Free Slaps On Your Face

Kaito tidak pernah menyangka semasa dia tidak berkonsentrasi pada lingkungannya, rakan ketiga Yamada Yusuke, yang sebelumnya tidak muncul, tiba-tiba datang menyerangnya dari belakang. Karena posisinya saat itu sedang jongkok, waktu menghindar melambat sejenak tapi dia tidak pernah mengira pemuda lemah yang dia selamatkan tiba-tiba akan bertindak sembrono dan melindunginya.

Bagian belakang kepala pemuda itu dipukul oleh tongkat yang seharusnya diayunkan ke arahnya. Kaito dengan cepat meraih tubuhnya sebelum dia jatuh ke jalan beraspal setelah hilang kesedaran.

Hati Kaito membeku, jantungnya seolah berdetak ribuan kali. Terlalu terkejut.

Memeluk tubuh pemuda itu dengan erat, Kaito menghindari serangan mendadak yang diarahkan ke mereka.

BAM !!

Tongkat besi mendarat di jalan beraspal, sekitar 1 cm dari posisi Kaito.

'Brengsek !!', Kaito mengutuk. Keringat dingin membasahi dahinya. Tongkat itu hampir hinggap di tubuhnya. Hampir saja!

"Mau lari? Beri aku cek 1 juta itu!" Teriak rekan Yamada Yusuke, pria yang menyerang mereka. Dia menyerang mereka tanpa henti, sehingga sulit bagi Kaito untuk menggunakan trik sulapnya sebelum tongkat itu mendarat di tubuhnya. Sepertinya tidak ada cara lain, dia harus menggunakan itu.

Kaito mengambil bom asap yang dibuatnya dan menyimpannya di bajunya, bermaksud untuk menggunakannya tapi suara langkah kaki dari kerumunan orang yang mengelilingi lorong sepi tempat mereka diserang dan suara mobil polisi yang mendekati tempat itu menandakan suara keras dari lorong yang sepi telah menarik perhatian pejalan kaki di sana dan ini berarti mereka aman untuk saat ini.

"Fuck !!", Setelah menyadari bahwa dia sedang dikepung, pria yang menyerang mereka melemparkan tongkat besi yang dia gunakan dan bergegas pergi dari sana, mencoba menghindari deteksi dengan berbaur dengan kerumunan

Meninggalkan senjata di tempat kejadian adalah kesalahan bodoh yang dilakukan tersangka, itulah yang dipikirkan Kaito saat itu. Tapi melihat pria yang menyerang mereka mencoba kabur, akankah Kaito melepaskannya begitu saja? Tentu saja tidak.

Mengambil kerikil di jalan, dia melemparkan batu tersebut ke sasaran, tepat di kakinya, menyebabkan pria itu terjatuh.

Kaito menghampiri laki-laki itu dan mulai mengikatkan tubuhnya. Pria itu dibawa ke samping Yamada Yusuke sebelum menunggu mobil patroli polisi datang untuk menangkap ketiga pria itu.

Tak lama kemudian, deretan mobil patroli polisi diparkir di dekat mereka, Yamada Yusuke dan dua rekannya ditangkap dan dibawa ke kantor polisi sementara inspektur Takagi mendatanginya untuk mendapatkan ringkasan tentang apa yang terjadi pada mereka berdua tapi karena pemuda dalam pelukannya masih belum sadarkan diri, satu-satunya informasi yang bisa mereka peroleh adalah dari Kaito dan tiga tersangka yang mereka tangkap tadi.

Dalam satu jam setelah kasus tersebut dilaporkan, tersangka lainnya ditangkap, Yamaguchi Jiro, pemilik warung lotere yang dikunjungi Yuki sore ini. Dia ditangkap karena mendalangi kasus penipuan dan penganiayaan terhadap banyak korban, Yuki juga salah satu korbannya yang malang.

Saat itu pertengahan musim panas dan awan gelap memenuhi langit. Gemuruh guntur yang teredam bisa terdengar dari kejauhan, dan dari kelembaban yang padat di udara, sepertinya hujan akan segera turun.

Swoooosshhh~

Angin dingin menyejukkan badannya yang berkeringat dan Kaito yang baru pulang dari klinik setelah mengirim pemuda dalam pelukannya untuk dirawat di sana harus bergegas membawanya pulang sebelum hujan mulai turun. Tapi dimana rumahnya?

Mencari dompet pemuda itu, dia menemukan kartu debit, kartu identitas dan beberapa lusin uang kertas masing-masing senilai 100 yen.

Kaito melihat kartu identitas pemuda yang diselamatkan tadi, nama 'Sohma Yukito' tertulis di permukaan kartu beserta wajah pemilik kartu.

'Nama yang bagus',Senyuman merekah di wajah Kaito saat matanya melesat ke wajah pemuda yang tersenyum di kartu identitasnya. Dibandingkan dengan di kartu, apakah yang asli juga murah dengan senyuman?

'Hm, apa ini?'

Kaito melihat selembar kertas terlipat di saku dompet, ujungnya menonjol keluar dari sakunya dan itu menarik perhatiannya untuk melihat isi kertas.

Kaito mengambil kertas dari saku dompet itu dan membukanya, tangannya dengan cepat mengambil kunci yang jatuh dari kertas yang telah dibuka.

'Kunci rumah?',

Kertas kosong di tangannya menunjukkan tulisan tangan yang terlihat indah dan rapi. Nomor alamat rumahnya ditulis di atas kertas bersama dengan kunci rumahnya yang ditempel di kertas terlipat yang dia temukan.

Rumahnya terletak di lot nomor 38 Beika-cho 5-chome, Tokyo.

'Hm, bukan alamat itu dekat saja dari sini?Lebih kurang 100 meter dari klinik ini?', Kaito melirik pada Yuki yang menyandarkan kepalanya di bahu sementara dia menopang tubuhnya tanpa halangan.

'38 Beika-cho 5-chome, ah , di sini !' Kaito berhenti di depan restoran sushi Iroha, di samping restoran tersebut terdapat Cafe Pairot sedangkan di lantai dua kafe tersebut milik agensi detektif Mouri.

Munculnya Kaito disana disambut hangat oleh semua pasang mata yang menoleh ke arahnya, tidak. Lebih tepatnya, semua pengunjung dan pejalan kaki yang dekat dengan mereka berdua memandangi Yuki yang ada di pelukannya. Tidak peduli apakah itu pria atau wanita, mereka berhenti bergerak dan menatap Yuki dengan kagum, rona merah menyebar di pipi mereka.

'Shit, pria ini terlalu mencolok dan menarik perhatian publik !', Kaito mengutuk di hati. Menelan air liur karena gelisah, Kaito mengencangkan cengkeramannya di pinggang Yuki dan terburu-buru masuk ke dalam pintu kecil yang tidak terkunci di sebelah restoran Sushi untuk menghindari tatapan hangat dari orang-orang yang mengamatinya dari belakang, dia menuju ke lantai tiga di mana pemuda yang tertidur di bahunya tinggal. Lorong tangga yang gelap menyulitkan Kaito untuk menaiki tangga apalagi saat itu dia sedang menopang tubuh Yuki.

Sesampai di depan pintu yang terkunci, Kaito langsung berhenti. Dia menurunkan Yuki dan menyandarkan tubuh pemuda itu ke dinding sebelum dia mengambil kunci rumah Yuki dan membuka pintu.

Kreeekk ~

Suara pintu dibuka bergema di lorong lantai tiga gedung. Kaito kembali mengangkat tubuh Yuki dan masuk ke kamar tersebut dan terus menggiring Yuki ke satu ruangan tidur yang terdapat di rumah kecil itu.

Begitu Yuki terbaring di atas tempat tidur, Kaito hanya bisa menghela nafas lega. Bukannya dia tidak ingin mendukung tubuh Yuki, tidak. Bahkan menopang tubuh pria itu selama 10 menit pun tidak akan menjadi masalah baginya. Tubuhnya cukup ringan untuk diangkat bridal style.

Namun berdekatan dengan pemuda ini membuat jantungnya berdebar tidak normal. Entah sudah berapa kali Kaito harus menahan nafas saat merasakan deru nafas Yuki menampar cuping telinganya, menggelitik hatinya dan membuat jari-jarinya yang memegang pinggang Yuki menggigil tanpa alasan. Bahkan tubuh Yuki hampir terlepas dari tangannya jika dia tidak mengencangkan tangannya di tubuh pria itu lagi.

Menggaruk daun telinganya yang tidak gatal dan mungkin telinganya sekarang merah karena dia masih merasa malu, Kaito mengalihkan perhatiannya dari tubuh Yuki untuk melihat sekeliling di dalam kamar Yuki yang terlihat sangat rapi dan kurang furnitur.

''Aneh. Kenapa tidak ada foto keluarga sama sekali di rumahnya?", Kaito bergumam pelan. Meski merasa aneh dia tidak memperbesar pertanyaan yang ada di benaknya.

Kaito baru saja melangkah, menuju pintu. Dia berniat untuk pulang ke Ekoda namun saat dia melihat pakaian yang dikenakan Yuki, dia baru sadar bahwa dia masih belum mengganti pakaian pria tersebut dengan yang sebelumnya.

Menggelengkan kepalanya karena kelupaannya, Kaito membantu Yuki membuka baju wanita yang dia kenakan tapi tangannya membeku saat dia menarik ritsleting di belakang leher Yuki, mata indigo tuanya melihat bekas luka lama yang menutupi permukaan kulit baru. Ada juga memar berwarna ungu yang belum sembuh total.

"Ini...", Kaito mengerutkan kening.

'Bekas luka apa ini?', jari-jarinya mengendus kulit mati yang meninggalkan bekas luka di punggung tubuh Yuki.

Tiba-tiba lengan Kaito dicengkeram erat dan seluruh ruangan berputar 360 derajat, tubuhnya membentur kasur dan langit-langit ruangan menyambut pemandangan matanya yang berbinar.

'Apa? Apa yang terjadi? ', Mengerjabkan kedua matanya, Kaito menemukan Yuki duduk di atas tubuhnya, menatap tajam ke wajahnya, seolah ingin memakannya hidup-hidup.

"Apa yang kamu sentuh? Kamu cabul...", Yuki mengutuk pria itu. Dia melipat tangan di dada sebagai tanda kemenangan karena berhasil menjatuhkan lawannya dengan tubuh lemahnya. Perasaan ini terasa sangat sulit untuk dijelaskan, dia dulu tidak memiliki masalah untuk menjatuhkan lawannya tanpa usaha dan itu tidak berarti apa-apa baginya tetapi lihat, hanya mengalahkan Kaito dengan tubuh lemahnya bisa membuatnya merasa bangga seperti memenangkan kejuaraan WWE.

"Er, bisakah kamu turun sekarang?", Kaito tiba-tiba berbicara, membangunkan Yuki dari lamunannya.

Mengabaikan permintaan pria itu, Yuki dan Kaito saling memandang. Satu di bawah, dan satu lagi melihatnya dari atas.

"..."

Mengerutkan keningnya, Yuki mengoreksi posisi duduknya pada tubuh Kaito yang kokoh, 'Mungkin ada 6 abs', pikirnya. Duduk di atas perut Kaito membuatnya merasa tidak nyaman, bahkan Yuki merasa seperti sedang duduk di bangku kayu.

"Er... kamu berhenti bergerak... urgh...", wajah Kaito memerah ketika merasakan sesuatu mula bangkit.

'Sial!', Itulah yang terlintas di benak Kaito saat merasakan pangkuan Yuki bergesekan dengan selangkangannya, membuatnya merasa nikmat dan di saat yang sama tertekan saat mengetahui dirinya telah 'Hardened' tanpa perlu disentuh.

"Uwaahh!" Yuki menjadi kaget saat merasakan ada benjolan besar di selangkangan Kaito yang menyentuh celana dalamnya yang dingin. 'Tunggu, dingin?' Pada saat itu, Yuki menyadari bahwa dia masih mengenakan gaun wanita yang tidak mengenakan apapun selain celana dalam.

Seperti halnya Kaito, wajah Yuki juga terus memerah seperti kepiting rebus. Kaito mencoba mengendalikan poker face-nya tetapi benjolan di selangkangannya tidak bisa disembunyikan.

Kaito terbatuk dan mulai berbicara dengan santai; "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk tidak bergerak ... lihat, apa yang terjadi ...", seolah menyalahkan Yuki, dia menunjukkan ekspresi wajah yang polos.

Yuki sepertinya mempercayai kata-katanya dengan sepenuh hati. Dengan wajah masih memerah, dia berniat untuk turun dari tubuh pria itu tapi lengan yang dipegang Kaito menggagalkan niatnya. Dia memandang pria di bawahnya dengan tanda tanya besar dan di wajahnya menunjukkan ekspresi pertanyaan 'Apa lagi yang kamu inginkan?'

Entah itu suara detak jantungnya atau ilusi, Kaito bisa mendengar suara jantungnya yang berdetak sangat kencang, seolah hendak meledak dari dadanya. Tangannya yang tiba-tiba meraih lengan Yuki tanpa alasan membuatnya sulit untuk menarik tangannya kembali.

Dan lebih parah lagi, ketika Kaito melihat wajah pria yang diselamatkan itu memerah karena malu, bahkan cuping telinganya pun tidak lolos dari nasib yang sama. Saat itulah di benak Kaito, Yuki terlihat sangat seksi, dengan mata merahnya yang berkaca-kaca dengan air mata dan bibir merah mudanya yang cemberut, gaun yang dikenakannya mulai memperlihatkan bahu dan lekuk tubuh karena ritsleting di bagian belakang gaun itu setengah terbuka.

Kaito yang menyaksikan pemandangan luar biasa ini merasa semakin terangsang dan benjolan yang mengencang di bawah celananya semakin keras dan membesar. Ini membuatnya merasa canggung, terutama ketika reaksi hormonalnya terjadi saat dia bersama seorang pria.

Dan itu, tentu saja, disadari oleh Yuki, rasa malu pemuda itu terus memudar dan kemarahan mula menguasai diri. Yuki menatapnya dengan tatapan bermusuhan. Dengan wajah memerah seperti tomoto, namun itu kerana dia sedang marah dan tangannya terangkat tinggi; Kaito yang melihatnya dari bawah mulai merasa ngeri dan mencoba menjelaskan;

"T..tunggu, ini hanya karena hormon !!"

"HENTAI !!"

Penjelasannya diabaikan.

Tamparan mendarat di wajah si magician dan ia menghasilkan bunyi yang kuat.

Plak!

・゚: *・゚*・゚: *・゚*・゚: *・゚: End Chapter*・゚: *・