Kling!

Bunyi bel pintu kafe yang terbuka mengalihkan perhatian beberapa pengunjung yang sedang menikmati makanannya. Termasuk juga dengan gadis berambut merah muda di pojok sana. Mata hijaunya menatap kepada seorang pria yang menggunakan topi juga masker. Terlihat mencurigakan, tapi masa bodoh, penampilan seseorang bukan menjadi urusannya.

Keadaan di dalam Olive Café sekarang cukup ramai. Bangku-bangku yang terisi penuh oleh berbagai macam orang tandanya. Disaat pengunjung lain datang dengan teman, kerabat maupun kekasih. Tapi tidak dengan Sakura.

Dia sudah berada di kafe itu sejak lima belas menit yang lalu. Diam dengan jus strawberrynya yang tinggal setengah sementara tangannya terus men-scroll layar ponsel, berharap ada sebuah pekerjaan yang bisa dia dapatkan.

"Ekhem."

Sebuah suara deheman mengalihkan perhatian Sakura dari ponselnya. Gadis itu mengangkat alis kanannya, "Ya?"

Ternyata pria dengan topi dan masker tadi lah yang berdiri dihadapannya. "Bisakah kau menyingkir, Nona? Aku sudah memesan tempat yang kau duduki itu."

Sakura menatap pria itu dengan kedua alis yang mengernyit. Menyingkir? Yang benar saja. Dirinyalah yang pertama kali menempati bangku ini.

"Maaf, Tuan, kau cari bangku yang lain saja. Bangku ini milikku," dasar pria, main ambil saja.

Pria bermasker dihadapannya ini mendengus, "Semua bangku disini penuh, apakah kau buta? Lagipula hanya dirimu yang duduk sendiri seperti orang tidak laku. Jadi tolong menyingkirlah."

Pedas, saudara-saudara.

Sakura akui bahwa dirinya memang jomblo, tapi bukan berarti tidak laku. Saat sekolah menengah lumayan banyak pria yang ia tolak. Alasan? Tentu dia sedang tidak ingin berpacaran. Bagi seorang Haruno Sakura pacaran ada dinomor sekian dalam hidupnya.

Masih berusaha bersabar, Sakura tersenyum paksa. "Tuan bermasker aneh yang terhormat. Kau mengejekku sendirian, 'kan? Sepertinya kau memerlukan kaca, yah."

"Tidak."

Sakura memutar bola matanya bosan. Mengabaikan pria ini adalah pilihan yang terbaik. Pandangannya ia alihkan kembali pada ponsel pintarnya. Mencari pekerjaan adalah prioritasnya sekarang. Tabungannya akan habis jika digunakan terus menerus tanpa adanya pemasukan.

Dari ujung matanya dia masih bisa melihat siluet pria tadi, geram juga lama-lama.

"Ck, apa mau mu, huh?!"

"Meja dan kursi yang kau duduki saat ini."

Ya Tuhan.

Demi sapi betina beranak dua milik paman Arthur. Dia sudah tidak tahan! Jika makhluk aneh dihadapannya ini menginginkan tempatnya, silahkan saja. Akan Sakura berikan dengan sepenuh hati.

Senyum keji terbit diwajah perempuan itu. Ia mengangkat gelas jusnya yang hanya tinggal setengah. Dengan cepat juga ia menumpahkan isi gelas tersebut pada kepala bertopi pria itu. Membuat perhatian seluruh penjuru kafe tertuju pada mereka.

"Oopsie. Maaf aku tidak sengaja," mengedipkan sebelah matanya. "Selamat menikmati harimu, Tuan."

Sakura pun melenggang pergi keluar dari kafe tersebut. Mengabaikan bisik-bisik orang yang melihatnya.

o0o

"Pfft ... Ahahahaha!"

Tawa meledak dari seorang Uzumaki Naruto membuat raut wajah Sasuke semakin muram.

Semua orang dalam tempat itu terkejut karena melihat kedatangan aktor tampan ini dengan keadaan basah kuyup dan berbau strawberry. Mereka yang melihat itupun langsung menertawakannya dan tawa paling kencang dimenangkan oleh Naruto.

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Sasori ketika berhasil mengontrol dirinya.

Sasuke mendengus kencang, "Aku bertemu perempuan gila saat di kafe, dia menyiramiku jus strawberry."

Mereka sekarang ada di apartment Sasuke. Bermain bersama teman seperti kebanyakan orang lainnya. Ada empat orang pria terkenal disana. Sasuke si aktor yang dingin, Naruto si tukang kejar-kejar bola profesional, Sai si pelukis aneh dan terakhir ada Sasori si dokter cinta. Coret saja kata cinta disana karena dia masih men- jomlo.

Siapa yang tidak tahu mereka? The Killer Face, julukan yang diberikan pada mereka bukan tanpa alasan. Look mereka yang terlihat bak dewa dalam mitologi dikehidupan nyata, membunuh para wanita yang melihatnya. Bagai iblis berwajah malaikat. Tampan, mapan dan-beberapa-dermawan menjadi daya tarik dari para pahatan maha indah Tuhan ini.

Naruto mengusap air mata yang menggenang disudut matanya, tangan kirinya senantiasa memegangi perut yang terasa keram karena tertawa terlalu kencang, "Huh, tertawa terlalu kencang ternyata cukup melelahkan."

"Cih."

"Aku ingin sekali bertemu dengan perempuan yang menumpahkan jus strawberry padamu," ungkap Sai jujur.

"Hanya seorang perempuan berambut merah muda yang mencolok. Tidak ada menarik-menariknya," Sasuke berkata acuh sembari melenggang pergi ke kamar mandi. Membersihkan diri.

"Ow, hati-hati, Brother. Ucapanmu itu bisa menjadi boomerang kapan saja," ujar Sasori keras dari luar kamar mandi.

"Aku tidak peduli."

Malam yang sangat tidak menyenangkan bagi seorang Haruno Sakura. Tamu bulanan sialan! Kenapa dia harus datang disaat dirinya tidak punya stok?

Dengan terpaksa Sakura memakai dalaman double dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju supermarket yang untungnya cukup dekat dengan apartment yang ditinggalinya.

Sampai disana, ia segera berjalan ke arah rak tempat pembalut berada. Membelinya cukup banyak untuk stok. Ia tidak mau hal seperti ini terjadi lagi. Untuk pertama dan terakhir kalinya.

Sakura mengantri saat akan membayarnya, ada dua orang pria tinggi tegap di hadapannya sekarang. Terlihat mereka membeli beberapa botol alkohol. Tapi tunggu! Sakura seperti mengenal salah satunya.

Rambut itu ... rambut yang paling Sakura benci! Si rambut pantat ayam sekarang ada di hadapannya. Berdiri dengan seorang pria lagi berambut merah. Ya Tuhan. Itu si merah Akasuna Sasori! Dokter tampan pujaan sejuta umat. Fix Sakura harus berfoto dengannya.

Saat kedua pria itu selesai membayar, Sakura dengan berani menahan Sasori melalui kaos yang dipakainya, "Tunggu!"

Sasori yang merasa dirinya tertahan pun berbalik, menatap gadis merah muda di depannya dengan bingung. "Ya, Nona? Ada yang bisa kubantu?" tanyanya.

Dengan malu-malu, Sakura mengeluarkan ponselnya, "Bolehkah aku meminta foto?" kedua pipinya memerah.

"Tidak, kami sibuk."

Balasan ketus yang pastinya bukan berasal dari Sasori mengubah rona merah malu dipipinya menjadi rona merah karena amarah. Dengan ketus pula Sakura menjawab, "Aku bukan bicara padamu Tuan aktor tukang cosplay pantat ayam."

Sasori tergelak mendengar julukan yang diberikan Sakura pada sahabat esnya. Kapan lagi 'kan dia bisa menikmati detik-detik Sasuke dihujat?

"Tentu saja boleh, Nona manis," balas Sasori dengan tersenyum ramah. Dia mengambil ponsel yang Sakura pegang dan memberikannya pada Sasuke.

"Ini. Foto 'kan aku dengan nona ini."

"Cih."

Dengan terpaksa dan setengah kesal, Sasuke mengambil ponsel Sakura dan mulai membuka kamera. Disaat Sasori dan Sakura berpose dengan senyuman lebar, Sasuke segera menekan tombol kamera sebanyak dua kali.

"Terima kasih," ujar Sakura.

"Tidak masalah. Kalau begitu sampai jumpa lagi, Nona cantik."

Kedua pria tampan itu pergi meninggalkan Sakura yang akan membayar pembalutnya. Untung saja keadaan supermarket ini sedang sepi. Jadi, tidak akan ada banyak orang yang mendengar dirinya mengatai Sasuke tadi. Sepenglihatannya saja, sih.

Saat akan membuka pintu supermarket, sebuah suara menginterupsi Sakura hingga rasanya ia ingin tersedot saja ke dalam black hole ataupun tenggelam dalam palung mariana dan tidak pernah ditemukan lagi.

"Maaf, Nona. Ada noda merah dicelanamu."

.

.

.

.

tbc.


author's note:

halo, semua!

udah lama saya gak berkicau disini, karena saya lebih aktif di app sebelah. kalian bisa cek nama akunnya ada di profile bio saya, di sana lebih banyak cerita sasusaku yang saya post.

sekian, terima kasih.