Chapter 4. Dia yang Datang dari Masa Lalu
Januari 2019
.
"Hi Guys! Welcome to my bilingual channel! I'm Saionji Rei and this is the Japanese version of this week's vlog. Of course, you can find the English version of this episode on the link below. Nah, sudahan ya intronya... Oke, guys, tebak aku ada di mana! Aku di Jepang! Yippieee! Aku di sini untuk ikut ujian untuk pemain go profesional yang diadakan oleh Nihon Ki-In bulan Juli hingga September. Pssst, yang sebenarnya dalam misi rahasia untuk mencari ayahku, hahaha... Doakan aku lulus, ya, minna! Ah, bicara soal ujian dan ayah, jadi ingat sama premise anime Hunter x Hunter, kan? Nah, mumpung kita sedang di topik itu, aku ingin mereview anime tahun 2011 yang sebenarnya versi remake dari anime klasik dari zaman ibuku! Hmmm, mungkin telat, ya? Oh, bukan mungkin, memang sudah telat! Karena itu, kali ini aku cuma akan membahas gekijouban yang tayang tahun ini. Oke, jadi ..."
Suara super-ceria Cye yang sejujurnya agak hiperbolis meraung dari earphone Akira, sementara wajah close-up pemuda itu menampakkan diri di layar ponselnya. Cye menggunakan persona wibu-nya di sini, sosok ceria, kekanakan, dan agak hiperaktif yang bisa ia lihat di semua videonya. Akira ingin meringis melihat bagaimana ia menata rambutnya (yang diwarnai hijau, oh Kami!) dalam bentuk cuatan-cuatan tinggi bak sapu dan mengenakan gakuran berwarna hijau mencolok dengan tepian merah yang sangat norak. Kelihatannya ia sedang melakukan cosplay—istilah yang Akira tahu dari salah satu murid insei-nya—karena sosok dengan dandanan serupa tampak pada poster yang menjadi latar belakangnya.
Jujur, Akira tidak tahu mengapa setiap malam selama di Nagasaki, bukannya tidur setelah seharian memberi seminar, ia malah membuka Youtube dan menonton setiap episode dari channel Saionji Rei. Benar kata Cye, channel tersebut hanya mengkhususkan diri pada manga dan anime. Kelihatannya memang target pasarnya adalah anak seumurannya, karena ia tak pernah membahas hal-hal yang lebih dalam atau filosofis seperti yang Akira temukan di channel lain. Sejauh ini ada sekitar 30 episode, dan kalau mengingat Cye menyebutkan 'episode mingguan', artinya ia baru menjalankan channelnya tidak sampai setahun, sebelum mendadak hiatus. Pada episode terakhirnya tertera waktu upload Juli 2018, artinya ia memang sudah vakum sejak mengikuti babak penyisihan ujian pro.
Mengingat betapa tangguhnya anak itu di depan goban, sebenarnya agak aneh ia sama sekali tak pernah menyebutkan go, dan mendadak hanya menyebutkan sambil lalu 'aku akan ikut ujian go-pro di Nihon Ki-In'. Wajar jika ia sibuk berlatih selama ujian, tapi ia bahkan tidak meng-upload episode lain sesudah itu, yang mengabarkan bahwa ia lulus. Berlebihankah kiranya jika Akira berharap bahwa Cye setidaknya mengupload satu vlog lagi? Apapun isinya tak masalah, asalkan memuat sedikit info di intro yang menyatakan bahwa ia sudah menemukan apa yang ia cari, yang membawanya ke Jepang.
.
.
Cye ternyata memang serius dengan ucapannya. Hari Jumat sepulang Akira dari Nagasaki, ketika datang ke salon, dia sudah disambut bukan oleh Harumi-san, melainkan oleh Cye yang sedang mengelap konter resepsionis.
"Selamat sore, Shishou!" serunya seraya menunduk dalam-dalam, lantas meraih jaket dan syal Akira untuk menggantungnya di pojok.
"Cye-kun...," Akira ingin mengurut keningnya. "Mana Harumi-san?"
"Katanya sedang ke dokter? Anaknya perlu imunisasi, kalau tak salah?"
"Lalu kenapa kau jadi bersih-bersih? Bukannya kubilang seharusnya kau melayani tamu dan memberi shidougo?"
"Sambil, kok...," katanya tenang, menunjuk jajaran meja di pojok.
Menolehkan kepalanya ke arah yang ditunjuk Cye, Akira bisa melihat Kitajima-san, Saitou-san, dan Kawagami-san duduk berjajar, masing-masing menghadapi sebidang goban, tanpa lawan. Kerumunan sekitar 8-10 orang tampak di sekitarnya.
"15-7," mendadak terdengar seruan Kitajima-san, diikuti bunyi biji go beradu dengan papan.
"16-9, ini saatnya kau menyerah, Kitajima-san," balas Cye enteng, seraya menyemprotkan cairan pembersih ke atas meja konter.
"Masih belum!" seru Kitajima keras kepala, yang hanya dibalas desahan dan gelengan Cye.
"Giliranku. 14-4," Saitou-san di sisi Kitajima menyuarakan langkahnya.
"Hmmm, bagus...," Cye menekur sesaat. "Ah, 10-6."
"15-7."
"Kenapa harus terburu-buru, sih, Saitou-san? Ini kan bukan hayago!" protes Cye. "Nanti kau yang terjebak langkahmu sendiri, lho... 16-6. Kawagami-san, sudah ketemu?"
"Tidak, tidak, belum..."
"Um, oke...," ia kembali mengendikkan bahu, dan meneruskan mengelap konter. Saat itu Akira baru memperhatikan adanya hiasan terbaru konter resepsionis: sebuah toples bulat transparan yang ditempeli kertas bertuliskan 'PROMO! Shidougo dengan Sai-kun! 1 sesi 500 yen!' dalam huruf hiragana yang jelas sekali hasil karya amatiran. Sudah ada tumpukan koin 500 yen dan beberapa lembar 1000 yen di dalamnya. Akira hanya bisa menggeleng dibuatnya.
"Oh, Cye-kun, soal study group hari ini..."
"Siap, Shishou! Saya sudah merapikan ruang belakang dan mengepelnya. Goban sudah saya lap dan batu-batunya sudah saya cuci! Saya juga sudah membeli teh dan mengisi termos dengan air panas!"
"Ah," Akira jadi malu sendiri. "Sebenarnya aku mau bilang kalau acara study group hari ini dibatalkan," ia bisa melihat wajah kecewa Cye pada kalimat itu. "Ashiwara-san ada shidougo mendadak yang tak bisa dibatalkan, sedangkan aku juga ada urusan keluarga. Aku benar-benar minta maaf, Cye-kun."
"Lalu? Apa study group-nya ditukar jadi hari Senin atau Rabu, mungkin?" ia terdengar berharap.
"Senin besok kebetulan aku ada sedikit urusan. Rabu biasanya adalah jadwal terapiku, dan Kamis ada jadwal pertandingan, kalau tak salah. Kalau kau mau, kita bisa main lusa, Minggu sore sepulang aku dari rumah sakit, mungkin? Agak malam, tapi kalau kau mau aku bisa mampir."
"Tidak apa-apa, Shishou. Kalau Shishou lelah, bisa nanti saja," Cye berusaha tersenyum. "Tapi yang hari Selasa jadi, kan? Oh, untuk Jumat depan, saya belum tahu alamat rumah Shishou."
"Nanti akan kukirim shareloc," janji Akira.
"Sai-kun, giliranku jalan!" teriak Kawagami-san. "Jangan ngobrol terus!"
"Astaga, Kawagami-san, aku lagi bicara dengan bosku, nih!"
Akira mengulum senyum mendengar interaksi itu, sementara melangkah meninggalkan kerumunan itu, dan mengambil tempat standarnya di meja pojok dekat akuarium yang agak terlindung, terpisah dari meja-meja lain.
Dari jauh, ia menyaksikan pertukaran langkah antara Cye melawan tiga pelanggan itu. Rupanya Cye mewarisi bakat ibunya, ia begitu cepat dapat menarik simpati orang lain. Ia tidak sekasar Shindou, tapi kontras sikap antara Kitajima-san yang gampang naik darah dan Cye yang menanggapinya dengan santai membuat para penonton tertawa. Meski sekadar shidougo, dan dihiasi adu mulut atau candaan, kelihatannya sebenarnya permainan mereka serius. Terlihat dari beberapa penonton yang kadang manggut-manggut atau berseru "Oooh..." di sela-sela pertukaran langkah.
Tak lama, satu per satu lawan Cye menyatakan kekalahannya. Cye menawarkan diskusi, sambil dengan tenang berjalan ke konter minuman di pojok, membuka kardus gelas, lantas mulai mengelapi gelas-gelas dan meletakkannya di rak. Selain dalam strategi go, kelihatannya daya ingatnya juga luar biasa, karena ia dapat merekonstruksi permainan langsung dari ingatannya dan membahasnya dengan lancar tanpa sekalipun melirik ke goban. Sesekali ia menjawab pertanyaan, atau mengulang beberapa langkah. Ia memang masih harus belajar apa dan bagaimana shidougo dilakukan, karena kalau dari apa yang Akira dengar, kelihatannya ia suka agak terlarut dan malah keasyikan mempermainkan lawannya di tengah permainan ketimbang memberikan langkah yang bisa jadi pelajaran.
Begitu selesai, dengan memasang senyum manis, ia berseru, "Siapa yang haus? Aku juga jualan minuman, lho! Hari ini jus diskon 30%!"
Kelihatannya memang ia bisa mempercayakan pelanggan pada Cye, batin Akira. Baguslah, ia jadi bisa mereview permainan terakhirnya melawan Isumi sebagai persiapan untuk pertandingan perebutan kursi challenger pada Turnamen Jyudan nanti.
Isumi Shinichirou bisa dikatakan adalah lawan terberat Akira untuk memperebutkan kursi Jyudan. Dalam sepuluh tahun terakhir setelah kembalinya Akira ke kancah pro, Isumi dan Akira nyaris selalu berhadapan di final Liga Jyudan. Rekor kemenangan Akira sejauh ini melawan sang Ouza di Turnamen Jyudan adalah lima kali dari delapan kali mereka bertemu, dan hanya tiga di antaranya yang membuatnya mendapatkan tiket untuk menjadi challenger melawan Ogata.
Ogata sudah terlalu lama bertakhta di kursi Jyudan. Hanya sekali ia pernah tumbang, dan sayangnya bukan oleh Akira, melainkan oleh seorang Isumi Shinichirou. Itu pun hanya setahun, karena ia merebutnya kembali tahun berikutnya. Jika Akira menang melawan Isumi, pemenang Grup B dalam Liga Jyudan tahun ini, ini akan menjadi kali kelima Akira menantang Ogata dalam turnamen tersebut.
Ia begitu larut dalam permainan itu, hingga ia nyaris tak mendengar suara denting lonceng tanda pintu salon dibuka, disusul sapaan ceria Cye, "Selamat sore! Selamat datang di Murasakizui! Silakan ... HYEEEEEE!"
Jeritan Cye diikuti oleh beberapa baris seruan (yang agak kasar) dalam bahasa Inggris yang membuat Akira pengang. Dengan setengah mengutuk ketidaksopanan pemuda itu, Akira bangkit dari kursinya dan menuju lobi.
Di depan meja resepsionis, dilihatnya Cye tengah adu mulut sambil berkacak pinggang dengan seorang wanita berambut pirang. Seluruh pelanggan memandang keduanya dengan tatapan kaget sekaligus ngeri, mungkin heran melihat Sai yang begitu ceria dan tergolong sopan itu bisa bersikap begitu pada orang asing. Menarik napas panjang, Akira mendekat, bersiap untuk memadamkan api sebelum menyebar.
"I'm terribly sorry for my apprentice's rudeness, Ma'am. He's a newbie, please forgive him. Is there anything I can do for you?"
Wanita itu menghentikan adu mulutnya. "Dengar, ya, aku tidak ingin membuat keributan," ia berkata dalam bahasa Jepang. "Aku cuma ingin bicara dengan..."
Ia berbalik, dan detik itu pula kalimatnya berhenti di tengah jalan.
"Touya?"
Akira mengerjap. Sekali. Dua kali. Tiga kali. "Hi-Hikaru?"
Terdengar erangan Cye di latar belakang. "Well you see him now! You have absolutely zero reason to be here!" serunya, masih dengan nada tinggi. "Now get out! I don't wanna see you again, you crazy old hag!"
"Cye!" seruan itu tidak datang dari Hikaru, tetapi dari Akira. "Sekali lagi kau berani berteriak pada tamu, kau kupecat!"
"Uh, tapi Shishou! Dia..."
"Aku tahu siapa dia," Akira sama sekali tak melepaskan tatapannya dari Hikaru. "Maafkan ketidaksopanan pegawaiku. Seperti tadi kubilang, ia masih baru. Nah, silakan ke arah sini, Mrs. Rayleigh."
Wanita di hadapannya (Hikaru! Itu benar-benar Hikaru!) tampak menimbang sesaat, tapi ia mengayunkan langkahnya ke arah yang ditunjukkan Akira. Akira bisa mendengar suara para pelanggan yang terkesiap, beberapa berbisik-bisik ketika wanita itu lewat. Di belakangnya, Cye mulai mengeluarkan sebaris protes.
Akira menoleh padanya dengan tatapan tajam, tak lupa menambahkan tekanan otoritatif pada suaranya. "Cye-kun, buatkan teh dan bawa ke ruang belakang! Jangan lupa minta maaf pada para pelanggan atas keributan yang kausebabkan!"
Cye, untungnya, masih tahu diri untuk tidak membantah. Walau dengan menggerutu, ia mengundurkan diri ke konter minuman. Mendesah berat, Akira meninggalkannya, dan mengantar Hikaru ke ruang belakang.
Ingatan masa lalu, ketika ia menyusuri jalan yang sama bersama gadis itu, duduk di ruangan yang sama bersama gadis itu, kembali membayang, membuat jantungnya berdebar lebih dari wajar. Ia mengatur napasnya, berusaha keras mengendalikan akal sehatnya untuk mengontrol reaksi tubuhnya, tapi rasanya sia-sia. Ketika ia berusaha mendistraksi pikirannya dengan memperhatikan detail-detail tak penting di ruangan itu, bahkan setiap detail di sekitarnya membaur dengan memori masa lalu. Sepasang cangkir di pinggir goban. Goban yang tergeletak di lantai, batu-batu di atasnya terhampar memperlihatkan permainan setengah jalan... Sepasang goke yang satunya terguling, membuat biji-biji goban terserak beralas tatami, bak taburan kelopak bunga plum putih di atas rerumputan... Pakaian mereka yang tersebar di lantai... Sinar matahari yang merambat masuk dari sela-sela shoji, memunculkan berkas garis tipis di kulit halus Hikaru...
Akira menekan memorinya. Hikaru, Hikaru yang asli ada di hadapannya kini. Ia nyata, bernapas, hidup...
Mendudukkan dirinya di depan goban, ia memperhatikan wanita yang tampak di hadapannya. Pantas saja ia tak mengenali, ketika ia melihat wanita itu dari belakang tadi. Hikaru yang ini sangat berbeda dari apa yang ada di memorinya, atau bayangan apapun yang ia munculkan manakala membiarkan imajinasinya mengawang mengenai masa depannya bersama Hikaru yang tak pernah kesampaian. Rambutnya yang dulu pendek kini ikal menjuntai hingga punggung, dan seluruhnya berwarna pirang. Cye bilang bahwa ibunya adalah reporter olahraga, jadi Akira membayangkan Hikaru dengan kaos kedodoran dan jeans seperti biasa, bukannya rok pensil selutut dan blus seperti yang ada di hadapannya.
Ia cantik, sungguh, tapi juga sangat berbeda. Seperti bukan Hikaru yang ia kenal.
"Uhm, sudah lama sekali kita tidak bertemu," setelah sekitar lima menit yang canggung, Akira berusaha membuka pembicaraan. "Apa kabarmu, Hikaru?"
Sosok di hadapannya tampak agak tersentak dengan nama panggilannya, tapi ia mengalihkan wajah, melihat ke manapun selain Akira.
"Yah, kau lihat kan?"
Sikapnya yang ketus dan tidak peduli, sebagai balasan atas luapan perasaan membuncah yang Akira pendam selama ini, selama lima belas tahun ini, terasa bak jarum yang menusuk balon yang menggelembung. Tapi Akira menahan perih di dadanya dan mencoba tersenyum.
"Aku mencarimu selama empatbelas tahun ini, Hikaru... Aku berpikir kau sudah meninggal..."
"Yah, aku masih hidup," kata Hikaru sinis. "Kejutan!"
Kenapa, Hikaru? batinnya menuntut, meraung bahkan. Apa kau tidak suka bertemu lagi denganku? Bukannya kau ke sini karena mencariku?
"Um, aku senang kau kembali..."
Pertanyaan itu membuat Hikaru mendengus, mengalihkan pandangan dari apapun yang ia lihat tadi dan menatap Akira. "Yah, sudah cukup basa basinya, Touya! Aku ke sini untuk bertemu putraku, Cye! Cuma itu. Kau bahkan tidak seharusnya ada di sini!"
Akira mengerung. "Kenapa aku tidak seharusnya di sini? Ini kan salonku!"
"Ya kan kau belum tentu di salon! Aku sudah tanya Ki-In, katanya kau ada seminar di Nagasaki!"
Bagaimanapun, Akira tak bisa menahan rasa perih bak pisau beracun yang menikam dadanya. Hikaru bukan hanya tidak berniat bertemu denganya, ia secara aktif ingin menghindari bertemu dengannya.
"Benar, tapi acaranya sudah selesai tadi pagi. Aku pulang langsung ke sini."
Ia bisa mendengar Hikaru mengutuk, "Waya sialan!"
Waya mungkin bukan lagi pemuda yang membencinya seperti dulu. Malah, bisa dibilang setelah kepergian Hikaru, ia cukup akrab dengan pria itu. Apakah Waya sengaja memberi info yang salah, agar Hikaru datang ke sini untuk menemuinya? Atau murni karena dia tidak tahu?
Tapi terus terang, ini sangat mencurigakan. Dari penuturan Cye kemarin, ia bilang Hikaru ada pekerjaan di Inggris, tapi jelas ada sesuatu yang ia sembunyikan. Dan jika Hikaru mencari Cye ke Ki-In, lantas datang ke salonnya hanya untuk bertengkar, dan Cye mengusirnya...
"Jika aku boleh tahu, ada apa sebenarnya masalahmu dengan Cye?"
"Sama sekali bukan urusanmu!"
"Hikaru...," Akira mendesah. "Aku tidak tahu kenapa kau benar-benar membenciku, sungguh. Aku tidak tahu kenapa kau pergi. Empatbelas tahun ini aku benar-benar kehilangan kau, tahu! Kau pergi tanpa kabar, tanpa pesan sedikitpun. Aku tidak tahu kau di mana, aku tidak tahu bagaimana keadaanmu, aku..."
"Hentikan, Touya. Ini sama sekali bukan mengenaimu. Ini sama sekali bukan mengenai kita! Serius! Sekali lagi kukatakan, aku ke sini hanya untuk menemui Cye!"
"Oke. Boleh aku tahu alasannya?"
"Sudah kubilang bukan urusanmu!"
"Tentu saja ini urusanku!" Akira merasa kesabarannya mulai menipis. "Bagaimanapun Cye adalah..." di titik itu Akira berhenti dan mengurut keningnya. Tidak, ini bukan arah yang ia inginkan dari pembicaraan ini. Hikaru datang padanya setelah sekian lama, ia tak ingin pertemuan pertama mereka malah diisi pertengkaran. Tak ada jalan baginya selain menempuh jalur memutar. "Bagaimanapun ini adalah salonku, dan Cye adalah pegawaiku. Jika kalian ada masalah hingga membuat keributan di salonku, tentu saja aku berhak tahu."
Hikaru terdiam, matanya kembali menghindari Akira. Lewat sekian lama, baru ia menjawab, pelan. "Cye kabur."
Bagian ini seharusnya sudah bisa ia duga.
"Kabur?"
"Dia pergi setelah kami bertengkar. Sama sekali tanpa pesan. Aku baru sadar dia di mana sewaktu aku melihat fotonya di Weekly Go."
Pertandingan Shinshodan-nya melawan Cye baru terjadi Jumat lalu, artikel mengenainya baru diterbitkan Rabu kemarin. Tapi bukankah artikel nama-nama peserta yang lulus ujian pro sudah diumumkan sejak edisi September atau Oktober? Apa ini berarti Hikaru tidak mengikuti berita Weekly Go?
"Dan kau makan waktu begitu lama untuk mencarinya ke sini?"
"Aku tidak tahu, oke?" seru Hikaru. "Dia sudah keluar rumah sejak Juni, aku sendiri yang mengantarnya ke Massachussets, ia seharusnya mengikuti kelas musim panas. Tapi lantas kami bertengkar di telepon, dan ia kabur dari asrama. Aku sendiri pergi ke Inggris untuk tugas kerja, dan baru pulang November lalu. Aku baru sadar Cye kabur waktu aku ditelepon pihak kampus, yang mengatakan bahwa Cye tidak pernah masuk kelas sejak Juli. Dia memalsukan tanda tanganku dan mendaftar online untuk tahun ajaran baru, bodohnya, jadi pihak kampus tidak menghubungiku sebelum ketahuan bahwa ia melewatkan semua kelasnya sebelum UTS. Aku kelimpungan mencarinya, sampai lapor polisi segala. Bodohnya aku tidak meminta mereka mengecek daftar imigrasi, karena mana kutahu dia pergi ke Jepang untuk ikut ujian pro? Aku baru tahu kemarin, sewaktu sahabat lamaku menelepon dan menyelamatiku, bilang ia melihat artikel tentang pertandingan Shinshodan Cye di Weekly Go. Aku langsung terbang ke sini."
"Tunggu. Apa maksudmu kampus? Bukannya Cye baru lulus SMP?"
"Cye tidak bersekolah reguler, karena selama ini ia berpindah-pindah mengikutiku. Ia diterima di program khusus MIT, tapi harus menempuh kelas persiapan dulu selama dua tahun. Karena ingin membiasakannya dengan kehidupan kampus, aku juga mendaftarkannya untuk kelas musim panas."
Ini informasi baru bagi Akira, entah Cye lupa mengatakannya atau sengaja tidak mengatakannya. Yang jelas itu membuat kepalanya sakit.
"Tapi empat bulan itu waktu yang lama," gugatnya. "Memangnya selama Juli hingga November kau tak pernah sekalipun menghubungi Cye?"
"Sudah kubilang kami bertengkar! Cye biasa begitu, marah berbulan-bulan dan tidak mengangkat teleponku!"
Akira kembali mengurut kepalanya. Ini benar-benar tidak masuk akal. Seburuk apa sebenarnya Hikaru sebagai orangtua, hingga baru menemukan anaknya enam bulan setelah anaknya menghilang?
"Sebenarnya Cye memposting vlog mengenai keberadaannya sejak Juli lalu, kalau kau memang serius mencarinya..."
"Vlog?"
"Kau tidak tahu? Ada di channel Youtube-nya. Dia bilang dia di Jepang untuk ikut ujian pro..."
"Channel Youtube? Apa maksudmu? Sejak kapan Cye punya channel Youtube?"
"Astaga..."
Akira tidak banyak bicara, mengeluarkan ponselnya dan membuka laman channel Saionji Rei yang sudah ia bookmark. Dari ekspresi wajah Hikaru kala menontonnya, ia tahu bahwa informasi ini baru baginya.
"Aku ... benar-benar tidak tahu..," ucap Hikaru nanar, setelah intro tersebut berakhir. Ia mem-pause video itu, mengembalikannya pada Akira.
Akira menimbang, dan memutuskan ini saatnya untuk bertaruh. "Jika boleh kutahu, apa sebenarnya alasan pertengkaran kalian?"
Reaksi Hikaru sudah dapat ia prediksi. "Itu sama sekali bukan urusanmu!"
"Begitu? Apa ini tidak berhubungan dengan ... 'misi' yang disebutkan Cye di vlognya? Yang juga mungkin berhubungan dengan alasan kau pergi, empatbelas tahun lalu?"
Hikaru boleh sesumbar bahwa ia jago berbohong, punya wajah poker face yang selalu ia gunakan untuk menipu orang di atas goban, tapi tidak begitu untuk Akira. Bagi Akira, Hikaru adalah buku terbuka.
"Aku bisa bilang kalau aku benar, kalau begitu."
"Si-siapa bilang!"
Akira kembali mengurut kepalanya. "Hikaru, jujur aku tidak mengerti kenapa kau masih mengira kau bisa menyembunyikan ini dariku. Aku sudah sampai pada kesimpulan itu, sejak aku mengenal Cye. Tidak sulit, kurasa."
"Apapun kesimpulanmu, itu salah!"
"Oh, salah? Memangnya kau tahu apa kesimpulanku?"
Hikaru mendelik menatapnya, membuat Akira menyunggingkan sebaris senyum kemenangan.
"Aku tidak bodoh, tahu, aku bisa berhitung! Pertanyaanku adalah mengapa kau mengapa kau melakukan semua ini? Mengapa kau menyembunyikan ini dan pergi dariku? Aku bisa bertanggung jawab, kalau saja kau terus terang dari awal!"
Di titik itu Hikaru mendengus. "Tanggung jawab... Huh, tanggung jawab macam apa..."
"Jangan bodoh, Hikaru! Sejujurnya aku marah padamu, dan kalau aku jadi Cye, aku juga pasti marah sekali padamu. Kita bersama dalam hal ini, kau tahu. Kau tidak harus memikulnya sendirian. Tapi tidak, kau malah pergi, kau membiarkanku ada dalam kegelapan bertahun-tahun! Aku tidak tahu apa alasanmu, tapi yang jelas..."
"Yang jelas kau salah!"
"Bagaimana mungkin aku salah? Aku bisa menghitung! Siapa juga tahu, kalau melihat tanggal lahir Cye! Pertanyaanku cuma satu, apa Cye tahu ini? Apa Cye tahu kalau..."
Kalimat Akira terhenti ketika mendadak terdengar suara sesuatu jatuh dan pecah di luar ruangan. Refleks, Akira bangkit dan membuka pintu geser. Seperti diduganya, di luar tampak Cye yang tengah berjongkok di lantai. Tangannya yang gemetar berusaha memunguti pecahan cangkir yang terserak di lantai.
"Uhm, Shishou... Ma-maafkan saya. Saya..."
"Kau mendengarnya?"
"Uh... Uhm, sa-saya ... saya tidak bermaksud..."
"Bagus sebenarnya kalau kau dengar. Bagaimana kalau kau tinggalkan itu dan masuk? Ada yang harus aku bicarakan."
"Uh...," Cye melongok dengan agak ketakutan ke sosok ibunya di dalam, lantas memandang bergantian antara Akira dan ibunya dengan wajah panik.
Akira tak banyak bicara, menepi untuk memberi kesempatan bagi Cye untuk masuk. Pemuda itu menelan ludah, meletakkan pecahan cangkir di baki dan meminggirkannya, lantas bangkit dan melangkah memasuki ruangan. Sikapnya begitu kaku dan tegang, kala mengambil duduk di sisi goban di antara tempat duduk Akira dan Hikaru. Sesaat ia tampak melirik sang ibu yang menunduk. Tangannya yang bertumpu pada lutut terlihat gemetar.
"Nah, aku akan terus terang saja," ucap Akira, begitu ia kembali menutup pintu geser dan duduk di hadapan mereka berdua. "Cye, aku tahu kau pasti sudah menduga hal ini. Pertama-tama aku ingin minta maaf karena aku tidak mengetahui hal ini lebih awal. Aku..."
Justru saat itu lonceng pintu depan kembali berdenting, dan mengiringi suara pintu dibuka, terdengar seruan nyaring seorang bocah.
"Otouchamaaaa...," suara derap kaki kecil yang berlari terdengar memenuhi ruangan. Di latar belakang, terdengar suara lembut seorang wanita menanyakan keberadaannya pada para pelanggan, lantas suara derap kaki itu berlanjut diiringi suara langkah sepatu tumit tinggi membentur lantai. Akira menutup mata, berharap pada Kami hal ini tidak terjadi. Sesaat kemudian, pintu geser terbuka, memperlihatkan seorang bocah perempuan kecil dengan rambut dikuncir dua. Di belakangnya, tampak seorang wanita menuntun seorang anak balita.
"Otouchamaaaa!" Hikaru cilik menghambur memeluk dirinya dan menciumi pipinya. "Aku kangeeeeeeeen! Hari ini kita jadi makan malam bareng, kan?" Kelihatannya setelah serangannya itu, ia baru sadar bahwa ada seseorang di hadapan Akira, karena ia berpaling ke arah Hikaru dan bertanya dengan suaranya yang mungil, "Eh, Obachan siapa ya?"
"Hikaru-chan!" terdengar suara peringatan dari pintu geser, dan seorang wanita masuk untuk menarik si gadis kecil dari sisi Akira. "Ah, maafkan kami mengganggu. Anata," ia berpaling pada Akira, "kami akan menunggu di salon, ya..."
Wajah Hikaru di depannya jelas menuntut penjelasan. Saat itu juga Akira ingin, ingin, ingin sekali tanah di bawahnya merekah dan menelan tubuhnya.
Atari.
Ia tak punya lagi jalan keluar dari situasi ini.
"Ah, Hanako, tunggu sebentar," katanya, menarik tangan wanita itu untuk duduk di sisinya. "Kenalkan, ini Hikaru Rayleigh dan putranya, Cye...," dan seraya kembali mengalihkan pandangan pada Hikaru, ia berujar, "Ini Hanako, istriku, serta putriku, Hikaru dan Hikari."
Dari wajah pasi Hikaru dan Cye, serta napas tertahan Hanako, Akira tahu ia telah melakukan kesalahan yang fatal.
.
.
