19.

Segelas susu tandas habis. Beberapa lembar roti masih ada di sana. Sup, telur, bacon, dan buah sebagian telah habis. Para peri rumah yang menyiapkan sebelumnya kembali bergegas kerja membersihkan meja makan itu.

"Tidak apa, aku masih mau menghabiskannya. Biar aku yang nanti membersihkannya sendiri."

"Jangan begitu, Master. Ini tugas saya."

"Aku serius, tinggalkan. Bersihkan yang memang sudah habis saja. Ini bagianku."

Peri rumah itu sejenak memperhatikan Draco. Sempat menghela napasnya berat, ia memperintahkan peri rumahnya untuk menuruti permintaan Scorpius. Dua buah mangkuk kotor serta beberapa piring dan alat makan lainnya bergerak dengan jentikan jari. Terkumpul menjadi satu lantas oleh peri rumah itu dibawa menuju dapur.

Satu butir anggur dilahap Draco sembari berjalan menuju jendela besar di sisinya. "Biarkan saja mereka yang membersihkan. Kamu pasti lelah membersihkan semua piringmu tanpa bantuan sihir. Baru kemarin kau sampai rumah, Nak. Istirahatlah." Pesan Draco.

"Tidak," ujar Scorpius, "ini jelas tidak berat, Daddy. Aku bisa melakukannya sendiri. Lagi pula, selama liburan ini aku ingin melakukan apa saja yang tidak bisa aaku lakukan selama di asrama."

Liburan musim panas ini dipilih oleh Scorpius untuk menikmati aktivitas di rumahnya lagi tanpa memikirkan tugas sekolah. Bahkan untuk daftar apa saja yang akan ia lakukan nanti sudah dipersiapkan.

"Setelah ini, Daddy ada acara apa? Daddy akan pergi?" tanya Scorpius. Di dapur, ia kembali bertemu para peri rumahnya. Ia dipaksa untuk meninggalkan piring kotornya agar dibantu membersihkannya. Setelah bersihtegang, Scorpius akhirnya pasrah mengalah. Ia tidak mau para peri rumahnya dihukum sang Ayah akibat membiarkan dirinya membersihkan piringnya seorang diri.

Bagi Scorpius, Ayahnya sangat memanjakannya. Meski dengan caranya yang unik. "Sebentar lagi Daddy akan ke tempat Mr. Boromeus. Ada pekerjaan yang masih harus dibahas dengan beliau." Katanya.

"Mr. Boromeus yang di wilayah perbukitan selatan?" Scorpius sedikit mengingatnya.

"Ya, kenapa, Scorp? Kau ada sesuatu yang mau kaubicarakan?"

Scorpius mengaku tidak ada masalah apapun. Hanya saja ia merasa Ayahnya pasti akan pulang malam jika sudah melakukan perjalanan bisnisnya. "Selama Daddy keluar, apa boleh aku pergi jalan-jalan?" Pintanya.

Tampak berpikir, Draco menimbang jawabannya. "Tapi.. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Kamu mau pergi ke mana? Nanti Daddy minta assiten Daddy di bagian gudang mengantarmu." Draco bersiap menulis surat untuk salah satu asistennya di gudang penyimpanan benda-benda sihir yang menjadi bisnis utamanya.

"Tidak perlu, mungkin aku hanya ingin berkeliling di Diagon Alley. Sambil membeli camilan. Aku rindu dengan es krim pisang di sana."

Wajah memelas Scorpius mengusik pertahanan Draco. Kali ini ia tidak bisa mendampingi putranya berlibur. Urusan bisnis kali ini cukup penting dan tidak mungkin ia begitu saja melepasnya. Beberapa kali Scorpius meyakinkan Ayahnya jika tidak akan terjadi apa-apa.

"Aku sudah besar." Ungkap Scorpius.

Mereka pun saling berpeluk. Draco sempat masuk ke kamarnya dan kembali dengan sebuah kantung kain dengan tali yang mengikat.

Sebuntal penuh koin pecahan kecil hingga besar diberikan Draco. "Untuk beli es krim." Pesannya. Mata Scorpius terbelalak lebar. Bagaimana tidak, uang sebanyak itu bahkan bisa ia gunakan membeli sebuah sapu terbang baru dibandingkan untuk semangkuk es krim pisang lengkap dengan full topingnya.

"Daddy tidak bisa ikut bersamamu. Bersenang-senanglah. Beli apapun yang kau mau. Jika kurang, datang ke toko. Mintalah kepada asisten Daddy di sana."

Bahkan Draco dengan cuma-cuma memberikan kunci banknya jika Scorpius mau.

"Aku hanya mau es krim. Bukan mau membeli rumah, Dad." Bisik Scorpius.

"Kalau kau mau, kenapa tidak? Beli saja."

Dan Scorpius pasrah dengan perlakuan sang Ayah yang begitu memanjakannya. Dalam hati kecilnya, ia pun bahagia mendapat itu semua. Namun alangkah lebih bahagianya seandainya ia bisa menghabiskan hari bersama satu-satu wali yang Scorpius punya.

"Selamat bekerja, Dad. Semoga segalanya lancar."

"Terima kasih, Scorpius."

Hari ini yang ingin Scorpius lakukan adalah menikmati hari di tengah riuhnya penyihir. Dan hanya ada satu tempat yang bisa nyaman ia datangi.. Diagon Alley.

Penuh semangat James mendorong kursi roda Albus menuju perapian rumah. Sayangnya, di ruang keluarga mereka dikejutkan dengan seseorang berjubah hijau yang menutupi pakaian putih tulang khasnya.

"Bloody hell, ternyata Daddy tidak bercanda." Gumam James.

Ginny dan Andromeda memanggil Albus dan James hampir bersamaan. Andromeda bangkit dari kursinya dan memberi ruang agar Albus bisa lebih dekat dengan Healer yang datang hari ini.

"Sekarang giliranmu, Al. Ibumu sudah selesai pemeriksaannya." Ujar Andromeda. James mendorong kursi roda Albus untuk mendekat.

Di sisi Ginny, Lily ikut membantu membereskan gelas ramuan, alat-alat pemeriksaan lain dan membantu Ibunya untuk bergerak. Ginny sendiri masih diminta duduk di kuursi roda selama masa pemulihan.

"Jadi, seperti yang Daddy kalian sampaikan semalam, mulai sekarang Healer Amy akan datang untuk memeriksa dan memantau kondisimu, Al. Daddy memintanya datang agar kau tidak sering ke St. Mungo." Tutur Ginny.

Albus mengangguk paham dan tidak mengeluarkan protes sedikit pun. Baginya itu lebih baik daripada harus bolak-balik rumah sakit yang melelakan. Sementara James mendesah lemas sebab rencananya hari ini harus gagal.

"Sepertinya kau ada kegiatan menarik hari ini, James." Kata Lily.

James melirik pundaknya yang disentuh Lily. "Lepaskan tanganmu dan berhenti membaca pikiranku." Protes James langsung dituruti adik bungsunya.

"Mum, James mau mengajak Albus jalan-jalan ke Diagon Alley." Lily mengadu dengan santainya. Hampir saja James lepas kendali melempar cawan berisi beberapa butir pil yang disiapkan Healer Amy untuk Albus.

"James, kau lihat kan bagaimana kondisi Albus? Dia masih harus istirahat. Memangnya kau juga mau kena marah Ayahmu?" Ginny menyerahkan tisu kotor agar Lily bisa membuangnya.

Wajah James menunduk sebal. "Padahal aku sudah merencanakannya semua. Aku juga sudah pesan tempay dan makanannya." Suara James memohon.

Sementara itu, Albus berkenalan baik dengan healer baru yang akan menjadi perawatnya.

"Panggil saja aku Amy. Mulai sekarang kita berteman. Aku yang akan memantau terus kondisimu. Kita santai saja. Kalau kau ingin bercerita apapun, aku siap mendengarnya." Pintanya.

Amy Hausa, masih muda seumuran dengan Victoire. Ia baru lulus di akademi healer dengan nilai sempurna. Ia lulusan terbaik diangkatannya. Banyak pengalaman praktik hingga penelitian dibidang kesehatan sudah ia lakukan. Hingga ia ditarik untuk bekerja di St. Mungo bidang penyakit dalam.

"Panggil saja aku Al. Mohon bantuannya." Ujar Albus senang dengan pembawaan Amy.

Di sisi lain James kembali memohon agar diperbolehkan untuk pergi. "Sayang kalau diberikan ke Uncle Ron atau Uncle George. Aku sudah lama memesan tempat di sana sejak amasih di Hogwarts, Mum. Mumpung mereka menyediakan kue yang aman untuk Al." Ujarnya.

"Apapun itu, kau tetap tidak boleh membawa Albus keluar dari rumah tanpa ada penjagaan dari orang dewasa."

"Aku sudah besar, Mum. Aku sudah menguasai beberapa sihir pertahanan."

Ginny tetap menggeleng. "Kau masih punya jejak. Bahaya." Tegasnya.

"Begini saja," Andromeda menengahi, "biarkan James pergi sendiri. Kuenya nanti bisa dibawa pulang untuk Albus. Asal nanti George atau Ron menyusulnya di sana."

Mencari persetujuan Ginny, Andromeda membebaskan apakah Ginny membolehkan atau tidak sebagai ibu dari James. Sejenak ia berpikir, lantas Ginny meraih ponselnya dan menelepon seseorang.

James panik. Ia pikir ibunya bersia menelepon sang Ayah. Tapi ternyata tidak.

"Ron, James sebentar lagi ke Diagon Alley. Tolong jaga dia, ya." Pinta Ginny langsung ditanggapi Ron dengan senang hati. Bahkan ia meminta James untuk mampir ke toko karena ada mainan yang ingin diberikan kepadanya.

James memeluk ibunya senang. Ia pamit setelah mendapat uang saku tambahan dari Ginny dan teriakan Lily yang minta dibawakan yogurt strawberry saat pulang nanti.

"Yang benar saja. Harus reservasi dulu?"

Scorpius menyaksikan tidak ada meja kosong yang tersedia. "Semua sudah terisi jauh hari. Mereka memesannya sekaligus dengan makanannya." Sang pemilik kedai meminta maaf kepada Scorpius.

"Bahkan es krim pun tidak ada? Sial sekali aku."

"Tidak akan kalau kau mau duduk di sini."

Sumber suaranya ada tepat di sisi kirinya. James duduk seorang diri dengan meja penuh dengan makanan.

"James Potter." Panggil Scorpius. "Kau sendirian? Albus di mana?"

"Sedang dengan gadis cantiknya."

"Jae Hwa?"

James mengerutkan dahinya. "Jae Hwa?" James mengulangnya dengan jelas.

"Kau bilang gadis cantiknya. Jae Hwa, kan?"

Scorpius masih belum sadar jika tebakannya tidak tepat. Baru saat James mengulang menyebut nama itu untuk kelima kalinya, Scorpius menunduk lelah.

"Berarti bukan. Aku kira mereka sudah bertemu. Ternyata memang belum bertemu. Bertemu berdua saja susah apalagi dipertemukan. Ah kasihan—"

"Diam dulu, Malfoy. Kepalaku pusing."

Seketika Scorpius terdiam. "Maafkan aku, haha." Jawabnya.

Kue yang sekiranya untuk Albus tanpa sadar Scorpius lahap dengan enaknya. "Hem, enak." Katanya sambil mengacungkan jempol ke James.

"Tolong jelaskan siapa Jae Hwa!" titah James.

Pelan-pelan Scorpius menelan kue yang ia makan. Seteguk jus alpukat James ikut ia minum juga.

"Dia gadis yang ditaksir Albus. Aku akhirnya tahu namanya."

Sambil tertawa penuh kemenangan, Scorpius melanjutkan aksi memakan kuenya saat tiba-tiba James memohon.

"Bawa dia. Pertemukan dia dengan Albus."

"Hah?" Scorpius mendelik.

"Cari dia. Dan buat dia menyukai Albus." James menarik napas dalam, "aku mohon, Scorpius."

Bayangan Albus kini kembali mengisi kepala James. Teringat bagaimana penuturan sang adik semalam setelah mendapatkan informasi jika Albus akan menghabiskan sisa hidupnya di rumah.

"Aku ingin melakukan apapun untuk membuatku senang... Aku ingin merasakan apapun yang membuatku bahagia. Bantu aku, James."

Itu sebuah permintaan.

"Jika itu membuatnya bahagia, aku lakukan itu semua. Jadi aku mohon, bantu aku.. Bantu Albus." James tetap memohon.

"Tapi.."

"Anggap saja itu hukuman karena telah memakan kue milik Albus. Dan juga jus milikku."

Scorpius baru sadar. Ia sepakat akan membantunya.

Albus menikmati halaman belakang rumah keluarga Potter bersama Amy. Baru saja Albus mendapat terapi sihir di tubuhnya. Serta olah raga ringan sejenis yoga Muggle yang membantu ketenangan pikiran Albus.

"Amy, apakah aku baik-baik saja?" tanya Albus selepas Amy menggulung kembali satu set tongkat sihir medisnya.

Amy tidak menjawab, ia hanya mengulas senyum dan berkata semua akan baik-baik saja. Albus menikmati udara segar masuk memenuhi dadanya. Duduk dengan kaki diluruskan pada bangku santai berbantal empuk.

"Akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk. Aku takut sekali. Bahkan rasanya seperti sedang aku alami sekarang. Rasanya sampai bisa aku rasakan hingga ke tulang-tulangku. Tidak sedikit aku melihatnya langsung di dekatku. Saat kondisi sadar."

Amy mendengar Albus mengutarakan kondisi dari sudut pandangnya sendiri. "Tidak sedikit juga ada yang membuatku senang. Bahkan sampai menangis haru." Lanjutnya.

Albus memiringkan badannya coba melihat Amy. Menunggu jawaban yang akan ia terima sebagai kondisi sebenarnya yang terjadi pada tubuhnya.

"Jujurlah. Aku tidak apa. Aku akan dengar." Pinta Albus mempersilkan.

"Kamu telah masuk ke tahap halusinasi. Tubuhmu perlahan menyerah seiring berjalannya waktu. Begitu juga otakmu yang bertugas mengatur semua organ di badanmu saat ini. Seperti layaknya pekerja, ketika dia kelelahan, dia akan memasrahkan semuanya.

Mencari-cari sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ia cari. Merasakan semua rasa. Takut, sedih, gelisah, sakit, haru.. bahagia. Semuanya. Walaupun sebenarnya, semua hanya ilusi. Tidak nyata. Karena apa, karena tubuhmu hanya ingin mencoba. Mencoba merasakan semuanya sebelum tidak bisa berbuat apa-apa lagi."

Albus mendengarnya dengan seksama.

"Mungkin kau pernah merasakan sedih, takut, bahkan tangis haru.. Itu semua proses. Bisa jadi, kau juga akan merasakan hal yang lain nantinya."

"Cinta?"

Amy memeluk Albus sebelum berpamitan. Ia harus segera kembali ke St. Mungo.

"Kau tunggu saja. Bye!"

Ya, yang Albus butuhkan hanya menunggu dan menikmati rasa itu datang.

TBC


Em... Belum waktunya Scorpius ketemu Albus lagi. Biar Scorpius diajak ngafe sama abang James dulu sambil menyusun rencana. Apakah berhasil?

Tunggu chapter selanjutnya!!

Thanks,

Anne xoxo