Drtt!
Sakura terperanjat dan langsung bangun seketika, karena getaran ponsel yang berada tepat di samping kepalanya. Dia mendesis kesal begitu mengetahui ada telpon masuk dari sahabat laknatnya.
"Apa?!" sentak Sakura. Katakan padaku, siapa yang tidak akan kesal apabila tidur cantiknya diganggu oleh seseorang yang menelpon? Sakura bersumpah akan menyumpal mulut petasan Ino dengan permen mint choco ketika bertemu dengannya nanti.
Terdengar suara kekehan Ino dari seberang sana, "Maaf mengganggu tidur nyenyak. Tapi aku sedang butuh bantuan. Bisakah kau ke butikku nanti siang?"
"Tidak, aku sibuk," Sakura membalas dengan mata hampir menutup sempurna.
"Sibuk bagaimana? Kau 'kan seorang pengangguran," ledek Ino.
Sakura menguap, "Apa? Kau bicara apa? Ada kuda nil masuk ke telingaku tadi."
Ino ingin sekali mengumpat pada Sakura. Tapi harus ditahannya. Ini semua demi kemaslahatan kehidupan masa depannya. Sakura sangat dibutuhkan untuk itu.
Tarik napas ... buang.
"Begini, Sakura sayang ... sahabat cantikmu ini sedang membutuhkan bantuan. Sebagai makhluk dermawan, kau tentunya akan membantu, 'kan?"
"Tidak."
"Sakuraa ... ayolah, nanti aku traktir ramen."
"Tidak," Sakura langsung menolak. Hei, dirinya hanya dihargai dengan semangkuk ramen? Tidak, tidak, Sakura tidak mau.
"Ramen dan yakiniku."
"Deal," mulut sialan. Diberi daging saja langsung mengiyakan.
Suara Ino yang memekik terdengar, "Bagus! Aku tunggu di butik nanti pukul dua belas. Sampai nanti!"
Lalu sambungan telpon pun mati. Sakura mengerang karena dirinya sudah tidak mengantuk lagi. Berguling-guling sebentar di ranjang, Sakura akhirnya turun untuk mandi. Tapi, sebelum itu, seperti rutinitas yang biasa dia lakukan, Sakura mengecek email-nya terlebih dahulu. Berharap ada satu saja pesan yang berisi dirinya diterima bekerja.
Gulir lagi.
Menggulir lagi.
Tapi, nihil.
Hanya ada email pemberitahuan tidak penting dari beberapa aplikasi. Sakura mendesah lelah, lalu melempar ponselnya ke atas ranjang. Dia melepas kaos kaki yang melekat, dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
o0o
Klining!
Bel berbunyi akibat dorongan dari pintu yang terbuka. Sakura masuk ke dalam butik milik Ino dengan wajah muram. Dari sejak bangun tadi, perutnya terasa sakit. Dia sudah meminum obat pereda sakit saat datang bulan, tetapi efeknya masih belum terasa.
"Selamat datang!" sambut Narumi. Dia adalah salah satu pekerja di butik milik sahabat Sakura. Narumi adalah gadis yang enerjik, dia seperti memiliki kapasitas baterai tak terhingga karena tidak habis-habis.
"Selamat datang, Nona Sakura," satu orang lagi baru saja keluar dari sebuah ruangan, ikut menyapa Sakura dengan suara yang lebih santai.
"Hai, Narumi! Bagaimana kabarmu? Yoko, kau semakin cantik saja."
"Tidak pernah sebaik ini!" balas Narumi.
Yoko terkekeh dengan anggun, "Kau terlalu berlebihan, Nona Sakura."
"Oh iya, Ino ada di ruangannya?" tanya Sakura.
"Mm-hm, dia seperti kurang minum kopi, tidak ada semangat," jawab Narumi.
"Tidak, dia sedang merana," Sakura tertawa. "Kalau begitu aku ke sana dulu."
Narumi dan Yoko mengangguk. Membiarkan Sakura pergi ke lantai dua. Pergi ke ruangan khusus tempat sahabatnya bekerja.
Sakura mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk, "Ino, ini aku."
"Masuk saja!" suara sahutan terdengar dari dalam.
Sakura membuka pintu di hadapannya. Langkahnya seketika terhenti, kakinya melayang di udara. Hampir saja dia menginjak kertas bergambar desain gaun milik Ino.
Di depan sana terlihat Ino yang sedang menggambar sesuatu di buku sketsa miliknya. Mejanya penuh dengan kertas-kertas yang terlihat seperti desain gagal, bahkan berserakan sampai lantai.
"Ya Tuhan ..." seperti kapal pecah.
"Sakura?! Akhirnya kau datang juga!" Ino berseru senang melihat orang yang ditunggunya datang juga. Dia segera bangkit, dan menghampiri Sakura.
"Aku butuh bantuanmu!" kata Ino cepat.
"Ya, karena itu aku ada disini sekarang," balas Sakura datar.
Ino melepaskan genggaman tangannya dari Sakura. Sekarang dia menatap Sakura dengan ekspresi serius, "Sahabat, aku membutuhkan ketersediaanmu untuk menjadi model gaun pernikahan bertema fantasi milikku!"
Sakura terkejut. Tidak terlintas sedikitpun dalam pikirannya bahwa Ino akan meminta tolong padanya untuk menjadi model. Jika, seperti ini jadinya, dari awal Sakura akan menolak. Apalah itu yang namanya setia kawan. Sakura tidak kenal.
"Kau sendiri sudah tahu kalau aku tidak bisa berlenggok di hadapan kamera, 'kan?" geram Sakura.
Ino menganggukan kepalanya cepat, dia segera berbicara sebelum Sakura mengeluarkan kata-kata beracunnya.
"Begini, dengarkan aku terlebih dahulu."
"Baik, aku mendengarkan."
Ino menarik napas lalu menghembuskannya, "Salah satu modelku untuk gaun utama tidak bisa hadir, kakinya cidera cukup parah. Sementara sudah tidak ada waktu bagiku untuk mengganti ukurannya sesuai dengan model pengganti. Lusa sudah harus pemotretan untuk katalog. Dan, keberuntungan sepertinya menimpa kepalaku, karena ukuran model itu sama sepertimu!"
Ino menatap sahabatnya dengan tatapan memelas, "Kumohon ..."
Helaan napas terdengar, "Baiklah."
"Serius?! Kau serius, 'kan?" mata biru yang tadinya dipenuhi awan mendung itu seketika berubah menjadi ladang glitter.
"Hmm."
Ino memekik tertahan. Dia memeluk sahabatnya itu dengan kencang, "Terima kasih! Kau memang yang terbaik!"
Sakura memutar bola mata, "Ya, ya. Tapi, aku tidak mau hanya dibayar dengan daging."
"Tidak masalah! Mobil sekalipun akan kuberikan padamu!" Ino kelewat semangat saat mengatakannya, sehingga tidak menyadari apa yang dirinya katakan.
Sakura menyeringai, "Kau yakin?"
"Eh? Ti-tidak seperti itu juga ..."
Lalu keduanya tertawa bersama.
o0o
"Ha, akhirnya selesai juga," Sakura mendesah lelah. Saat ini dia baru saja pulang dari butik Ino, setelah mencoba gaun yang akan dipakainya lusa nanti.
Sakura berjalan di trotoar sambil sesekali memainkan ponselnya. Dia akan pergi ke supermarket terlebih dahulu sebelum kembali ke apartment miliknya. Sakura ingin memasak pasta untuk makan malam.
Kembali, Sakura tak akan pernah bosan untuk mengecek email masuk. Tapi, apa yang diharapkannya sampai sekarang belum juga tercapai. Tidak ada jawaban dari pengajuan lamaran pekerjaannya. Meskipun dalam tabungan Sakura, terisi banyak uang. Itu bukan miliknya. Uang itu milik kakaknya yang setiap bulan rutin mengiriminya uang.
Di dunia ini, Sakura hanya hidup berdua dengan kakaknya. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia akibat perampokan yang pernah terjadi di masa lalu. Tidak ada sanak saudara yang mau mengakui kedua Haruno itu.
Kakak Sakura saat ini berada di Amerika. Bekerja sebagai salah satu model brand ternama di sana.
Sakura selalu bilang pada sang kakak untuk tidak mengiriminya uang. Itu adalah hasil kerja kerasnya. Dia masih mampu untuk mencari hasil sendiri, walau sekarang masih dalam pencarian. Sakura juga memiliki sisa tabungan untuk bertahan hidup.
Terlarut dalam pikirannya sendiri, Sakura tidak menyadari saat seseorang berjalan—setengah berlari—ke arahnya. Sesekali orang tersebut melihat ke belakang.
Bruk!
Dua tubuh bertubrukan tidak dapat dihindari. Sakura jatuh terduduk, sementara orang yang ada di hadapannya masih berdiri tegak.
"Ck, jalan yang benar!" seru orang asing tersebut. Lalu pergi meninggalkan Sakura tanpa sepatah kata lanjutan.
Sakura melongo, bukankah pria tadi yang menabraknya?
Dia terdiam sejenak. Otaknya bekerja keras untuk mengingat orang yang menabraknya tadi, postur tubuh dan suara pria tadi terasa familiar baginya.
Ah, ya ... Sakura tahu dia siapa.
"Hoi! Kau yang menabrakku duluan!" teriak Sakura.
"Cepat kemari! Minta maaf!" dia kembali berteriak.
Pria itu terus berjalan, tidak memperdulikan bisikan di belakangnya
"Uchiha Sasuke!"
Seketika ia berhenti.
.
.
.
.
tbc.
