Chapter 6

Valentine's attack!

14 February 1901

"Roy, kamu dapat berapa?" Tanya Richard seru.

"Mm? Dapat apa?" balas Roy bingung.

"Kamu enggak tahu? Ini 'kan tanggal 14 February!" lanjut Maes.

"memangnya kenapa?" Tanya Roy lagi.

"ya ampun, Roy! Kamu ini udik atau apa sih? Masa hari valentine saja kamu enggak tahu?" balas Richard.

"ooh… valentine day ya…. Memangnya apa yang menarik dari itu?" balas Roy cuek.

"dasar. Kamu enggak menghargai, ya? Atau jangan-jangan kamu enggak dapat sama sekali?" ujar Maes.

"aku juga dapat kok…. Cokelat, 'kan? Aku dapat dua…."

"Oh, dua ya? Aku juga," sela Richard memotong perkataan Roy yang belum selesai.

"…dua puluh…" jawab Roy menyelesaikan pernyataannya.

"Gulp! Du…dua puluh? Banyak amat…"lanjut Maes.

"wah, ini sih keterlaluan. Dari siapa saja?" Tanya Richard.

"umm…. Kapten Douglas, perwiraFalcon, letnan dua Harrier...," balas Roy sambil melihat cokelatnya satu per satu.

"dasar, ternyata banyak juga ya wanita dalam medan tempur…." Ujar Maes.

"ngomong-ngomong, kamu sendiri dapat berapa?" Tanya Roy pada Maes.

"aku dapat satu, tapi diberikan dengan penuh cinta…. Lihat! Bahkan ia mengirimkan fotonya juga padaku!" balas Maes sambil memperlihatkan foto 'yayang'-nya itu.

"oh? Gracia, ya?" kata Richard yang nampak mengenal foto gadis itu.

"kamu kenal dia?" Tanya Roy.

"ya… dulu 'kan aku tinggal di Central. Dia adalah teman sekelasku…. Mungkin, waktu aku SMP…." Ujar Richard.

"kau temannya?" Tanya Maes.

"ya. Dia gadis yang sangat baik, ya…. Dia juga cantik…." Balas Rich tersenyum.

"hanya sebatas teman 'kan?" Tanya Maes penasaran.

"um…iya… hanya… sebatas teman sekelas saja kok…." Jawab Richard yang jadi merinding, karena dipelototin Maes yang begitu 'napsu'.

"awas kalau kau pernah berbuat yang macam-macam sama dia, akan ku #$&#$ kamu!" lanjut Maes mengancam.

"i…iya! Maafkan aku!" seru Richard. Tawa mereka terhenti, sampai ada panggilan dari seorang kopral.

"Letnan Hunter, ada kiriman!" kata kopral itu sambil memberikan paket padanya.

"oh, thanks!" kata Rich sambil menerima paket yang dibungkus dengan kertas dan pita pink itu.

"hati-hati, mungkin itu bom…" sindir Maes.

"oh. Ternyata dari adikku…" kata Richard sambil melihat nama pengirimnya.

"apa isinya?" Tanya Roy.

"sepertinya cokelat buatannya…. Cokelat buatannya memang yang terbaik!" balas Richard sambil tersenyum. Ia mengeluarkan cokelat bentuk hati yang besar itu, dan tanpa ia sadari secarik kertas terjatuh. Roy yang menyadarinya segera memberi tahu pada Richard.

"sepertinya ada pesan untukmu…" ujar Roy memberitahu Rich.

"um…iya….Gulp!" hentak Rich saat membaca tulisan yang dituliskan pada kertas pink bergambar hati itu.

"apa tulisannya?" Tanya Maes.

"ah…ti..tidak apa-apa, eh…maksudku…bukan apa-apa…" balas Richard gugup. Roy langsung merebut kertas itu dan membacanya.

"sepertinya adikmu itu pencemburu, ya?" Tanya Roy.

"huh…ketahuan deh. Memang begitu, sih…" balas Richard.

"memang apa isinya?" Tanya Maes sambil merebut kertas itu, yang bertuliskan "awas kalau kau macam-macam dengan wanita lain!"

"ini surat ancaman, ya?" lanjut Maes.

"ya… apapun isinya, aku harus membalas surat itu. Paling tidak, aku harus berterima kasih soal cokelatnya…." Kata Richard.

"ya. Dia seorang adik yang sangat perhatian pada kakaknya…" ujar Roy.

"….dia memang adikku, tapi… aku tak pernah menyayanginya seperti adik…." Lanjut Richard.

"memangnya kamu kakak yang galak, ya?" Tanya Maes.

"bukan begitu, tapi… aku rasa aku menyayanginya…sebagai seorang wanita…" tutur Rich.

"jangan-jangan kamu…."

"ya…. Aku rasa aku malah jatuh cinta pada adikku sendiri…. Rasanya seperti hubungan yang sangat tabu…" tambah Richard.

"jatuh cinta pada adik sendiri, ya…?" Tanya Roy.

"kenapa? Apa kau juga begitu?" Tanya Maes.

"tidak, hanya saja rasanya pasti menyakitkan…." Ujar Roy.

"ya…. Aku tidak boleh melakukan apapun untuk orang yang paling kucintai…. Rasanya sangat menyakitkan…. Apa boleh buat, setidaknya aku masih bisa menyayanginya sebagai adik…." Lanjut Richard.

"tapi, kenapa hal semacam itu bisa terjadi, ya? Padahal kalian sudah jelas saudara kandung, tapi…."

"pasti karena tidak pernah bertemu sejak lahir…" sela Roy memotong pertanyaan Maes.

"mungkin…" jawab Richard. Tiba-tiba, seseorang datang menuju tenda mereka.

"oh, rupanya kalian di sini…." Kata orang itu.

"oh…Nona…eh, nyonya Rockbell…" kata Richard menyadari siapa yang datang.

"ini, aku ada sesuatu untuk kalian…" kata Sara sambil mengeluarkan tiga buah cokelat dari sakunya.

"ambillah," katanya sambil memberikannya pada tiga orang itu.

"waah… te-terima kasih! Dengan begini, aku jadi dapat 4!" seru Richard.

"Terima kasih, nyonya Rockbell…" ujar Roy pelan yang hanya ditanggapi dengan senyum dan anggukan Sara.

"apa kita boleh menerima ini?" Tanya Maes tidak yakin.

"ya… asal kalian tidak bilang-bilang pada suamiku…. N'tar dia cemburu…" kata Sara.

"baiklah…. Terima kasih!" seru Rich pada Sara yang meninggalkan mereka. Tak lama setelah itu, seorang tentara memberitahu bahwa ada serangan lagi.

"jadi, di hari kasih sayang ini, kita harus membunuh lagi, ya….?" Tanya Roy.

"mau bagaimana lagi…. Kalau perang ya, perang. Mana ada yang peduli soal Valentine di saat keamanan terancam," ujar Maes.

"rasanya…. Jadi seperti Bloody Valentine, ya?" tambah Richard.

"mungkin…. Segalanya memang perlu pengorbanan yang sebanding. Jika ada sesuatu yang disebut kasih pasti ada juga yang disebut dendam, kebencian, dan…ya, masih banyak hal yang harus dibayar mahal untuk itu. Memberikan kasih memang bukan sesuatu yang mudah, apalagi jika manusia berlaku seenaknya, seolah hukum equivalent trade tidak berlaku di alam ini…." Jawab Roy.

"baiklah… kita bersiap…."

………………………………………………….………………………………………...…………………………………………………………………………………………………

"adudududuh…..pelan-pelan donk!" kata Maes menahan sakit.

"maaf…. Aku nggak bermaksud jelek…" balas Richard yang membopong Maes masuk ke tenda.

"nyonya Rockbell… maaf, mengganggu malam-malam begini…. Tapi, aku rasa Maes terluka…" seru Richard.

"oh! Lukanya cukup dalam! Cepat baringkan dia…" kata Sara panic.

"maaf…. Aku jadi merepotkan kalian…." Ujar Maes.

"tidak apa…. Yang penting kau selamat…." Balas Roy.

"oh, pal… aku berhutang padamu…" tambah Maes sambil menepuk bahu Rich.

"ouch!" kata Richard tersentak. Tahu-tahu saja, lengannya bercucuran darah.

"Rich! Kau tidak apa-apa!" seru Roy dan Maes bersamaan.

"iya…nggak apa-a..pa..kok…" balas Richard dengan kesulitan.

"apanya yang nggak apa-apa! Tanganmu sudah berlumuran darah begitu, tapi…kau masih memaksakan diri juga!" Tanya Roy dengan emosional.

"maaf…" balas Richard.

"seharusnya aku yang bilang begitu, tahu…" sela Maes sambil mengingat kejadian itu.

………………………………….

Saat itu Maes lengah, dan terpaksa mendapat beban yang berat pada kakinya. Kakinya tertembak oleh 'peluru nyasar' dari belakang. Dia harus 'lumpuh' di tengah medan perang. Namun….

"Maes! Kau tak apa-apa!" Tanya Richard yang maju ke depan hanya untuk menolong sahabatnya itu.

"Richard! Ngapain kamu maju-maju ke sini! Tempatmu di belakang, tahu!" bentak Maes.

"nggak usah ribut deh! Sekarang cepat pergi dari sini!" ujar Richard sambil mengeluarkan double handgun-nya.

"tak usah pikirkan aku! Kau yang harusnya pergi dari sini! Selamatkan dirimu!" bentak Maes pada Rich.

"jangan main-main! Kau kira buat apa aku datang kemari? Aku tidak akan meninggalkanmu!" balas Richard.

"tapi…aku…" kata Maes sambil melihat kakinya yang bersimbah darah. Richard yang menyadari itu langsung membopong Maes ke luar medan tempur. Saat itulah, ia lengah sehingga lengan kirinya harus jadi korban pecahan peluru.

"Roy! Cover!" perintah Richard. Untuk kedua sahabatnya, Roy segera bersiap untuk membuat Firewall, sehingga penyerangan berakhir sampai situ saja.

…………………………………….

"Maaf…. Gara-gara aku, lenganmu…"

"ya ampun…. Kamu masih memikirkan hal itu? Udah nggak apa-apa, kok…. Yang penting 'kan kamu selamat…." Ujar Rich memotong rasa sesal Maes.

"kamu ini emang keterlaluan deh…. Kamu selalu memikirkan keselamatan orang lain terlebih dahulu, tanpa memikirkan resikonya untuk diri sendiri…" kata Roy.

"Lho? Bukannya lebih baik berjasa bagi orang lain daripada berjasa untuk diri sendiri? Bagiku, keselamatan seorang teman adalah yang terpenting, jadi…."

"Jangan main-main!" bentak Roy memotong perkataan Rich yang belum selesai.

"Kamu tahu! Kau pikir jika seseorang kehilangan sahabatnya, dan ternyata ia kehilangan sahabatnya karena kesalahannya, apa orang itu akan bahagia!" lanjut Roy kesal.

"tidak…. Bagiku, jika aku harus kehilangan nyawaku untuk seorang sahabat, aku akan rela…." Balas Richard.

"jangan bodoh! Kau tahu, aku tak mau kehilangan kalian…." Tambah Roy.

"maaf…. Aku telah berbicara macam-macam…." Sela Rich.

"ya…. Tapi, tanpa sifatmu yang seperti itu mungkin aku sudah tidak ada di sini…. Terima kasih…." Lanjut Maes.

"Maes….Rich…. terima kasih…. Terima kasih…untuk menjadi sahabatku…" kata Roy sambil menundukkan kepalanya. Richard dan Maes hanya tertegun mendengar hal itu keluar dari mulut Roy. Rasanya nggak percaya.

"Roy, aku senang…" ujar Rich. Roy mengangkat kepalanya.

"kau tahu, Roy. Kau sudah berubah. Kau bukanlah Roy yang pertama kali kukenali. Kau menjadi pengertian terhadap orang-orang di sekelilingmu….Thanks, Roy."lanjut Richard.

"benar! Kau bukan lagi bocah dingin yang egois itu…. Kau pasti mulai menyadari arti dari sebuah pertemanan, bukan?" tambah Maes.

"aku rasa begitu…. Ini semua 'kan juga karena kalian…" balas Roy.

"manusia memang tidak bisa melakukan segalanya sendirian, sebab semua orang memiliki perannya sendiri. Setiap pereanan yang dipegangnya harus dipertanggungjawabkan agar bisa saling memenuhi satu sama lain….." ujar Maes.

"benar!" seru Richard.

"tidak ada salahnya 'kan jika kita terus berjuang bersama…" lanjut Maes. Roy hanya menampakan senyuman tipis dari bibirnya, sebagai tanda bahwa ia menyadari ternyata ia tidak pernah sendiri. Ia selalu memiliki teman-teman yang berada di sampingnya, untuk selalu mendukungnya.

………………………………..

"bagaimana?" Tanya Roy.

"mm. Udah agak enakan…." Balas Richard sambil mencoba menggerakkan lengan kirinya yang terluka. Ternyata Roy yang membalutkan perban pada tangan yang terluka itu.

"maaf…." Kata Maes sekali lagi.

"sudah kubilang tidak apa-apa! Awas kalau kau sekali lagi bilang begitu!" bentak Richard agak bercanda.

"aa…iya! Maaf, eh, maksudku…terima kasih!" balas Maes agak ragu-ragu, setelah dipandangi sinis oleh Richard tentunya.

"huh…. Di hari valentine ini, malah jadi terluka berat…. Rasanya kayak dikutuk aja…mentang-mentang dapat cokelatnya banyak…" lanjut Maes.

"iya, ya…. Bagaimana denganmu, Roy?" Tanya Richard.

"tidak ada luka sama sekali!" jawab Roy.

"uooh! Perfect! Padahal yang dapat cokelatnya paling banyak 'kan kamu!" bentak Maes segera melompat dari tempat tidurnya.

"aduuuh…." Lanjutnya setelah menyadari rasa sakit dari kakinya itu.

"kalau sedang terluka, jangan suka teriak-teriak, apalagi loncat-loncatan…." Tanggap Rich dengan senyuman.

"lalu, bagaimana dengan semua cokelatnya itu?" Tanya Richard pada Roy.

"sebenarnya, aku enggak terlalu suka cokelat batang atau cokelat permen…. Aku sukanya hot chocolate…" ujar Roy.

"siapa yang nanyain soal suka atau enggaknya! Maksudku, bagaimana dengan mereka yang sudah memberikan cokelat itu padamu!" Tanya Richard sekali lagi.

"paling-paling…aku cuekin aja…" tanggap Roy.

"Gila ya kamu! Masa' kamu sampai hati bilang begitu?" Tanya Maes.

"enggak kok. Habis, bagiku wanita itu enggak menarik…." Ujar Roy.

"Roy….jangan-jangan kamu ini nggak PD ya? Atau jangan-jangan kamu ini….yaoi? (shounen-ai, homo, OMG!-oh, my god!-ya Tuhanku!-Astaghfirullah!-majikayo!- !)" Tanya Richard agak-agak merinding, apalagi kalau pertanyaan kedua dijawab "ya".

"e-enak saja! Emangnya kau pikir aku ini enggak normal ya! Aku…hanya belum menemukan wanita yang tepat saja. Habisnya, bagiku mereka merepotkan…. Mereka 'kan hanya cari perlindungan saja dari laki-laki," jawab Roy bercampur kesal dan marah.

"paling tidak 'kan, kamu bisa balas cokelat mereka 1 bulan lagi…. Masa' kamu sebegitu teganya pada mereka!" balas Maes.

"benar, Roy! Pandanganmu terhadap wanita barusan itu salah! Nggak semua wanita itu seperti yang kau bayangkan! Paling tidak, kamu bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari orang yang pantas bagimu!" tambah Richard.

"begitu, ya…?" Tanya Roy.

"Roy, aku sarankan saja ya… jika kau ingin terus maju, kau harus mempunyai orang-orang yang selalu setia mendukungmu dalam keadaan suka maupun duka…" ujar Maes.

"benar, paling tidak kau memiliki kami…tapi, kau masih membutuhkan orang-orang seperti itu…" tambah Richard.

"makanya, cepat-cepat cari istri…"bisik Maes pada kedua sahabatnya itu.

"ngaco ya kau!" bentak Roy sambil membantingkan bantal pada Maes.

"Sudah…sudah…." Kata Rich menenangkan keduanya.

"ngomong-ngomong, aku rasa adikku itu sesuai dengan keinginanmu, Roy," tambah Richard.

"apa iya?" Tanya Roy.

"benar. Ia bukan tipe cewek manja seperti yang kau bilang. Dia bisa jaga diri sendiri, kok…. Soalnya, aku 'kan menyalurkan bakat menembakku padanya…." Kata Rich.

"oh, iya… kau pernah cerita, 'kan?" sela Maes.

"lalu, apa enggak apa-apa kalau aku mengambilnya darimu?" Tanya Roy tidak yakin.

"tidak apa-apa! Daripada aku malah melakukan ikatan yang tabu dengan adikku, lebih baik aku serahkan saja padamu. Aku mempercayaimu. Pasti kamu bisa menjaganya dengan baik," ujar Richard.

"ya…kita lihat saja nanti. Jika memang takdir berkata demikian…." Lanjut Maes.

"baiklah…sepertinya aku harus tulis surat untuknya…" kata Rich bersemangat. Ia segera meninggalkan Roy dan Maes.

"Tunggu…. Sejak kapan orang menulis surat di dapur?" Tanya Maes setelah menyadari ke mana Rich sebenarnya pergi.

"entahlah. Mode baru yang lagi ngetrend, kali…" balas Roy. Tak lama, Richard datang membawa 3 mug berisi Hot Chocolate, kesukaannya…

"maaf, menunggu lama, ya?" kata Rich sambil memberikan 2 mug pada temannya.

"thanks. Aku pikir kamu mau ngapain…" balas Maes sambil menyeruput minuman klasik itu.

"oh. Enak juga…" pendapat Roy setelah mereguk minuman favoritnya itu.

"tentu saja! Hot Chocolate buatanku 'kan yang terbaik!" balas Richard.

"hmm… malam dingin begini emang enaknya minum Hot Chocolate…" kata Maes.

"anggap saja ini merupakan ungkapan rasa terima kasihku pada kalian, yang selama ini selalu membantuku…." Tambah Rich.

"hhh…harusnya 'kan kami yang berterima kasih padamu. Hanya kamulah pembawa keceriaan di sini…" ujar Maes.

"mm…" kata Roy sambil mengangguk.

"sifat lugu dan polosmu itu yang membuat kita semua bisa merasa tenang di suasana perang begini," tambah Maes.

"te..teman-teman…"

"terima kasih, ya Richard. Jika tidak ada kau, kita tidak mungkin bisa bersatu. Thank you!" seru Roy dan Maes.

"iya… lain kali, mohon kerjasamanya ya…" balas Richard.

"ngomong-ngomong, boleh aku minta lagi?" Tanya Roy sambil menyodorkan mug yang sudah kosong itu.

"eeh?"

…………………………………………………………………………to be continued…

Chapter 6 finished! Nggak nyangka, sekarang chapternya lebih berisi dari sebelumnya. Ngga ada alasan khusus untuk membuat chapter bertema valentine ini. Emang alurnya begitu kok…(jadi nggak sesuai musimnya…harusnya 'kan temanya ultah Jakarta wakz, makin ngaco! ) temanya emang valentine, ato bloody valentine. Valentinenya emang jadi mengerikan begini, soalnya…gw benci banget sama Valentin Ivanov (buat yg ga tahu, dia ini wasit yang memimpin partai BelandaXPortugal, dan membuat segalanya jadi makin buruk!). paling nggak, gw ga perlu nonton WC lagi, jadi bisa focus ke FF-nya. Bukan berarti gw sama sekali nggak dapet coklat pas valentine, lho. Gini-gini gw juga lumayan popular di school lho, buktinya gw dapet sekitar 15-an (mulai narsis sendiri nih! ). Beberapa alasan dalam FF ini:1) bagi gw Roy itu nggak bahagia kalo pacaran ama cewe lain, selain Riza tentunya –liat aja tampangnya waktu nge-date sama Grace-, 2)emang paling enak minum hot chocolate pas malem-malem, apalagi waktu begadang nonton WCCause it's my favorite drink

Di review please! Komentar anda sangat menentukan dalam karya saya berikutnya.

Salam damai-author-flammable flashbang-