HARRY POTTER belongs to

THE KING OF THE EMERALDIA KINGDOM belongs to Farida Lil Safana

PAIR is Draco x Harry (Drarry)

.

.

Prev Chapter~

Draco tersenyum miring saat mendengar tawaran yang diberikan Emeraldia.

"Benarkah?" tanya Draco kini menatap Emeraldia lalu mendekatkan wajahnya hingga berjarak 5 centi.

"Asal kau memaafkanku," jawab Emeraldia serius.

"Berikan aku sebuah ciuman," ujar Draco cepat.

Emeraldia menatap ke arah Draco dengan terkejut.

"Jika kau tidak mau. Aku tidak akan memaafkanmu," balas Draco seakan tau apa yang dipikirkan Emeraldia saat ini.

Emeraldia mencium pipi Draco dengan cepat.

"Bukan di pipi. Arry, melainkan di bibir," goda Draco sambil memanggil nama kecilnya tanpa nama penyamarannya.

'Bugh'

Draco terjatuh sambil menyentuh pipinya yang berdenyut sakit.

"Kau memang mesum! Malfoy. Dasar Ferret sialan!" Teriak Emeraldia dengan kesal lalu berlari ke arah kamarnya dengan wajah yang memerah.

Draco tertawa pelan lalu kembali meringis saat merasakan sakit di pipi kirinya akibat pukulan Emeraldia.

Menggoda pujaan hatinya memang menyenangkan. Walaupun ia harus mendapatkan efek sampingnya untuk terkena pukulan.

.

.

The Next Chapter~

Narcissa menatap gaun pilihannya lalu mengangguk dengan senang.

Melangkahkan kembali kakinya untuk ke arah kamar Draco. Mungkin saja Emeraldia sudah berbaikan.

'Bruk'

Narcissa menatap sosok yang menabraknya tadi.

"Maafkan aku," lirihnya pelan.

Narcissa tersenyum saat melihat sosok yang menabraknya adalah Emeraldia yang tengah menatap horror.

"Ada apa? Eraldia. Apakah Draco menjahilimu lagi?" Tanya Narcissa lalu tertawa pelan, melihat wajah Emeraldia yang masih pucat pasi. Setelah pergi dari perpustakaan.

Emeraldia menatap serius kearah Narcissa yang membuat wanita itu bingung.

"Bolehkah aku tidur di ruang tamu saja?" Tanya Emeraldia dengan tatapan penuh harap yang dijawab dengan kekehan lembut Narcissa.

"Itu tidak baik untuk kesehatanmu," ujar Narcissa lembut, membantah permintaan Emeraldia yang terus menatapnya penuh harap.

Ekspresi Emeraldia berubah menjadi kesal sekaligus kecewa. Gagal meminta izin pada Lady Malfoy. Melihat ekspresi Emeraldia yang merengut membuat Narcissa tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Aku sudah meminta salah satu pelayan untuk menyiapkan kamar untukmu. Setelah acara nanti, bagaimana jika kita mengunjungi kamarmu? Jika kamar itu telah bersih dan rapih. Kau bisa menggunakannya," usul Narcissa membuat manik biru cerah itu berbinar penuh terima kasih.

"Terima kasih," balas Emeraldia tersenyum senang yang di jawab anggukan Narcissa.

Narcissa bertepuk tangan pelan saat mengingat aktivitasnya yang belum selesai.

"Ayo kita cari pakaian yang cocok untukmu. Eraldia," ajak Narcissa ceria yang dijawab tatapan horror Emeraldia itu sendiri.

Demi apa? Ia harus menggunakan gaun buatan HandMade Lily dan Narcissa. Membayangkannya saja, membuat Emeraldia menelan ludahnya sulit. Entah gaun apa yang sedang disiapkan untuknya.

Harga diri Harry sebagai seorang laki-laki telah ternodai, sejak ia menyamar sekaligus berpenampilan sebagai seorang putri kerajaan di istana Greyssia.

'Kapan mimpi buruk ini akan berakhir?' batinnya lelah.

Walaupun harus ia akui jika dirinya berpenampilan sempurna menjadi seorang gadis layaknya putri bangsawan. Bagaimanapun, ia tetaplah menjadi seorang pangeran Eemeraldia yang dicari keberadaannya.

Tentu saja dari itu, Harry tidak ingin disamakan dengan seorang gadis. Harry hanya seorang laki-laki tulen yang menjadi korban karna harus berpenampilan menjadi seorang gadis.

"Eraldia?"

Harry kembali berpikir. Jika saja ia dapat menemukan penghianat keluarganya, mungkin ia dapat menghentikan permainan petak umpatnya. Dan ia bisa bebas menggunakan identitas aslinya tanpa nyawanya terancam. Termasuk nyawa orang-orang tidak bersalah disekitarnya.

"Harry," panggil Narcissa dengan nada yang sedikit ditinggikan karna Harry yang sedang menyamar menjadi Emeraldia hanya melamun. Tanpa menghiraukan panggilan Narcissa sejak tadi.

"Ah. Maaf Aunt Cissy. Tiba-tiba saja aku memikirkan sesuatu," jawab Emeraldia ragu lalu kembali terdiam, menatap lurus kearah depan.

Narcissa menatap khawatir kearah Emeraldia.

"Apakah ada yang menganggumu?" Tanya Narcissa lembut, berharap jika Emeraldia akan menjawab jujur padanya.

Emeraldia menggeleng pelan lalu tersenyum tipis.

"Aku baik-baik saja. Aunt Cissy," jawab Emeraldia pelan. Narcissa hanya mengangguk sebagai jawaban, tidak akan memaksa Emeraldia untuk menjawab pertanyannya.

"Gaun ini sangat cocok untukmu. Bagaimana jika kau berganti?" saran Narcissa lembut yang dijawab anggukan Emeraldia dan menuju ruang ganti untuk mengganti pakiannnya.

Sebuah gaun putih gading hasil buatan Lily dan Narcissa semasa Lily masih hidup.

"Aku harap. Kau dapat menceritakannya semuanya padaku. Harry,"

.

.

~The King of The Emeraldia Kingdom~

.

.

Sesekali Draco akan merapihkan jas yang sedang dipakainya. Bahkan, saat jas yang dipakainya sudah rapihpun, tetap ia rapihkan kembali. Ia tidak ingin menjelekkan nama keluarga 'Malfoy' karna penampilannya yang tidak sempurna, walaupun ia memiliki tujuan tersendiri.

"Sampai kapan kau akan berdiri di depan cermin? Son," Tanya Lucius heran. Bahkan Lucius hampir melupakan jika anaknya adalah seorang laki-laki. Bukanlah seorang perempuan yang takut penampilannya akan rusak.

"Aku hanya memastikan penampilanku, Dad. Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku. Hanya karna penampilanku," jawab Draco tenang.

Lucius menatap curiga.

"Katakan saja jika kau ingin terlihat menarik di hadapan Harry. Aku tidak mengerti dengan jalan pikirmu, son. Semakin lama, kau bersikap jauh dari sifat keluarga Malfoy,"sindir Lucius geli lalu meninggalkan ruangan.

Lucius tidak habis pikir. Bagaimana bisa? Anaknya berubah hanya dalam waktu singkat. Apakah ia perlu mengadopsi seorang anak lagi untuk menjadi penerus keluarga Malfoy?

Lucius menggeleng pelan. Bisa-bisa Narcissalah yang akan mengamuk padanya. Lucius sadar saat ini, jika cinta dapat membuat sifat seseorang berubah, sekalipun itu pada seorang 'Malfoy' yang selau terlihat dingin ataupun tidak peduli sekitar.

Draco menatap pintu yang tertutup bersamaan dengan punggung sang ayah yang telah menghilang. Tiba-tiba, sebuah perasaan panik menghias jantungnya yang sejak tadi berdebar.

"Bagaimana ini? Aku benar-benar akan dicoret dari keluarga Malfoy,"

.

.

~The King of The Emeraldia Kingdom~

.

.

Sebuah ruangan luas yang selalu kosong itu. Kini disulap menjadi sedemikian rupa. Sehingga, menjadi sebuah ruangan pesta dansa yang indah, membuat setiap mata memandang dengan tatapan kagum saat memasuki ruangan itu.

Blaise datang bersamaan dengan Pans dan Theo. Berniat ingin datang bersama pasangan masing-masing. Justru datang bersama tanpa pasangan.

Seperti yang selalu dikatakan Theo padanya, "Ikatakan persahabatan lebih penting. Dibandingkan pasangan,"

Jawaban yang selalu digunakannya saat tidak membawa pasangan kesebuah acara.

Pans datang dengan gaun hijau tousca yang indah. Rambutnya digerai dengan kepangan kecil disamping kiri. Poninya, dijepit dengan jepitan rambut dengan warna senada gaunnya.

Blaise dan Theo memakai sepasang jas berwarna hitam. Tatapan mereka jatuh pada sosok yang sejak tadi sedang mencari seseorang.

"Drackie!" panggil Pans dengan nada yang tinggi lalu menghampiri Draco, mengabaikan pasangan mata yang mengarah padanya.

"Ah. Dia benar-benar ingin membuat dirinya, menjadi pusat perhatian," ujar Theo malas yang dijawab anggukan setuju Blaise di sampingnya.

Namun, tak butuh waktu lama. Perhatian semua orang tertuju, pada sosok gadis bersurai pirang, yang berjalan dengan anggunya memasuki ruangan pesta dansa. Gaun berwarna biru cerah, melekat manis di tubuhnya, rambutnya dibiarkan tergerai.

Berjalan tenang, dengan aura bangsawan yang terpencar jelas dari dirinya. Tak ada yang mengenal dirinya sebagai keluarga Grenggrass yang terhormat. Bahkan, terdapat berita burung. Jika ia akan bertunangan dengan anak tunggal keluarga Malfoy.

Dagunya terangkat dengan pandangan menatap lurus kedepan.

"Lihat! Bukankah Astoria sangat cantik malam ini? Theo," Tanya Blaise menyikut Theo yang memandang malas.

"Tidak, Blaise. Aku masih menunggu malaikatku yang lebih cantik dari patung dengan Foundation yang tebal itu," jawab Blaise mantap.

"Benarkah? Siapa itu? Aku kira kau tidak punya pasangan," balas Theo lalu ertawa pelan, mengejek Blaise yang memutar kedua bola matanya malas.

"Sayangnya, aku bukan tidak memiliki pasangan. Melainkan, Single yang berasal dari pilihanku sendiri. Jangan samakan aku dengan dirimu," ujar Blaise tenang.

"Hentikan kalian berdua! Dan lagi, siapa malaikat yang kalian maksud? Sekalipun ada sosok malaikat yang kalian kagumin itu. Malaikat itu tidak akan menemui kalian. Manusia saja tidak ada yang menjadi pasangan kalian," Pans tidah habis pikir dengan pemikiran kedua sahabat konyolnya.

Bukannya ia menerima nasib karna belum memiliki seorang kekasih yang menjadi tambatan kasih sayangnya. Ia lebih memilih untuk mengikuti aliran waktu. Lagi pula, bukankah jodoh sudah ada yang mengatur?

Jika Ia bertemu dengan jodohnya suatu saat nanti, barulah ia akan memperjuangkan cinta itu. Tanpa Pans sadari, ia masih belum mengerti. Dimana letak cinta nafsu dan cinta sejati. Apa yang diharuskan perjuangkan ataupun merelakan.

"Jangan libatkan dirimu dengan pemikiran dua orang konyol seperti mereka. Pans," peringat Draco yang dijawab anggukan Pans dan tatapan protes dari Blaise dan Theo, yang lagi-lagi dihiraukan Draco.

"Bagaimana jika kau menjadi jodohku saja? Drackie," Tanya Pans penasaran yang dijawab gelengan dari Draco.

"Jangan berharap dengan sesuatu hal yang mustahil, Pans. Kau sudah tau jika hati dan cintaku sudahlah tertambat dengan seseorang," balas Draco tenang, Pans memutar kedua bola matanya malas.

"Apakah itu Astoria?" Tanya Blaise lalu tertawa pelan, ia berharap demikian agar saingan untuk mendapatkan sang malaikat berkurang.

"Kau bercanda? Untuk apa aku mengencani ataupun bertunangan hingga menikahi wanita itu? Terlalu banyak topeng yang ia gunakan," jawab Draco malas.

Theo dan Blaise tertawa menanggapi jawaban Draco yang terbukti benar.

Bisik-bisik mulai terdengar sejak kedatangan sosok itu, mengatakan betapa cantiknya gadis itu. Yang tidak lain adalah Astoria.

Draco memutar kedua bola matanya malas, ia yakin. Jika Astoria akan sepenuh hati menerima undangan yang diberikan ibunya. Lagi pula, apa yang dipikirkan ibunya? Kenapa harus sampai mengundang Astoria?

Baru saja Astoria menuju kearah Draco. Seorang pengawal, mengatakan jika raja dan ratu Greyssia telah memasuki ruangan. Semua pasang mata menatap dengan tatapan terkejut sekaligus tidak percaya.

Bahkan mereka tidak dapat mengalihkan pandangan mereka dari sosok yang berjalan tepat dibelakang Narcissa dan Lucius. Yang berjalan tegap kearah sebuah tempat duduk yang tel;ah dipersiapkan, untuk menikmati acara lebih tenang.

Seorang gadis dengan surai pirang yang disanggul rapih, menyisakan anak rambut di samping yang membentuk sebuah kalan kecil. Manik biru cerahnya menatap sekeliling dengan tatapan kagum, jika ruangan yang selalu dianggap kosong itu telah disulap menjadi ruangan indah.

Tangan kanannya mengenggam tangan kiri tepat didepan gaunnya, berharap dalam hati. Jika ia tidak akan terjatuh saat menuruni anak tangga yang terbilang cukup banyak untuk dituruni. Bisik-bisik kembali terdengar jika ia adalah seorang putri cantik dan lembut yang berasal dari kerajaan Greyssia melupakan fakta, jika kerajaan itu memiliki seorang putri.

"Cantik sekali,"

"Kau benar. Dia sangat sempurna! Aku ingin mengencaninya,"

"Lakukan saja. Setelah itu, aku akan mengirim lamaran untuknya. Aku yakin, jika kerajaan Greyssia akan menerima kerja sama antar perikanan,"

"Hahahaha. Kau curang sekali!"

"Aku tidak akan melewatkan seorang gadis cantik sepertinya,"

Jika saja Draco dapat memprotes, ia akan berteriak jika gadis itu adalah miliknya seorang. Memutar kedua bola matanya malas, ia memilih untuk melihat kearah Emeraldia kembali, yang menarik perhatian semua undangan.

Emeraldia memakai gaun berwarna putih yang terlihat elegan. Narcissa tidak salah memilih gaun yang akan dipakaikan Emeraldia

"Beautifull," gumam Theo tanpa sadar.

"Malaikat," panggil Blaise.

Emeraldia menatap heran kearah Draco yang sejak tadi menatapnya. Bahkan, sampai ia sudah berada dihadapannyapun, Draco tidak bergeming sama sekali.

"Sudah aku katkan. Jika malaikatku lebih cantik dari manapun. Sekalipun itu adalah Astoria," ujar Blaise mengagumi dirinya sendiri.

'Sret'

Tanpa pikir dua kali, Pans memeluk erat Emeraldia. Membuat gadis itu tersentak kecil dengan perilaku yang tiba-tiba.

"Kau cantik sekaligus menggemaskan sekali! Kau seperti sebuah boneka yang terbuat dari kaca dengan pahatan sempurna. Bolehkah aku membawanya pulang? Drackie," pinta Pans setelah menatap lekat Emeraldia yang hanya mengedipkan kedua matanya berulang kali.

"Dia bukan boneka Pans. Theo dan Blaise berhentilah mimisan! Apa kalian ingin membuat seisi ruangan ini banjir darah kalian berdua?" Tanya Draco kesal lalu memijat keningnya perlahan, berharap jika rasa pusing yang menghinggap dikepalanya menghilang.

"Ayolah Drackie~ Dia sangat cantik~ Aku ingin membawanya pulang dan menandananinya~" rengek Pans, layaknya anak kecil yang sedang meminta dibelikan mainan pada orang tuanya.

"Itu tidak mungkin terjadi, Draco. Sebelum membuat banjir seisi ruangan, kami bisa mati terlebih dahulu. Sejak tadi kau hanya dapat menghela napas dengan memijat keningmu. Aku yakin! Jika kau dapat tua sebelum umurmu," balas Theo tenang yang dibalas tatapan tajam Draco.

Emeraldia yang berhasil melepaskan pelukan dari Pnas menghela napas lega.

"Aku tidak mungkin tua secepat itu. Theo," bantah Draco kesal.

"Jika kau mengkhawatirkan tentang keselamatan Eraldia. Kau serahkan saja padaku, dan nikmati masa tuamu dengan tenang. Tenang saja, aku akan melindungi dirinya seperti melindungi nyawaku sendiri," ujar Blaise yakin dengan tangan yang melingkar manis dipinggang ramping Emeraldia yang lagi-lagi dibuat terkejut.

Draco menggeram marah saat melihat miliknya disentuh orang lain, dan bukan dirinya seorang. Sebelum Emeraldia akan memprotes atas perilaku Pans dan Blaise pada dirinya. Ia ingin mengatakan jika ia tidak suka ditarik seperti barang yang dapat dilempar dengan mudahnya.

"Tidak perlu cemaskan dirinya, Blaise. Aku sendiri yang akan menjaganya dengan nyawaku sebagai taruhannya. Maka dari itu, jauhkan tanganmu darinya!" perintah Draco tajam yang dijawab dengan mengangkat tangannya keatas.

"Baiklah. Pangeran Greyssia yang terhormat. Kau terlalu Posesif . padahal semua orang tau, jika dirimu belum diakui oleh Eraldia sendiri," balas Blaise tenang, dengan seringai yang menghias wajahnya.

Draco memandang tajam kearah Blaise.

"Bukankah disini terasa lebih dingin?" Tanya Theo sambil memeluk tubuhnya erat.

"Apakah kau mau aku memintakan sebuah selimut untuk dirimu? Theo. Akan aku buatkan secangkir teh panas. Jika kau tidak keberatan," tawar Emeraldia lembut, mengabaikan pertarungan tatapan sengit yang dianggap konyol oleh Emeraldia sendiri.

"Mungkin karna kau melihat secara langsung. Pertarungan yang tidak berarti ini. Theo," ujar Pans malas.

"Kau benar Pans. Terkadang tingkah Draco menyebalkan dan aneh. Apakah Blaise juga seperti itu? Aku tidak mengerti, kenapa mereka harus sampai melakukan hal aneh itu sekarang?" Tanya Emeraldia bosan.

Pans menatap Emeraldia sebentar lalu kembali melihat kedua sahabat idiotnya bahkan Draco dapat tertular bodoh jika bersama Blaise dan Theo. Pans sempat berpikir jika pada saat tertentu, otak jenius seorang Malfoy. Yang selalu dibanggakan semua orang, akan menghilang pada saat tertentu.

'Tidakkah mereka sadar? Jika yang diperebutkan sama sekali tidak peduli,' batin Pans mereasa kasihan dengan kedua sahabatnya.

Maniknya jatuh pada Emeraldia yang berbincang dengan Theo. Bukankah sangat aneh? Draco dan Blaise berperang satu sama lain agar mendapatkan perhatian dari Emeraldia. Sedangkan, Theo yang tidak mengikuti aksi perang tatap dingin itu, mendapatkan perhatian dari Emeraldia.

Emeraldia yang memastikan jika Theo sudah tidak kedinginan, ia berjalan kearah Theo dan Draco. Berniat menghentikan acara peperangan tatap dingin yang tidak ada artinya itu.

"Hentikan kalian berdua! Pa yang ka-"

'Wush'

Sebuah angin bertiup kencang memasuki seisi ruangan dengan cepat. Beberapa orang mulai menggigil akibat angin dingin yang masuk.

"Tutup pintu ruangannya!" perintah sang Raja tegas yang dijawab anggukan sang pengawal penjaga pintu.

'Wush'

Angin dingin kembali bertiup kencang menerobos masuk, tak ingin pintu itu tertutup. Beberapa benda yang telah terkena angin, mulai membeku. Membuat seluruh pasang mata menatap terkejut sekaligus khawatir.

Draco mengepalkan kedua tangannya kuat.

"Pans!" panggil Draco tegas yang dijawab anggukan dari gadis itu sendiri.

"Eraldia! Kita harus pergi!" ajak Pans cepat.

"Tapi- bagaimana dengan Draco? Lalu para undangan?-"

"Kita tak punya banyak waktu!" bantah Pans cepat yang membuat Emeraldia menganggukkan kepalanya.

Sebuah bayangan hitam mulai menerobos masuk menyusuri lantai pesta dengan cepat, hingga menemukan sosok yang dicari sang tuan selama ini. Pans yang melihat bayangan itu terkejut, dengan cepat ia menyerang. Namun gagal.

Bagaimanapun juga, itu adalah sebuah bayangan, yang akan sulit dihancurkan dengan serangan fisik.

"Sial," ujar Pans kesal.

Mendapatkan celah. Bayangan itu, dengan cepat menuju kearah sosok yang sejak tadi menatapnya.

"Aku berhasil menemukanmu. Sebuah peperangan akan kembali terjadi. Sebuah awal baru telah dimulai. Sebuah nasib takdir akan tergantung pada dirimu. Apakah kau dapat bertahan dalam kemenangan ataupun kematian yang mengenaskan,"

Kedua manik biru cerah itu membulat terkejut. Tanpa sadar ia terduduk ketakutan. Draco menghancurkan bayangan itu dengan sebuah cahaya, dan semua kejadian kembali normal. Seperti sedia kala.

'Sret'

Draco memeluk gadis itu erat.

"Kau sudah aman. Kau akan baik-baik saja, disini!" janji Draco.

Lucius menggeram marah saat perlindungan yang selama ini dijaganya mulai memudar dan akan menghilang dengan menghitung waktu yang singkat.

"Eraldia. Apakah kau baik-baik saja?" Tanya Narcissa lembut.

Emeraldia hanya terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia terlalu takut, untuk menyampaikan perkataan sang bayangan.

"Apa yang bayangan itu katakan?" Tanya Narcissa khawatir akan keadaan anak tunggal sahabatnya yang berada diambang kesadaran.

"Aku .. Telah… Menemukan.. Mu," jawab Emeraldia sebelum kesadarannya menghilang.

Tbc~

(Maaf jika terjadi kesalahan kata/typo dalam penulisan cerita)

~Farida Lil Safana~