"Phoenix! Tunggu!" teriak Harry sambil berlarian dengan senyuman ceria menghias wajahnya, bahkan dirinya sesekali akan meminta maaf saat tubuhnya bertabrakan dengan beberapa pelayan yang sedang berlalu lalang.
"Phoenix!" panggil Harry kembali, berusaha mengejar seekor burung besar yang terbang dengan cepat dan lincah emnghindari para pelayan yang sedang lewat, bersiap karna sebentar lagi kerajaan tetangga akan berkunjung.
"Pangeran muda sangat bersemangat hari ini bukan?"
"Itu pangeran Harry kita. Dia selalu membawa kebahagiaan untuk kita semua,"
Lalu mereka tertawa pelan, sama sekali tidak terganggu meskipun Harry berulang kali menabrak mereka, karna Harry dengan cepat akan meminta maaf pada mereka sesuai dengan ajaran sang ibu.
"Phoenix!"
'Bruk'
"Heh? Bukankah itu?"
"Hei! Hei! Cepat ayo kita pergi!"
Beberapa pelayan yang sejak tadi memperhatikan Harry langsung pergi dengan cepat, meninggalkan Harry yang kini jatuh terduduk sambil mengusap kakinya yang terkilir akibat bertabrakan dengan seseorang.
"Phoenix?" panggil Harry pelan tanpa sadar, mengira jika burung itu yang menabrak dirinya sama seperti sebelum-sebelumnya.
Hening.
Tidak ada jawaban, Harry memilih untuk menatap siapa yang menabrak dirinya, atau mungkin Harry yang menabrak sosok tersebut karna sejak tadi dirinyalah yang berlarian tanpa melihat dengan jelas siapa dan apa saja yang ada di hadapannya.
"Kau? .." Harry menatap sosok yang sangat asing baginya, sosok yang sama sekali tidak pernah ia temui. Tidak banyak teman yang dimiliki oleh Harry, mengingat dirinya tidak diperbolehkan keluar dari wilayah kerajaan. Hanya Harmione, gadis seumuran yang selalu bermain dengannya di kala gadis itu berkunjung, "Kau siapa?" tanya Harry.
Hening. Tidak ada jawaban sama sekali.
Harry mengembungkan kedua pipinya kesal, pertanyaannya sama sekali tidak di jawab oleh sosok yang asing di hadapannya, rasanya ingin sekali Harry tarik rambut pirang platina milik sosok itu hingga botak, tapi Harry urungkan saat merasakan kakinya yang terasa amat sakit.
"Bodoh," ujar sosok tersebut dingin dengan tatapan tajam miliknya lalu mulai meninggalkan Harry yang menatapnya dengan tatapan terkejut.
"Kau-!" Harry sudah bangkit dan bersiap akan berlari kearah sosok yang sudah mengatai dirinya tanpa alasan, tidak mempedulikan kakinya yang terasa amat sakit. Namun, baru beberapa langkah, Harry mematung terdiam.
Sosok tersebut menatapnya tajam membuat Harry ketakutan hanya dalam waktu singkat, bahkan mulut Harry masih terbuka, Harry ingin berbicara namun tidak ada satupun suara yang bisa keluar dari mulutnya.
Sosok tersebut tersenyum miring kearah Harry, lalu meninggalkan Harry yang masih mematung ketakutan lalu terjatuh terduduk dengan tubuh yang masih bergetar begitu hebat, bahkan dirinya baru saja tersadar saat burung Phoenix hinggap di pundaknya dan mematuk kepalanya pelan.
"Heh?" beo Harry pelan lalu kembali menatap ke arah depan.
Sosok anak laki-laki dengan tubuh lebih tinggi darinya, bersurai pirang platina, sudah menghilang dari sana, "siapa?"
HARRY POTTER belongs to
THE KING OF THE EMERALDIA KINGDOM belongs to Farida Lil Safana
PAIR is Draco x Harry (Drarry)
"Harry! Bangun!" perintah Draco dengan nada tinggi, membuat Harry terkejut dan terbangun dengan tubuh yang masih bergetar begitu hebatnya, bahkan Harry masih merasa ketakutan saat ini, membuat Draco khawatir melihatnya, "Harry?"
"Dray?" panggil Harry dengan tatapan heran sekaligus takut, Harry memastikan jika saat ini ia bersama dengan teman-teman yang akan melindunginya, bukan bersama sosok yang menatapnya tajam hingga membuatnya takut di dalam mimpinya.
"Harry! Kau tidak apa-apa?" tanya Draco cemas dengan keadaan Harry, mengingat tubuh Harry sejak tadi bergetar ketakutan bahkan terlihat gelisah dan tertidur dengan tidak nyamannya.
"Aku?" beo Harry bingung lalu menatap Draco yang mengangguk dengan tatapan cemasnya, "aku baik-baik saja," jawab Harry sambil tersenyum tipis kearah Draco.
Draco menghela napas pelan, lalu mengusap surai Harry lembut, membuat Harry menatap kesal karna rambutnya harus berantakan, walaupun seperti itu, ada perasaan hangat di dalam hati Harry setiap kali Draco melakukannya. Membuat Harry tenang saat ini.
"Dray," panggil Harry serius sambil mengenggam tangan kanan Draco yang bebas dengan kedua tangannya, kedua manik yang selalu menatap lembut kini menatap serius tidak seperti biasa, "aku akan selalu percaya padamu. Jika kau tidak mungkin menyakitiku ataupun menyerang kerajaan, iya bukan?" tanya Harry tersenyum tipis.
Draco menatapnya sebentar, "uhm.." ujarnya pelan tanpa sadar sekaligus ragu, Harry tidak mendengar terlalu jelas. Namun, dirinya tetap percaya pada Draco, sosok yang ia percayai selama ini.
Harry memilih tertidur kembali, kali ini ia berharap jika dirinya tidak akan lagi mengalami mimpi buruk seperti sebelumnya, dalam hati Harry menyangkal jika dalam mimpinya bukanlah Draco, melainkan orang lain.
Mungkin saja, ada orang lain yang memiliki warna rambut yang sama seperti keluarga Malfoy, mungkin keluarga jauhnya? Atau masyarakat kerajaan Greyssia yang memang memiliki warna rambut yang unik?
Draco mengusap surai Harry lembut hingga sosok tersebut kembali terlelap dengan senyuman tipis menghias wajahnya, senyuman yang akan selalu menjadi kenangan bagi Draco hingga nantinya.
Draco tersenyum smaar, lalu kembali menatap Harry serius. Dirinya kembali teringat waktu pertama kali bertemu dengan Harry, saat orang tuanya mengajak dirinya untuk berkunjung ke kerajaan Emeraldia tanpa menjelaskan alasan padanya.
Draco saat itu tidak bertanya banyak kenapa ia juga harus ikut, ia hanya diminta untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari anak teman orang tuanya dan menjadi teman anaknya, saat itu Draco berpikir, hal ini selalu terjadi untuk menjalin hubungan yang baik antar 2 kerajaan.
Tepat saat Draco melihat sosok Harry yang selalu bermain dan berlarian secara bebas dengan senyuman menghias wajahnya, bahkan kedua manik Harry selalu berbinar cerah seakan-akan tidak memiliki beban seperti dirinya.
Draco yang meyakini, jika Harry sama sekali tidak mengetahui apa yang akan terjadi kedepannya, dan kenapa orang tuanya sama sekali tidak mengizinkan dirinya untuk keluar dari kerajaan.
Atau, kenapa Harry selalu di berikan buku pengetahuan tentang sihir alam dan berlatih ilmu bela diri bersama Hagrid, Draco sangat yakin jika Harry hanya mengetahui hal itu sebagai suatu kegiatan yang formalitas dan harus di lakukan.
Harry terlalu polos untuk menghadapi dunia yang kejam.
"Bodoh,"
Kata pertama yang di ucapkan Draco saat pertama kali mereka bertemu, pertemuan pertama mereka yang membuat Harry ketakutan hingga sulit bergerak dan mengeluarkan suara sedikitpun.
"Bagaimana ini?" Draco memeluk Harry yang tengah terlelap, "padahal awalnya aku begitu membencimu," tanpa sadar Draco meneteskan air matanya sambil mengusap pipi Harry lembut, "kenapa kini aku bisa jatuh cinta padamu sebegitu hebatnya?" tanya Draco bingung. "apa yang sudah kau lakukan padaku? Harry,"
~The King of Emeraldia Kingdom~
"Pffft..." Lucius menatap tajam kearah sosok yang ada di hadapannya, dirinya tidak menyangka akan terlibat jauh dengan kegelapan hanya karna dulu dirinya takut kerajaannya akan hancur dan membahayakan rakyatnya, "Hahahahaha" tawanya menghias seluruh ruangan, emmbuat para penjaga yang sedang berjaga di depan pintu ruangan hanya dapat merinding ngeri.
"Kami menolak!" tegas Lucius entah untuk keberapa kalinya, namun sosok di hadapannya hanya tertawa saat mendengar penolakan yang di sampaikan oleh Lucius, layaknya sebuah lelucoan yang belum pernah di dengar olehnya.
"Sebaiknya kau meningalkan tempat ini!" perintah Narcissa kini ikut bersuara, dirinya tidak nyaman sejak pertama kali soosk itu berkunjung ke kerajaan Greyssia.
"Tidak," tolak sosok tersebut cepat dengan seringai tipis menghias wajahnya, "kalian tidak bisa menolakku dengan mudah," jelasnya lalu tersenyum miring membuat Narcissa dan Lucius menatapnya penuh curiga, "oh .. jangan seperti itu.. Malfoy, kita sudah berkerja sama cukup lama bukan?" tanyanya lalu tersenyum miring.
Lucius menggeram seketika, tanda tidak suka saat sosok tersebut justru membahas masa lalu yang ia sesali dan ingin sekali ia lupakan dalam hidupnya.
"Kami tidak akan lagi berurusan denganmu!" tegas Narcissa tidak mempedulikan kedudukannya sebagai seorag Ratu, Narcissa hanya dapat berpikir untuk mencari cara agar sosok di hadapannya pergi tanpa menganggu keluarganya lagi.
"Kau sudah dengar dari ratuku bukan? Sebaiknya kau pergi!" perintah Lucius kembali namun perintahnya di tolak kembali, justru hanya tawa yang terdengar hingga memenuhi seluruh ruangan, lalu tak lama asap hitam menyelimuti ruangan tersebut.
"Kalian tidak bisa membayangkan bukan? Jika asap hitam ini memenuhi seluruh kota hingga membuat siapa saja yang menghirupnya akan merasakan kematian yang teramat sakit," jelasnya membuat Narcissa dan Lucius menatap tidak percaya.
Pemikiran gila dengan ide di luar batas sama seperti dulu, Lucius masih tidak mengerti kenapa dirinya bisa berkerja sama dengan sosok yang sangat mengerikan seperti ini dahulu?
"Jangan pernah untuk melakukannya!" perintah Lucius menatap tajam dengan aura membunuh, bahkan terdapat cahaya abu-abu kebiruan yang keluar dari tubuhnya. Lucius akan bersiap menyerang jika sosok tersebut berani menyebarkan asap hitam itu keluar dari kerajaannya.
"Kalau begitu .." sosok tersebut menatap serius kearah Narcissa dan Lucius, "kalian harus mendengarkanku seperti dulu," jelasnya dengan seringai tipis menghias wajahnya, "seperti anjing-anjing penurutku," ujarnya tersenyum miring.
Lucius mengepalkan kedua tangannya kuat, tangannya sudah tidak sabar ingin menebas kepala sosok di hadapannya jika saja tidak di tahan oleh Narcissa, mengingat jika mereka juga mempertaruhkan keselamatan rakyatnya.
"Kau harus memilih Lucius!" perintahnya dingin, "kau harus memilih salah satu!" peringatnya lalu menatap tajam, "rakyatmu tercintamu .. atau calon menantu kesayanganmu?" ujarnya lalu tertawa keras.
Narcissa membulatkan kedua matanya terkejut, bagaiamana bisa suaminya memilih pilihan yang sulit seperti ini?
Dirinya tidak dapat memeprtaruhkan ribuan nyawa rakyat yang tidak bersalah hanya karna masalah masa lalu mereka, dirinya juga tidak bisa mengulang kesalahan yang sama dengan menyerahkan Harry pada sosok di hadapannya.
"Tik .. tok .." sosok tersebut sangat menikmati ekspresi yang diberikan oleh Narcissa dan Lucius saat ini, "kalian harus memilih!" perintahnya dingin.
"Kau .." Lucius menggeram kesal dengan tatapan tajam, "kau sungguh keterlaluan! Tom." ujar Lucius dengan nada tinggi.
"Oh ..ini pilihan yang sangat mudah.. kau hanya perlu memilih salah satu~" jelasnya dengan senyum miring menghias wajahnya.
Narcissa menatap suaminya ragu, lalu menggeleng pelan tanda menolak.
"Pilihlah! Rakyatmu?" sosok tersebut menunjuk ke arah luar jendela, "atau calon menantu tersayangmu?" tanyanya sambil menunjuk foto yang terpajang.
To be continue ...
(Maaf jika terjadi kesalahan kata/typo dalam penulisan cerita)
Farida Lil Safana
