CHAPTER 3
Joonmyeon menautkan alisnya ketika melihat sederet kata yang tertulis di layar handphone-nya. Ia pun menggeram kesal sambil menggenggam erat benda elektronik itu hingga bergetar.
'Sebentar lagi, kau akan masuk ke dalam lingkaran kesengsaraan. Kau akan kekal di dalamnya dan tidak akan bisa keluar seberapapun kau berusaha'
"Sialan kau!" umpat Joonmyeon kasar.
"Ngg.."
Joonmyeon menghela nafasnya pelan untuk meredam amarahnya. Ia pun mengarahkan pandangannya pada Yixing yang menggeliat pelan di atas kasur tercintanya. Ia terkekeh pelan lalu berjalan menuju Yixing yang tengah meregangkan otot pada tubuhnya.
"Hm.."
Joonmyeon menatap wajah Yixing lalu menggerakkan telapak tangannya untuk mengusap lembut pipi Yixing. Ia pun mencium hidung bangir Yixing kemudian menggigitnya pelan.
"Hm.."
Joonmyeon tertawa kecil. Ia pun mencium kemudian melumat lembut bibir Yixing. Ia menjauhkan bibirnya dari bibir Yixing lalu menatap keseluruhan wajah Yixing dengan jarak sejengkal. Ia menatap kelopak mata Yixing yang bergerak-gerak ingin terbuka. Ia terus memperhatikan pergerakan kelopak mata Yixing hingga kedua kelopak itu terbuka sempurna. Sontak, Ia langsung menatap dalam kedua manik Yixing yang berbeda warna itu.
Yixing kaget ketika ia melihat wajah Joonmyeon yang tiba-tiba berada di dekatnya. Sontak, ia pun berteriak.
Namun, Joonmyeon langsung membungkam mulutnya.
Yixing pun menghela nafasnya perlahan lalu menatap kedua manik mata Joonmyeon.
'Apa yang sedang dia lakukan?' batin Yixing.
Joonmyeon memperdalam tatapannya pada mata Yixing, terutama mata kanan Yixing. Sedangkan Yixing, ia hanya membalas tatapan Joonmyeon dengan tatapan biasa. Namun, entah mengapa ia merasakan jantungnya berdegup kencang.
Serta.
Ia merasakan rasa nyaman dan rindu yang menyeruak.
Seolah-olah Joonmyeon adalah seseorang yang ia kenal dan akrab sejak lama.
Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi?
Yixing menatap Joonmyeon yang menjauhkan jarak wajahnya. Ia melihat Joonmyeon yang merapikan jas hitam yang membaluti tubuhnya lalu berjalan menuju jendela kamar. Ia membangkitkan tubuhnya menjadi posisi duduk lalu menatap punggung Joonmyeon dengan bahu lebar yang terlihat sangat nyaman untuk dipeluk dari belakang.
Dengan cepat, Yixing mengerjapkan kedua matanya lalu menggeleng kepalanya cepat.
Apa yang baru saja ia pikirkan?
Kenapa fantasi liar dan aneh selalu terbayang di benaknya?
Apakah ini adalah efek dari bercinta?
Sepertinya, bercinta bukanlah kata yang tepat.
Apakah ini adalah efek dari bersetubuh?
"Apa tidurmu nyenyak?" tanya Joonmyeon tanpa melihat Yixing. Ia masih menaruh perhatian pada sesuatu di luar jendela.
"Lumayan." jawab Yixing seadanya.
Joonmyeon menyeringai. "Sepertinya cara itu memanglah jitu untuk menidurkan orang."
"Cih. Aku bukan pelacurmu, asalkan kau tahu." ucap Yixing. "Jadi, jangan perlakukan aku seperti pelacur yang telah kau bayar dengan harga setinggi langit untuk melayani kepuasanmu. Kau harus ingat kalau tugasku disini hanyalah untuk menjadi pengawal pribadimu bukan pelacur pribadimu."
"Kau lebih cocok menjadi pelacur ketimbang pengawal, nona Zhang." ucap Joonmyeon.
"Sialan." umpat Yixing.
"Ah, sepertinya kau kembali menjadi Zhang Yixing yang semula. Aku bahkan kaget sekali kalau kau menikmati permainanku tadi malam. Malah, kau meminta lebih." ucap Joonmyeon. Ia pun memejamkan lalu mendesah pelan. "Aku masih ingat bagaimana ekspresi kenikmatanmu dan desahan merayumu. Oh, aku juga masih ingat betapa manjanya kau tadi malam."
Yixing menggenggam kuat selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya. "Cih. Anggap saja kau sedang beruntung saat itu."
Tanpa Yixing sadari, wajahnya sudah memerah padam karena malu yang luar biasa. Sebenarnya, ia sendiri tidak tahu kenapa ia mau melakukan hal 'itu'.
Baginya, ini adalah pemerkosaan.
Setelah ini, ingatkan ia untuk melaporkan Joonmyeon ke pengadilan karena perbuatan asusila yang telah dilakukan kepadanya.
Tapi, tunggu.
Mana ada pemerkosaan yang ia sendiri..
Menikmatinya?
"Kau tidak lihat, kalau aku mempunyai penis dan tidak mempunyai payudara? Dadaku datar dan bidang. Bukannya itu cukup jelas menunjukkan kalau aku adalah laki-laki? Jadi, jangan panggil aku nona." ucap Yixing dingin.
"Kau terlalu manis dan imut bagi laki-laki tulen, nona" ucap Joonmyeon remeh. "Dada bidang? Ha, lucu sekali. Ternyata kau pintar bercanda ya, nona manis."
"Terserah kau saja, sialan." ucap Yixing. "Kali ini kau menang."
Joonmyeon tertawa remeh. "Tentu saja aku pemenangnya, nona." ucapnya. Ia pun berjalan menuju Yixing yang duduk di kasur kamarnya. Sesampainya, ia mengangkat dagu Yixing paksa lalu mendekatkan jarak wajahnya pada wajah Yixing.
"Kau tidak akan bisa menang melawanku." ucap Joonmyeon.
"Selamanya."
Sontak, Joonmyeon langsung meraup bibir Yixing ganas. Ia melumat kasar bibir Yixing kemudian menghisap bibir bawahnya lalu menggigitnya kuat. Sekian menit kemudian, ia melepaskan tautan bibirnya lalu menjauhkan wajahnya. Seringai pun terpampang dengan jelas di wajah arogannya.
"Bangsat." ucap Yixing dingin.
Joonmyeon tersenyum remeh sambil menaikkan sebelah alisnya sebagai tanggapan. Ia pun berjalan keluar kamar meninggalkan Yixing yang masih setia pada posisinya.
Suara pintu tertutup pun terdengar. Sontak, Yixing langsung berteriak marah lalu mengumpat, kemudian menyumpahi Joonmyeon agar terkena sial sepanjang hidupnya. Ia berdoa, semoga si arogan itu sengsara hingga mati.
Tanpa Yixing sadari, Joonmyeon berada tepat di depan pintu kamar dengan posisi punggung bersandar di daun pintu dan kedua tangan di dalam saku celana. Ia pun mengarahkan telapak tangan kirinya ke bagian dadanya lalu mencengkramnya. Ia menutup kedua matanya pelan lalu menghela nafasnya untuk melepaskan sedikit rasa sesak di dadanya. Ia pun membuka kedua matanya lalu pergi meninggalkan kamarnya.
'Maaf telah merendahkanmu. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu.'
'Aku hanya ingin kau menjadi milikku.'
...
"Bagaimana kalau atom Zn direaksikan dengan Fe? Ah, tidak. Bagaimana kalau direaksi-"
Minseok yang sedang bergumam sendiri untuk melakukan penilitian pembuatan suatu serum, tiba-tiba menghentikan kegiatannya karena Joonmyeon yang masuk ke ruangannya lalu dengan tanpa dosa duduk di sofa khusus tamu. Ia menatap datar Joonmyeon yang sekarang berjalan ke meja kerjanya lalu duduk di kursi dengan gaya arogan layaknya bos besar kelompok mafia kelas kakap.
"Kenapa berhenti?" ucap Joonmyeon tanpa dosa. "Aku sama sekali tidak mengganggumu."
Andai saja Joonmyeon bukanlah adik sepupunya, mungkin ia sudah menyiramnya dengan cairan asam klorida. Oh, atau membuatkan kopi dengan memasukkan natrium sianida di dalamnya.
Joonmyeon menatap Minseok yang kembali mengerjakan pekerjaannya bereksperimen dengan beberapa bahan kimia. Kemudian, ia melihat Minseok yang mulai mengambil pena lalu mencoret-coret kertas yang berada tidak jauh dari gelas dan tabung kimia itu. Menurutnya, Minseok pasti sedang membuat rumus kimia jika suatu atom direaksikan dengan atom yang lain. Entahlah, ia tidak mengerti kimia dan tidak akan pernah menyukai kimia.
"Oke, aku menyerah." ucap Minseok frustasi. Ia pun berjalan menuju gantungan baju yang terletak di sudut ruangan lalu menaruh jas lab berwarna putih yang dikenakannya disana.
Joonmyeon pun mengalihkan pandangannya pada beberapa kertas yang berada di atas meja kerja Minseok. Ia melihat beberapa istilah kimia di kertas itu. Tiba-tiba, ia pun mengernyitkan dahinya ketika melihat suatu tulisan yang dapat ia baca dan mengerti.
"Serum peninggi badan?" ucap Joonmyeon hati-hati.
Minseok yang sedang menyingkirkan beberapa kertas lalu membuangnya di tempat sampah, terkekeh pelan. "Itu permintaan Jongdae, Myeon." ucapnya.
Joonmyeon menautkan kedua alisnya. "Untuk apa dia memintamu untuk membuat serum peninggi badan?" tanyanya.
Minseok mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu. "Mungkin dia tidak percaya diri dengan tingginya yang berada di rata-rata."
Joonmyeon terkekeh pelan. "Aneh." komentarnya.
"Memang." ucap Minseok. "Aku sedang malas berusaha keras untuk membuat serum yang tidak berguna seperti peninggi badan."
Itulah Minseok. Seorang peneliti kimiawan yang selalu menghabiskan waktunya di dalam ruangan tertutup ditemani dengan beberapa bahan kimia. Ia selalu melakukan penelitian untuk membuat berbagai jenis serum yang berhubungan dengan bidang kedokteran. Jika ia sudah menemukan apa yang akan dibuat menjadi serum, maka ia akan berusaha keras untuk membuatnya.
Namun, tidak untuk kali ini.
Ia tidak akan melanjutkan penelitiannya untuk membuat serum peninggi badan permintaan dari suami tercintanya, Kim Jongdae.
Ya, Kim Jongdae asisten tuan muda CEO Kim Joonmyeon. Seseorang yang berhasil meluluhkan hati Kim Minseok si pengurung diri di ruangan tertutup.
Sungguh, Minseok sama sekali tidak mengerti mengapa Jongdae memintanya untuk membuatkan serum peninggi badan. Apa tujuannya?
Ah, Minseok tidak ingin berpikir keras untuk itu. Biarkan itu menjadi sebuah misteri yang tidak akan pernah terpecahkan.
"Kalau kau tidak mau, kenapa kau masih ingin membuatnya?" tanya Joonmyeon.
Minseok yang sedang merebahkan tubuhnya di atas sofa khusus tamu sambil menatap langit-langit ruangan, menghela nafasnya pelan. "Aku mengatakan padanya, aku akan melakukan berbagai percobaan. Jika percobaan-percobaan itu gagal, maka serum peninggi badan itu tidak akan bisa dibuat." ucapnya.
"Aku baru melakukan satu kali percobaan, dan atom molekul yang akan kureaksikan itu gagal. Secara rumus percobaanku berhasil sedikit, namun secara praktek percobaanku itu gagal total." ucap Minseok. "Aku sedang malas bekerja keras. Mungkin ini bisa menjadi alasanku nantinya."
Joonmyeon terkekeh pelan. "Kau pasti lelah, hyung. Istirahatlah."
"Tidak. Aku tidak akan beristirahat." ucap Minseok. "Kau tau sendiri, kan. Kalau aku mempunyai kapasitas waktu tidur yang luar biasa banyak? Aku bahkan bisa tertidur selama 16 jam."
"Jika aku beristirahat sekarang, maka aku tidak akan menghadiri acara makan malam di kediaman Presiden." lanjut Minseok.
Joonmyeon diam sebagai tanggapan.
Selain Minseok, Joonmyeon juga di undang secara terbuka dan terhormat untuk menghadiri acara makan malam di kediaman Presiden Republik Korea Selatan. Sebenarnya, Joonmyeon tidak ingin menghadiri acara makan malam itu. Pasti acara makan malam itu, diisi dengan obrolan basa-basi yang tidak berguna. Sedangkan Joonmyeon, ia sama sekali tidak menyukai basa-basi. Ia terpaksa pergi menghadiri makan malam itu demi status kewarganegaraannya. Jika tidak, ia yakin kalau status kewarganegaraannya akan dicabut saat itu juga.
Setelah lama berdiam, Joonmyeon pun membuka suara.
"Minseok-hyung." panggil Joonmyeon.
Minseok bergumam sebagai tanggapan.
"Apa kau ingin meniliti sesuatu untukku?" tanya Joonmyeon.
"Ya, dengan senang hati. Asalkan kau tidak memintaku untuk meniliti sesuatu yang aneh." jawab Minseok.
"Tidak, aku tidak akan memintamu untuk meneliti sesuatu yang aneh. Aku bukanlah Jongdae-hyung." ucap Joonmyeon.
Minseok tertawa. "Jangan seperti itu, Myeon. Walaupun Jongdae aneh, dia itu suamiku dan aku sangat mencintainya."
Joonmyeon terdiam.
"Cinta ya?" gumam Joonmyeon pelan.
Minseok berhenti tertawa. Ia pun mendudukkan tubuhnya lalu menatap Joonmyeon yang berada di meja kerjanya. Ia bisa melihat perubahan raut wajah Joonmyeon yang kaku dan arogan menjadi sendu.
"Ada apa, Myeon?" tanya Minseok lembut.
Joonmyeon menghela nafasnya pelan. "Tidak ada apa-apa, hyung."
"Baiklah." ucap Minseok. "Kalau begitu, apa yang akan kuteliti untukmu?"
"Itu.." ucap Joonmyeon.
Minseok memperhatikan wajah Joonmyeon yang mulai tercetak sedikit mengeras tanda marah. Ada apa dengan adik sepupunya ini?
"Seseorang yang pergi meninggalkanku selama 17 tahun akhirnya telah kembali." ucap Joonmyeon.
"Benarkah?" tanya Minseok memastikan. Terdapat nada kebahagiaan disana.
Joonmyeon diam sebagai tanggapan. "Namun, dia sama sekali tidak mengingatku. Dia tidak mengingat ayah, ibu, dan kediamanku. Aku ingat sekali ekspresi wajahnya saat dia datang ke rumahku untuk menghadiri acara makan malam. Ekspresi wajah yang kagum dan penasaran dengan segala sesuatu yang ada di rumahku. Bahkan, dia berbicara sangat formal pada ayah dan ibu." ucapnya.
"Tunggu." ucap Minseok. "Acara makan malam? Bagaimana bisa?" tanyanya penasaran.
"Ayah yang mengundangnya untuk menghadiri acara makan malam." ucap Joonmyeon.
"Dia agen SIA yang dipindahkan oleh atasannya ke KIA. Dia ditugaskan oleh atasannya di KIA untuk menjadi pengawal pribadiku. Kemudian, ayah mengundangnya untuk menghadiri acara makan malam." lanjut Joonmyeon.
"Wah, itu kesempatan emas." ucap Minseok sambil tertawa pelan. "Lalu, masalahnya adalah dia tidak mengingatmu sama sekali?" tanyanya.
"Ya, dia tidak mengingatku." ucap Joonmyeon.
"Aku melihat banyak sekali sesuatu yang aneh padanya. Terutama pada kedua matanya." lanjut Joonmyeon.
Minseok diam sambil terus menyimak Joonmyeon.
"Kedua matanya memiliki warna yang berbeda. Mungkin, ini aneh jika diperdebatkan karena setahuku memang ada penyakit yang membuat warna kedua mata berbeda. Namun masalahnya, kedua matanya itu sebenarnya memiliki warna yang sama, yaitu hitam." ucap Joonmyeon.
"Saat aku melihat dalam-dalam mata kanannya yang berbeda warna itu, aku merasa kalau mata itu bukanlah mata manusia. Melainkan, mata robot yang diimplantasikan." lanjut Joonmyeon.
"Lalu?" tanya Minseok.
"Aku pernah memberitahumu kalau dia menghilang setelah kematian paman Zhoumi dan bibi Qian, kan? Entah mengapa aku merasakan ada sesuatu yang buruk terjadi padanya." ucap Joonmyeon.
"Begitu ya." tanggap Minseok.
Joonmyeon diam tanpa menanggapi. Ia mengepalkan telapak tangannya kuat.
"Kapan kau ingin aku meneliti dia?" tanya Minseok.
"Waktunya belum bisa ditentukan secara pasti. Jika ada waktu yang pas, aku akan menghubungimu." ucap Joonmyeon.
"Baiklah." ucap Minseok.
Minseok dan Joonmyeon pun diam.
"Myeon." panggil Minseok.
Joonmyeon yang menaruh pandangannya pada objek yang berada di meja kerja Minseok, langsung menatap Minseok sebagai tanggapan.
"Apa aku boleh bertemu dengannya?" tanya Minseok. "Aku ingin tahu seberapa memukaukah dia sehingga membuatmu tidak bisa melepasnya dan melupakannya."
"Tentu." ucap Joonmyeon.
"Dia akan datang saat acara makan malam di kediaman Presiden nanti sebagai pengawal pribadiku."
"Bukan sebagai.."
"Istriku."
...
Yixing menatap pantulan dirinya di cermin sambil merapikan letak dasi yang mengikat lehernya. Setelah dianggap rapi, ia pun mengambil tanda pengenal lalu meletaknya di saku celana dasar berwarna hitam yang dikenakannya. Tak lupa, ia meletak pistol dan pisau lipat di dalam saku khusus yang berada di balik jas. Setelah selesai, ia kembali menaruh perhatiannya pada cermin. Ia bisa melihat pantulan dirinya yang mengenakan kemeja putih dengan dasi berwarna hitam, serta jas berwarna senada.
Ah, ini akan terasa sangat memberatkan baginya.
Yixing pun melihat arloji yang bertengger manis di pergelangan tangan kirinya. Sekarang, jarum pendek menunjukkan angka enam dan jarum panjang menunjukkan angka delapan. Sudah saatnya berangkat. Ia pun mengambil kacamata hitam lalu memakainya. Ia mulai melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen yang ditempatinya.
Yixing telah berada di halaman depan apartemen yang ditempatinya. Ia melihat mobil Jongin yang terparkir disana. Ia pun langsung berjalan menuju mobil Jongin lalu mengambil tempat di samping kemudi.
"Selamat malam, tuan muda. Kita akan berangkat menuju kediaman Presiden dalam waktu kurang lebih 20 menit." ucap Jongin.
Yixing membuang nafasnya singkat sambil mencebikkan bibirnya. "Aku tidak suka candaanmu, Jongin."
Jongin tertawa sambil menyalakan mesin pada kendaraan miliknya. "Kau terlihat seperti tuan muda CEO, hyung."
Yixing diam. Ia sedang malas menanggapi Jongin.
"Ah, kau kesal ya." ucap Jongin. Ia pun menancapkan gas mobilnya lalu mengendarainya.
Yixing tetap diam. Ia membuka kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya. Ia pun menaruh perhatiannya pada gedung-gedung yang silih berganti di balik jendela mobil Jongin.
"Ngomong-ngomong." ucap Jongin sambil menambah kecepatan pada mobilnya.
"Kau terlihat sangat tampan." ucap Jongin.
"Terima kasih atas pujiannya." ucap Yixing.
Jongin menghela nafasnya kasar. "Susah sekali berbicara sama orang yang mood-nya sedang buruk."
Yixing diam tanpa menanggapi Jongin. Ia menghela nafasnya berat sambil melihat beberapa bangunan-bangunan di balik kaca jendela mobil.
Semua ini terasa tidak asing bagi Yixing. Kota ini, suasana, budaya dan bahasa, terasa tidak asing baginya. Ia telah berusaha untuk mengingat masa lalunya. Namun ketika ia hampir menemukan bagian masa lalunya yang hilang, tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing dan sakit.
Termasuk keluarga Joonmyeon.
Keramahan mereka terasa sangat tidak asing bagi Yixing. Bahkan, ia merasakan rasa rindu yang menyeruak di dadanya.
Sebenarnya, apa yang terjadi padanya?
Mobil Jongin pun berhenti tepat di depan gerbang kediaman Presiden. Jongin menurunkan jendela mobilnya lalu menunjukkan tanda pengenalnya pada sang penjaga, begitupula dengan Yixing. Penjaga itu pun mempersilahkan mereka masuk. Jongin menginjak gas pada mobilnya lalu mengendarainya memasuki wilayah kediaman Presiden. Ia memarkirkan mobilnya di tempat yang telah disediakan oleh pihak keluarga Presiden lalu mematikan mesin mobilnya. Ia dan Yixing pun keluar dari mobil.
"Kau akan berjaga dimana?" tanya Yixing.
"Aku tidak mempunyai tugas untuk berjaga apapun." jawab Jongin.
Yixing mengernyitkan dahinya bingung.
"Aku hanya mengantarmu saja." ucap Jongin. "Aku sudah menduga kalau kau pasti tidak sudi berangkat bersama Kim Joonmyeon itu." lanjutnya.
Yixing terkekeh pelan. Ia pun menepuk pelan pundak Jongin.
"Kau memang paling mengerti tentangku." ucap Yixing sambil tertawa pelan.
Jongin tertawa sebagai tanggapan. Tawanya pun berhenti ketika melihat mobil Lamborghini Centenario berwarna hitam mulai mengambil tempat di samping mobilnya. Ia mendatarkan ekspresi wajahnya. Mengapa mobil mewah itu terparkir tepat di samping mobil miliknya yang kelewat biasa?
Melihat perubahan raut wajah Jongin, Yixing pun menoleh ke belakang. Ia dapat melihat mobil mewah yang terparkir di samping mobil Jongin.
'Oh, jadi ini yang dikesalkan Jongin?' batin Yixing.
Sang pemilik mobil mewah pun keluar lalu berjalan menuju Yixing dan Jongin.
"Aku sudah menyuruhmu untuk datang bersamaku. Kau tidak ingat kalau kau adalah pengawal pribadiku?" ucap Joonmyeon.
Jongin menggertakkan giginya kesal. 'Sombong sekali dia.' batinnya.
Yixing mencebikkan bibirnya.
"Jika aku berangkat bersamamu, kau pasti akan menyuruhku untuk menyetir mobilmu kan? Ingat, tugasku hanyalah sebatas pengawal pribadimu bukan supir pribadimu." ucap Yixing.
Jongin tertegun. Ternyata Yixing sangat berani menantang seseorang paling berkuasa dalam bidang teknologi di dunia ini.
"Untuk kali ini kau menang, tuan Zhang." ucap Joonmyeon. "Bergegaslah, jangan membuat Presiden menunggu lama."
Joonmyeon pun mulai meninggalkan Yixing dan Jongin.
"Aku pergi dulu, Jongin." ucap Yixing. "Acara ini akan berlangsung lama. Tidak apa kau menungguku?"
"Ti-"
"Kau akan pulang bersamaku, tuan Zhang." ucap Joonmyeon yang tanpa dosa langsung memotong ucapan Jongin.
'Cih. Sialan." batin Jongin geram.
"Kau boleh pulang, tuan Kim." ucap Joonmyeon datar.
Jongin mengepalkan telapak tangannya kuat. Ingin sekali ia meninju wajah sombong itu hingga hancur. Memangnya, siapa dia? Dia bukanlah atasannya. Mengapa dia lancang sekali menyuruhnya?
Yixing menggenggam lembut telapak tangan Jongin yang mengepal untuk menenangkannya. Perlahan, kepalan tangan Jongin pun melonggar dan amarah yang memuncak sampai ubun-ubun mulai mereda secara perlahan.
"Aku akan bekerja." ucap Yixing. "Terima kasih telah mengantarku."
Jongin menatap Yixing yang sedang tersenyum lembut ke arahnya.
"Sama-sama, hyung. Hati-hati." ucap Jongin.
Yixing mengangguk pelan sebagai tanggapan.
Jongin pun memasuki mobilnya lalu menancap gas meninggalkan kawasan kediaman Presiden.
Joonmyeon mengepalkan telapak tangannya kuat di balik saku celananya. Terdapat amarah yang memuncak di batinnya. Ia menggertakkan giginya lalu mencoba untuk meredam amarahnya dengan menghela nafasnya perlahan.
"Kau sudah membuang waktu terlalu banyak, tuan Zhang." ucap Joonmyeon.
"Seorang agen KIA tidak pernah membuang waktunya untuk melakukan hal lain yang melenceng dari tugasnya."
"Bukankah seperti itu?" lanjut Joonmyeon.
Yixing berjalan mendekati Joonmyeon lalu menghentikan langkahnya ketika berada di belakang Joonmyeon. Ia menatap punggung Joonmyeon yang membelakanginya. Seringai pun tercetak di wajahnya.
"Ini pertama kalinya bagiku melihat seorang arogan yang hemat bicara menjadi cerewet seperti ini." ucap Yixing.
"Oh, asalkan kau tahu aku sengaja melembutkan nada bicaraku menjadi sangat lembut pada Jongin."
"Dan ternyata, kau cemburu." ucap Yixing sambil menyeringai kejam.
Joonmyeon diam. Ia tidak memilki kata-kata lagi untuk membantah Yixing.
"Hei, aku bukanlah siapa-siapamu. Kau tidak berhak cemburu padaku." ucap Yixing.
Kata-kata itu.
Terasa sangat menyakitkan bagi Joonmyeon.
'Dia benar-benar tidak mengingatku.' batin Joonmyeon.
Dengan cepat, Joonmyeon mengarahkan tubuhnya ke belakang lalu menarik kasar lengan Yixing sambil mendorong tengkuk Yixing hingga bibir mereka menyatu. Ia mencium bibir Yixing kemudian melumatnya lembut.
Yixing kaget.
Demi apa, Joonmyeon menciumnya selembut ini. Mimpi apa ia kemarin malam?
Sebenarnya, Joonmyeon ini kenapa?
Yixing meringis ketika bibir bawahnya digigit kuat oleh Joonmyeon hingga berdarah.
Tetap saja, Joonmyeon merupakan seseorang yang arogan dan ambisius. Bahkan dalam hal berciuman pun, Joonmyeon-lah yang berkuasa.
Joonmyeon melepas ciumannya lalu menatap bibir Yixing yang mengeluarkan cairan berwarna merah segar.
"Cepat bergegas. Kita sudah terlambat tiga menit." ucap Joonmyeon.
"Apa? Tiga menit? Bukannya su-"
Joonmyeon membungkam Yixing dengan menempelkan bibirnya di bibir Yixing. Ia menghisap bibir bawah Yixing yang berdarah.
Yixing lagi-lagi dibuat kaget oleh Joonmyeon.
Joonmyeon menjauhkan bibirnya. "Aku sengaja menyuruhmu datang lebih cepat. Itulah akibatnya jika kau tidak mau datang bersamaku." ucapnya. Ia pun langsung pergi meninggalkan Yixing.
Yixing terdiam. Ia tidak tahu lagi apa yang akan dikatakan untuk membantah Joonmyeon.
Ini sangat aneh.
Joonmyeon yang cemburu.
Joonmyeon yang mencium lembut bibirnya.
Ini semua seperti, Joonmyeon memilki hubungan yang spesial dengannya.
Ya, ia akui.
Sosok Joonmyeon terasa tidak asing baginya.
Tiba-tiba, kepalanya terasa sangat pusing. Ia mengerjapkan kedua matanya untuk menghilangkan sejenak rasa pusingnya itu.
Dengan cepat, ia mengenakan kacamata hitamnya lalu berlari menyusul Joonmyeon.
'Sialan. Dia pergi dengan tanpa dosa meninggalkanku?' batin Yixing.
...
Joonmyeon menanggapi ucapan Presiden dengan sopan dan sehormat mungkin. Jauh di lubuk hatinya, ia tidak ingin menanggapi ucapan basa-basi sang Presiden yang tidak berguna dan berkelas itu. Entah mengapa, ia lebih memilih untuk berkutat dengan jurnal pembukuan yang tebalnya sepuluh senti hingga mabuk. Setidaknya, ia masih menyayangi status kewarganegaraannya itu.
Joonmyeon melihat sekilas ke arah Minseok yang duduk di seberangnya. Ia dapat melihat arah pandang Minseok tertuju pada Yixing yang berada di beberapa meter belakangnya. Ia senang, rasa penasaran Minseok terhadap sosok Yixing sudah terjawab. Itu berhasil membuat dadanya terasa sedikit lebih lapang.
Yixing hanya diam berdiri sambil mengamati kegiatan berbincang Presiden dengan Joonmyeon dan beberapa tamu lainnya di balik kacamata hitam yang dikenakannya. Sungguh, ia sangat mengantuk sekarang ini. Ia pun memejamkan matanya sesekali. Ketika ia hampir jatuh ke alam bawah sadar, ia langsung membuka lebar kedua matanya itu. Tentu saja, tidak ada yang tahu kalau ia mengantuk berkat kacamata hitam yang dikenakannya.
Drrtt..
Yixing tersentak kaget ketika alat komunikasi khusus yang berbentuk seperti earphone tersambung secara tiba-tiba. Ia pun membenarkan letak alat komunikasinya itu lalu menautkan kedua alisnya bersiap untuk mendengar kabar baik atau buruk.
"Roger. Agen Zhang, kau mendengarku? Jika iya, beri kode."
Yixing pun mengeluarkan suara desis dari bibirnya sebagai tanggapan.
"Kau harus datang bersama tuan muda CEO Kim ke Rumah Sakit Universitas Seoul. Terjadi penembakan beruntun di perbatasan kota Seoul dan.."
Yixing menautkan kedua alisnya dalam. Tanpa ia sadari, ia menahan nafasnya menunggu seseorang yang ternyata Kim Jongin itu melanjutkan ucapannya.
"Kedua orang tua muda Kim menjadi korban dalam kejadian tersebut."
"Baik. Aku akan segera kesana." ucap Yixing.
Yixing menghela nafasnya pelan. Sebenarnya, ini perkara mudah untuk membawa Joonmyeon ke Rumah Sakit Universitas Seoul. Namun, semuanya terasa canggung ketika berada di kediaman Presiden. Dengan penuh keraguan, ia pun berjalan mendekati Presiden, Joonmyeon dan tamu undangan lainnya.
"Permisi." ucap Yixing sopan.
Sontak, sang Presiden, Joonmyeon dan tamu undangan lainnya menoleh ke arah Yixing.
"Maaf, jika saya telah lancang mengganggu. Tapi, saya harus mengatakan sesuatu pada tuan muda Kim Joonmyeon." ucap Yixing.
"Langsung katakan saja disini." ucap Joonmyeon.
Yixing menatap aneh pada Joonmyeon. Joonmyeon masih saja bertindak seenaknya, bahkan di kediaman Presiden sekalipun.
"Sekarang kita harus berangkat menuju ke Rumah Sakit Universitas Seoul karena telah terjadi penembakan beruntun di perbatasan kota oleh oknum yang tidak diketahui identitasnya. Maaf.."
"Kedua orang tua anda, menjadi korban dalam kejadian tersebut." ucap Yixing.
Sontak, seluruh penghuni ruang makan kediaman Presiden pun kaget. Begitupula dengan Joonmyeon.
Joonmyeon langsung berdiri dari duduknya lalu membungkukkan badannya hormat pada sang Presiden.
"Maafkan saya, tuan Presiden. Saya harus pergi sekarang." ucap Joonmyeon.
Tanpa melihat bagaimana tanggapan sang Presiden, Joonmyeon pun langsung pergi meninggalkan ruang makan kediaman Presiden. Begitupula dengan Yixing. Ia langsung pergi menyusul Joonmyeon setelah membungkukkan badannya hormat pada sang Presiden.
Joonmyeon berlari menuju mobilnya diikuti oleh Yixing di belakangnya. Ia pun menggertakkan giginya marah karena ia tahu, tikus sialan itulah yang membunuh kedua orang tuanya. Ia langsung menancapkan gas menuju Rumah Sakit Universitas Seoul ketika Yixing telah memasuki mobil mewahnya.
Sesampainya di rumah sakit, Joonmyeon langsung berlari menuju Instalasi Gawat Darurat diikuti oleh Yixing di belakangnya. Beberapa menit kemudian, ia telah sampai di depan ruangan Instalasi Gawat Darurat. Terlihat beberapa polisi dan intel disana. Dengan cepat, ia langsung memasuki ruangan sambil menghiraukan salah dua orang intel yang menyapanya hormat.
Yixing yang sedari tadi diam, hanya bisa menatap Joonmyeon yang menerobos masuk ruangan. Sungguh sangat disayangkan sekali jika tuan Presdir dan istrinya yang ramah harus pergi meninggalkan dunia ini. Tuan Presdir dan istrinya sama sekali tidak memilki kesalahan. Mereka sangat baik dan ramah. Justru, yang memilki banyak sekali kesalahan adalah putra semata wayangnya. Menurutnya, yang harus mati tertembak itu Joonmyeon bukan orang tuanya.
Yixing kaget ketika Jongin menepuk pelan bahunya. Ia pun melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidung bangirnya.
"Sedang melamunkan apa, hyung?" tanya Jongin.
"Tidak ada." jawab Yixing singkat.
"Semoga dengan ini, si sombong itu diberi pencerahan." ucap Jongin.
Yixing terkekeh pelan sebagai tanggapan.
"Permisi."
Yixing dan Jongin pun langsung menoleh ke belakang. Mereka dapat melihat Kim Jongdae sang asisten CEO beserta seorang pemuda berwajah imut seperti tupai.
"Oh, tuan Kim Jongdae." ucap Jongin. Ia pun membungkukkan badannya hormat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Yixing.
Jongdae tersenyum sebagai tanggapan "Apa kami boleh melihat keadaan tuan presdir dan istrinya?" tanyanya.
"Tentu." ucap Jongin ramah. Ia pun mempersilahkan Jongdae dan seorang pemuda imut itu untuk menuju ke ruang Instalasi Gawat Darurat.
Jongin dan Yixing pun melihat punggung Jongdae dan seorang pemuda imut itu memasuki ruangan. Entah mengapa, Yixing merasakan rasa sakit di dadanya. Kejadian yang terjadi pada orang tua Joonmyeon terasa seperti kejadian yang terjadi pada orang tuanya. Ia juga merasakan perasaan yang sepertinya dirasakan oleh Joonmyeon. Perasaan sakit yang sama yang dirasakan Joonmyeon.
Maksudnya apa?
...
Joonmyeon mengepalkan telapak tangannya kuat sambil menggigit bibirnya menahan amarah. Ia melihat kedua orang tuanya -Siwon dan Sooyoung- terbujur kaku tanpa ada selang oksigen di hidung mereka.
'Dasar bajingan sialan!' batin Joonmyeon.
Kemarahannya berangsur mereda ketika Joonmyeon merasakan usapan lembut di punggungnya. Ia memejamkan matanya lalu menghela nafasnya perlahan. Setelah itu, ia pun membuka kedua matanya lalu menatap Minseok yang berada di sampingnya.
"Kau harus bersabar, Myeon." ucap Minseok lembut. Ia pun langsung memeluk Joonmyeon.
Joonmyeon memejamkan matanya. Dengan cepat, ia langsung membalas pelukan Minseok erat. Ia membenamkan wajahnya di pundak Minseok dan bulir-bulir hangat pun jatuh membasahi pundak Minseok.
Jongdae yang menatap sang istri -Minseok- memeluk erat Joonmyeon, mengarahkan pandangannya pada Siwon dan Sooyoung yang memejamkan kedua matanya rapat. Ia menghela nafasnya berat sebagai usaha melapangkan sedikit rasa sesak di dadanya.
"Semoga paman dan bibi tenang di alam sana."
...
Joonmyeon menatap kosong peti mati Siwon dan Sooyoung yang mulai dimasukkan ke liang lahat. Ia tidak bisa melakukan apapun selain diam. Kejadian ini sangat buram dan tidak bisa dicerna oleh akal sehatnya.
"Kumohon maafkan aku, ayah, ibu. Maafkan ketidak-becusanku untuk melindungi kalian." ucap Joonmyeon pelan.
Inilah takdir. Takdir yang bersifat mutlak dan tidak ada yang mampu untuk merubahnya. Termasuk Joonmyeon. Ia tidak berdaya menghadapi takdir yang terasa sangat menyakitkan ini.
Yixing yang mengamati posesi pemakaman dibalik kacamata hitamnya dari kejauhan, hanya bisa diam tanpa mengeluarkan kata-kata lagi. Begitupula Jongin yang berada di samping Yixing. Ia hanya diam sambil mengamati kekhidmatan posesi pemakaman orang tua Joonmyeon.
Satu persatu penziarah meninggalkan liang lahat. Tinggallah Joonmyeon, Minseok dan Jongdae yang berada di dekat liang lahat. Serta Yixing dan Jongin yang berada jauh dari liang lahat.
"Sepertinya kau harus pulang, Jongin." ucap Yixing setelah sekian lama saling diam.
"Kenapa, hyung?" tanya Jongin bingung.
"Kau tahu sendiri, kan? Pekerjaanku masih belum selesai." jawab Yixing.
"Oh." ucap Jongin. "Baiklah, aku pulang dulu."
Yixing tersenyum sebagai tanggapan. Ia melihat Jongin yang melambaikan tangan kepadanya. Perlahan, Jongin pun menghilang dari pandangannya. Ia mulai menatap Joonmyeon, Jongdae dan seseorang yang diketahui sepupu Joonmyeon, masih setia berada di dekat liang lahat. Ia pun berjalan mendekati Joonmyeon.
Yixing menghentikan langkah kakinya ketika berada tepat di belakang Joonmyeon. Ia melepas kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya lalu tersenyum pada Jongdae dan sepupu Joonmyeon.
"Baiklah. Sebelum itu, aku ingin memperkenalkan diriku."
Yixing diam sebagai tanggapan. Ia masih menunjukkan senyuman ramahnya dilengkapi dengan lengkungan yang dalam di pipi kanannya.
"Namaku Kim Minseok, kakak sepupu Joonmyeon." ucap Minseok. Ia pun mengulurkan telapak tangannya mengajak Yixing untuk berjabat tangan.
Yixing pun membalas uluran tangan Minseok. Mereka mulai saling berjabat tangan.
Minseok terkekeh pelan. "Apa kau ingin tahu mengapa aku bisa bersepupu dengan Joonmyeon? Karena ibuku merupakan adiknya ayah Joonmyeon." ucapnya.
Yixing tersenyum sebagai tanggapan.
"Nama saya-"
"Kau tidak perlu menggunakan bahasa formal." ucap Minseok sambil tersenyum. "Gunakan saja bahasa informal. Lagipula kau tidak perlu mengenalkan dirimu karena aku sudah mengetahui nama dan pekerjaanmu, agen Zhang."
Minseok tertawa pelan ketika melihat raut wajah kaget dan bingung Yixing yang bercampur menjadi satu.
"Sepertinya kita harus berangkat ke kantor pengadilan untuk pengumuman pembagian warisan sekarang." ucap Jongdae.
"Ah, kau benar Jongdae." ucap Minseok.
"Ayo berangkat." ucap Minseok semangat.
...
Yixing, Joonmyeon, Minseok dan Jongdae telah sampai di Kantor Pengadilan Pusat. Mereka pun memasuki kantor lalu berjalan menuju ruang pengadilan. Yixing kaget, ia bertemu dengan atasannya di SIA dan KIA ketika telah sampai di ruangan.
"Saya turut berduka cita atas kepergian tuan dan nyonya presdir, tuan muda." ucap Jenderal Kang In, atasan Yixing di KIA.
"Saya juga turut berduka cita, tuan muda." ucap Jenderal Han Geng, atasan Yixing di SIA.
"Terima kasih." ucap Joonmyeon seadanya.
Yixing dan yang lainnya mulai duduk di tempat yang telah tersedia di ruang pengadilan ini. Pengadilan pun dimulai. Hakim beserta notaris datang memasuki ruang pengadilan. Notaris pun mulai menyampaikan semua warisan yang dimiliki Siwon.
"Semua warisan termasuk benda bergerak maupun tidak bergerak akan menjadi hak milik Kim Joonmyeon seutuhnya, dengan jumlah keseluruhan sebesar 250 miliyar Won."
Yixing kaget bukan main ketika mendengar jumlah warisan yang akan diterima Joonmyeon.
"Selain itu, tuan Choi Siwon memiliki warisan gabungan bersama tuan Zhang Zhoumi..."
Yixing mengernyitkan dahinya bingung ketika mendengar marga ayah Joonmyeon yang bisa berbeda dengan marga Joonmyeon. Selain itu, ia juga bingung mengapa ayahnya bisa tersangkut paut dalam warisan ayah Joonmyeon.
"... bahwa tuan Choi Siwon dan tuan Zhang Zhoumi sepakat untuk menikahkan anak dari Choi Siwon yang bernama Kim Joonmyeon, dengan anak semata wayang dari Zhang Zhoumi yang bernama Zhang Yixing."
'A-Apa?' batin Yixing.
"Menurut keterangan dari surat warisan gabungan milik tuan Choi Siwon dan Zhang Zhoumi, pernikahan harus diselenggarakan dengan waktu paling lambat tiga hari setelah pengumuman warisan."
"Tunggu." ucap Yixing sambil berdiri dari duduknya.
"Apa yang kau lakukan, tuan Zhang?" ucap Joonmyeon. "Tidak sopan untuk membuka suara saat pengumuman warisan berlangsung."
Yixing menggertakkan giginya sambil mengepalkan telapak tangannya kuat hingga bergetar hebat.
'Sialan.' batin Yixing.
Mau tidak mau, Yixing harus kembali mendudukkan tubuhnya. Ia melihat secara sekilas Joonmyeon yang menyeringai penuh kemenangan.
"Silahkan dilanjutkan." ucap Joonmyeon.
"Baiklah." ucap notaris tersebut. "Itulah warisan yang diwariskan oleh tuan Choi Siwon kepada tuan Kim Joonmyeon."
Hakim pun mengetuk palu sebanyak tiga kali sebagai tanda kalau pengadilan warisan telah selesai. Seluruh penghuni ruang pengadilan beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar ruangan. Kecuali Yixing. Ia masih setia pada posisinya.
Ini kesialan terberat dalam hidup Yixing.
Ia tak habis pikir bagaimana bisa ayahnya membuat warisan gabungan seperti itu pada ayah Joonmyeon.
Sunggguh, ia tak sudi menjadi pendamping hidup si arogan busuk seperti Joonmyeon.
Ah, mimpi apa ia kemarin malam?
"Besok, kita akan menikah. Kau tidak akan bisa lari karena ini adalah warisan dari ayahmu, nona Zhang." ucap Joonmyeon sambil memegang bahu Yixing.
"Cih. Bagaimanapun, aku tidak akan pernah sudi menikah denganmu, bangsat." ucap Yixing dingin.
"Sudi tidak sudi, itu bukan urusanku, nona." ucap Joonmyeon.
"Lagipula, kau akan tetap menikah denganku."
"Dan kau.."
"Akan menjadi istriku selamanya."
Yixing menatap Joonmyeon yang menyeringai penuh kemenangan. Ingin sekali ia membakar wajah itu menjadi abu. Joonmyeon pun berjalan meninggalkannya dan sontak, ia langsung menghentakkan kakinya kuat ke lantai.
"SIALAN KAU KIM JOONMYEON!"
...
Di suatu ruangan gelap yang hanya diterangi oleh sinar monitor, terdapat seseorang yang menyeruput pelan sambil menikmati aroma khas kopi. Ia pun memejamkan matanya lalu menghela nafasnya perlahan.
"Hm.. Sepertinya menarik." ucap seseorang itu.
Seseorang itu meletak cangkir kopi di atas meja. Ia pun menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi lalu merebahkan kedua kakinya di atas meja.
"Dengan ini, dia bisa meraih rahasia besar Kim Joonmyeon."
"Sebentar lagi, Kim Joonmyeon akan hancur menjadi debu."
- To be Continued -
