :')

FF ini akan tetep lanjut, walaupun mungkin rada ngaret (Doain aja semoga kedepannya ga ngaret gini). Makasih banget yang tetep setia nunggu dan baca, readers dan reviewers dan followers dan favoriters, semuanya deh #BahasanyaMen

Tanpa kalian, bisa saja ff ini udah tewas alias Discontinued dari kemarin-kemarin. Makasih yang udah review chapter kemarin. Jangan bosen review yah. :* Dan makasih buat yang udah ngirim pesan galau buat aku, nyuruh cepet-cepet update. Jujur, aku senyum-senyum sendiri pas baca. Ternyata, rasanya jadi Author kayak gini yah?! :D

Finally, aku minta maaf kalo chapter ini ga memuaskan, mengecewakan, atau jauh dari harapan. Makanya aku butuh kritik, saran ataupun masukan dari kalian.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Read and Review, please. ^^