Hi, everyone!
Seneng banget lihat kalau masih ada yang mau baca fic ini. Semoga masih banyak yang nungguin, ya. Yang review terima kasih, ya. Nah, kali ini akan ada masalah lagi di Shell Cottage. Ada apa itu?
Happy reading!
"Jangan dilepas. Aku mau berdiri," Albus memohon James untuk tetap memegang kursi rodanya. Di dalam lubang perapian, Lily telah siap lebih dulu. Harry pun segera memerintah istrinya ikut bersama Lily. Namun James meminta jika Albus saja untuk ikut masuk lebih dulu.
Harry segera memindahkan guci berisi tanaman untuk dijauhkan dari bibir perapian. Membiarkan ruang cukup untuk Albus bisa berdiri. "Bisa?" tanyanya. Meski khawatir, Harry coba membebaskan Albus agar mampu berdiri dengan dua kakinya.
Berhari-hari Albus mencoba kekuatan kakinya. Berjalan di pinggiran rumah dengan bermodal dinding. Jika lelah ia akan duduk di manapun kakinya berhenti untuk. Untung jika dekat dengan kursi, Albus lebih banyak ditemukan terduduk di lantai hingga membuat keluarganya terkadang panik.
"Pakai kursi roda saja, Al. Diagon Alley banyak orang." Saran James di belakang tubuh Albus. Mendengar itu Albus sedikit goyah untuk berusaha terus berdiri. Ia melihat ke arah James.
"Sorry. Bu-bukan begitu. Maksudku—" James takut Albus tersinggung. "Kau bisa tertabrak penyihir-penyihir di sana. Kau bisa terluka. Kalau kau di kursi roda, kami bisa—"
"OK. Kau benar. Aku—duduk saja. Mohon bantuannya."
Harry dan Ginny saling berhadapan. Tidak ada perselisihan lanjutan. Hubungan kedua putra mereka sudah berubah. Meskipun Ginny tahu jika James kini merasa tidak enak kepada Albus atas perkataannya itu.
"Ini semua demi kebaikanmu, Albus. Kamu tenang saja."
Begitulah pesan Harry. Diagon Alley akan jadi tempat menyenangkan maupun penuh tantangan bagi keluarga kecil Potter. Khususnya dengan adanya Albus. Ini kali pertamanya Albus akan mendatangi tempat keramaian semacam Diagon Alley. Akan banyak sorot mata yang hadir. Sejak malam sebelumnya, baik Harry dan Ginny terus meyakinkan Albus atas keinginannya pergi ke Diagon Alley. Albus ingin membeli sesuatu untuk hadiah natal Scorpius. Saat ia berkunjung kemarin, hanya tulisan selamat natal saja yang ia berikan untuk Scorpius. Bukan sesuatu yang lebih berharga seperti mainan atau pakaian.
Kebetulan pula jika makanan burung hantu di rumah sedang menipis. Dan di salah satu toko di Diagon Alley menjual makanan burung yang beragam dengan harga yang lebih murah.
Sesampainya di sana, sekali lagi Harry mengingatkan jika mereka tidak bisa berlama-lama. Pukul 11 siang nanti mereka harus segera datang ke acara keluarga di Shell Cottage.
"Kita cari makanan buat Nial dan Rowman dulu, ya!" pinta Lily. Ia berpendapat jika lebih baik membeli makanan untuk burung hantu keluarga mereka dan milik James terlebih dulu. Lokasinya lebih dekat dengan posisi mereka saat ini.
Selain Lily, James turut setuju. Dirinya ikut mendukung adiknya dengan alasan Rowman, burung hantunya, butuh makanan burung baru yang bisa membuat bulunya lebih sehat. Namun, di dalam hatinya, ia hanya tidak ingin Albus terlalu lama diajak berkama-lama di jalanan Diagon Alley. Lebih cepat mereka berbelanja, lebih sedikit Albus menjadi bahan tontonan para penyihir di sana.
Bagaimana tidak, sejak Potter sekeluarga menginjakkan kaki mereka di Diagon Alley, semua mata penyihir tidak luput untuk memandang Albus. Tidak hanya dijadikan tontonan, sebagian besar mereka ikut berbisik dan membicarakan Albus sepanjang perjalanan. Beberapa penyihir yang mengenal Harry maupun Ginny sempat sesekali berbincang. Berbasa-basi lalu menyapa ketiga anak itu. Dan yang menjadi bintangnya tentu saja Albus.
Mereka akan mengucapkan kata-kata kepedulian mereka. Menyalami Albus, mengatakan semoga lekas sembuh, lalu pergi dengan saling berbisik. Memandang iba. Di sanalah rasa ketidaksukaan James muncul. Ia melakukan hal yang sama beberapa tahun ini. Tapi akhirnya ia mulai sadar. Tidak ada yang baik untuk diri Albus. Mereka seolah memandang Albus lemah dan James tidak mau itu.
Harry dan Ginny akhirnya menyetujuinya. Membiarkan James dan Lily memilih sendiri makanan burung hantu di toko langganan mereka. Ginny menemani Albus berkeliling sementara Harry berbincang santai dengan Mr. Bradley, yang sudah sangat akrab dengannya.
"Mum, kalau aku masuk Hogwarts aku mau burung hantu yang warna putih, ya. Seperti Hedwignya Daddy."
Lily menunjuk sebuah sangkar burung hantu. Seekor burung hantu salju bertengger tenang sambil memejamkan matanya.
"Nanti, kalau kau mau masuk Hogwarts, Lily. Itu penting karena burung hantulah yang akan membantu kamu berkirim surat untuk memberi kabar." Balas Ginny. Albus di depannya ikut tersenyum ketika Lily berteriak girang dengan burung hantu yang begitu ia idamkan.
Ginny menunduk, berbisik pelan di sisi kepala Albus. "Kau ingin burung hantu yang seperti apa, sayang?" tanya Ginny.
"Mau coklat seperti Rowman, putih sepertiku, atau abu-abu seperti si Nial, Al?" tanya Lily. Dengan bersemangat Lily menghampiri Albus. Memeluk tubuh kakaknya dari belakang sambil menunjukkan belasan ekor burung hantu yang dijual Mr. Bradly.
"A—aku tidak mau burung hantu." Suara Albus berat di tengah senyumannya.
Betapa terkejutnya Lily dengan jawaban tiba-tiba Albus.
"Kenapa, Albus?" James rupanya ikut mendengar.
Ginny ikut penasaran. "Kau tak mau burung hantu? Mum dan Dad akan senang sekali membelikanmu nanti saat—"
"Aku tak mau burung hantuku nanti jadi sia-sia. Hogwarts bukan cita-citaku saat ini. Aku hanya ingin yang bisa menjadi teman terbaik. Yang mau menemaniku."
Albus membalas tatapan Lily lama. Yang ia lakukan hanya tersenyum simpul. Tidak berkata apapun meski ia tahu jawabannya membuat keluarganya bersedih. Lama akhirnya Lily sadar. Kakaknya menginginkan yang lain.
"OK. Selain burung hantu juga keren, kok." Kata Lily. Melepaskan rengkuhanya dari tubuh Albus. Mengusap punggung Albus pelan. Memberikan semangat dengan apapun pilihan Albus.
Lily membiarkan ibunya mengajak Albus berkeliling ke tempat aneka sangkar burung. Langkahnya lemas menghampiri James. Di sana James telah menemukan makanan burung hantu yang baik untuk Rowman.
"Kita semua tidak bisa membohongi diri kita sendiri kalau memang Albus—kemungkinan kecil akan berangkat ke Hogwarts. Tentu saja burung hantu tidak cocok untuknya. Kalau pun aku tahu apa yang diinginkannya, aku akan berusaha membelikannya." Gumam James.
Telunjuk Lily mengarah ke sebuah kandang cukup besar. Seekor anjing berukuran sedang. Nyaman bergelung di atas sebuah lapisan kain hangat. James melihatnya.
"Anjing memang menarik. Salah satu hewan setia yang bersahabat, kurasa. Cocok untuk Al." Setelah mengatakan itu, Lily meminta ijin untuk memilih makanan burung hantu untuk Nial.
Anak anjing ras Labrador di hadapan James kini begitu menarik. Hewan itu terjaga ketika menemukan James mendekati kandangnya. Sorot matanya pun tampak bersahabat. James bagaikan tertarik. Lantas mengulurkan tangannya lebih dekat ke arah kandang anjing yang belum bertuankan itu. Dengan insting hewaninya, anjing itu menjilat jari James. Sebuah salam perkenalan yang mengesankan.
Ada rasa nyaman ketika anjing berbulu coklat muda itu merespon kehadirannya. James yakin jika Albus akan senang memilikinya.
"Astaga." Pekik James pelan. Sebuah label kecil tertera di ujung kandang. Di sana memaparkan asal hewan, jenis ras, hingga keterangan berapa nominal yang harus ditukar untuk bisa memilikinya.
James tahu uangnya tidak cukup. Sekalipun uang Mugglenya ditukar tetap tidak cukup. Terlalu mahal untuk sekadar uang saku dan tabungannya. "Maafkan aku. Aku tak bisa." Bisiknya.
"James?"
Tanpa disadarinya, Harry kini berdiri di belakang James. "Kenapa kau memegang kantung uangmu, James? Ada apa?" tanya Harry.
"Mungkin Albus hanya ingin teman yang bisa selalu menemaninya. Bukan mereka yang akan memandangnya iba seolah Albus tidak bisa apa-apa. Sesuatu yang setia. Dan aku sebagai kakaknya tidak bisa mewujudkan itu. Aku harus bagaimana, Dad?"
Sejenak Harry tidak tahu maksud James. Beruntung sebelumnya Ginny sempat memberitahunya tentang penjelasan Albus beberapa saat yang lalu. Di hadapan kandang anjing kecil yang terus menatap dua orang Potter itu penuh harap, sebagai seorang Ayah.. Harry tahu apa yang harus ia lakukan.
Lily dengan kantung belanjanya berisi makanan untuk Nial berdiri bersama sang Ibu dan kakaknya, Albus, di depan toko. Menunggu Harry dan James yang masih sibuk berkutat di depan kasir.
"Itu mereka." Tunjuk Ginny. Mereka memandang kedatangan Harry dan James dengan penuh tanda tanya.
Terutama dengan sesuatu yang dibawa oleh James.
"Kau tau apa yang harus kau lakukan, son. Go!" Bisik Harry menyemangati James.
James mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Ia berjalan mendekati Albus. Menyerahkan sebuah kandang berisi anak anjing Labrador kecil ke atas pangkuan Albus.
"Happy Christmas, Al. Semoga dia bisa menjadi teman yang baik untumu."
"Oh, James.. Thank you.. terima kasih banyak! Ini untukku?"
James hanya mengangguk. Berharap besar jika reaksi Albus seperti yang ia bayangkan sebelumnya. "Aku sangat suka. Sekali lagi terima kasih." Jawab Albus. Dari atas kursi rodanya, ia terus memeluk kandang anjing kecil pemberian James.
Mereka semua mengangguk bahagia. Baru kali ini, mereka melihat Albus begitu bahagia dengan sesuatu yang diberikan oleh James. Walaupun anak anjing itu harus dibeli bukan dari kantungnya sendiri, setidaknya Albus bisa bahagia. James bergumam terima kasih tepat saat Lily mengacungkan kedua jempolnya.
Ramai beberapa anggota keluarga Weasley berkumpul di Shell Cottage. Tinggal para Potter saja. Surat dari Ginny baru saja sampai. Menjelaskan jika mereka akan sedikit terlambat. Mereka masih butuh waktu di Diagon Allay untuk membeli beberapa kebutuhan rumah tangga. Fleur sendiri yang membaca surat itu.
"Biarkan saja. Mungkin mereka masih menghabiskan waktu bersama. Setahuku hubungan James dan Al sudah membaik kemarin." Tutur Hermione dari arah oven. Kuenya baru saja matang ketika Fleur masuk memberi kabar surat Ginny.
Di dekat dapur, Audrey dengan Molly saling berpandangan. Tidak ada yang tahu kabar jika hubungan James dan adiknya itu sudah membaik. "Sungguh sesuatu yang luar biasa. Kemarin aku melihat sendiri mereka saling tak sepaham. Lalu sekarang—Demi jenggot Merlin." Wajah Molly berbinar luar biasa.
"Kau serius, Hermione?" tanya Audrey. Tas berisi botol-botol ramuannya ia kemasi setelah memberikan penawar rasa nyeri untuk ibu mertuanya. Molly beberapa hari mengeluh pundaknya sakit. Beruntung Audrey yang seorang ahli ramuan dari St. Mungo mampu membantu meringankan rasa sakit itu.
Setelah dilakukan tes mantera singkat yang dilakukan Audrey, diketahui jika kolesterol Molly melonjak.
Hermione mengangkat naik kedua alisnya. "Begitulah, balasan surat Ginny saat aku tanya masalah James setelah acara di the Burrow." Balasnya.
"Semoga semuanya baik-baik saja. Kasihan kalau mereka terus berhubungan tidak baik. Al juga sedang sakit parah."Ujar Fleur.
"Semoga saja." lanjut Andromeda.
Suara-suara ribut dari arah pintu masuk didominasi oleh suara Angelina. Fred Jr dan Louis baru saja menjungkir sebuah pot berisi tanaman tomat milik Fleur di halaman samping rumah.
"Maman tidak akan marah, Aunty Angie. Aku dan Fred malah mau membantunya. Di sana ada cacing besar, tomatnya tidak akan tumbuh." Protes Louis yang ikut terkena imbas amarah ibu dari Fred Jr.
"Demi Dumbledore, sekalipun itu membantunya.. Mamanmu pasti marah karena mengotori tanaman yang lain."
"Sudahlah, Mum. Kami akan bersihkan. OK." Protes Fred Jr. tidak ingin terus disalahkan. Karena sebenarnya ia juga tahu perbuatannya itu dengan Louis hanya main-main saja.
Angelina angkat tangan sembari masuk. Para wanita di dalam menertawainya yang begitu kelelahan mengurus dua anak lelaki paling usil di keluarga besar mereka. "Mereka baru menghancurkan pot. Aku takut kalau James datang nanti, rumah ini bisa saja meledak." Gerutu Angelina dongkol.
Tidak lama kemudian, suara gemuruh terdengar bergantian dari arah perapian. Fleur mengecek kondisi perapian rumahnya dan mendapati keluarga kecil Potter sampai dengan selamat. Seperti yang baru saja mereka perbincangkan, Fleur dengan mata kepalanya melihat sendiri saat James membantu Albus membersihkan badannya dari debu sisa Floo.
"Hi," sapa Ginny langsung menghabur ke pelukan Fleur. "Sorry, kami—"
"Fine. Kami semua paham, Ginny. Kelihatannya ada yang baru saja baikan, nih?"
Fleur tidak berbicara kencang. Menjaga lisannya untuk tidak ikut campur dengan masalah James dan Albus. "Ya, dan kami ada anggota keluarga baru. Itulah alasan kami sedikit terlambat. Kami harus cari makanan, kandang, sampai tali yang sekarang dipakai Bruno." Bisik Ginny sama pelannya. Anjing kecil di pangkuan Albus menjadi pusat perhatian Fleur.
"Aku kira kau hamil lagi, Ginny. Merlin!" Gurau Fleur membuat Ginny terhenyak.
Harry dan Lily lebih dulu menyalami Fleur disusul setelahnya James yang membantu Albus masuk. Setidaknya, Shell Cottage di hari ini akan jadi lebih menyenangkan.
Para anak berkumpul di hutan kecil sisi Shell Cottage yang cukup rindang untuk tempat beristirahat. Pantai sedang sangat panas sekali. Daripada mereka pingsan kepanasan, lebih baik bermain di bawah pohon.
"Biarkan Bruno bermain di pasir, Al. Aku rasa Bruno anjing yang tak suka makan cangkang kerang." Saran Louis diikuti tawa dari anak-anak yang lain.
"Tapi dia baru sekali ini pergi ke tempat lain selain di toko." Albus khawatir jika Bruno bisa saja hilang kalau dia lepaskan dari pangkuannya.
"Setahuku, anjing adalah hewan yang pintar." Seru Hugo dari arah kebun bunga bersama Lily. "Tanya saja Rosie." Dengan enaknya Hugo melempar ke sang kakak.
"Seperti itulah." Rose lantas diam. Tatapan Albus membuatnya rindu dengan sepupunya yang satu itu. Terlalu lama Albus sakit membuatnya menjaga jarak. Dialah orang yang sangat dekat Albus sejak mereka masih bayi.
Albus berpikir berulang kali jika yang dikatan para sepupunya memang benar. Sejak mereka sampai di Shell Cottage, Bruno terus bersuara meminta diturunkan. Albus sendiri yang tidak mau membuat anjing barunya lepas dari dirinya terlalu lama.
Dari sisinya, James berbisik pelan. "Tadi Dad bilang kalau tali Bruno sudah dimanterai perpanjangan-tak-terbatas. Jadi, dia bisa berlarian cukup bebas meski talinya kau jaga. Dia akan memanjang dengan sendirinya." Begitu tutur James.
Alhasil, Albus membiarkan Bruno turun dengan tali pengikatnya tetap Albus pegang.
"Nah, begitu kan keren. Yuk, kita main di sana. Dad baru saja membuat bara untuk barbeque." Fred Jr. menunjuk ke salah satu sudut tempat beberapa makanan akhirnya dikeluarkan untuk keluarga besar Weasley.
James tersenyum girang lantas berseru, "kita kencingi bara apinya selagi para orang dewasa sibuk." Saran James membuat Louis bersemangat. Ketiganya tak lagi banyak berpikir dan berlalu. Tapi tidak dengan James.
Ia sesaat berhenti dan berbalik ke arah Albus. "Al—" James khawatir meninggalkan Albus sendiri.
"Pergilah. Lakukan rencanamu dengan mereka. Aku tak ikut-ikut, aku dengan Lily dan Hugo di sini." Mendapat persetujuan Albus, James mulai tenang.
Albus hanya bisa menikmati candaan Lily dan Hugo yang bertikai tentang darimana asal biji bunga matahari. Hugo bersikeras jika bunga matahari memiliki buah dengan biji di dalamnya. sementara Lily menjelaskan jika biji bunga matahari dari kelopak bunga itu sendiri.
"Kau tak percaya, ayo kutunjukkan." Protes Lily menarik Hugo beralih ke beberapa pot bunga matahari di sisi yang lain. Tinggallah Albus seorang diri.
Bruno pun mulai bosan. Seteah menggonggong beberapa kali kepada Albus, Bruno berlari menuju ke sisi belakang Shell Cottage. Karena terlalu jauh, Albus mengarahkan kursi rodanya mengejar Brono.
Namun, entah bagaimana suara Bruno berubah menjadi lolongan pelan di telinga Albus.
"Bruno, kau kenapa? Apa yang kau temukan?"
Tepat saat Albus berbelok, didapatinya sesosok tinggi berjubah hitam sedang mengangkat Bruno dengan satu tangan yang mencengkeram leher anjing itu hingga suaranya tak mampu dikeluarkan.
"Hey, siapa kau. Lepaskan Bruno." Albus berusaha menarik tali Bruno namun nihil. Bruno tetap tak bisa lepas. Badan bulatnya terpontang-panting karena berontak lehernya dicekik.
Menyadari Albus terus berteriak, sosok itu mengeluarkan tongkatnya di balik jubah dan mengarahkannya pada Albus. Sulur cahaya biru menusuk cepat ke tubuh Albus. Kursi rodanya bergerak miring. Ambruk bersama Albus yang kini mengerang kesakitan.
Dengan sisa tenaganya Albus terus menarik tali Bruno berusaha menolong. Bruno lepas. Hanya saja dengan insting melindunginya, Bruno memburu sosok berjubah itu agar tidak mendekati Albus.
Brak! Bruno dilempar dengan gerakan sihir hingga menubruk sebuah pohon beberapa meter dari tempatnya bersama Albus.
"Bruno!" teriak Albus melihat anjingnya disakiti begitu kejam.
"Kau siapa? Apa yang kau mau—aku—"
Albus bergerak bangkit. Hal yang sama sosok berjubah itu lakukan kepada Bruno ikut ia lakukan pada Albus. Badan kurusnya terangkat ketika lehernya dijadikan tumpuan mengangkat. Yang Albus rasakan hanya ngilu di sekeliling lehernya. Kepalanya seolah patah. Matanya kabur, ia berusaha melawan dengan menarik penutup kepala sosok itu namun sebuah mantera dilayangkan kembali tepat di depan wajahnya.
Tubuh Albus lantas dilempar ke tanah seperti barang tak berguna. Albus tak bisa berteriak.
Perlahan namun pasti, sosok itu berbalik. Dengan diiringi suara gonggongan Bruno yang mulai sadar, sosok itu berlalu pergi. Ia menghilang ke arah hutan.
"Albus—"
Hampir tak dirasanya, sang Ayah kini telah berdiri di sisinya. Menepuk kepalanya menyadarkan. Tapi Albus hanya terus menatap ke arah tempat suara Bruno. Tanpa membalas apapun.
"Astaga. Siapa yang berani menyelakai Al—" pekik Harry. ia berlarik sambil menggenggam tongkatnya. Ron ikut berlari di belakangnya membantu mengejar.
Tidak beberapa lama kemudian para anggota keluarga yang lain datang. Mereka berkerumun. Ginny berteriak ketakutan menemukan putranya terkapar. Badannya kotor dan tidak bisa bergerak.
"Al, apa yang sebenarnya terjadi? Jawab, nak!" Ginny terus memaksa tapi Albus tidak bisa. Angelina berbicara pelan, "sepertinya Al sulit mengeluarkan suaranya, Gin." Bisiknya.
Tiba-tiba Lily menyelinap masuk dalam kerumunan. Ia menghampiri kakaknya. Meski dilarang oleh sang nenek, Lily tetap memaksa. Ia remas tangan Albus. Sejenak ia terkejut menatap Albus. Ia mendekatkan kepalanya ke sisi telinga sang kakak lantas berbisik.
"Ceritakan, Al." Katanya.
Sejenak Lily terus menatap Albus mengangguk dan mengarahkan pandangannya ke salah satu sudut. "Ada sosok berjubah hitam menyerangnya dan lari ke arah sana." Papar Lily sambil menunjuk ke arah Ayah dan Pamannya yang lebih dulu lari mengejar.
"Berjubah hitam? Kau bicara apa, Lils?" tanya Lucy yang berada tepat di dekat Lily.
"Pelakunya kabur ke arah sana!" Lily berteriak. Menyadari tidak ada yang bergerak untuk membantu mengejar. "Leher Al dicekik." Tambah Lily, masih menggenggam tangan Albus.
Perilaku aneh Lily pelan-pelan membuat Percy bersuara. "Lily.. legilimen?" tanyanya.
Semua orang menatap Percy. Pikiran mereka menyadari sesuatu, bahwa ada kebenaran yang baru saja Percy katakan.
"A-aku tak tahu," Lily menunduk ketakutan, "tapi cepatlah.. Al bilang sosok itu lari ke arah sana!"
Tanpa berpikir panjang Arthur, Bill, George, menyusul Harry dan Ron yang lebih dulu berlari. Para wanita dan anak-anak dibantu Teddy menyelamatkan Albus untuk segera dibawa menepi ke bangku panjang terdekat.
Hanya ada ramuan sederhana yang dapat diberikan Audrey untuk Albus. Ia mengatakan jika leher Albus patah dan perlu mendapat penanganan khusus.
Di saat itulah Harry dan yang lainnya kembali. Ron membawa tubuh Bruno yang lemas. Terluka pada badannya dan sebagian di area kepala.
"Harry, bagaimana?" Tanya Molly.
"Tidak ada. Kami hanya menemukan Bruno." Ron membalas. Angelina membantu membawa tubuh Bruno untuk segera dibawa masuk dan diobati.
"Lily—maksudnya Albus dengan perantara Lily menjelaskan jika ada sosok berjubah hitam menyerang Albus dan Bruno. Tapi sosok itu pergi setelah berhasil melukai mereka. Harry, kira-kira siapa sosok itu?"
Teddy menjelaskan lebih jauh jika Lily membantu Albus untuk memaparkan kesaksiannya dengan kemampuan diam-diam yang dimilikinya.
Campur aduk yang kini dirasakan Harry. Sekali lagi Albus diserang dan lagi-lagi pelaku itu dapat lari. Setelah mencoba tenang, Harry kembali ke titik di mana Albus ditemukan. Mengangkat tangannya dan merapalkan sebuah mantera.
"Appare vestigium," rapal Harry.
Mantera pelacak jejak yang diucapkan Harry membuahkan sulur-sulur keemasan ke sekeliling Shell Cottage. Selanjutnya mantera itu pun mulai mengilustrasikan jejak aktivitas sihir terakhir di titik itu. Tampaklah Albus, Bruno dan sesosok berjubah sedang mengacungkan tongkatnya. Mencekik tanpa ampun Bruno dan melemparnya menjauh.
Begitu pula yang dilakukan Albus sebelum akhirnya melepaskan tubuh anak itu terkapar dan pergi begitu saja. Menghilang.
"Ternyata benar." Ucap Lily lirih. Badannya bergetar di pelukan Lucy dan Rose.
"Kita akan selidiki nanti. Sekarang kita bawa Albus ke St. Mungo." Arthur meminta semua untuk mulai berkemas membantu Albus. Semua kebahagiaan berubah menjadi kepanikan. Ada rasa takut yang mulai merajai mereka semua.
Salah satunya Lily.
"Dad," panggil Lily ketika dirasakannya sang Ayah memeluknya dari belakang. "Aku takut." Tuturnya
"Tenanglah. Daddy akan menjaga kalian. Dan—" Harry sejenak mengecup kepala Lily, "kau luar biasa, sayang. Kita akan cari tahu juga tentang kondisimu."
TBC
#
Masih belum terpecahkan dengan siapa pelaku penyerangan Albus. Ikuti terus kisahnya, ya!
Thanks,
Anne x
