"Do Kyungsoo, pastikan kau bisa menanganiku. Jika tidak, kau dalam masalah besar." Kataku menyeringai. Aku kembali mengecup bibirnya dan pipinya beberapa kali. "Kita selesaikan dikamar setelah aku mandi." Bisikku menggodanya dengan nada berat sebelum beranjak dari tempat dudukku. Dyo mengangguk setuju. Pandangannya mengikutiku sampai aku menghilang masuk kedalam kamar.
Dangerous Offer
Created By. Windzhy Kazuma
Main Pair: KaiSoo (Kim JongIn - Do Kyungsoo)
Warning: Typo(s), kata-kata kasar, Plot dan Ide masih dipikir sambil ngetik, obrolan dewasa, OOC, Kata-kata ga jelas dan gak pas bertebaran dimana-mana, DLL. Penulis baru, berantakan, harap maklum.
Disc: EXO Belong to EXO-L
Don't Like, Don't Read
Happy Reading
Chapter 18
Rapat saham akan diadakan 3 hari lagi. Semua persiapan telah dilakukan, tim tidak berhenti mengadakan meeting dari beberapa hari yang lalu. Baekhyun lebih sering berada di ruangan meeting Dyo. Seperti saat ini, Dia hanya meninggalkan beberapa berkas laporan mingguan untuk dikerjakan.
Aku tidak pernah bertemu dengan Jennie, baik itu didalam maupun luar kantor. Mungkin dia juga sangat sibuk saat ini. Baguslah. Aku tidak tahu lagi cara yang lebih halus untuk menolak setiap permintaannya.
Sesaat kemudian, aku mendengarkan bunyi pesan masuk dari ponselku. Well... Sangat kebetulan. Aku baru saja memikirkan Jennie, dan dia sudah mengirimiku pesan. Ia meminta untuk bertemu di sebuah cafe tidak jauh dari gedung perusahaan, sore nanti. Aku mengetik kalimat dengan sopan dan seramah mungkin, bahwa aku tidak bisa bertemu dengannya. Pekerjaan sedang menumpuk dan tidak bisa ditinggalkan.
Ya... selain itu, aku tidak ingin merusak konsentrasi Dyo jika ia tahu aku akan bertemu dengan Jennie. Minggu ini adalah minggu yang sangat krusial. Setiap orang menjadi sangat sensitive, dan aku tidak ingin menambah ketegangan.
Tapi, bukan Jennie jika ia akan menyerah dalam sekali penolakan. Ia mengirimiku video rekamannya yang merengek dengan lucu untuk bertemu. Ia mengatakan, minggu ini benar-benar membuatnya sangat stress dan dia membutuhkan teman untuk mengobrol. Baiklah. Bertemu dengannya beberapa jam tidak akan menimbulkan masalah.
***Windzhy Kazuma***
Sore harinya saat semua orang bersiap untuk pulang, aku menunggu Dyo di lobby. Aku akan mengantarnya pulang, dan kemudian menyusul Jennie ke cafe. Tapi Irene, sekretaris Dyo mengatakan padaku bahwa Dyo menyuruhku pulang lebih dulu. Meetingnya belum selesai. Irene memberiku kunci mobil Dyo. Oke. Plan B. Aku langsung menuju cafe yang dimaksud Jennie.
Aku melihat Jennie melambaikan tangannya begitu aku tiba.
"Hey, kau cepat sekali sampai."
"Aku punya waktu luang sejenak, so... yeah. Aku langsung menuju cafe ini."
"Jennie-ah, kau masih punya waktu luang? Orang-orang dikantor sama sekali tidak memiliki waktu luang. Mereka masih meeting saat aku berangkat dari kantor." Aku menggelengkan kepala.
"Benarkah? Wah, persiapan mereka sangat matang. Apa oppa bisa memberikan sedikit bocoran kepadaku?"
"Yak! Jennie-ah! Kau pikir aku orang gampangan?" Aku mendengus sembari menyentil dahinya.
"Yak, Oppa! Aku hanya mencoba peruntungan." Jennie mengusap dahinya cemberut, kemudia tertawa bersamaku. "Kau benar-benar mencintai tempat kerjamu, oppa."
"Tentu saja. Makanya aku digaji."
"Kau tidak ingin mencoba pekerjaan lain? Atau mungkin perusahaan lain?"
"Hm... untuk saat ini, belum. Aku juga masih sementara belajar. Pekerjaanku saat ini memperbolehkanku kerja sembari menyelesaikan perkuliahan. Jadi, aku cukup beruntung mendapatkan pekerjaan ini." Aku memberi jeda sejenak, saat waiter mengantarkan pesanan yang telah di pesan lebih dulu oleh Jennie. "Mengapa? Kau ingin merekrutku?" Tanyaku.
"Huh? Um... Ya, kalau Oppa tertarik, aku bisa memberikan penawaran yang bagus." Jennie menyeruput cappucino hangatnya.
Penawaran yang bagus. Jika aku tertarik. Penawaran.
Ha! Aku hampir tertawa. Obrolan ini mengingatkanku saat Dyo bertemu denganku untuk penawaran yang tidak biasa. Benar-benar... CEO gila itu, apa yang dia pikirkan saat itu?
***Windzhy Kazuma ***
Aku harus segera pulang. Aku benar-benar ceroboh memperkirakan waktu jika bersama Jennie. Obrolan kami mengalir begitu saja, dan aku tidak menyadari bahwa 2 jam sudah ku habiskan di cafe ini. Langit sangat gelap dan aku tidak tahu sejak kapan hujan turun.
"Jennie-ah, aku rasa sebaiknya kita pulang. Ini sudah sangat malam"
"Oppa, apa kau cinderella?"
"Yak! Jennie-ah, apa kau tidak punya meeting besok pagi? Kau juga harus beristirahat. Rapat saham 3 hari lagi."
"Aku sedang berusaha."
"Huh?"
"Oppa, Jika kau bukan Cinderella, kau seperti seorang ahjumma yang sedang mencemaskan anaknya yang berada di rumah. Kau menyimpan seseorang di rumahmu?" Jennie menatapku sambil tersenyum. Ia juga beberapa kali menatap keluar cafe dibelakang kepalaku. Mungkin sedang memperhatikan hujan yang semakin lama semakin deras.
"Ap-apa? Jennie-ah... Kau seperti orang mabuk yang 'tidak minum'." Aku menggelengkan kepala, dan Jennie hanya memamerkan senyum menyeringai yang berbahaya.
Ponselku bergetar dengan berisik diatas meja. Saat aku ingin mengambilnya, Jennie memegang tanganku, dan membalikkan layar ponselku kebawah sehingga aku tidak tahu siapa yang menelfon.
"Oppa, sebentar saja. Kali ini aku ingin mengobrol serius denganmu. 5 menit saja." Jennie menggenggam tanganku erat di atas meja. Suaranya tiba-tiba berubah menjadi begitu serius.
"Ada apa? Kau... Kau baik-baik saja, kan?"
Jennie menggeleng dan mengedarkan pandangannya ke sekitar, seakan mencari seseorang. Kemudian, ia menganggukkan kepala, dan seorang pria berjas datang membawa sebuah map di tangannya. Map itu diletakkan didepanku, tepatnya disebelah tanganku yang sedang digenggam oleh Jennie. Pria itu kemudian berdiri dengan tegap di samping Jennie.
"Bodyguard mu?"
"Hm." Jennie mengangguk. "Aku benar-benar serius saat menawarimu pekerjaan, oppa. Aku memiliki banyak posisi di perusahaan yang bisa kau tempati."
"Tapi... aku sudah bekerja, Jennie-ah. Kau bisa menawarkannya pada orang lain." Jawabku tersenyum. Jennie menggeleng dengan cepat.
"Posisi yang kutawarkan adalah jabatan-jabatan yang tinggi, oppa. Aku tidak menawarkannya kepada orang lain. Penawaran ini hanya untukmu saja." Ia kembali menatap keluar.
"Untuk apa? Kau menyia-nyiakan kursi di perusahaanmu. Aku orang yang belum kompeten untuk jabatan tinggi didalam perusahaan, Jennie-ah."
"Berapa biaya yang dikeluarkan Do Kyungsoo untuk mempekerjakanmu, oppa? Aku bisa memberimu lebih." Jennie berkata dengan serius, seolah-olah ini benar-benar masalah bisnis. Aku kembali menyentil dahinya dengan tangan kiriku.
"Kau ini kenapa? Asal kau tahu, Jennie-ah, yang menggajiku sebenarnya adalah Byun Baekhyun. Dia yang mempekerjakannku, dan aku asisten pribadinya. Tapi, karena Dyo-Do Kyungso adalah atasannya, jadi otomatis dia juga adalah atasanku―" Ponselku kembali bergetar. "Tunggu, aku harus mengangkatnya." Aku tersenyum kepada Jennie dan melepaskan genggaman tangannya.
[Do Kyungsoo is calling...]
Nama Dyo tertera di layar ponselku. Saat aku akan mengangkatnya, Jennie mengambilnya dari tanganku.
"Jennie-ah! Berikan kembali ponselku, jangan kekanakan." Jennie menyembunyikan tangannya ke belakang punggungnya.
"Kau harus membaca isi map ini dulu, oppa." Jennie menyeringai jahil saat menatapku.
"Jennie-ah, ini sama sekali tidak lucu." Aku berusaha menggapai tangannya yang berada di belakang tubuhnya. "Jennie, Berikan ponselku, mungkin itu panggilan penting."
Jennie menggeleng dan tersenyum usil.
"Jen―" Aku berhenti sejenak.
Aku baru memperhatikan, Jennie sedari tadi menatapku kemudian menatap arah belakang kepalaku secara bergantian beberapa kali. Aku membalikkan badan, dan mengikuti arah pandang Jennie. Dan...
Dyo.
Dyo menatapku dari balik dinding kaca cafe, basah kuyup sambil menggenggam ponselnya.
Dyo mundur perlahan, tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dari gerakan bibirnya, dapat ku pastikan dia mengatakan "I'm done." Dyo mengucapkannya beberapa kali sebelum berbalik dan berlari menembus hujan.
Aku baru saja akan berdiri saat Jennie menahan tanganku. Dia menggeleng dengan panik. Aku merebut ponselku dari tangannya dan menelfon Dyo kembali.
"Jennie-ah, kau tahu dia disana, kan? Kau tahu dia sudah berdiri sejak lama disana, kan?" Aku mencoba memelankan suaraku sambil terus menunggu panggilan telfonku dijawab.
"Berhenti menghubunginya, oppa. Tidak bisakah kau menatapku saja? Aku bisa memberimu apapun yang kau mau. Apapun yang kau butuhkan. Kau hanya per―"
"Jadi ini tujuanmu? Kau melakukan ini untuk rapat saham? Ada apa denganmu Jennie-ah?! Kau sampai melakukan hal rendah seperti ini untuk sebuah kekuasaan?"
"Aku juga melakukan ini untukmu―" Jennie mengeraskan suaranya. Beberapa pasang mata menoleh ke arah kami. Dan aku sama sekali tidak peduli.
"Berhenti! Jangan libatkan aku didalam alasanmu! Kekuasaan benar-benar memakanmu hidup-hidup, Kim Jennie!"
"Aku menyukaimu, oppa. Aku masih― Apa aku salah jika melakukan ini untuk masa depanku? Untuk keluargaku?"
"Tapi tidak dengan cara seperti ini! Jangan melakukan ini, Jennie-ah―"
"Oppa, apa kau sadar betapa tidak sehatnya hubungan yang kau bangun dengan Do Kyungsoo? Dibandingkan dengannya, kau lebih cocok denganku Oppa! Apa yang membuatmu seperti ini? Pekerjaan di Bar membuatmu menjadi orang yang tidak normal?!" Jennie setengah berteriak. Hampir seisi cafe terdiam, berusaha mencari tahu apa yang sedang kami bahas. "Aku melakukan ini untukmu, karena aku menyukaimu. Kita masih sepasang kekasih, oppa. Kita tidak pernah mengucapkan perpisahan. Aku akan melakukan cara apapun untuk mempertahankan perusahaanku. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan hakku. Dan aku akan membebaskanmu dari pengaruh buruk CEO itu!"
Aku tertawa tidak percaya. Dia bukan Jennie yang kukenal. "Kau mengerikan, Kim Jennie." Aku menatap matanya tajam dan berbalik berjalan kearah pintu keluar cafe. Aku masih mendengar Jennie meneriakkan namaku, memanggilku.
Aku tidak peduli. Aku berlari menembus hujan, berusaha menemukan Dyo yang berlari ditengah hujan.
Ini sangat kacau.
***Windzhy Kazuma***
Entah sudah berapa lama aku berlari di area sekitar cafe, tapi Dyo belum juga ku temukan. Nomor telfonnya juga tidak aktif. Sial! Aku kembali ke parkiran cafe, memutuskan untuk mencari Dyo menggunakan mobil. Hujan belum juga reda.
Aku mengelilingi jalan sekitar cafe beberapa kali, dan tidak ada hasil. Dyo seakan menghilang ditelan hujan. Bagaimana bisa aku begitu ceroboh? 3 hari lagi rapat saham, dan aku mengacaukan semuanya.
Dia melakukan konsultasi kejiwaan beberapa kali.
Kata-kata Baekhyun tiba-tiba kembali menggema di telingaku.
Kau tahu apa jenis pemberontakan yang ia lakukan pertama kali?
―Bunuh diri.
Fuck! Aku memukul stir mobil dengan kasar. Suara Baekhyun seakan berteriak didalam kepalaku. Bagaimana jika hal buruk terjadi karena kecerobohanku? Bagaimana jika, Dyo tidak berpikiran jernih saat berlari dari cafe? Bagaimana jika...
Sialan! Aku menambah kecepatan mobil, dan mengubah haluan menuju apartemen. Setelah sampai di basement, aku memarkir mobil dan berjalan cepat ke lantai apartemen Dyo sambil menelfon Baekhyun dan Chanyeol. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat telfonku. Sisa air hujan terus menetes dari pakaianku di dalam lift dan sepanjang koridor.
Aku menekan password apartemen dengan tergesa begitu sampai didepan pintu. "Dyo! Dyo-ah!" Aku memanggil Dyo beberapa kali, namun tidak ada jawaban. Aku memeriksa dan membuka semua pintu, mengecek semua ruangan, tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran Dyo di apartemen. Semuanya tertata rapi seperti saat kami meninggalkan apartemen pagi tadi.
Dapat kupastikan, dia sama sekali belum pulang.
Aku duduk dilantai ruang tengah, bersandar pada dinding. Lantai apartemen basah karena tetesan air hujan dari pakaianku, tapi aku tidak peduli.
Dyo... Kau kemana?
Aku memikirkan tempat yang kira-kira akan dikunjungi Dyo. Saat aku tengah berpikir, bunyi pintu apartemen menyita perhatianku. Ada yang menekan tombol password apartemen. Dengan segera, aku berdiri dan berjalan menuju pintu. Aku pikir itu Dyo, tapi yang muncul di balik pintu adalah Baekhyun, dengan Chanyeol yang memegang sikunya dari arah belakang.
"Hyung―" Aku belum menyelesaikan ucapanku, ketika kepalan tangan Baekhyun mendarat di pipiku dengan keras. Aku terhuyung ke belakang, dengan punggung membentur permukaan dinding.
"Yak! Baekhyun-ah!" Chanyeol berusaha menarik Baekhyun, sementara Baekhyun memegang kerah bajuku. "―Ini tidak menyelesaikan masalah, kau tenang dulu!" Sambung Chanyeol.
Ah― mereka tahu.
"What the fuck are you doing, Kai-ah? Kau tidak mendengarku saat aku mengatakan 'jangan bertemu dengan Direktur Kim'?"
"Aku― dimana Dyo?"
"Kau masih berani menanyakan Dyo?"
"Baekhyun-ah, cukup." Chanyeol menarik paksa Baekhyun dan mendorongnya ke arah sofa hingga ia duduk. "Cukup. Kau harus mendengar dari Kai, apa yang sebenarnya terjadi. Dyo sama sekali tidak mengatakan apapun didalam pesannya―"
"Dyo mengirimimu pesan? Apa yang dia katakan? Dimana dia?" Tanyaku tidak sabar. Yang benar saja, entah berapa jam aku keliling mencari Dyo, menelfonnya, mengirimkan pesan berkali-kali, dan tidak ada satupun balasan. Dyo malah menghubungi mereka, Chanyeol dan Baekhyun. Mereka berdua bahkan tidak mengangkat telfonku.
"Kau, duduk." Chanyeol menatapku serius.
"Aku memilih seperti ini. Katakan saja dimana Dyo." Aku berdiri tidak sabar.
Chanyeol menarik napas panjang, dan Baekhyun menatapku tajam. Kedua tangannya terkepal. Chanyeol menyodorkan ponsel ke arahku."Dia mengirim pesan. Kau bisa membacanya."
***Windzhy Kazuma***
[Dyo: Hyung, my black dog is back.]
[Baekhyun: What? What do you mean?]
[Baekhyun: Oke. Kau dimana?]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[Baekhyun: Dyo-ah, Kau baik-baik saja?]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[Baekhyun: Dyo ah, angkat telfonku!]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[Baekhyun: Kau jangan melakukan apapun. Jangan coba-coba melakukan apapun!]
[-Panggilan tidak dijawab-]
[Baekhyun: Yak! Do Kyungsoo, angkat telfonku! Setidaknya beritahu aku, kau dimana sekarang?!]
[Dyo: Kai]
[Baekhyun: Kau bersama Kai?]
[Baekhyun: Ada apa dengan Kai?]
[Dyo: Kim Jennie]
[Baekhyun: Dyo-ah, apapun yang sedang kau pikirkan tentang Kai dan Direktur Kim, itu semua salah. Aku tahu Kai. Jangan berbuat apapun.]
[Baekhyun: Beritahu aku, kau dimana sekarang?]
*** Windzhy Kazuma ***
Aku meletakkan ponsel Baekhyun diatas meja setelah membaca kalimat terakhir yang dikirim Baekhyun ke nomor Dyo.
"Kau sudah tahu dimana Dyo sekarang?" aku bertanya dengan lesu kearah Baekhyun. Dia balas menatapku tajam.
"Apa yang kau lakukan dengan Jennie? Bukannya aku sudah memberitahumu, jangan bertemu dengan Jennie?"
"Aku memang menemani Jennie di cafe sore tadi. Tapi tidak ada yang kami lakukan, hanya minum kopi. Tempatnya juga dekat dengan kantor." Aku menghela napas. "Aku dan Jennie hanya berteman. Pertemuan tadi sore hanyalah pertemuan biasa."
"Siapa yang tahu? Kau mungkin saja sudah bekerja sama dengan Direktur Kim, untuk menghancurkan Dyo sebelum rapat saham―"
"Tidak ada hubungan apapun antara aku dan Jennie! Dia bukan orang yang spesial untukku. Kau jelas tahu itu, Baekhyun." Aku menjawab marah. "Dyo mengikutiku ke cafe dan salah paham dengan semua―"
"Dyo tidak mengikutimu. Jennie mengirim e-mail berisi foto kalian berdua beserta alamat cafe tempat kalian bertemu."
"What?..."
"Ha! Apa kau benar-benar mengenal Kim Jennie, Kai-ah?" Baekhyun tersenyum sinis. "Kau yakin, tidak bekerja sama dengan Jennie? Atau ini hanya akal-akalan kalian agar fokus Dyo terpecah―"
"Untuk apa aku menyakiti seseorang yang aku cintai? Apa aku gila? Kau tahu perasaanku kepada Dyo, hyung! Tapi kau masih berpikir aku sengaja melakukan ini? Jika aku tahu, Jennie merencanakan ini semua, aku tidak akan pernah datang bertemu dengannya! Aku..." Entah sudah berapa kali aku menghela napas. Aku kehabisan kata-kata. Dyo tidak mengangkat telfon dan percuma saja berbicara dengan Baekhyun jika dia mencurigaiku. Aku mengambil kunci mobil dan bergegas kearah pintu. Lebih baik aku mencari Dyo, daripada menghabiskan waktu berdebat dengan Baekhyun tanpa ada solusi sedikitpun.
"Yak! Kau mau kemana?" Chanyeol menahanku.
"Kemanapun. Mencari Dyo. Aku tidak ingin membuang waktuku untuk tinggal berdebat dengan kalian berdua, sementara Dyo berada diluar sana dengan emosi yang tidak stabil―"
"Dyo sedang bersama Psikiaternya." Kata Baekhyun saat aku meraih kenop pintu. "Kau tidak perlu mencarinya. Dia... aman."
Aku menghembuskan napas lega. Setidaknya Baekhyun tahu keberadaan Dyo.
"Dimana?" Tanyaku.
"Aku tidak bisa memberitahumu tempatnya." Baekhyun berdiri dari sofa dan memandangku. Garis-garis kemarahan telah berkurang dari wajahnya. "Kau penyebab Dyo kembali menemui Psikiater. Ada baiknya, kau tidak menemuinya untuk sementara."
Baekhyun berjalan kearahku dan membuka pintu apartemen. "Tidak ada yang bisa kau lakukan sekarang. Tunggu saja dia pulang, dan jangan membuat kekacauan baru." Baekhyun berjalan keluar pintu hingga tidak terlihat lagi.
"Tenang saja. Semua akan membaik." Chanyeol bersuara setelah menjadi penyimak percakapanku dengan Baekhyun. Dia belum bergeser dari sofa.
"Entahlah, mate. Aku tidak pernah berada dalam kondisi seperti ini." Aku kembali ke ruang tengah dan duduk dilantai, didepan Chanyeol sambil bersandar di dinding. "Dyo... baik-baik saja, kan?"
"Ya. Dia bukan remaja lagi." Chanyeol menyunggingkan senyum tipis. "Emosinya lebih terkontrol."
Aku mengangguk. Aku baru merasakan dinginnya pakaian yang sedang ku kenakan.
"Bagaimanapun, kau tidak bisa melakukan hal seperti ini lagi, Kai-ah." Sambung Chanyeol. "Pengaruhmu pada Dyo sangat besar. Kau tidak bisa membayangkan hal mengerikan seperti apa yang akan terjadi hari ini jika Dyo tidak berpikiran jernih."
Ya, aku bahkan tidak akan berani membayangkannya.
Pemberontakan.
Bunuh diri.
***Windzhy Kazuma***
Aku tersentak kaget saat bunyi alarm jam dari meja disamping tempat tidur membangunkanku. Setelah menekan tombol off, aku segera duduk dan menoleh kesamping. Tempat Dyo masih dingin, artinya dia tidak pulang semalam. Aku memijat pelipisku, mencoba berdamai dengan rasa pening yang mulai muncul. Ah, sepertinya aku demam.
Aku mengambil ponselku dari meja. Ada beberapa pesan dari Jennie yang sejak semalam enggan kubuka. Dan dari beberapa daftar pesan Jennie, terselip satu pesan dari nomor Dyo. Jantungku berdegup sedikit nyeri.
[Dyo: Aku tidak pulang sampai rapat saham selesai. Aku baik-baik saja. Jangan menemuiku. Tidak perlu mengirim pesan atau menelfonku. Jangan menghubungiku.]
Aku membaca pesannya dua kali. Dia tidak pulang hingga rapat saham selesai, berarti dia tidak akan pulang kerumah selama 2 hari.
Apa pengaruhku seburuk itu?
Banyak yang ingin ku katakan. Aku ingin meyakinkan Dyo bahwa yang dilihatnya kemarin bukan sesuatu yang spesial. Kejadian itu hanya kesalahpahaman yang sengaja dibuat oleh Jennie. Dyo satu-satunya orang yang menguasai hatiku saat ini.
Tapi percuma. Dyo sama sekali tidak ingin mendengar penjelasan. Dia tidak mau aku menghubunginya. Sigh. Aku mengetik kalimat diponselku, kemudian menghapusnya kembali. Mungkin lebih baik aku tidak membahasnya. Aku yakin saat ini dia tidak ingin mendengar pembelaanku.
[Kai: Baiklah. Aku minta maaf. Take care."]
Aku membaca pesanku berulang kali sebelum mengirimnya ke Dyo. Ya, walaupun dia tidak ingin menerima pesan atau telfonku.
2 hari tanpa Dyo. Aku baru akan memulai hari, tapi rasa lelah sudah menghampiriku lebih dahulu. Sial.
.
.
.
To Be Continued.
***Windzhy Kazuma***
Don't forget to read and review gaesss...
