"Mom. Apa kita akan ke hutan?" Tanya Harry bingung saat melihat banyaknya pepohonan di sekitar mereka.
"Benar Harry, ada beberapa hal yang harus kami selidiki. Apa kamu menyesal ikut dengan kami?" Tanya Lyli tersenyum lembut yang dijawab dengan gelengan pelan dari Harry.
"Aku senang!" Pekik Harry sambil tersenyum lebar lalu mengeluarkan kepalanya dari jendela, "Aku ingin bertemu banyak hewan! Kelinci. Rusa. Oh! Bahkan beruang!" Pekik Harry semangat dengan kedua mata yang berbinar.
Lyli tersenyum melihatnya, memaklumi jika Harry akan menyukai beberapa binatang buas seperti beruang dari buku cerita yang dibacanya.
"Kenapa beruang?" Tanya Lyli pada Harry yang berhasil membuat kerutan di kening Harry.
Lyli tertawa pelan melihatnya.
"Karna... Beruang itu besar!" Seru Harry sambil merentangkan tangannya, "Dan beruang itu seperti boneka Harry di kamar! Lembut!" Seru Harry senang tanpa mempedulikan Lyli yang sudah menatap anaknya sedikit terkejut.
Bagaimana bisa Harry tidak bisa membedakan antara beruang dan boneka beruang di kamarnya?
Lyli tersenyum lembut lalu mengusap Surai Harry.
Namun, tiba-tiba saja kereta kuda itu berhenti.
"Kuda berhenti!~" seru Harry senang lalu dengan cepat keluar dari kereta kuda.
"Harry!" Panggil James dan Lyli bersamaan terkejut saat melihat putra tunggal mereka keluar sendiri.
Harry yang mengira sudah sampaipun menatap sekitar dengan bingung. Sama seperti jalanan tadi, tidak ada rumah ataupun sawah. Hanya ada pepohonan yang lebat dan setapak jalan yang biasa untuk dilalui.
"Huh? Beruang?" Panggil Harry sedih dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Harry mengira jika ia ikut dengan kedua orang tuanya ke dalam hutan, ia akan bertemu dengan banyak binatang yang tidak pernah ia temui sebelumnya.
"Beruang?" Panggil Harry kembali kearah hutan yang lebat, namun hanya angin yang bertiup menggoyangkan daun-daun di pepohonan.
"Ara? Kau ingin melihat beruang?"
Harry terkejut mendengarnya lalu mencari asal suara.
"Siapa?" Panggil Harry pelan sedikit takut.
"Harry!" Panggil Lyli cepat lalu menghampiri Harry dengan khawatir.
Harry yang mendengar panggil ibunya langsung tersenyum lebar, melupakan tentang beruang yang dicari olehnya, melupakan tentang seseorang yang memanggil dirinya.
"Harry! Kau baik-baik saja?" Tanya Lyli khawatir sambil melihat Harry depan dan belakang.
"Uhm! Harry baik! Harry tidak terluka sama sekali!" Seru Harry dengan senyuman lebar menghias wajahnya.
Lyli menghela napas lega, bersyukur karna anaknya tidak terluka.
"Harry... Kau tidak bisa keluar seperti tadi lagi. Mengerti!?" Perintah Lyli yang dibalas dengan kepala Harry yang menunduk.
"Mengerti ... Maafkan Harry," balas Harry dengan suara pelan menyesal atas perbuatannya.
Lalu Lyli mengajak Harry untuk kembali masuk ke dalam kereta kuda karna perjalanan mereka masih panjang.
Harry menatap seorang wanita dari dalam kereta kuda dengan tatapan bingung.
Wanita tua tersebut tersenyum lembut sambil melambaikan tangan kearahnya.
"Sampai bertemu lagi. Terima kasih sudah membantu hutan ini, pangeran muda."
.
.
Harry Potter by
The king of Emeraldia Kingdom by Farida Lil Safana
Pair is Draco x Harry
.
.
"Harry!" Panggil Draco cemas dengan nada sedikit tinggi.
Harry membuka kedua matanya terkejut, lalu melihat sekitar dengan tatapan heran. Terlebih, tatapan Draco yang menatapnya cemas.
"Dray? Ada apa?" Tanya Harry pelan sambil memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Justru aku yang seharusnya bertanya seperti itu! Kau kenapa? Harry." Tanya Draco dengan nada cemas.
"Aku?" Beo Harry bingung.
"Kau mengigau. Bahkan ada banyak kerutan di keningmu, kau kenapa?" Tanya Draco kembali.
"Mimpi?" Ucap Harry pelan.
"Mimpi?" Beo Draco bingung.
"Tidak. Aku hanya bermimpi. Draco," jawab Harry pelan dengan senyuman menghias wajahnya.
Draco menghela napas pelan, Draco sama sekali tidak mengerti jalan pikir Harry yang simple dan mudah.
"Ah benar juga! Kita harus pergi lagi mencari desa yang tersembunyi dalam hutan!" Seru Harry bersemangat lalu meninggalkan Draco untuk mengganti baju.
"O- Oi Harry! Kau tidak tau seberapa aku khawatirnya padamu tadi!?" Seru Draco kesal menatap marah kearah Harry yang tidak mempedulikan panggilannya.
Draco menghela napas pelan, lalu melihat sekitar.
Dirinya masih ingat beberapa saat lalu ...
"Harry? Kita harus pergi sekarang!~" seru Draco sambil membuka pintu dengan senyuman menghias wajahnya.
Tidak ada yang lebih menyenangkan untuk melihat Harry di pagi hari setelah terbangun dari tidur, bagi Draco.
"Harry~" panggil Draco lalu tiba-tiba terdiam terpaku di ambang pintu, dengan kedua mata yang membulat terkejut.
Sihir.
Sinar hijau mengelilingi tubuh Harry, bahkan beberapa binatang takut untuk mendekat, burung-burung yang sejak awal hinggap di jendela untuk menyambut pagi hari. Berterbangan jauh menghindari sinar tersebut.
Berbeda dengan pepohonan di sekitar kamar yang di tempati Harry. Beberapa pohon yang telah mati perlahan hidup kembali.
"Harry!" Panggil Draco lalu mengguncang tubuh Harry kuat.
Harry sama sekali tidak terbangun.
"Tidak-! Harry! Bangun!" Teriak Draco cemas tidak seperti biasanya.
"Harry!" Panggil ulang Draco.
Kedua manik Harry terbuka, terkejut lalu menatap kearah Draco bingung.
"Harry .. mau sampai kapan kau membuatku khawatir akan dirimu?"
The king of Emeraldia Kingdom
"Harmione! Syukurlah! Kau sudah pulang! Mom cemas karna kau tidak pulang dalam beberapa hari." Jelas ibu Harmione sambil melihat anaknya yang sudah tiba di ambang pintu.
Harmione tersenyum tipis, ada rasa penyesalan dalam hatinya. Sekaligus mengingat perkataan Ron saat di dalam hutan.
"Maafkan aku," lirih Harmione lalu memeluk ibunya erat.
Sang ibu membalas pelukan anak tunggalnya lembut, "Kamu pulang saja itu sudah lebih dari cukup." Jawab sang ibu membuat Harmione semakin merasa bersalah.
Harmione masih ingat, saat ia akan pergi dari rumah, berpamitan dengan kedua orang tuanya jika ia pasti akan menemukan pangeran Emeraldia.
Namun, siapa sangka?
Jangankan berbicara dengan sosok yang memiliki sihir sama seperti pangeran, dirinya sudah kehilangan jejak sosok itu di dalam hutan.
"Maaf... Aku belum bisa menemukannya." Lirih Harmione sambil melihat kearah lain.
Jika saja dirinya bisa menemukan pangeran yang hilang, dirinya tidak akan merasa bersalah karna sudah pergi dari rumah.
Jika saja ia berhasil bertanya pada sosok yang memiliki sihir yang sama seperti pangeran. Dirinya tidak akan menyesal sudah mengikuti lama sosok tersebut.
"Maaf .. maaf." Lirih Harmione berulang kali, sang ibu hanya dapat mengusap Surai anaknya lembut.
Seakan berkata jika itu bukan kesalahannya.
"Padahal semua sudah berharap karna hanya aku yang mengingat sihir milik Harry. Tapi aku.. aku sama sekali tidak bisa menemukan pangeran .. aku sama sekali tida bisa menemukan.. Harry," Isak Harmione.
"Harmione. Suatu hari nanti, kita pasti bertemu dengan pangeran Harry."
The king of Emeraldia Kingdom
"Harry. Apa kau bertengkar dengan Drake?" Tanya Parkinson sambil mengintip Draco yang berjalan memisah dibelakang.
Tampak Draco tengah berpikir, Harry sebenarnya ikut khawatir dengan sikap Draco yang berbeda sejak pagi.
Biasanya Draco bersikap menjengkelkan baginya, sampai dia bingung harus berbuat apa lagi pada Draco. Namun kali ini?
Justru Harry yang merindukan sikap Draco seperti biasa.
"Tidak. Aku tidak tau kenapa Draco seperti itu, maksudku- dia sudah seperti itu sejak pagi." Jelas Harry sambil melihat langkah kakinya.
Parkinson menghela napasnya kesal, lalu melihat kearah Draco yang sama sekali tidak mempedulikan tatapan dirinya.
"Drake! Bisa kau hentikan tampang menyebalkan mu itu?!" Perintah Parkinson garang.
Draco melihat kearah lain, tidak mempedulikan gadis itu untuk kesekian kalinya.
"Sudahlah Pans, mungkin Draco sedang badmood karna dia tidak bisa sekamar dengan Harry." Jelas Theo membuat Parkinson memutar kedua bola matanya malas.
Jelas jika Draco tidak mungkin membesarkan masalah sepele seperti itu. Walaupun masih ada kemungkinannya mengingat sifat Draco yang bisa menjadi kekanakan jika menyangkut tentang Harry.
"Heh?" Beo Harry terkejut lalu menatap kearah Draco dengan tatapan terkejut sekaligus bingung.
"Draco seperti itu?" Tanya Harry bingung.
"Benar! Kau tidak akan percaya jika dia akan marah hanya karna ada yang mengejek kerajaan Emeraldia di sekolah." Jelas Theo.
"Dan dia juga akan marah saat bilang Pangeran kerajaan itu sudah lama meninggal oleh binatang buas." Sambung Blaise.
Harry yang mendengarnya seketika terdiam,lalu tak lama kedua maniknya berkaca-kaca terkejut jika seluruh dunia menganggap kerajaan Emeraldia hanyalah masa lalu saja dan dirinya sudah lama mati.
"Ha- Harry?!" Panggil Parkinson terkejut mencoba menenangkan Harry namun gagal.
Harry masih merasa sedih dan hendak menangis.
"Drake! Harry akan-" ucapan Parkinson terhenti saat melihat Draco dengan pikiran yang entah sudah kemana.
Kini Parkinson melihat kearah Theo dan Blaise, menatap kesal kearah mereka lalu melangkahkan kakinya kearah mereka.
"Kalian-"
"Maafkan kami nyonya Parkinson!" Teriak Theo dan Blaise secara bersamaan.
Harry tidak mempedulikan ketiga teman Draco yang bertengkar, dirinya masih terbayang akan perkataan Theo dan Blaise beberapa saat lalu.
Memang hal terbaik adalah menyembunyikan identitas dirinya, agar dirinya terhindar dari pembunuh yang mengincar dirinya.
'bruk'
"Ah.. maafkan aku!" Lirih Harry saat menabrak seseorang di hadapannya.
"Oh! Tidak masalah anak muda! Aku menyukai semangat anak muda seperti ketiga temanmu itu! Tapi kenapa kau bersedih?" Tanyanya.
"Heh?" Harry terkejut lalu melihat pria dewasa di hadapannya.
"Lihat! Ketiga temanmu memiliki semangat masa muda yang sangat bagus!" Seru pria tersebut kembali lalu tertawa.
"HM.. maafkan mereka jika menganggu," jelas Harry sambil tersenyum canggung lalu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Tidak! Tidak! Bukankah aku sudah bilang jika aku menyukai semangat anak muda?" Tanyanya laku kembali tertawa senang.
"Terima kasih."balas Harry sambil tersenyum.
"Ah! Aku lihat kalian adalah petualang. Benar?" Tanyanya sambil melihat kearah Harry dan yang lainnya membawa sebuah tas cukup besar.
"Benar." Jawab Harry kembali.
"Bagaimana jika kalian berkunjung ke desa kami? Seperti mencari perlengkapan lainnya dan mencari persediaan makanan?" Tawarnya ramah.
"Desa?" Beo Harry pelan menatap bingung.
"Benar! Desa kami tidak jauh dari sini." Jawabnya.
Harry terdiam sebentar, lalu kembali mengingat jika dirinya harus membeli beberapa tanaman obat dan persediaan makanan yang sudah menipis.
"Ah! Benar! Aku akan berkunjung ke desa itu!~" jawab Harry tersenyum cerah.
"Itulah semangat muda! Aku senang mendengarnya! Ayo ikuti aku!" Serunya semangat lalu berjalan lebih dulu.
Harry mengikuti pria tersebut, membuat Theo, Blaise, Parkinson dan Draco ikut terpaksa mengikuti.
"Harry.. pssst.. kau yakin? Pria itu bukan sosok yang mencurigakan?" Tanya Theo pelan agar tidak terdengar.
"Benar! Benar! Bagaimana jika pria itu ingin menculik kita?" Tanya Blaise horror membayangkan sesuatu yang mengerikan.
"Berhenti kalian semua! Harry bagaimana jika kita pulang saja?" Tawar Parkinson dengan kedua mata menatap berharap.
Theo dan Blaise menatap Parkinson datar. Gadis itu sama saja pemikirannya seperti mereka berdua.
"Kalian! Tidak boleh seperti itu!" Balas Harry marah.
Lalu pria dewasa tersebut kembali tertawa, "tidak apa! Tidak apa! Wajar untuk curiga pada orang asing!" Jelasnya sambil tersenyum.
"Maafkan ketiga temanku," pinta Harry yang di balas dengan gelengan.
"Tidak, seharusnya kau tidak meminta maaf. Memang sudah seharusnya curiga saat kau bertemu dengan orang asing," jelas pria tersebut sambil tersenyum ramah, "Justru kaulah yang terlalu baik sehingga sulit untuk curiga dengan orang asing." Jelasnya kembali.
Harry tertawa canggung.
"Kita sampai!" Ujar pria tersebut sambil tersenyum senang.
"Desa!" Pekik Parkinson senang.
"Benar-benar sebuah desa!" Beo Blaise berbinar.
"Itu desa!" Pekik Theo semangat.
"Desa..?" Ucap Draco pelan tidak percaya saat merasakan sihir yang sama seperti milik Harry.
"Benar! Selamat datang di desa Kerajaan Emeraldia!" Sambut pria tersebut lalu mempersilahkan mereka untuk masuk.
Harry terpaku di ambang pintu masuk desa, membuat Draco menatapnya cemas.
"Desa ini ..." Harry meneteskan air matanya, ada perasaan rindu yang mendalam saat melihat dan merasakan sihir desa tersebut. Seakan telah pergi dari rumah sangat lama, lalu kembali pulang ke rumah. "Desa.." ucap Harry kembali, "Tidak... Ini rumahku."
To be Continue
(maaf jika terjadi kesalahan kata dalam penulisan cerita atau Kata)
Farida Lil Safana
