Chapter Three: Broken Hearts, Mutual Feelings
Pagi hari di Konoha selalu membawa keceriaan dan harapan baru pada penduduknya. Uzumaki Naruto yang sudah berpakaian lengkap duduk di tempat tidurnya yang di samping jendela. Dia melihat sinar matahari pagi yang hangat mengusir semua jejak-jejak cengkeraman malam dari muka bumi, membawa kehidupan yang mulai bersuara dan berwarna di bawah jendelanya.
Dia sudah membuat keputusan. Kepustusan yang mungkin terkesan bodoh dan nekat. Tapi hari ini, Naruto akan bertemu Kakashi-sensei dan akan menyatakan perasaannya. Naruto sendiri juga tidak tahu apa yang akan terjadi apabila dia ditolak. Yang jelas, dirinya akan hancur… sampai batas mana dia tidak tahu… tapi dia berani mengambil resiko karena perasaan yang terkumpul di dadanya ini sudah tidak tertahankan lagi.
Dengan ekspresi penuh keyakinan, Naruto bangkit dan berjalan menuju pintu apartemennya. Aku tidak akan lari lagi.
Di tempat yang lain, Hatake Kakashi bangun dan merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Dia menggerutu dan mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu dan dia terjatuh dari tempat tidur dengan suara gaduh.
Saat dia bangkit dengan sempoyongan dia mencoba melihat apa yang membuatnya terjatuh. Mungkin lebih tepat dikatakan siapa. Umino Iruka tertidur lelap di kasur Kakashi, dan Kakashi tidak ingat sama sekali bagaimana mereka bisa sampai pada posisi seperti ini. Dia melihat pada dirinya dan sedikit bernapas lega. Setidaknya aku masih mengenakan pakaian dalam, dan tidak ada bekas hubungan seksual, jadi aku dan Iruka tidak mungkin terlibat seperti itu, kan?
Dengan sedikit grogi, Kakashi berjalan ke dapur dan mengambil minum dari dispenser. Ketika dia hendak mengambil air untuk kedua kalinya untuk Iruka, suara bel berbunyi dari depan pintu apartemennya
Kakashi bergegas membuka pintu apartemennya dan sedikit tertegun akan pengunjung rumahnya di pagi hari yang masih sangat dini ini.
Uzumaki Naruto yang berpakaian lengkap dan terlihat sangat gugup.
Benar kalau Kakashi sangat mengkhawatirkan Naruto, tapi dia sama sekali tidak menyangka bahwa Naruto sendiri yang akan mengunjunginya sebelum dia berinisiatif menemui Naruto.
Naruto melihat Kakashi yang hanya mengenakan celana bokser dan bagian atas tubuhnya terekspos. Dia tidak tahan untuk tidak bersemu merah. Tubuh Kakashi yang langsing dan cukup berotot sangat menawan, dan Naruto tiba-tiba merasakan keinginan yang sangat kuat untuk menyentuhnya. (AN: bagian atas lohh! Dasar hentaiii!)
Setelah mereka lama saling bertatapan, Naruto kemudian teringat akan tujuannya dating mengunjungi sensei di apartemennya.
"Ano sa, Kakashi sensei… Menurutmu, aku bagaimana?" Tanya Naruto, mencoba mengetahui perasaan Kakashi dari pertanyaan yang simpel itu.
Kakashi membuka mulutnya untuk menjawab ketika tiba-tiba suara tubrukan terdengar dari dalam apartemen. Naruto kelihatan kebingungan sementara Kakashi merasa khawatir pada Iruka yang baru saja terbangun dari tidur setelah mabuknya.
Tidak lama kemudian, sosok Iruka muncul di belakang Kakashi.
"Hmm… 'Kashi… Toilet?" Tanya Iruka yang jelas-jelas belum sadar sepenuhnya dari tidurnya.
"Dari ruang tamu belok kiri, ada di ujung lorong." Jawab Kakashi mencoba kedengaran tenang.
"Hmm…" mata Iruka menangkap kehadiran Naruto dan dia mencoba menyapa Naruto. "Ei, 'ru…" kemudian dia membalikkan badannya dan berjalan sempoyongan menuju toilet.
Kakashi menghela napas lega dan berbalik untuk menghadapi Naruto lagi, hanya untuk melihat Naruto melihatnya dengan tatapan terluka dan tidak percaya.
Naruto melihat semuanya. Dia melihat Iruka, yang kelihatannya baru bangun dari semalaman melakukan seks bersama Kakashi. Dia melihat Iruka yang mengakatakan "Aishiteru" (AN: aku cinta padamu) pada Kakashi di depan matanya. Ini sudah cukup. Tanpa mengatakannyapun, aku sudah tahu akan hasilnya. Kakashi mencintai Iruka. Kakashi mempunyai hubungan dengan Iruka. Dia tidak mau terlibat apapun dengan anak kecil seperti aku.
Meskipun kenyataan itu pahit, Naruto menerimanya karena Kakashi dan Iruka adalah dua orang yang paling berarti baginya. Iruka adalah orang pertama yang mengakui keberadaannya bukan sebagai siluman rubah, tetapi sebagai manusia dan shinobi. Naruto sangat menyayanginya dan menghargai senyuman Iruka. Kakashi-sensei meskipun selalu terlihat tidak perduli sebenarnya sangat memikirkan murid-mnuridnya, dan Naruto menghormatinya akan hal itu. Siapa sangka rasa hormat akan berkembang menjadi cinta? Tapi cintaku tidak dapat tumbuh, karena cintaku tidak diharapkan. Aku tidak diharapkan.
Kakashi memandang Naruto pada bola mata yang biru berkilau, yang sekarang berwarna gelap bagaikan laut dalam yang menyimpan banyak emosi yang berpusar di dasarnya. Perlahan-lahan, sebutir, dua butir air mata yang lembut jatuh mengalir di pipinya. Kakashi ingin mengulurkan tangannya dan menghapus air mata itu. Tapi tubuhnya tidak mau mengikuti perintahnya. Naruto tersenyum pahit, sangat pahit sampai Kakashi merasa hatinya ikut terkoyak melihatnya.
"Selamat ya sensei…" kata-kata itu keluar dari bibir yang bergetar dengan suara yang sangat sedih.
Saat Kakashi menyadari makna dibalik kata-kata itu… Naruto sudah tidak ada.
Ketika Iruka kembali ke ruang depan, dia menemukan Kakashi duduk berlutut di lantai. Tangannya menutupi wajahnya. Bingung melihat keadaan Kakashi, Iruka memutuskan untuk bertanya,
"Kakashi-san, ada apa? Kemana Naruto?"
Kakashi hanya diam. Iruka berani bersumpah pada saat kesunyian itu dia melihat air mata mengalir di pipi Kakashi dari sela-sela jari tangan yang menutupi wajahnya.
"Kakashi-san, apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
Iruka merasa gelisah karena Kakashi seolah tidak dapat merespon. Ketika kegelisahan dan kekhawatiran Iruka hamper memuncak, Kakashi menjawab.
"Bukan salahmu…"
Meksipun masih belum teryakinkan, Iruka diam. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Kakashi untuk menenangkan dirinya.
"Kalau ada yang ingin kau bicarakan denganku, silahkan saja. Terima kasih telah mengizinkanku menginap semalam di rumahmu, Kakashi-san. Mungkin kita dapat menghabiskan waktu lebih sering bersama?" Tanya Iruka dengan sopan.
Tidak ada jawaban. Akhirnya dengan melontarkan pandangan khawatir untuk terakhir kalinya kearah Kakashi, Iruka meninggalkan apartemen Kakashi untuk memulai harinya sebagai pengajar di akademi ninja.
Setelah Iruka pergi, Kakashi memulai harinya dengan tanpa semangat. Pikirannya terus menerus kembali pada air mata Naruto. Air mata Naruto yang disebabkan olehnya. Dia bahkan lupa mengunjungi makam Obito hari itu. Dia bahkan meninggalkan Icha Icha Paradise yang baru setengah jalan dibacanya di rumah.
Kakashi mengikuti saja perasaannya yang membawa kakinya menuju jembatan tempat tim asuhannya biasa berkumpul. Di sana dia menemukan Naruto, matanya yang kosong melihat kearah aliran sungai. Melihat, tapi tidak melihat.
Kakashi mendekati Naruto, dan meletakkan tangan di bahunya. Dalam sekejap sebelah tangan Naruto menepis tangan Kakashi dari bahunya. Kakashi yang merasa frustasi akhirnya merenggut kerah leher Naruto dan berteriak.
"Ada apa denganmu Naruto! Pagi tadi kamu menunggu di depan pintu apartemenku dan menanyakan pendapatku tentangmu. Sekarang kamu malahan tidak mengacuhkanku sama sekali. Kumohon…" suara Kakshi yang pada awalnya keras lama kelamaan menjadi lembut seperti bisikan penuh keputus asaan. "Kumohon… kembalilah pada dirimu yang sebelumnya…"
Kakashi mendengar suara menarik napas keras dan menoleh ke samping untuk melihat Sakura dan Sasuke yang memandangi mereka dengan tatapan tidak percaya dan sedikit ketakutan.
Kakashi tiba-tiba merasa angin di paru-parunya seperti terdorong keluar ketika Naruto menendang perutnya dengan sekuat tenaga. Sambil muntah darah, Kakashi hanya dapat melihat ketika Naruto turun dari jembatan dan berlari di atas permukaan air.
"Chikusooo!" teriak Kakashi sambil menghantamkan tinjunya ke tanah.
"Kakashi-sensei… ada apa barusan? Ada apa antara engkau dan Naruto?" Tanya Sakura dengan suara yang sedikit gemetar karena ketakutan.
Kakashi bangkit dan menanggapi muridnya. "Sakura, Sasuke, hari ini kita tidak melakukan misi karena aku punya urusan pribadi. Kalian berdua boleh pulang." Kemudian dengan senyum kecil yang getir, dia meloncat pergi.
Seharian, Kakashi mencari keberadaan Naruto, yang terbukti sangat sulit karena tak seorangpun yang mengetahui tempat kesukaannya atau hal yang biasa dilakukan olehnya di waktu luang. Saat mencari Naruto itulah Kakashi baru menyadari betapa sedikit hal yang diketahuinya mengenai muridnya yang selalu tersenyum itu.
Sekitar jam tiga sore, Kakashi duduk di taman di tengah kota. Napasnya terengah-engah karena kelelahan. Lagi-lagi… lagi-lagi aku membuat orang lain terluka karena diriku… apakah yang kulakukan selama ini salah? Kakashi menyentuh maskernya dengan jari-jari tangannya. Apakah perbuatanku dengan sengaja menjauhkan diri dari orang lain itu salah? Tapi Obito, Rin dan sekarang Naruto terluka karena diriku…
Saat itu, seorang anggota AnBu yang mengenakan topeng harimau mendarat di depan Kakashi.
"Kakashi-senpai, anda dipanggil untuk menghadap Hokage-sama."
Meskipun terkejut, Kakashi mengangguk juga.
Sandaime Hokage, atau yang dikenal dengan julukan sang Profesor duduk dengan gelisah di kantornya. Tangannya menggenggam erat selembar kertas yang ada di meja. Kertas yang menjadi sumber kekhawatirannya yang semakin lama semakin menumpuk.
Terdengar ketukan di pintu. Sandaime Hokage merasa jantungnya berhenti berdetak sebelum akhirnya menyahut,
"Masuk."
Dari pintu masuk dua orang. AnBu dengan topeng harimau dan Hatake Kakashi.
"Terima kasih, Yamato. Kakashi, bisa kita bicara sebentar?"
Yamato dan Kakashi mengangguk. Yamato atau AnBu harimau meninggalkan ruangan dan menutup pintu.
"Silahkan duduk, Kakashi."
Kakashi duduk di kursi yang ditunjukkan Sandaime dan menunggu dengan tidak sabar.
"Kakashi, yang akan kubicarakan ini berkaitan dengan salah satu muridmu."
Mata Kakashi membelalak dengan penuh kekhawatiran. Jangan-jangan Naruto?
"Uzumaki Naruto tadi siang meninggalkan surat pengunduran dirinya sebagai shinobi di sekretarisku."
Tubuh Kakashi seolah dicemplungkan ke dalam kolam es. Kata-kata Sandaime Hokage barusan seolah membekukan darahnya dan membuat mukanya sangat pucat.
"Apa kamu mengetahui alasannya? Aku tidak bisa membiarkan anak itu berhenti menjadi shinobi. Itu sudah takdirnya."
Kakashi memandang Sandaime Hokage dengan tatapan seperti hewan liar yang terperangkap. Sandaime Hokage menghela napas.
"Kakashi, kamu sudah mengetahui segala sesuatunya mengenai Kyuubi dan Naruto, bukan?" dengan anggukan Kakashi, Sandaime Hokage melanjutkan, "Yang kamu dan semua shinobi kecuali Yondaime dan aku tidak tahu, adalah identitas orang tua Naruto. Naruto adalah anak dari Kazama Arashi, Yondaime Hokage, dengan Uzumaki Reiko, shinobi terakhir dari desa Hanagakure yang telah hancur (AN: ngaraaanggg). Dia memiliki darah dari shinobi dan kunoichi terhebat yang pernah dicatat sejarah. Dia seharusnya menjadi sesuatu, kita bisa mengharapkan itu darinya."
Kakashi hanya dapat melihat dengan tidak percaya. Naruto… anak dari Arashi-sensei? Tidak mungkin… sensei, aku mengecewakanmu…
Sandaime Hokage yang tidak menyadari pergulatan dalam diri Kakashi terus melanjutkan. "Karena itulah, kau kupanggil kemari, Kakashi. Tolong kau bujuk Naruto agar dia berubah pikiran mengenai pengunduran dirinya."
Kakashi bangkit dari tempak duduknya dengan sangat tiba-tiba sampai kursi yang didudukinya terjungkal ke belakang. Dia langsung meninggalkan ruangan Hokage lewat jendela. Sandaime Hokage hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kakashi terus melesat melintasi atap demi atap. Akhirnya dia sampai di pinggir Konohagakure no Sato. Di depannya Gunung Hokage membentang luas. Dia memandang wajah Yondaime dan mendesah dengan penuh rasa bersalah.
"Arashi-sensei…"
Tiba-tiba, Kakashi merasakan adanya keinginan yang kuat untuk naik ke atas Gunung Hokage. Mungkinkah dia akan menemukan sesuatu di sana?
Kakashi sedang berpikir. Kali ini, dia akan mengikuti instingnya. Akhir-akhir ini, dengan mengabaikan tarikan pada hatinya, dia sudah melukai Naruto. Sekarang, tidak akan sama lagi. Aku akan menemukan Naruto dan mengembalikan mimpi dan cinta ke tangannya.
Naruto duduk di permukaan tanah yang datar di atas kepala monumen Yondaime Hokage. Tangannya melingkari lututnya yang ditekuk. Dia terus menatap ke kejauhan… ke arah desa Konohagakure yang memberikannya harapan dan juga yang menghancurkannya. Yang menyakitinya, yang meredupkan cahaya dan menginjak-injak haknya sebagai manusia. Aku ingin… dicintai seseorang. Seseorang… tolong temukanlah aku… (AN: inspirasi dari mendengarkan Avril Lavigne – I'm With You)
Sepasang lengan hangat membungkus tubuh kecil Naruto yang kedinginan dari belakang. Naruto, merasakan hangat yang diradiasikan tangan itu mengangkat wajahnya untuk melihat pemilik kedua tangan itu.
Di sana berjongkok Kakashi yang tidak mengenakan masker dan sedang tersenyum lembut. Naruto hanya diam saja ketika Kakashi semakin mendekatkan dirinya pada Naruto dan menarik Naruto pada pangkuannya.
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Naruto dingin sambil terus melihat ke depan.
"Sebaliknya, apa yang kau inginkan, Naruto? Apa kau pernah memikirkannya?" jawab Kakashi dengan berbisik.
"Aku tahu apa yang aku inginkan, dan aku tidak akan pernah mendapatkannya. Baik itu menjadi Hokage ataupun… sensei…" kata Naruto yang sekarang kedengaran seperti patah semangat.
Namun, Kakashi tidak akan menyerah. "Naruto, kalau kau benar-benar menginginkan sesuatu, sesuatu itu pasti dapat kau raih. Kau sudah meraih hatiku. Lihat, Hatiku sudah ada di dalam genggaman tanganmu."
"Pembohong." Kata Naruto yang tidak bisa atau tidak mau percaya kata-kata senseinya.
"Kalau kau mau berbalik menghadapiku, aku berjanji akan membuktikannya padamu."
Perlahan, Naruto membalikkan tubuhnya dan menatap Kakashi dengan penuh harapan. Kakashi mendekatkan bibirnya ke bibir Naruto dan menciumnya dengan semua perasaan yang tersimpan di dadanya selama ini. Segala rasa cinta, rasa pedih dan rasa kasih sayang semuanya dituangkan ke dalam satu ciuman. Naruto mengalirkan air mata, dia menerima semua perasaan Kakashi padanya. Dengan satu ciuman saja, mereka saling mengerti bahwa hubungan mereka sudah berbeda dari dua hari yang lalu.
"Kakashi-sensei… maafkan aku…" kata Naruto disela-sela isakan tangisnya.
Kakashi terus memeluk tubuh Naruto dengan erat dan berkata.
"Cium aku."
Dengan segera Naruto melakukannya.
Meskipun nanti akan ada banyak halangan di masa depan, tangan mereka yang saling menggenggam erat sekarang membuktikan bahwa dengan bersama mereka dapat mengatasi itu semua.
Owari
AN: Akhirnya selesai jugaaaaa! Gile, ini fanfics paling panjang yang pernah aku bikin, dan juga sekaligus paling cepet lagi bikinnya. Bayangin, dua hari! Gw aja kaget! Tapi gw cukup puas juga ama hasilnya. Meskipun "kok ada humor gak jelas yang nyelip sih?" sori… gw gak tahan… yang jelas happy end kan!
And they live happily ever after…
