Narcissa menatap cemas kearah sosok yang tengah tidak sadarkan diri di atas kasur. Ia tidak menyangka jika keamanan Mansionnya akan melemah, sehingga kegelapan akan melewati penjagaan dengan mudahnya.

Bahkan manik Draco terus menatap lekat kearah sosok dihadapannya, sesekali ia akan mengusap surai Raven itu lembut. Berharap jika manik Emerald dapat ia lihat lagi dari sosok yang paling dicintainya.

Sejak Emeraldia tidak sadarkan diri. Perlahan, ramuan yang diberikan Severus mulai menghilang dan Emeraldia menjadi sosok Harry seutuhnya. Maka dari itu, sebelum sosok penyamarannya terbongkar. Narcissa meminta Draco untuk membawa Harry ke kamar.

Walaupun sempat terjadi pertengkaran konyol antara Draco, Blaise dan Theo. Siapa yang akan mengangkat Harry ke kamar. Dan keberuntungan jatuh pada Draco, yang memenangkan pertengkaran konyol itu.

Bahkan Pans dibuat geram oleh tingkah ketiga temannya itu.

"Aku akan meningkan keamanan disekitar Mansion" ujar Lucius lalu meninggalkan ruangan.

Narcissa menyentuh pundak Draco lembut. Ia tahu jika Draco sangat mencemaskan keadaan Harry saat ini. Bukan hanya dirinya, Luciuspun merasakan hal yang sama.

"Lebih baik kau istirahat. Ini sudah larut. Son," saran Narcissa lembut yang dijawab gelelngan pelan Draco.

"Aku yang akan menjaga Harry. Mom," jawab Draco tenang lalu mengenggam tangan kanan Harry lembut sekaligus erat di saat bersamaan, senggan melepaskan.

Narcissa tersenyum melihat tingkah anaknya. Ia tidak akan bisa melarang keinginan Draco. Lagi pula, walaupun Draco menurut untuk pergi ke kamarnya sendiri. Tidak butuh waktu lama, Draco akan kembali ke kamar Harry. Untuk memeriksa keadaan pemuda itu.

"Baiklah. Kau jangan memaksakan dirimu. Oke?" ujar Narcissa lembut lalu meninggalkan ruangan, menutup pintunya pelan. Hingga tidak meninggalkan suara.

Hanya tinggal Harry dan Draco saja yang tersisa di dalam ruangan. Draco berharap jika sosok pujaan hatinya akan membuka kedua matanya lagi. Perlahan, Draco mendekatkan wajahnya pada wajah Harry.

Mengikiskan jarak diantara mereka, lalu mencium bibir Harry lembut. Seakan berharap jika Harry akan terbangun seperti cerita dongeng yang di ceritakan ibunya sewaktu kecil.

Sayangnya, di dunianya, tidak seperti yang diceritakan Ibunya sewaktu kecil. Setiap cerita yang selalu berakhir HappyEnd. Bagaimana tidak?

Setiap Harry dan Draco akan bersama. Selalu saja akan ada tantangan yang menanti mereka berdua. Bersiap memisahkan mereka.

"Kau tidak pernah berubah, Harry. Kau tetap menjadi medan magnetnya masalah. Dimana ada masalah. Di sanalah ada dirimu," gumam Draco pelan sambil mengingat beberapa kejadian masalah yang selalu berhubungan dengan Harry.

"Dan, aku akan menjadi pemisah antara kau dan semua masalah yang menghampirimu," janji Draco lalu emnium surai Raven lembut.

.

.

.

HARRY POTTER Belongs to

THE KING of THE EMERALDIA KINGDOM Belongs to Farida Lil Safana

.

.

.

"Ck. Sial!" desisnya kesal.

"Maafkan saya Tuan," ujar sosok itu ragu sambil membungkukkan tubuhnya penuh ketakutan. Pasalnya, ia tidak pernah melihat Tuannya marah besar seperti ini.

Dan itu terjadi, karna rencananya telah gagal lagi.

"Keluarga Malfoy," ujarnya pelan sambil menggoreskan sebuah pisau pada meja kayu di hadapannya.

Seekor ular, menghampiri dirinya melalui lantai dengan tubuhnya. Menaiki meja tanpa adanya rasa sulit sedikitpun.

Maniknya menatap ular itu dengan lekat. Persis seperti keluarga Malfoy yang dapat meloloskan Harry dari masalah. Selicin ular, dan berbisa yang mematikan.

'Crash'

Desisan ulat terdengar memekik kesakitan saat sebuah pisau berukuran sedang menusuk tubuhnya dengan kuat tanpa ampun. Merobek tubuhnya hingga menjadi dua bagian.

Darahnya kini bercecer di atas meja hingga turun dan jatuh ke lantai.

'Tes'

"Tuan-" maniknya menatap lekat kearah tetesan darah yang terjatuh dari atas meja. Ia yakin. Jika saat ini Tuannya benar-benar marah karna rencana yang sudah di susun sempurna telah digagalkan oleh keluarga Malfoy.

"Lihat saja! Sampai kapan keluarga Malfoy melindungi sang penerus keluarga Potter. Karna tanpa mereka sadari, pewaris terakhir keluarga Potter. Akan aku buh dalam waktu cepat," janjinya sambil mengambil pisau yang masih tertancap pada tubuh ular.

'Tap'

Sebuah pisau terlempar dengan cepat, lalu tertancap dengan sempurna pada sebuah foto yang terpasang di dinding ruangan.

"Ambillah! Lumurkan, pada anak panah dan bunuh pewaris Potter dengan anak panah itu!" perintahnya tegas yang dijawab dengan anggukan.

Sosok itu mengambil sebuah pisau yang tertancap pada sebuah foto dengan darah yang masih menetes. Maniknya menatap seekor ular yang sudah tidak bernyawa dengan mulut yang terbuka.

"Akan saya lakukan perintahmu! My Lord,"

.

.

.

~The King of The Emeraldia Kingdom~

.

.

.

Cahaya mentari memasuki ruangan melalui celah-celah ventilasi udara dalam kamar. Angin sejuk pagi hari, mengganti udara malam hari menjadi lebih baik untuk dihirup.

Manik Emerald yang sejak tadi tertutup kini terbuka sempurna dengan tatapan terkejut sambil melihat ke langit-langit kamar.

Sebuah tempat yang berbeda dengan tempat yang ada di mimpinya. Walaupun ia belum mengingat semuanya. Namun, akhir-akhir ini. Selalu ada gambaran masa lalu dalam mimpinya.

Harry menyentuh kepalanya yang berdenyut sakit. Namun, tak lama kemudian. Ia tersadar jika tidak hanya dirinya saja di dalam sebuah ruangan.

"Dray?" panggil Harry seperti gumaman saat melihat surai yang ia kenal dengan baik.

Harry dapat melihat jelas sirat lelah Draco melalui wajahnya yang tengah tertidur. Tangannya masih menyentuh tangan Harry lembut. Enggan melepaskan.

"Aku selalu membuatmu khawatir," lirih Harry menyesal lalu menundukkan wajahnya bersalah.

Dirinya selalu saja terlibat dalam masalah yang mengorbankan jiwanya sendiri. Namun, dengan siap. Draco akan menyelamatkan dirinya dari masalah itu.

"Maafkan aku," ujar Harry tulus menahan air matanya agar tidak menetes dan terjatuh pada sosok Draco, hingga membangunkan sosok itu.

Harry dapat mendengar jelas, suara napas Draco yang terdengar teratur. Wajah yang tenang. Dengan surai yang menutupi wajahnya sebagian, perlahan. Tangan Harry merapihkan surai Draco yang berda di depan wajahnya.

Berhati-hati, agar Draco tidak terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia tidak ingin mengganggu tidur Draco.

Namun, semua itu gagal. Saat manik Draco terbuka sempurna yang membuat Harry tersentak terkejut. Dengan cepat, Harry menarik tangannya gugup.

Semburat merah menghias wajahnya. Yang membuat Draco heran dengan sosok di hadapannya.

"Ada apa Harry?" Tanya Draco heran saat melihat wajah gugup Harry sekaligus wajah Harry yang kini memerah sempurna. Mengernyitkan sahinya sebentar lalu menyeringai tipis. "Tidak baik memperhatikan seseorang yang tengah tertidur," ujar Draco pelan.

Wajah Harry kembali memerah, layaknya buah apel yang baru saja dipertik di kebun. Seakan telah tertangkap basah oleh Draco akan perilakunya.

"Jangan- Aku tidak-" ucapan Harry terpotong saat suara tawa mengalun mengisi seluruh ruangan kamar.

"Dray!" panggil Harry kesal, tidak mempedulikan semburat merah yang menghias wajahnya.

"Ada apa Harry? Aku benar bukan?" Tanya Draco tenang, yang di jawab dengan Harry mengembungkan kedua pipinya tidak terima.

"Walaupun seperti itu-" Draco menyisir rambutnya ke belakang. Rambutnya bersinar saat terpantul sinar matahari. Layaknya seorang pangeran yang ada di negri dongeng. Darco terlihat tampan saat bangun tidur, "-Good Morning. Arry," sapanya sambil tersenyum manis.

Itulah yang dipikirkan para kaum wanita, sekaligus Harry sendiri.

"Morning," balas Harry yang sudah kembali menjadi dirinya kembali.

"Tidak menyenangkan. Tadi kau bersikap manis, sekarang kau bersikap dingin," gumam Draco yang dapat didengar dengan jelas oleh Harry.

"Apa maksudmu? Dray," Tanya Harry kesal.

"Kau labil, Arry. Sifatmu terus berubah-ubah di setiap waktu," jawab Draco tenang.

"Aku tidak labil!" bela Harry kesal.

"Kau mengakuinya," balas Draco tenang.

"Dray!"

'Sret'

'Bruk'

Draco menindih Harry diatas kasur dengan seringai tipisnya, ia mengarahkan bibirnya pada telinga Harry.

"Kalau begitu, kembalilah! Menjadi Harry yang manis lagi. Dan aku minta Morning kissku," perintah Draco dengan berbisik pelan di telinga Harry.

Wajah Harry kembali memerah, bersampur kesal sekaligus malu.

'Dugh'

'Bruk'

"Argh," pekik Draco kesakitan sambil menyentuh bagian 'Vital'nya.

"Kau-" Harry menunjuk Draco dengan tatapan tajam siapa membunuh siapa saja, "-DASAR FERRET SIALAN! MESUM!" teriaknya memecah pagi hari yang tenang.

.

.

.

Narcissa tersenyum sambil meminum tehnya dengan tenang. Tanpa mempedulikan pekikan kesakitan Draco dan teriakan Harry yang menggema di seluruh ruangan yang ada di istana Greyssia.

"Cissa. Kau yakin tidak ingin memisahkan mereka?" Tanya Lucius cemas dengan keadaan Draco yang berada di kamar Harry.

Bagaimana tidak?

Lucius yakin jika Harry telah menendang bagian 'Vital' Draco. Bagaimana untuk masa depan anaknya?

"Tidak apa. Lucius, Draco harus belajar untuk tidak menganggu Harry," jawab Narcissa tenang.

Lucius hanya mengangguk lalu membaca Koran yang ada di meja. Lagi pula, masih ada masalah yang harus ia selesaikan kali ini.

Menyangkut permasalahan sang penghianat pada keluarga Potter.

"Lagi pula. Bukankah tempat ini lebih ramai dan menyenangkan?" Tanya Narcissa dengan kedua mata berbinar dan BackGround bunga-bunga di sekitarnya.

Lucius tidak habis pikir dengan pemikiran istirnya. Memangnya istananya adalah taman bermain anak-anak?

"Cissa. Sepertinya, aku sudah menemukan beberapa orang yang telah melakukan penghianatan pada keluarga Potter," ujar Lucius membuyarkan lamunan Narcissa.

"Benarkah?" Tanya Narcissa lalu menghela napas lega.

"Namun, harus akui jika masalah penghianatan ini cukup sulit. Hingga aku sulit mempercayai jika merekalah yang akan melakkan penghianatan dan penghasutan hingga terjadi pemberontakan," jelas Lucius heran.

"Maksudmu, dendam tersembunyi?" Tanya Narcissa, yang dijawab dengan anggukan yakin.

"Kita harus menyelidikan lebih dalam. Terutama kerajaan Emeraldia yang terkubur," ujar Lucius pelan lalu maniknya mentap kearah Narcissa.

"Ada apa?" Tanya Narcissa heran.

"berita soal hilangnya kerajaan Emeraldia bukanlah kebohongan belaka. Walaupun aku tau jika James menguburnya bersamaan pepohonan. Harus aku akui, jika aku tidak dapat menemukannya lagi," jelas Lucius pelan.

Narcissi menutup mulutnya terkejut.

"Tidak mungkin," ujarnya tidak percaya.

"Aku tau ini sangat mengejutkan. Tapi ini kenyataannya," balas Lucius bersikap setenang mungkin. Jika istrinya sudah terkejut panik. Ia harus tetap menjaga ketenangannya seperti biasa.

"Lalu, bagaimana kita untuk menemukan kerajaan itu?" Tanya Narcissa pelan.

"Aku belum menemukan pasti caranya," jawab Lucius menyesal.

"Aku yakin. Jika kita akan menemukan kerajaan itu dan memberitahukannya pada Harry," jelas Narcissa dengan senyuman lembut yang menghias wajahnya. Lucius mengangguk lalu menium sekilas bibi Narcissa.

"Terima kasih. Cissa,"

.

.

.

~The King of The Emeraldia Kingdom~

.

.

.

Draco menatap Harry yang sejak tadi sedang sibuk dengan memilih pakaian di lemari. Manik Emeraldnya meneliti baju apa saja yang akan dipilihnya. Tangannya dengan sigap akan menarik pakaian yang dipilihnya.

"Arry. Apa yang kau lakukan?" Tanya Draco heran dengan tingkah sosok di hadapannya.

"Eh?-" maniknya menatap Draco polos lalu menjatuhkan pakaiannya secara SlowMation, "-Sejak kapan kau ada di sini? Dray," Tanya Harry terkejut.

"Sejak kapan? Aku memang ada di sini," jawab Draco tenang.

Harry menghela napasnya pelan.

"Apa maumu? Dray," Tanya Harry mengalah untuk kali ini pada sosok Draco.

"Harry? Bukankah aku yang bertanya duluan? Tidak sopan memberikan pertanyaan pada seseorang yang telah memberikan pertanyaanmu terlebih dahulu," jelas Draco sambil menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.

"Baiklah. Aku ingin mencari kerajaan Emeraldia. Rumahku sendiri," jawab Harry pelan lalu memasuki pakaiannya ke dalam tas.

"Kau berniat mencari kerajaanmu atau pindah rumah?" Tanya Draco heran sekaligus kesal, jika harry tidak lagi tinggal di kerajaannya.

Harry menghela napasnya pelan saat melihat Draco yang merasa kesal karna jawabannya.

'Sret'

Tangan Harry terulur menyentuh pipi kiri Draco, lalu mengusapnya lembut.

"Aku hanya ingin mencari rumahku, Dray. Sangat banyak kenangan di sana. Tenang saja, Dray. Bukankah kau selalu mengatakan aku milikmu?-" Harry menatap lekat kearah Draco lalu mengikis jarak diantara mereka, "-Aku akan selalu bersamamu," ujar Harry lembut.

'Chup'

Harry mencium bibir Draco lembut, hanya menempelkan antara bibirnya dan bibir Draco. Bagaimanapun juga, ia masih tidak tahu bagaimana caranya berciuman. Karna, selalu Draco yang menciumnya duluan.

Walaupun seperti itu, ia hanya ingin Draco mengetahui perasaan terdalamnya kepada sang pewaris tunggal Malfoy. Jika ia tidak akan meninggalkan sosok pemuda yang sedang ia cium saat ini.

Saat Harry akan menjauhkan wajahnya, tidak kuat menahan rasa malu. Dengan semburat merah yang telah menghias wajahnya. Draco tersadar dan langsung menahan kepala Harry lalu menekannya untuk memperdalam ciuman mereka.

Harry terkejut akibat perlakuan Draco padanya, manik Emeraldnya terbuka semprna lalu menatap kearah wajah Draco yang sedang memejamkan kedua matanya. Tanpa sadar, Harry kembali memejamkan kedua matanya dan mengalungkan lengannya di leher Draco.

"Akh,"

Harry tersentak saat bibir Draco menggigit kecil bibirnya, hingga bibirnya terbuka. Sebuah aksese yang tidak akan dilupakan Draco saat ini. Dengan cepat, Draco mengeskpos dengan leluasa isi mulut Harry.

Harry yang merasakan tamu tidak diundang masuk ke dalam mulutnya, ia mencoba mengeluarkannya menggunakan lidah. Yang justru membuat Draco menyeringai tipis.

Harry semakin kesal, karna benda tidak diundang itu tidak keluar dari mulutnya. Bahkan oksigennya mulai menipis saat ini.

"Engh-… Dra-… Dary…" lirih Harry mencoba meminta Draco untuk menghentikannya.

Bukan menghentikan, Draco kembali memperdalam ciumannya. Tangan Harry memukul dada Draco pelan karna energinya mulai habis.

'Bruk'

'Sret'

"Eh?" beo Harry terkejut saat tubuhnya sudah ada di atas kasur, sekaligus berada di bawah Draco.

"Dray- Ugh.. Menyingkir!" perintah Harry kesal sambil mencoba mendorong tubuh Draco namun, gagal.

"Itu salahmu sendiri, Harry. Kau yang memancingku melakukan hal ini-" tubuh Draco kembali menekan tubuh Harry yang menggeliat tidak nyaman, "-Cobalah untuk menghentikanku~" bisik Draco lalu meiup pelan telinga Harry.

'Sret'

'Bruk'

"Argh,"

Draco meringkuk kesakitan di lantai. Manik Harry menatapnya tajam seakan ingin membunuh siapa saja di hadapannya.

"Kau sudah menendangku 2 kali dalam satu hari. Harry," lirih Draco kesakitan.

"Kau yang memulai! Dray. Jangan lupa! Jika aku masih seorang laki-laki," peringat Harry kesal lalu membetulkan kemejanya yang berantakan.

Draco masih meringkuk menahan rasa sakitnya akibat tendangan harry yang tidak main-main saat ini.

"Harry. Jika kau sadar, kau telah merusak masa depanku. Bagaimana caraku emnghamilimu jika 'Milikku' kau terus tendang?" Tanya Draco Vulgar tanpa malu.

Semburat merah menghias wajah Harry. Dengan kesal Harry menggenggam sebuah bantal dengan kepala yang menunduk.

"Dray~" panggil Harry manis. Draco yang terpancing menatap kearah Harry dengan tatapan heran. kenapa Harry berwajah manis saat dikatakan seVulgar itu? Bahkan ibunya akan memarahinya jika mendengar.

"Ya Harr-"

'Sret'

'Bruk'

Draco kembali terjatuh dengan tidak elitnya sekali lagi.

"Kau-" jari telunjuk Harry menunjuk kearah Draco dengan kesal, "-DASAR FERRET SIALAN! MESUM!" teriak Harry lebih kencang dibandingkan pagi hari yang terjadi beberapa saat lalu.

"Ha-" tangan Draco terangkat dengan susah payah, "Harry…" panggil Draco dengan sekuat tenaga.

'Sret'

'Bruk'

Draco kembali terjatuh dengan tubuh yang terkulai lemas di lantai, tidak berdaya. Akibat pukulan maut bantal yang diberikan sang pujaan hati tercinta.

"Aku tidak mau melakukannya denganmu!" pekik Harry kesal dan penuh penegasan yang membuat hati Draco retak seketika.

Tbc~

(Maaf jika terjadi kesalahan kata/typo dalam penulisan cerita)

~Farida Lil Safana~