Chapter sebelumnya...

Shisui menatap Sakura. "Nee-san, terkadang aku merasa dia seakan memberitahuku bahwa aku adalah sepupunya yang hilang."

Chapter 31. Honest

" Benarkah?" Shisui mengangguk.

"Menurut Nee-san, apa yang harus kulakukan?"

"Nanti kita pikirkan. Apa kau sudah mengantuk?" Shisui menggeleng.

"Pergi ke kamarmu dan ganti pakaian juga alas kakimu. Kita ke area balap mobil. Kutunggu di luar."

Shisui terkejut. Namun, melihat Sakura segera pergi keluar, ia segera menuruti apa katanya tadi.

Dari butik, Sakura dan Shisui pergi ke rumah sekaligus bengkel Itachi. Sakura mempunyai kunci cadangan. Jadi ia langsung menukar mobil putihnya dengan mobil balapnya. Kemudian meminta Shisui untuk mengemudi.

Pukul tiga pagi keduanya pulang. Tentu mereka lebih dulu menukar mobil seperti semula. Saat Shisui hendak turun, Sakura memanggilnya, "Shisui."

Tangan Shisui yang hendak membuka pintu mobil terhenti lalu ia menoleh pada Sakura. "Ada apa, Nee-san?"

"Itachi Uchiha bukan orang bodoh. Dia pasti memiliki alasan kuat untuk melakukannya. Tidak ada salahnya kau mengikuti permainannya. Karena dengan begitu kau akan tahu kenapa dia bersikap begitu," tutur Sakura lalu segera turun dari mobil meninggalkan Shisui.

* * *

"Ino, aku akan ke kelasmu juga untuk memberikan cat ini pada Sai." Hari ini Ino nekat sekolah, meskipun ayahnya meminta libur dulu.

"Kalau begitu kalian berdua pergi bersama saja, aku akan ke kelasku sekarang," ucap Chouji. Mereka baru saja turun dari mobil yang mengantar ketiganya sekolah.

Ino dan Shikamaru pergi ke kelas Ino, yang juga sekelas dengan Shino, Tenten, dan Sai. Jika Shimura dimasukkan, maka Shimura berambut pirang pucat, yakni Shion juga ada di kelas yang sama.

Sesampainya di kelas, Sai sudah datang dan sedang menggambar di sebuah buku. Shikamaru menghampirinya, sedangkan Ino pergi ke kursinya. "Sai, ini cat yang kau pesan." Shikamaru meletakkan cat di sudut meja.

Sai mendongak. "Terima kasih." Sai tampak mengambil dompetnya.

"Harganya sudah kau bayar, Sai." Remaja pucat itu tampak bingung. "Jawabanmu semalam sudah lebih dari cukup."

Shikamaru melambaikan tangan pada Ino, dan gadis itu mengangguk. Setelah itu ia keluar menuju kelasnya.

* * *

"Oh, Kami-sama," keluh Sakura kala melihat Itachi datang ke arahnya tepat ketika ia memilih untuk makan siang di kafetaria rumah sakit.

Seperti biasa, pemuda itu duduk berhadapan dengan Sakura. "Kau akan menjadi alasanku untuk tidak datang ke sini lagi," geramnya.

Pasalnya, setiap kali Sakura memilih makan siang di sini, pemuda Uchiha itu pasti akan datang. Pasti. Itu sangat menyebalkan baginya.

Itachi mengangkat tangannya. Memanggil pramusaji untuk memesan. "Tahan emosimu, di sini harusnya aku yang emosi."

"Apa maksudmu?" Pramusaji datang, Itachi lekas memesan.

"Kenapa adikmu itu sulit sekali didekati?" tanya Itachi setelah memesan. "Dia sangat tertutup."

"Memang begitulah dia."

"Aku sudah melakukan berbagai pendekatan padanya, tetapi tidak ada hasil yang sesuai harapan." Itachi menghela napas panjang. Jarang-jarang pemuda Uchiha itu melakukannya.

"Apa kau mau memberitahuku cara untuk akrab dengannya, Sakura-chan?" tanya Itachi.

Sebelum Sakura menjawab, pesanannya datang. Ia memilih untuk mengkonsumsi makan siang dibanding menjawab Itachi. Tak lama pesanan Itachi datang. Keduanya terfokus pada makanan.

Sakura lebih dulu selesai. Kini dirinya berdiri hendak pergi, tetapi ia sempatkan untuk menatap Itachi dan berkata, "Itachi-nii, kuharap kau bisa memberitahu Sasuke agar dia tidak mencuri-curi pandang pada adikku."

"Ah, dan untuk saran yang kau minta, aku ingin mengatakan." Sakura menatap Itachi dalam. "Apa kau tahu bahwa pelangi terlihat indah ketika terdapat lebih dari satu warna?"

Setelah itu, Sakura melangkah pergi meninggalkan Itachi yang terdiam.

* * *

"Nara-san?" Shikamaru mengangguk.

"Apakah ada sesuatu?"

"Tidak. Aku ingin tahu apakah ada stok bunga yang hampir habis," kata Shikamaru.

Ibari tersenyum. "Tidak ada. Semua masih cukup di sini. Lagi pula, jika ada yang habis, kami akan menghubungi nona Ino."

"Ah begitu. Baiklah, aku akan pergi."

"Sampai jumpa, Nara-san."

Shikamaru keluar toko bunga Yamanaka dengan tangan terkepal. 'Sial! tidak ada cctv di toko.'

Tujuan utama ia datang bukan untuk melihat daftar bunga yang habis, tetapi mencaritahu apakah ada CCTV. Jika ada, ia bisa memastikan apakah yang datang saat ini Sakura Shimura atau bukan.

Cara lain untuk membuktikannya adakah dengan mengambil foto Sakura Shimura lalu menanyakannya pada Ibari. Namun, darimana ia bisa mendapatkan fotonya? Gadis itu tidak mempunyai media sosial. Selain dari foto ketika ia kecil yang menjadi model, Shikamaru tak bisa mendapatkan fotonya saat ia sudah dewasa.

Shikamaru tidak menggunakan foto kecil Sakura dan menanyakannya pada Ibari, karena ia ragu Ibari akan mengenalinya.

* * *

Berdiri di balkon dengan kedua tangan yang bertopang ke tembok pembatas, Sakura menghela napas panjang kala mengingat ucapannya pada Itachi di kafetaria siang tadi.

Bukan hal mudah baginya untuk memberi pemuda itu saran. Karena dengan melakukanya, ia harus siap Shisui terbagi lebih cepat. "Itachi, aku sudah memilih untuk melepaskan Shisui, jadi jangan sampai kau mengecawakanku." Emerald itu perlahan menajam. "Untukmu Klan Uchiha, jika sampai kalian menyakiti mereka, maka tanggunglah akibatnya."

Di kamar lain yang ada di lantai yang sama seorang lelaki berstelan jas sedang menghadap Toneri.

"Sudah semua?" Lelaki itu mengangguk.

"Jelaskan," pinta Toneri.

"Pertama Jembatan tua di dekat tepi kota. Di sana sangat sepi, letaknya juga terpencil. Tak banyak yang bisa kudapatkan. Namun, aku menemukan sesuatu di tong sampah."

"Apa?"

"Cukup banyak rangkaian bunga dan buket bunga khas kematian."

Mata Toneri menajam kala ingat bunga yang ada di mobil Sakura saat dia meminjamnya. 'Untuk apa Sakura membuangnya jauh-jauh di sana?' pikirnya. "Bagaimana dengan waktunya? Apa yang terjadi saar itu?"

"Tidak ada orang yang bisa kutanya di sana. Jadi aku tak tahu." Toneri mengangguk kecil.

"Lanjutkan."

"Selanjutnya area perumahan Senju-Namikaze. Ada CCTV dari sebuah rumah yang merekam mobil nona Sakura. Namun, mobilnya hanya berhenti di pinggir jalan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan nona Sakura tidak keluar dari mobil."

"Hanya itu?"

"Ada satu hal, Tuan Muda. Dari CCTV terlihat sebuah drone yang keluar dari mobil nona Sakura, sayangnya ke mana arah yang dituju tidak terekam." Toneri mengangguk.

"Kemudian, restoran. Itu adalah restoran kelas menengah. Tempat itu mempunyai ulasan bagus untuk makanan, tempat, dan pelayanannya. Aku datang sekali untuk membuktikannya dan itu benar."

"Bagaimana dengan waktu yang kuminta?"

"Setelah selesai makan, aku keluar dan menunggu pelanggan lain keluar lalu menghentikan mereka untuk bertanya. Hal bagus karena beberapa orang yang kutanya adalah pelanggan tetap. Mereka berkata jika saat itu, pelayan digantikan oleh beberapa remaja yang sekaligus anak-anak dari pemilik restoran."

"Saat kutanya apakah salah satunya berciri-ciri seperti nona Sakura, ada yang berkata jika dia melihat gadis seperti itu datang lalu pergi ke dapur cukup lama, kurasa nona Sakura membantu di dapur. Kemudian saat kutanya siapa nama pemiliknya, mereka menjawab jika ada dua pemilik. Keduanya bernama Ayame dan Hikari." Tangan Toneri terkepal erat di atas meja.

"Tuan Muda?"

Toneri memejamkan mata,

menggumam, lalu berkata. "Selanjutnya?"

"Tempat selanjutnya adalah danau. Aku bertanya pada pengunjung. Ada di antara mereka yang mengatakan jika pernah melihat sosok seperti nona Sakura saat itu. Nona Sakura hanya berdiri diam di balik pohon sembari memegang gelas minuman dan sesekali memfoto sekitar. Lalu, toko video game."

"Dari CCTV toko, nona Sakura hanya terlihat memarkirkan mobilnya di paling ujung lalu masuk toko sebentar, membeli satu barang. Setelah itu masuk kembali masuk mobil, tetapi dia tak segera pergi. Ia tetap di dalam mobil, dan setelah cukup lama barulah ia pergi." Toneri menanggapi dengan gumaman.

"Selanjutnya adalah coffee shop. Dari informasi yang kudapat, hari itu yang berciri seperti nona Sakura tidak ada. Namun, ada seorang gadis bermata emerald yang selalu berusaha menutupi wajahnya dan memilih kursi duduk di pojok. Dia memesan minuman yang mengandung kopi paling rendah." Toneri tersenyum tipis. Ia tahu, Sakura tak suka kopi.

"Kemudian percetakan foto. Namun, tak banyak yang bisa kudapatkan. Tempat itu didatangi banyak pelanggan setiap harinya. Pekerja tidak ingat dengan jelas. Namun, salah satu pekerja ingat jika saat itu ada pemuda Nara dan seorang gadis berambut merah muda yang sedikit berbincang. Hanya itu yang kudapat."

"Selanjutnya rumah dua lantai. Aku mencari informasi perihal rumah itu, dan hanya mengetahui, jika itu adalah sebuah rumah yang dihuni beberapa orang. Tidak ada yang tahu siapa pemilih sahnya."

"Hanya itu informasi yang bisa kudapatkan, Tuan Muda." Lelaki itu menyerahkan sebuah dokumen ke meja Toneri.

* * *

Di kursi dekat jendela sebuah kamar, seorang wanita sedang meminum sake, di depannya ada lelaki yang memperhatikannya.

"Kenapa kau melihatku begitu, Jiraiya?"

"Tidak ada. Hanya saja kau tampak santai yang membuatku bingung, Tsunade," kata lelaki itu yang notabene adalah suaminya.

Tsunade menatapnya. "Apa maksudmu?"

"Sebelumnya kau memaksaku cepat-cepat mencarikan gadis untuk pasangan Naruto, lalu saat aku sudah mendapatkannya. Kau hingga sekarang belum memilih gadis mana yang harus kucari tahu lebih lanjut," kata Jiraiya. Tsunade terdiam.

"Jadi, gadis mana yang kau pilih, Tsunade?"

* * *

Tok ... tok ... tok ...

Suara ketukan pintu membuat Toneri yang sedang meneliti dokumen hasil pekerjaan bawahannya, menoleh ke pintu. Berdiri, ia membuka pintu dan melihat Sakura. Toneri tidak seperti Momoshiki yang memberi Sakura duplikat kunci kamarnya, karena itu ia tak bisa langsung masuk.

"Nii-san, aku tak bisa tidur."

"Hmm. Apa yang kau inginkan?"

"Peregangan otot, mungkin."

Satu jam kemudian keduanya terenangah-engah dengan keringat yang bercucuran, setelah olahraga beladiri di sebuah ruangan.

Toneri pergi ke di sudut ruangan. Mengambil dua botol air lalu memberikan satu botol pada Sakura setelah membuka tutupnya.

Toneri membuka botol miliknya seraya bertanya, "Apa ada masalah?"

Sakura menggeleng pelan. "Nii-san."

Toneri menoleh. "Ada apa?"

"Apa yang ingin kau ketahui?" Sakura menatap Toneri. "Aku akan berkata jujur."

Toneri tertegun. Tak lama kemudian berkata, "Jujur dan lengkap?" Sakura mengangguk.

"Baik, tepati kata-katamu, Saki."

"Tentu."

"Aku ingin kau jelaskan apa yang sebenarnya kau lakukan selama ini. Termasuk alasan kenapa kau pergi ke jembatan tua di tepi kota, area perumahan Senju-Namikaze, restoran, danau, toko video game, dan coffee shop, percetakan foto, dan rumah dua lantai dengan kepemilikan yang tersembunyi."

Mata Sakura melebar mendengarnya. Namun sesaat kemudian, ia tersenyum kecil dan terkekeh. Harusnya ia tidak lupa jika kakaknya sudah berniat mencari tahu, maka hanya menunggu waktu sampai dia tahu semuanya.

"Jangan memotong perkataanku sebelum aku selesai mengatakan alasannya, Nii-san."

Setelah Sakura menjelaskan kenapa ia datang ke tempat-tempat itu, Toneri bertanya, "Kalau begitu, apa yang sebenarnya kau lakukan, Saki?"

"Kelima ibu adik-adikku, Nii-san." Raut wajah Toneri berubah dingin. "Aku mencari tahu tentang mereka."

Chapter 31 selesai.